You are on page 1of 8

LAPORAN Kerja Mandiri

Kelompok 7

Provokasi Histamin

Anggota : BAYU FAJAR PRATAMA CHARLA SYAFEFI HETTY HIRFAWATI HUDA NURI SURAYA IHSAN FAJRI LISA VEBRIANI SERLI MARCELISA SHABRINA SARI MEDINA SUTRISNO TAMBUNAN YESSI GUSVITA SARI YONNA DIAN SARI YOZA MEIRIZAL

Fakultas Kedokteran Universitas Riau 2012

I.

Definisi Provokasi
PROVOKASI adalah rangsangan fisik maupun nonfisik yang menimbulkan kemarahan Perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; pancingan; tantangan Tes Provokasi adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes provokasi nasal dan tes provokasi bronkial.

II.

Definisi Histamin
Zat yang muncul secara alami dalam tubuh yang berperan dalam pertahanan tubuh melawan protein asing.

PENDAHULUAN
Histamin (2-4 imidazol etilamin), angiotensin, vasopresin, bradikinin, serotonin, leukotren autakoid atau self remedy Histos: oleh Best 1927 H1 H2 G Protein Coupled H3 Receptors H4

HISTORY

Histamin terbagi 2, yaitu : 1 Eksogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus dan kolon yang membentuk histamin dari histidin. 2 Endogen berperan penting dalam fenomena fisiologis dan patologis terutama pada anafilaksis, alergi, trauma, dan syok. Selain itu, histamin juga merupakan mediator terakhir dalam respon sekresi cairan lambung; histamin juga berperan dalam regulasi mikrosirkulasi dan dalam fungsi SSP. Proses keluarnya Histamin, yaitu : 1 2 Alergen masuk histamin keluar dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen antibodi Sel rusak karna adanya: a. Faktor fisik b. Termal c. Radiasi d. Mekanik

III.

Definisi Provokasi Histamin


Tes Provokasi Histamin adalah tes alergi dengan cara memberikan histamin secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala

IV.

Prosedur Provokasi Histamin

Penyiapan Larutan Histamin

- Asam fosfat histamin, dalam bentuk kristal, bersifat sangat higroskopis dan sebaiknya disimpan dengan pembekuan dalam kondisi kedap udara - Paparan terhadap udara dan kelembaban, selama penyiapan larutan, harus diminimalisir. - Larutan histamine dibuat dalam larutan saline (garam fisiologis) normal yg steril dengan konsetrasi 5 g/100ml, 2,5 g/100ml, 0,62 g/100ml, dan 0,31 g/100ml. Larutan 5g/100 ml memiliki batas waktu penggunaan hingga 3 bulan dan sebaiknya disimpan pada suhu dibawah 4 C saat tidak dipakai. - Larutan histamin disiapkan dari farmasi. 5 g asam fosfat histamin ditimbang dalam botol spesimen steril, kemudian ditambahkan pada 100 ml saline normal yang steril. Botol lalu ditutup, dan campurannya dikocok dengan kuat untuk memastikan bahwa seluruh serbuk telah larut. Pipet steril digunakan untuk menera 25 ml dari larutan tadi ke dalam botol spesimen steril, yang kemudian ditambahkan 25 ml saline normal steril, sehingga menghasilkan konsentrasi larutan 2,5 g/ 100 ml. Larutan dengan konsentrasi 0,62 g/ 100 ml dibuat dengan menambahkan 5 ml dari larutan 5 g/ 100ml kedalam 35 ml saline steril di dalam botol steril. Konsentrasi 0,31 g/ 100 ml dibuat dengan menambahkan 5 ml dari larutan 0,62 g / 100 ml kedalam 5 ml larutan saline steril pada botol spesimen steril. Terakhir, seluruh larutan dipindahkan, melalui penyaring semprit minisart terpisah yang sekali pakai, ke dalam semprit luer lock steril 10 ml untuk penyimpanan. Semprit diberi label dengan konsentrasi histamin dan tanggal penyiapan serta disimpan dalam kulkas yang terlindung dari cahaya.

