You are on page 1of 43

BAGIAN SATU

ACARA I KARAKTERISTIK CITRA I. PEMBAHASAN 1. Foto yang dihasilkan oleh satelit Quickbird menunjukan bagian wilayah kota Jombang, Jawa Timur. Dan dari hasil identifikasi yang telah saya dapatkan dan saya sesuaikan dengan apa yang sudah saya pelajari adalah sebagai berikut.

Ciri Temporal, data diambil pada tanggal 11 Juli 2008. Dengan keadaan waktu pada siang hari sekitar pukul 11.30 hingga pukul 13.00, saya dapat menyimpulkan pada siang hari disebabkan bayangan yang dihasilkan oleh matahari berada disisi selatan objek. Pada bulan Juli, matahari terdapat diposisi condong keutara. Dan bayangannya selalu mengarah keselatan. Kenapa perkiraan bisa mendapatkan waktu pengambilan data diantara pukul 11.30 hingga 13.00? disebabkan ketika waktu tersebut matahari berada tepat di posisi atas kita. Dan di arah mata angin yang terdapat di data tersebut telah menunjukan atas adalah utara. Ciri Spektoral, dari warna yang diamati pada data tersebut menjelaskan terdapat warna hijau yang mendominasi di data tersebut. Berarti itu adalah tumbuhan, seperti pohon dan perkebunan atau sawah. Dari ciri spektoral tersebut, kota Jombang masih terdapatnya

ruang hijau yang lumayan luas dan mengelilingi kota Jombangnya itu sendiri. Ciri Spatial, bentuk bentuk yang terdapat dalam data gambar kota Jombang tersebut ada sebuah tampilan suatu bentuk garis lurus yang membelah kota Jombang itu adalah Jalan Utama di kota Jombang. Jalan tersebut di gapit oleh persegi panjang berwarna dominan merah itu adalah rumah penduduk. Dan di bagian bawah bagian kanan terdapat bentuk persegi panjang yang berwarna putih dan lingkaran berwarna putih, di perkirakan itu adalah bangunan perindustrian kota Jombang. Sudut pengambilan data kota Jombang itu tepat pada sudut 90. Dan skala grafis yang ditunjukan adalah seperti yang terdapat di gambar kota Jombang tersebut. Ketinggian pengambilan gambar adalah diketinggian dimana satelit Quickbird mengorbit. 2. Data dari yang dihasilkan oleh Pengambilan gambar dengan cara foto udara, dilakukan pengambilan berada di pesawat terbang. Data tersebut adalah wilayah Sekolah Taruna Nusantara. Dan dari pengambilan gambar dengan cara foto udara, saya mendapatkan informasi dari cara identifikasi yang dilakukan dengan ilmu penginderaan jauh sebagai berikut.

Ciri Spatial, bentuk bentuk yang memberikan informasi serta data gambar yang di ambil menunjukan bahwa Sekolah Taruna

Nusantara dalam kategori luas. Dari bentuk persegi yang saling berhadapan dan mempunyai atap berbentuk segitiga, menunjukan
3

gedung gedung dari Sekolah Taruna Nusantara tersebut. Di gambar itu juga diperlihatkan ada kolam renang yang cukup besar juga, yang di gambarkan dengan persegi panjang mempunyai outline berwarna putih. Di gambar tersebut juga menunjukan bayangan yang gelap, mengartikan benda itu padat. Tekstur permukaan rata, karna tidak terdapat adanya cekungan dan cembung yang berarti, menandakan bahwa keadaan geografisnya itu adalah di permukaan datar tidak berbukit-bukit. Ciri Temporal didalam gambar, pengambilan data foto udara dilakukan ketika siang hari, waktu dan tanggalnya tidak dapat diketahui karena tidak adanya informasi pasti. Namun ciri temporal yang telah saya pelajari, bayangan hitam yang ditimbulkan oleh sinar matahari, menunjukan pula saat pengambilan gambar keadaannya cerah. Kemungkinan besar, pengambilan dilakukan ketika musim hujan, karna dari warna hijau tengah lapangan tersebut menyimpulkan itu pula. Ciri Spektoral, warna jingga dan merah tua mengartikan dari data gambar itu adalah bangunan Sekolah Taruna Nusantara. Dan diantara warna jingga dan merah tua tersebut juga ada yang berwarna hijau. Hijau yang dihasilkan itu berasal dari warna tumbuhan di sekitar Sekolah Taruna Nusantara. Terdapat pepohonan dan tanah lapang hijau yang luas. Warna abu abu menggambarkan jalan yang terdapat di Sekolah Taruna Nusantara. 3. Pengambilan gambar foto udara yang dihasilkan dari pesawat terbang. Dengan sudut penambilan antar 40-50. Keadaan pada pengambilan sedikit berkabut juga. Gambar foto udara dari Kota Pekan Baru, Riau. Saya akan menyimpulkan data yang saya peroleh dari identifikasi gambar foto udara tersebut seperti berikut.

Ciri Spektoral, warna yang dihasilkan dari gambar foto udara kota Pekan Baru. Berbagai macam warna yang dihasilkan dari penampakan foto tersebut. Di dominasi warna merah di gambar, menunjukan padatnya pemukiman dikota Pekan Baru. Dan terdapat juga warna hijau di bagian foto, adalah wilayah pepohonan rindang. Menurut saya, diwarna hijau itu adalah bagian tanah kosong yang ditumbuhi pepohonan. Ada warna beberapa warna putih itu adalah gedung2 bertingkat di kota. Dari warna bayangan yang ditimbulkan oleh warna hitam di foto, menunujukan pula tingginya gedung dan bangunan. Ciri Temporal, tidak begitu pasti pada waktu kapan pengambilan gambar dilakukan. Namun dari hasilnya itu juga diketahui bahwa diambil saat siang hari, dan keadaan saat itu adalah berkabut. Jarak pandang yang dihasilkan juga tidak bisa tajam. Ciri Spatial, kota Pekan Baru menyatakan bangunan yang padat. Dari bentuk persegi panjang ditengah gambar mengartikan bangunan gedung tersebut termasuk paling tinggi. Tekstur yang dihasilkan dari rendah tingginya bangunan yang berada di kota Pekan Baru menghasilkan bentuk permukaan yang tidak rata. Pola kota Pekan Baru tidak rapi, karna terdapat pola yang berkelok kelok itu adalah jalan raya yang mengikuti alur tanah pembangunan gedung.