Hanya satu semprit dari setiap larutan yang dibuka pada satu waktu. Tiap larutan yang sudah tiga bulan sejak pembuatannya dibuang.

Nebuliser Nebuliser plastik DeVilbiss no 45 yang dioperasikan tangan digunakan karena tidak mahal dan mudah dibawa. Nebuliser dibersihkan secara teratur dengan mencuci dalam air sabun yang hangat.

Jika bibir pasien menyentuh nebuliser , nebuliser disapu dengan kapas alkohol dan dicuci dalam air sabun yang hangat, segera setelah penggunaan.

Prosedur Tes Inhalasi Setelah pengukuran fungsi spirometri dasar, tes inhalasi mulai dengan dua puff larutan saline. Inhalasi saline digunakan untuk mengajari pasien tentang teknik inhalasi dan mengeksklusi

kemungkinan respon tidak spesifik atas usaha inhalasi atau ekshalasi. Pasien meniup hingga dibawah kapasitas residu fungsional, nebuliser diletakkan dekat dengan mulut pasien sementara pasien menghirup melalui mulut hingga kapasitas paru-paru total dengan mulut yang terbuka lebar. Pada awal inspirasi, operator memberikan satu remasan kuat bulb dari nebuliser. Setelah satu tahanan napas ringan, 3-5 detik, pasien menghembuskan hingga sedikit dibawah kapasitas residu fungsional dan prosedur diulangi dua kali. Setiap puff diberikan secara terpisah, napas berturutan. Tes inhalasi dilakukan sesuai dengan jadwal dosis yang diperlihatkan pada tabel 2. Dosis dimasukkan sesuai dengan yang dijelaskan diatas. Masing-masing dosis sebaiknya diberikan dalam rentang waktu 3 menit dari dosis sebelumnya dan fungsi spirometri diukur satu menit setelah masingmasing dosis. Jika VEP1 yang terekam pertama kali telah cukup memuaskan dan juga mencakup 100 ml dari pengukuran pasca saline, maka dosis berikutnya segera diberikan. Jika VEP1 terlihat menurun, pengukuran diulangi hingga tercapainya dua nilai yang dapat direproduksi dalam 100 ml dan yang tertinggi dari kedua nilai ini direkam. Pada beberapa pasien-pasien asma, histamin dapat menyebabkan perubahan ukuran saluran udara dari napas ke napas, sehingga nilai yang mampu reproduksi untuk VEP1 bisa jadi bukanlah nilai yang tertinggi dicapai. Lebih baik nilai mampu reproduksi yang direkam daripada nilai yang tertinggi. Provokasi dihentikan apabila volume ekspirasi paksa (VEP1) turun hingga 20 % atau lebih dari nilai pasca saline atau ketika dosis tertinggi telah diberikan. Apabila VEP1 turun hingga lebih dari 10 % pada dosis terakhir suatu aerosol bronchodilator, biasanya 200 ug salbutamol, diberikan untuk membantu pemulihan dan responnya dinilai 10 menit kemudian. Pasien sebaiknya tidak meninggalkan tempat provokasi hingga bronkokonstriksi telah kembali dan VEP1 telah kembali 90% nilai garis dasar.

Tindak Pencegahan Keselamatan Tes ini memiliki tingkat keamanan yang sangat baik. Sejak penggunaannya di tahun 1980, telah dilakukan lebih dari 15.000 tes, sebagai uji diagnosis rutin, penelitian uji klinis dan studi epidemiologi pada dewasa dan anak, tanpa satupun laporan efek samping yang bermakna. Walaupun demikian, beberapa tindakan pencegahan keselamatan dianjurkan. Aerosol bronkodilator, lebih dipilih yang menggunakan alat pengatur jarak, harus tersedia untuk penggunaan segera oleh setiap operator. Sebagai tambahan, tabung oksigen atau sumber oksigen lainnya, dengan sungkup wajah nebuliser dan larutan bronkodilator, harus tersedia di ruangan yang sama dimana tes inhalasi dikerjakan. Akses yang cepat pada dokter, perawat atau staf lainnya yang bisa memberikan pertolongan pertama haruslah tersedia bila dibutuhkan.