ACARA II PENGENALAN UNSUR-UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui beberapa unsur interpretasi citra dalam ilmu penginderaan jauh. 2. Mampu mengidentifikasi obyek secara umum dengan melakukan interpretasi dan mengkaji foto udara atau citra.

II.

BAHAN 1. Foto udara, citra satelit. 2. Tabel isian. 3. Alat Tulis.

III.

DASAR TEORI Di dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Pengenalan obyek yang tergambar pada citra ada 3 rangkaian kegiatan yang diperlukan yaitu: - Deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu obyek misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air. Deteksi berati penentuan ada atau tidak adanya sesuatu obyek pada citra. Ia merupakan tahap awal dalam interpretasi citra. Keterangan yang diperoleh pada tahap deteksi bersifat global. - Identifikasi ialah upaya yang mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. - Analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan informasi.

Dan tanpa adanya kegiatan interpretasi sebuah gambar citra, kita tidak akan dapat melakukan kegiatan apa apa karna tidak adanya informasi yang didapatkan dari gambar citra tersebut. Lo(1976) yang menyimpulkan pendapat vink mengemukakan bahwa pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari dua tingkat yaitu: - tingkat pertama yang berupa pengenalan obyek melalui poses deteksi dan identifikasi dari gambar citra yang akan di kerjakan. - tingkat kedua yang berupa penilaian atas penting atau tidaknya sumber obyek yang telah dikenali tersebut. Yaitu arti pentingnya tiap obyek dan kaitannya obyek itu. Tingkat pertama berarti perolehan data sedang tingkat kedua berupa interpretasi atau analisis data. Lillesand dan Kiefer (1994) dan Sutanto (1996, dalam Faradila, 2011) menyebutkan terdapat delapan unsur interpretasi visual yang digunakan untuk dapat mengenali suatu obyek yang ada pada citra. Kedelapan unsur tersebut yaitu warna, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur pola, situs, dan asosiasi. a. Rona dan warna (tone & color) : Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra. Rona ditunjukkan dengan gelap putih. Rona dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih, kelabu putih, kelabu, kelabu hitam, dan hitam. Faktor yang mempengaruhi rona - Karakteristik objek - Bahan yang digunakan - Pemrososan emulasi - Cuaca - Letak objek

Karakteristik objek yang mempengaruhi rona, permukaan yang kasar cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna objek yang gelap cenderung menimbulkan rona yang gelap, objek yang basah/lembap cenderung menimbulkan rona gelap. Warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Ada tingkat kegelapan warna biru, hijau, merah, kuning dan jingga. Contoh pada foto pankromatik air akan tampak gelap, atap seng dan asbes yang masih baru tampak rona putih, sedangkan atap sirap ronanya hitam.

Gambar 1. Penampakan rona b. Bentuk (shape)

Gambar 2. Penampakan warna

Bentuk merupakan attribute yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. seperti bentuk memanjang, lingkaran, dan segi empat. Contoh gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I,L,U atau berbentuk empat persegi panjang. c. Ukuran (size) Ukuran merupakan attribute obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Selalu berkaitan dengan skalanya. Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Contoh rumah mukim pada umumnya lebih kecil bila dibandingkan dengan kantor atau pabrik. Ukuran lapangan sepak bola 80 m X 100 m, 15 m X 30 m lapangan tennis, 8 m X 15 m bagi lapangan bulu tangkis.

d. Tekstur (texture) Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh pengelompokan satuan kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat dibedakan secara individual, misalnya dedaunan pada pohon dan banyangannya, gerombolan satwa liar di gurun, ataupun bebatuan yang terserak di atas permukaan tanah. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi yang digunakan. Secara umum tekstur dapat dikatakan sebagai halus kasarnya objek pada citra, Contoh pengenalan objek berdasarkan tekstur : 1) hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus 2) tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar. 3) permukaan air yang tenang bertekstur halus. 4) permukaan kenampakan gunung api yang memiliki tekstur kasar.

Gambar 3 : Kenampakan gunung yang cenderung tekstur kasar e. Pola (pattern) Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah. pola aliran sungai sering menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah. Misalnya, pola aliran trellis menandai struktur lipatan. kebun karet, kelapa sawit dan kebun kopi memiliki pola teratur sehingga dapat dibedakan dengan hutan.

Gambar 4 : Kenampakan pola perkebunan pada Foto Udara f. Bayangan (shadow) Bayangan sangat penting bagi penafsir, karena dapat memberikan dua macam efek yang berlainan, yaitu (1) banyangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline banyak menjadi lebih tajam atau jelas. (2) Banyangan kurang memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang diamati menjadi tidak jelas. Bayangan dapat

digunakan untuk obyek yang memiliki ketinggian, seperti obyek bangunan, menara, patahan, gunung dan sebagainya.