Efek samping Histamin, ketika diberikan dalam dosis tertinggi 7,8 mol, pada sebagian kecil pasien (3-5%) menimbulkan suara serak yang bisa bertahan hingga 1-2 jam sebelum hilang dengan sendirinya. Histamin tidak diketahui dapat mengakibatkan suatu penundaan dalam peningkatan gejala atau pada derajat keparahan asma ketika respons segeranya telah hilang.

Kontraindikasi / Eksklusi Pasien 1. Kontraindikasi

Kontraindikasi absolut

Pembatasan arus udara yang berat pada garis dasar (VEP1 < 1,2 L pada dewasa) Baru- baru saja miokard infark (kurang dari 3 bulan) Baru saja kecelakaan serebral (kurang dari 3 bulan) Aneurisma arteri Tidakmampu memahami prosedur dan maksud dari tes inhalasi

Kontraindikasi relatif (boleh dikerjakan selama dalam pengawasan dokter yang berwenang)

Pembatasan arus udara yang diinduksi spirometri Pembatasan arus udara yang sedang hingga berat (VEP1 < 50% yang diprediksi normal) Sedang eksaserbasi asma Terdiagnosis hipertensi Hamil Epilepsi yang butuh pengobatan Bronkodilator aerosol pada penggunaan 6 jam sebelumnya Long acting bronchodilator aerosol pada penggunaan 36 jam sebelumnya Bronchodilator oral pada penggunaan 12 jam sebelumnya Antihistamin pada penggunaan 48 jam sebelumnya Antikolinergik pada penggunaan 6 jam sebelumnya

2. Obat-obat yang harus dihindari

Tabel Tes Provokasi Histamin Nama : Tanggal:

Diagnosis :

Pengujian A

Pengujian B

No.

Dosis (mol) kumulatif Zat provokasi

Jumlah napas

Zat provokasi

Jumlah napas

FEV 1

1. 2. 3. 4.. 5 6. 0,03 0,06 0,12 0,24 0,48

NaCl 0,9 % Histamine (3.1 mg/ml) Histamine (3.1 mg/ml) Histamine (6.2 mg/ml) Histamine (6.2 mg/ml) Histamine (25 mg/ml)

NaCl 0,9 % 1 1 1 2 1

Histamine(6.2mg/ml)

Histamine(6.2mg/ml)

7. 8. 9. 10.

0,98 1,95 3,91 7,8

Histamine (25 mg/ml) Histamine (25 mg/ml) Histamine (50 mg/ml) Histamine (50 mg/ml)

2 4 4 8

Histamine(25 mg/ml)

Histamine(50 mg/ml) Histamine(50 mg/ml)

6 8

** hentikan provokasi ketika terjadi penurunan FEV hingga > 20% Jika turunnya FEV1 kurang dari 10 %, lanjutkan pengujian B Jika turunnya FEV1 lebih dari 10%, ganti ke pengujian A

Sumber: http://www.jacinetwork.org/index.php?option=com_content&view=article&id=57:protokoltes-inhalasi-histamin&catid=39:allergy-a-hypersensitivity&Itemid=65 http://www.jacinetwork.org/index.php?option=com_content&view=article&id=59:tesprovokasi-histamin&catid=39:allergy-a-hypersensitivity&Itemid=65 http://unhy-ongol.blogspot.com/2011/11/alergi-bab-ii-antihistamin.html KBBI (Kamus Besar Bahsa Indonesia)

You might also like