Gambar 5 : Unsur bayangan pada foto udara g. Situs (site) Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan di pandang, dapat dijadikan dasar untuk obyek yang dikaji. Situs dapat diartikan sebagai kaitan dengan lingkungan sekitarnya. Misal : obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada banyangannya, dan
10

tersusun dalam pola teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai. Tajuk pohon yang berbentuk bintang menunjukkan pohon palma, yang dapat berupa kelapa,kelapa

sawit,enau,sagu, nipah dan jenis palma yang lain. Bila polanya menggerombol dan situsnya di air payau maka dimungkinkan adalah pohon nipah. h. Asosiasi (association) Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek lainnya. Suatu objek pada citra merupakan petunjuk bagi adanya objek lain. Selain itu asosiasi merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antar suatu obyek atau fenomena lain yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Misal : pada foto udara skala besar dapat terlihat adanya bangunan berukuran lebih besar daripada rumah, mempunyai halaman terbuka, terletak di tepi jalan besar, dan terdapat, dan kenampakan menyerupai tiang bendera (terlihat dengan adanya banyangan tinggi) pada halaman tersebut. Bangunan ini dapat di tafsirkan sebagai bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera dengan kantor (terutama kantor pemerintah). Contoh yang lain yaitu selain bentuknya yang persegi panjang, lapangan bola ditandai dengan situsnya yang berupa gawang. IV. CARA KERJA 1. Mengamati rona dan warna melaui foto udara pankromatik dan contoh citra satelit komposit secara visual. 2. Mengamati tekstur dan pola pada foto udara. 3. Mengamati situs dan asosiasi pada foto udara. 4. Mengidentifikasi obyek secara visual dengan menggabungkan unsur interpretasi.

11

V.

PEMBAHASAN Hasil penampakan rona gelap atau kelabu hitam yang diamati serta mempunyai bentuk yang berkelok tak beraturan dengan ukuran besar ke kecil juga sebaliknya. Situsnya berupa bentuk yang semakin besar di tiap ujungnya dan memiliki unsur interprestasi bayangan, saya indentifikasikan bahwa itu adalah lembah gunung yang ditengahnya dialiri sungai. Objek yang teridentifikasi bahwa itu adalah jalan raya memiliki unsur rona kelabu juga memiliki bentuk lurus beraturan dengan ukuran sama rata (teratur) dari ujung keujung objeknya. Tanpa ada bayangan serta asosiasi dari objek yang membelah wilayah pencitraan. Unsur interprestasi selanjutnya terdapat rona kelabu putih yang memiliki ukuran stabil dan teratur dengan tekstur halus sedikit kasar. Kemungkinan karna situs yang rapat dan sejajar didekat aliran sungai, objek tersebut adalah sawah atau perkebunan yang ditanami tumbuhan kerdil bukan pohon.

VI.

KESIMPULAN 1. Gambar pencitraan foto udara TIM-TIM/AERO-AQUA/25-021989/1:30.000/A-4043-12-11 dan pembelajaran pratikum mengenai Pengenalan Unsur Interprestasi, bahwa di wilayah tersebut terdapat kehidupan manusia karena adanya rumah penduduk dan persawahan. 2. Pembelajaran Unsur, para mahasiswa memiliki kemampuan untuk menganalisa pemukiman penduduk dan mempelajari objek objek yang terdapat di hasil foto udara. 3. Pratikum acara ke 2 ini mengenalkan mahasiswa untuk lebih memahami foto udara dan dapat mengenali tiap objek objeknya.

12

VII.

DAFTAR PUSTAKA Danoedoro Projo. 1999. Pedoman Praktikum Penginderaan Jauh Dasar. Yogyakarta : Fakultas Geografi , Gajah Mada University. Sutanto. 1992. Penginderaan Jauh Dasar Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anggoro Sigit. 2006. Diktat Kuliah PJ Dasar. Surakarta : Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Gambar kota Philadelpia tentang rona dan warna.

http:/www.satimagingcrop.com/ Tambahan materi berasal dari http://geografi.ums.ac.id/

13

ACARA III IDENTIFIKASI OBYEK DENGAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui kenampakan obyek yang terekam pada citra (foto udara) khususnya penutup lahan dan penggunaan lahan. 2. Mengidentifikasi jenis dan macam obyek dengan teknik interpretasi secara visual. 3. Mampu membedakan kenampakan dan karakteristik masing masing obyek yang terekam dalam citra (foto udara).

II.

BAHAN 1. Foto Udara/Citra Satelit berbagai jenis dan skala 2. Transparansi 3. Spidol OHP 4. Alat tulis

III. DASAR TEORI Pemanfaatan teknik penginderaan jauh untuk identifikasi objek khususnya dalam kepentingan pemetaan penutup lahan dan penggunaan lahan sudah memasuki tahap operasional, bahkan semakin lama dirasakan semakin menguntungkan dibandingkan dengan survei langsung di lapangan. Banyaknya jenis citra penginderaan jauh saat ini sangat menguntungkan dalam memilih citra yang sesuai dengan tujuan pemetaan penggunaan lahan yaitu untuk pemetaan penggunaan lahan skala kecil sampai skala besar. Dalam pemanfaatan citra penginderaan jauh sebagai sumber data untuk pemetaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh : (a) resolusi spektral, (b) resolusi spasial. Pemilihan panjang gelombang, resolusi spasial dan skala yang tepat akan sangant menentukan ketelitian hasil identifikasi penggunaan lahan. Disamping itu tingkat kerumitan obyek juga

mempengaruhi pengaruh yang cukup besar, semain tinggi kerumitan objek

14

yang terekam akan menyulitkan untuk mengidentifikasi oyek penggunaan lahan sencara individu. Sistem klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan juga ikut menentukan ketelitian dalam penggunaan lahan. Berbagai masalah yang terkait dengan klasifikasi penggunaan lahan adalah : (a) pemberian batasan istilah / kategori penggunaan lahan yang tidak seragam, (b) kesesuaian dengan tujuan pemetaan yang dilakukan, (c) kesulitan dalam penyusunan sistem klasifikasi secara hierarkis, yaitu bertingkat dari skala tinjau sampai dengan skala besar.

Tabel 3.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan menurut USGS Tingkat I Kode 1. Penggunaan Lahan Kota dan Daerah Bangunan Kode 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Tingkat II Penggunaan Lahan Pemukiman Perdagangan dan Jasa Industri Transportasi, Komunikasi, Umum Kompleks Industri dan Perdagangan Campuran Kota dan Daerah Bangunan Kota dan Daerah Bangunan Lain Tanaman Semusim dan Lahan Rumput Kebun Buah Buahan dan Pembibitan Pengusahaan Pakan Ternak Lahan Pertanian Lain

1.6 1.7 2. Lahan Pertanian 2.1

2.2 2.3 2.4

15

3.

Peternakan

3.1 3.2 3.3

Peternakan dengan Tanaman Merambat Peternakan Semak dan Gerumbul Peternakan Campuran Lahan Hutan Berdaun Lebar Lahan Hutan Selalu Hijau Lahan Hutan Campuran Sungai Danau Reservoir Teluk dan Muara Lahan Hutan Basah Lahan Hutan Tak Basah Dataran Garam Kering Pantai Daerah Pasir Selain Pantai Batuan Singkapan Gundul Pertambangan Daerah Transisi Lahan Gundul Campuran Tundra Dengan Tanaman Merambat Tundra Dengan Semak dan Belukar Tundra Dengan Lahan Gundul Tundra Basah Tundra Campuran Padang Salju Gletser

4.

Lahan Hutan

4.1 4.2 4.3

5.

Air

5.1 5.2 5.3 5.4

6.

Lahan Basah

6.1 6.2

7.

Lahan Gundul

7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7

8.

Tundra

8.1 8.2 8.3 8.4 8.5

9.

Salju / Es Abadi

9.1 9.2

16

IV.

LANGKAH KERJA 1. Mengamati beberapa jenis obyek yang nampak pada citra (foto udara) skala kecil ataupun besar. 2. Mengamati karakteristik citra (foto udara) yang digunakan (resolusi spasial, resolusi spektral, dan skala), 3. Interpretasi citra (foto udara) dan selanjutnya melakukan deliniasi atau pembatasan obyek dengan spidol transparansi. 4. Memahami karakteristik obyek yang terekam khususnya penutup lahan dan penggunaan lahan serta mencatat masing masing karakteristiknya.

VIII. PEMBAHASAN 1. Sebuah objek yang berona hitam pekat dan mempunyai bentuk yang memanjang seperti benang namun berkelok kelok. Dengan tekstur yang halus, berpola teratur dan dalam asonasi membelah wilayah, tanpa adanya bayangan. Saya identifikasikan objek adalah sungai. 2. Pengamatan objek dengan rona kelabu dan gelap dengan bentuk memiliki luasan dan tidak beratur, serta ukuran yang berbeda beda namun identik besar berstekstur kasar juga mempunyai bayangan. Dan objek tersebut memberikan pernyataan situs yang rapat dan

menggerombol, saya indentifikasikan bahwa itu adalah hutan. 3. Objek pada foto udara yang menampilkan rona kelabu dan gelap dengan unsur-unsur interprestasi dengan pola teratur memiliki bentuk kecil namun memiliki luasan juga mempunyai unsur bayangan. Karena unsur interprestasi situs dari objek tersebut terdapat di dekat dengan jalan raya, objek tersebut teridentifikasi perkebunan. 4. Indentifikasi objek pada hasil foto udara dengan warna kelabu putih dan kelabu serta memunculkan bentuk hampir persegi dan kecil. Memiliki tekstur yang halus dari pada objek perkebunan, dengan pola yang sama teraturnya namun tidak memiliki bayangan. Tersimpulkan bahwa objek tersebut adalah sawah.

17

5. Rona kelabu pada objek yang di amati, membentuk sebuah garis panjang teratur dan dengan kelokan yang tidak banyak. Objek tersebut juga memiliki tekstur halus serta berunsur asonasi membelah wilayah. Saya simpulkan bahwa objek yang saya amati adalah jalan raya.

IX.

KESIMPULAN 1. Pembelajaran pada pratikum yang ke 3 ini dapat lebih memiliki pemahaman unsur interprestasi yang yang baik dari pemberlajaran pratikum ke 2 minggu sebelumnya. 2. Hasil interpretasi dari foto udara TIMTIM / AERO AQUA / 20 2 1989 / 1:30.000 / A.YU1-11-17 yang telah dilakukan menunjukkan bahwa foto udara tersebut merupakan daerah dataran rendah dan subur. 3. Fenomena yang terlihat saat interpretasi foto udara memiliki banyak kesamaan dari segi fisiknya. 4. Situs dan asosiasi dapat membedakan perbedaan objek satu dan objek lain yang memiliki ciri fisik yang sama saat proses interpretasi foto udara tersebut.

X.

DAFTAR PUSTAKA Susanto. 1998. Penginderaan Jauh Dasar, Fakltas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Anggoro Sigit. 2006. Diktat Kuliat PJ Dasar. Surakarta : Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Modul Praktikum Interpretasi Citra Untuk Penggunaan Lahan & Vegetasi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

18

ACARA IV PENGAMATAN STEREOSKOPIS PADA FOTO UDARA I. TUJUAN 1. Melatih mengenai keterangan tepi dan fungsinya 2. Menghitung skala local dan skala rata-rata foto udara 3. Pengenalan alat steroskop saku atau steroskop cermin 4. Melatih kesan 3-Dimensi pada pengamatan steroskop

II.

ALAT DAN BAHAN 1. Stereoskop saku atau stereoskop cemin 2. Penggaris 3. Alat tulis 4. Foto Udara

III.

DASAR TEORI Keterangan Tepi Foto Udara Tegak Keterangan tepi pada foto udara tegak merupakan sumber informasi mengenai perekaman foto udara tersebut untuk berbagai kepentingan. Keterengan tepi foto udara tegak ukuran meliputi : a. Tanda Fidusial Tiap foto udara terdapat 4 atau 8 tanda fidusial. Guna tanda fidusial adalah untuk menentukan titik principal foto udara, yaitu dengan menarik garis dua tanda fidusial yang berhadapan. b. Seri Nomer Nomer seri FU sekurang-kurangnya terdiri dari nomor registrasi nama daerah yang dipotret, tanggal pemotretan, dan nomer jalur terbang/nomer foto. 23 x 23 cm,

19

Contoh nomor seri foto : Wonogiri/VII/316/XIV 25/181 1991/1:10.000 Wonogiri VII / 316 XIV 25 8 1 1991 1 : 10.000 c. Tanda Tepi Tanda tepi terletak pada salah satu sisi foto, terdiri dari minimal 4 bagian, yaitu : level, jam pemotretan, panjang focus kamera, dan altimeter. : Nama daerah yang dipotret : Nomor registrasi : Nomor jalur terbang : Nomor foto dalam jalur terbang : Tanggal pemotretan : Skala foto udara rata rata

Skala Foto Udara Tegak (Vertikal) Dikatakan foto udara tegak atau vertikal bila sumbu kamera tegak lurus dengan pusat objek yang direkam. Titik tembus sumbu kamera pada foto udara vertikal diperoleh perpotongan garis yang ditarik dari tanda fidusial yang terletak dipinggir maupun sudut foto udaradan disebut dengan titik prinsipal. Titik pusat foto udara ini berimpit antara titik prinsipal dan nadir. Maka foto udara tersebut dikatakan foto udara vertikal.

20

Sedangkan skala foto sendiri dinyatakan sebagi perbandingan jarak di foto dan jarak yang sesuai di atas tanah (di lapangan). Pada peta yang proyeksinya orthogonal, maka skala pada setiap titik adalah sergam, sedang pada satu buah foto yang proyeksinya central, mempunyai skala variasi tergantung dengan variasi ketinggian medan (terrain). Langkah menentukan skala foto udara dapat dengan beberapa cara : 1. 2. 3. Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang Perbangdingan jarak di foto terhadap jarak di lapangan Perbandingan jarak pada foto dengan jarak pada peta yang diketahui skalanya Kedudukan sumbu kamera mempengaruhi skala, karena bila sumbu kamera tidak tegak lurus, maka jarak medan yang sama akan mempunyai perbedaan jarak pada foto udara. Panjang fokus merupakan perbandingan antara ketinggian objek dengan wahana. Oleh karena itu skala diperhitungkan berdasarkan formula :

f : panjang fokus kamera H : Ketinggian terbang wahana h : Ketinggian objek / medan dari permukaan laut (dpal) H : Tinggi terbang pesawat terhadap objek / medan

21

Skala pada foto udara dibedakan atas dua jenis, yaitu : a. Skala rata rata Skala rata rata adalah skala yang diperhitungkan untuk daerah yang terliput oleh satu foto, atau seluruh daerah yang dipotret. Dalam satu lembar foto udara dengan proyeksi sentral sala bervariasi tergantung dari variasi ketinggian medan. Skala foto rata rata diperoleh dengan jalan membandingkan penjang fokus kamera dengan ketinggian terbang terhadap tinggi rata rata dari medan. b. Skala lokal Skala lokal yaitu skala yang diperhitungkan pada tiap titik atau pada tiap daerah sempit yang ketinggiannya sama. Skala ini lebih teliti bila dibandingkan terhadap skala rata rata. Stereoskopis Persepsi kedalaman adalah hasil melihat dua titik secara stimultan. Kedua kesan itu kemudian dibauran dan diterjemahkan oleh otak sedemikian hingga kita mendapan kesan tiga dimensi dari ruang. Untuk dapat memandang foto stereoskopik, maa mata harus melakukan akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah

pengaturan fokus lensa mata. Kita dapat memfokuskan mata ke jarak 150 mm sampai tak terbatas. Akomodasi mata normal untuk menulis dan membaca adalah 250 mm. Konvergensi berarti mengarahkan garis pandang dari kedua mata kesatu titik. Ini dapat dilakukan ke jarak 150 mm sampai jarak tak terbatas. Untuk mendapatkan data dari foto udara baik secara kualitatif maupun kuantitiatif semua dilakukan dalam bentuktiga dimensi. Bentuk tiga dimensi pasangan foto udara yang diperoleh pada prinsipnya mata kiri melihat pasangan foto sebelah kiri dan mata kanan hanya melihat pasangan foto sebelah kanan saja. Alat yang biasanya dipergunakan untuk melihat bentuk tiha dimensi pasangan foto udara adalah stereoskop. Fungsinya adalah mengatur agar mata kiri hanya melihat pasangan foto sebelah kiri dan mata kanan hanya melihat pasangan foto sebalah kanan saja.

22

Salah satu jenis stereoskop yang paling sederhana adalah stereoskop saku. Ukuran foto yang dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas sekitar 6 cm x 10 cm. Stereoskop saku mempunyai lenda positif. Lensa lensanya biasanya mempunyai perbesaran 2,5 kali. Stereosop ini memiliki kelemahan yang sama seperti pemakaian mata telanjang, yaitu jarak antara titik yang berpasangan tak boleh melebihi panjang basis mata (basis mata rata rata = 6,4 cm).

IV.

CARA KERJA Latihan 1 : 1. Mengambil foto udara pankromatik putih 2. Membacakan keterangan tepi yang ada pada foto udara dan menguraikan informasi mengenai keterangan tepi tersebut Latihan 2 : Mengukur basis mata 1. Dengan menggunakan cermin atau sesama praktian ukurlah jarak tepi sebelah kanan / kiri kedua pupil mata dengan penggaris 2. Jarak itu merupakan basis mata dan untuk setiap orang berbeda beda, sehingga pada saat menggunakan seteroskop basis mata harus diperhatikan

V.

PEMBAHASAN Tanda fidusial sebagai informasi pertama yang dapat diketahui dengan cara mengamati tepi foto udara bagian tengahnya. Biasanya ditandai dengan list atau outline yang menonjol berbentuk panah kearah

23

keluar. Dan informasi selanjutnya di foto udara adalah seri nomer, seri nomer dapat dibaca disudut bawah dari foto udara. Di bagian informasi tersebut terdapat informasi tanggal pengambilan foto, daerah yang di foto dan nomer urutan foto tersebut. Tanda tepi yang terdapat di foto udara menginformasikan saat pengamatan tentang ketinggian, waterpass sebagai penanda kemiringan dari saat pengambilan foto dan waktu pengambilan foto itu.

VI.

KESIMPULAN 1. Dalam hal pengamatan streokopis pada foto udara dilakukan, pengamat mengetahui benar tentang informasi ukuran seri waktu dan skala dari foto tersebut. 2. Sangat dianjurkan sebelum melakukan penyimpulan dan mengolah data, pengamat diharuskan memperhatikan dan membaca keterangan yang terdapat di tepi foto udara. Terutama informasi tentang seri nomernya, yang berupa nomor foto dalam jalur terbang. Agar saat pengamatan foto udara dengan teknik 3-dimensi menggunakan stereoroskop dapat menemukan pasangannya.

VII.

DAFTAR PUSTAKA Purwanto, Taufik hery, M.Si, 2002. Pedoman Praktikum Fotogrametri Dasar. Yogyakarta : Fakultas Geografi, UGM Lillesand. T.M. and R.W .Kiefer, 1979. Remote Sensing and Image Interprestation, John Willey and Sons, NewYork Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh, Jilid 1 dan 2, Yogyakarta : UGM Press.

ACARA V PENENTUAN SKALA FOTO UDARA

24

I.

TUJUAN 1. Mengetahui tipe skala pada FU yaitu skala lokal (titik) dan skala ratarata. 2. Mengetahui perhitungan skala lokal dan skala rata-rata foto udara. 3. Mengetahui kriteria foto udara berdasar perhitungan skala.

II.

ALAT DAN BAHAN 1. Foto Udara 2. Mistar atau penggaris 3. Kalkulator 4. Alat tulis

III.

DASAR TEORI Skala dapat diartikan sebagai perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak sesungguhnya di medan. Dengan cara serupa skala foto udara merupakan perbandingan antar jarak di atas foto dengan jarak yang bersangkutan di medan. Pada peta, skala bersifat seragam karena merupakan hasil proyeksi orthogonal, sedangkan pada foto udara skala bersifat bervariasi sesuai dengan perbedaan ketinggian pada bentang lahan (Wolf, 1993). Skala memilki kaitan erat dengan jenis kamera perekam pada foto udara, dimana dalam perhitungan skala jenis kamera diklasifikasikan berdasar sudut liputan lensa. Sudut liputan lensa adalah besaran sudut yang dibentuk oleh segitiga proyeksi (gambaran) muka bumi melaui lensa (optik) yang mencapai permukaan film (sensor perekam). Sudut liputan lensa semakin besar bila panjang fokus lensa semakin pendek.

25

Gambar 5.1 Sudut liputan pada lensa Berikut adalah hubungan antara jenis kamera, panjang fokus dan sudut liputan : Tabel 5.1 hubungan antara jenis kamera, panjang fokus dan sudut liputan Jenis Kamera Sudut Sempit Sudut Normal Sudut Lebar Sudut Sangat Lebar Sumber: Paine, 1992 Foto Udara Tegak (Vertical) Dikatakan foto udara tegak atau vertikal bila sumbu kamera tegak lurus dengan pusat objek yang direkam. Titik tembus sumbu kamera pada foto udara vertikal diperoleh perpotongan garis yang ditarik dari tanda fiducial yang terletak di pinggir maupun sudut foto udara dan disebut dengan titik prinsipal. Titik pusat foto udara ini berimpit antara titik prinsipal dan nadir. Maka foto udara tersebut dikatakan foto udara vertikal. Oleh karena itu, maka distorsi pada foto udara bersifat radial, artinya semakin jauh dari titik pusat (prinsipal) tersebut kesalahan semakin besar. Panjang Fokus 12 inchi = 304,8 mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,4 inchi = 88,9 mm Sudut Liputan < 60o 60o 75o 75o 100o > 100o

26

Gambar 5.2 Letak sumbu kamera dan prinsip foto udara vertikal Skala foto udara tegak (vertikal) tidak lain adalah perbandingan antar jarak a-b pada foto dengan jarak A-B di medan. Skala tersebut dapat dinyatakan dengan perbandingan anatar jarak fokus kamera f dan tinggi terbang pesawat diatas medan H dengan memeperhitungkan dua segitiga sebangun L ab dan L AB. Sedangkan skala foto udara dibedakan menajdi dua tipe, yaitu skala lokal (relatif) dan skala ratarata (Paine, 1992). a) Skala lokal (titik) Skala lokal yaitu skala yang diperhitungkan pada tiap titik atau pada tiap daerah sempit di medan dengan suatu elevasi tertentu. Setiap titik pada foto pada elevasi yang berbeda mempunyai skala titik yang berbeda pula. Secara umum skala lokal dibagi berdasar atas medan yang direkam oleh foto udara, yakni medan datar dan medan yang tidak datar.

27

ab f f AB H' H h

Dimana : S ab AB f H h H = Skala foto udara = Jarak pada foto udara = Jarak di lapangan/medan = Panjang fokus kamera = Ketinggian terbang wahana = Ketinggian obyek/medan dari permukaan air laut (dpal) = Tinggi terbang pesawat terhadap obyek/medan

b) Skala Rata-rata Skala rata-rata adalah skala yang diperhitungkan untuk daerah yang terliput oleh satu foto, atau seluruh daerah yang dipotret. Dalam satu lembar fotoudara dengan proyeksi sentral skala bervariasi tergantung dari variasi ketinggian medan. Skala foto rata-rata diperoleh dengan jalan membandingkan panjang fokus kamera dengan ketinggian terbang terhadap tinggi rata-rata dari medan, dinyatakan sebagai berikut :

S rata rata

f H h rata rata

IV.

CARA KERJA Latihan 1 1. Mengambil FU Pankromatik hitam putih. 2. Membaca keterangan tepi yang ada pada FU dan menguraikan informasi mengenai keterangan tepi tersebut. 3. Menentukan titik dasar (principal) dengan cara menarik garis lurus dari masing-masing tanda fiducial. 4. Menghitung skala lokal (titik) pada foto udara tegak dengan menerapkan formula yang sudah dijelaskan.

28

Latihan 2 1. Membaca keterangan tepi yang ada pada FU dan menguraikan informasi mengenai keterangan tepi tersebut. 2. Menentukan titik dasar (principal) dengan cara menarik garis lurus dari masing-masing tanda fiducial. 3. Menghitung skala rata-rata pada foto udara tegak dan

membedakanya dengan skala lokal (titik).

V.

HASIL PRATIKUM Penghitungan skala foto udara C6-6954 dengan No. Seri 6951 Diketahui : - Waterpass : Miring

- Jam Terbang : 1.14 waktu setempat - Tanggal - Altimeter - Fokus lensa : 15 Agustus : 0,7 km dirubah menjadi 70.000 cm : 152,2 mm dirubah menjadi 15,2 cm

- Ketinggian C : 40 m dirubah menjadi 4.000 cm - Ketinggian B : 82 m dirubah menjadi 8.200 cm - Ketinggian A : 0 m karena di wilayah garis pantai

29

1. Skala General

= = = 0,00021 = 0,0002 = = 1: 5.000

2. Skala lokal C = = = = 0,00023 = 0,0002 = = 1 : 5.000 Skala Lokal B = = = = 0,00025 = 0,0002 = = 1: 5.000

30

3. Skala rata

= = = = = 0,00023 = 0,0002 = = 1: 50.000

VI.

PEMBAHASAN Pembahasan di dalam materi acara pratikum ke 5 ini, membahas tentang penghitungan skala foto udara. Dan setiap ketinggian dataran suatu wilayah harus dihitung dengan rumus yang sudah tercantum. Penggunaan kamera dengan fokus yang sudah ditentukan akan membantu setiap penghitungan skala, dengan pembagian fokus oleh hasil data yang tertera di altimeter. Skala lokal, setiap titik harus dihitung sendiri dengan membagi fokus lensa dengan cara pengurangan ketinggian titik yang dihitung dengan data altimeter. Dalam menentukan skala foto udara, ada hal yang harus di perhatikan yaitu ketelitian membaca water pass, jam terbang, altimeter karena dalam menentukan skala foto udara di perlukan.

VII.

KESIMPULAN 1. Materi pada pertemuan ke 5 ini, memberikan penjelasan lanjut dari pertemuan ke 4 pada minggu sebelumnya. Minggu pada sebelumnya yang hanya mendata dan menginterprestasi informasi tepi.

31

2. Minggu ini pada pertemuan ke 5, memanfaatkan penuh dari informasi tepi yang tercantum untuk mengetahui skala foto udara. 3. Dan setiap sudut kemiringan dan focus dari lensa berpengaruh dengan hasil skalanya. Karena dari unsur informasi tepi akan dijadikan rumus dalam pencarian skala foto udara. 4. Tanpa adanya informasi tepi mahasiswa tidak akan menemukan skala foto udara tersebut

VIII. DAFTAR PUSTAKA Wolf, Paul, 1993, Elemen Fotogrametri (edisi terjemahan), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Paine, David P., 1992, Fotografi Udara dan Penafsiran Citra Untuk Pengelaolaan Sumberdaya (edisi terjemahan), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Lillesand.T.M. and R.W.Kiefer, 1979., Remote Sensing and Image Interpretation, John Willey and Sons, New York.

Sutanto, 1986., Penginderaan Jauh, Jilid 1 dan 2, Yogyakarta: UGM Press.

32

ACARA VI PENGUKURAN LUASAN OBYEK PADA FOTO UDARA MELALUI PERHITUNGAN SKALA I. Tujuan 1. Mengetahui batas obyek di medan dengan melakukan pendekatan interprestasi & melalui perhitungan skala rata-rata foto udara. 2. Mengetahui parameter (luas) obyek dengan beberapa metode pengukuran luas. 3. Mampu mendiskripsikan perbedaan masing-masing metode dalam hasil perhitungan luas obyekpada foto udara.

II.

Alat dan Bahan


1. Foto Udara 2. Mistar atau Penggaris 3. Plastik Transparasi 4. Spidol OHP 5. Kalkulator 6. Alat Tulis 7.

III.

Dasar Teori Skala foto udara tegak dapat diaplikasikan pada beberapa keperluan diantaranya yakni perhitungan parameter panjang, lebar, keliling dan luasan atau area yang terekam dalam foto udara. Pengukuran parameter tersebut harus mmengikuti kaidah kartografis di mana aspek informasi foto udara merupakan unsur utama dalam menerapkan perhitungan matematis untuk mengetahui ukuran obyek. Dengan demikian setiap langkah perhitungan fotogrametris tidak akan terlepas dari pertimbangan interpretasi obyek (visual) terlebih dahulu karena interpretasi adalah kunci untuk mengidentifikasi dan mengenali lebih jauh obyek yang terekam pada citra maupun foto udara.

33

a. Metode strip : yakni metode perhitungan luas dengan menerapkan penggambaran (plotting) beberapa strip persegi panjang pada area obyek yang akan diukur. Dengan menjumlah semua luasan strip persegi panjang maka akan diperoleh luasan obyek yang terekam pada foto udara. Sedangkan langkah teknis pengambaran strip persegi panjang tersebut yakni dengan cara membagi foto udara menjadi beberapa strip persegi yang memiliki lebar sama. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas obyek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang ditambahkan. Sisi atas persegi panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas obyek pada foto.

Gambar 6.1 Pengukuran Luas dengan Metode Strip Dari gambar di atas, luas obyek diukur dengan menjumlah luas masingmasing segi empat panjang (Luas ABB`A` + CDD`C` + EFF`E`), dimana AA`, BB`, CC`, DD`, EE` dan FF` merupakan interval (lebar) strip. b. Metode bujur sangkar : metode ini pada dasarnya hampir sama dengan metode strip namun bentuk ploting yang digunakan adalah bujursangkar (square). Untuk mempermudah pembuatan bujursangkar tersebut maka ploting dilakuakan dengan kertas milimeter. Kertas milimeter ini ditumpangkan di atas obyek yang diukur luasnya. Dalam mengukur luas pada obyek foto udara dihitung berapa jumlah bujur sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas obyek yang diukur luasnya. Dari gambar 6.2, luas obyek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas

34

lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1cm = 500m), maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 tersebut adalah 12 x 250.000 . Dengan demikian luas obyek .

sama dengan 3.000.000

Gambar 2.2 Menghitung Luas dengan Metode Bujur Sangkar Ukuran bujur sangkar dapat disesuaikan dengan ukuran obyek yang dideineasi, dengan pertimbangan bahwa semakin kecil ukuran satu satuan bujur sangkar maka akan semakin banyak jumlah bujur sangkar yang tergambar dengan demikian sehingga akan semakin deti pengukuran luas yang dilakukan. c. Metode jaringan titik : metode ini mengamsumsikan bahwa luasan satu obyek dapat diperoleh melalui akumulasi titik yang tergambar pada area. Prinsip metode ini tidak jauh berbeda dengan metode strip dan bujursangkar namun plotting dilakukan dengan simbol titik yang masingmasing berjarak sama. Titik itu serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung titik yang masuk dalam batas obyek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan luas obyek.

35

Gambar 2.3 Pengukuran Luas Metode jaringan titik

IV.

Cara Kerja 1. Amati dan identifikasi obyek pada FU tegak (interprestasi visual). 2. Selanjutnya cacat keterangan tepi yang ada pada FU sebelum mendelineasi obyek tersebut (FU disesuaikan dengan FU pada acara V). 3. Pasang plastik tranparasi kemudian delineasi batas-batas obyek yang terekam pada foto udara dengan variasi warna spidol OHP 4. Selanjutnya hitung skala rata-rata pada oto udara tegak dengan menerapkan formula yang sudah dijelaskanpada acara sebelumnya. 5. Lakukan pengukuran luas dengan tiga metode yang berbeda (metode strip, metode bujursangkar dan metode jaring titik). 6. Bandingkan hasil perhitungan masing-masing metode tersebut kemudian uraikan analisa anda. 7. Lampiran hasil ploting metode pengukuran luas dan hasil perhitungan luasan ke dalam laporan.

36

V.

HASIL PRAKTIKUM 1. Keterangan tepi foto udara NO KETERANGAN TEPI FOTO UDARA INFORMASI 1. 2. 3. 4. 5. Seri Nomor Waterpass Jam / Tanggal Perekaman Altimeter Panjang Fokus Lensa 6951 Miring 1.14 / 15 Agustus 0,7 km 152.2 mm

2. Perhitungan skala rata rata Dengan titik A = 0 meter = 6000 cm, titik B = 80 meter = 8000 cm = = Skala rata rata 1:5000 3. Gambar pada transparansi dan 3 lembar kalkir, masing masing kalkir terdiri dari metode square, metode strip, metode jaringan titik 4. Hasil dari penghitungan gambaran dan Luas menurut pengelompokan A. Square Methode Hutan perkebunan Persawahan Perumahan : 227 : 55 : 71 = = 0,0002 = = = 1:5000

Industri / Perkantoran : 17 a. L Hutan atau perkebunan

= = = =
37

b. L Persawahan

= = = = c. L Perumahan

= = = = d. L Industri atau perkantoran

= = = =

B. Dot Methode Hutan perkebunan Persawahan Perumahan : 208 : 44 : 60

Industri / Perkantoran : 14

38

a. L Hutan atau perkebunan

= = = = b. L Persawahan

= = = = c. L Perumahan

= = = = d. L Industri atau perkantoran

= = = =

39

C. Stripped Methode Hutan perkebunan Persawahan Perumahan : 253 cm : 68,4 cm : 81,7 cm

Industri / Perkantoran : 22,4 cm e. L Hutan atau perkebunan

= = = = f. L Persawahan

= = = = g. L Perumahan

= = = =

40

h. L Industri atau perkantoran

= = = =

VI.

PEMBAHASAN Pembelajaran pertama dilakukan dengan cara membaca informasi tepi yang terdapat di foto udara yang telah tersedia, untuk kemudian dilanjutkan mengeblat gambar foto udara tersebut di mika bening menggunakan bolpoin OHP. Praktik selanjutnya adalah menghitung skala dari foto udara tersebut menggunakan rumus yang telah dipelajari pada pertemuan sebelum ini. Disaat menghitung dan mencari skala dari hasil focus lensa di bagi dengan altimeter foto udara, akan di temukan skala foto tersebut untuk digunakan dalam penghitungan metode strip, square dan dot. Penghitungan metode tersebut diawali dengan menghitung berapa jumlah grid yang menyentuh objek yang sudah di blat pada mika, dengan cara kita membuat square, strip dan dot di kertas kalkir. Dengan metode strip dihitung berapakah panjang setiap grid pada daerah yang akan dihitung skalanya. Perhitungan luas metode jaringan titik itu sama dengan perhitungan yang dilakukan dengan metode square.

VII.

KESIMPULAN 1. Mengamati foto udara harus mengetahui makna dari informasi tepi. 2. Keterangan tepi foto udara memberikan informasi mengenai waterpass, jam dan tanggal terbang, seri nomor, altimeter, dan panjang fokus lensa.

41

3. Deliniasi dengan spidol OHP berwarna yang berbeda, dimaksutkan agar kita dapat mengetahui perbedaan objek sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam mengetahui dan dalam penghitungan grid obyek. 4. Dalam menghitung luas objek pada foto udara dapat menggunakan metode square, metode strip, dan metode jaringan titik. Dan menurut saya dalam metode strip adalah metode yang tepat, karena tidak akan terdapat distorsi. 5. Perhitungan luas metode jaringan titik memiliki kesamaan rumus dengan perhitungan yang dilakukan dengan metode square.

VIII.

DAFTAR PUSTAKA Lillesand.T.M. and R.W.Kiefer. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. John Willey and Sons. New York Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I dan 2. Yogyakarta: UGM Press. Anggoro Sigit. 2006. Diktat Kuliah PJ Dasar. Surakarta : Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

42

BAGIAN DUA

43

You might also like