You are on page 1of 28

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Lansia 1. Pengertian Lansia Menurut Potter & Perry (2005) penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya. Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap individu. Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan (45-59 tahun), lanjut usia (60-74 tahun), usia tua (75-90 tahun), dan usia sangat tua (di atas 90 tahun) (Mubarak, 2006).

2.

Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Tipe arif bijaksana yaitu lansia ini kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri yaitu lansia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas yaitu lansia ini selalu mengalami konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. d. Tipe pasrah yaitu lansia ini selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. e. Tipe bingung yaitu lansia ini kaget dengan kondisinya, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

10

3. Proses Penuaan Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley, 2006). Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008). Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan (gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi

11

fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak, 2009).

4. Teori-Teori Penuaan Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual. a. Teori Biologis Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang. 1) Teori Genetik dan Mutasi Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. 2) Immunology Slow Theory Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke

12

dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. 3) Teori Stres Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. 4) Teori Radikal Bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi. 5) Teori Rantai Silang Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel. b. Teori Psikologi Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi,

13

kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima,

memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada. c. Teori Sosial Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory). 1) Teori Interaksi Sosial Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia

bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.

14

2) Teori Penarikan Diri Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. 3) Teori Aktivitas Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. 4) Teori Kesinambungan Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia. 5) Teori Perkembangan Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini

15

tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut. 6) Teori Stratifikasi Usia Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik. d. Teori Spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

5. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Akibat Proses Penuaan Menurut Nugroho (2008) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

16

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut Nugroho (2008) mengatakan beberapa perubahan yang terjadi dalam proses penuaan yaitu sebagai berikut : a. Perubahan Fisik 1) Sel Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan

berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%. 2) Sistem Persarafan Terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20%, cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya stres, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitifnya terhadap sentuhan. Pada sistem pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi-bunyi atau nada-nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis akibat atrofi membran timpani, serta biasanya pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/ stres.

17

3) Sistem Penglihatan Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih terbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya pandang, daya serta

akomodasi,

menurunnya

lapangan

menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau. 4) Sistem Kardiovaskular Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 5) Sistem Pengaturan Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panasakibatnya aktivitas otot menurun.

18

6) Sistem Respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun. 7) Sistem Gastrointestinal Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, serta melemahnya daya absorbsi. 8) Sistem Reproduksi Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.

19

9) Sistem perkemihanTerjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, otototot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria. 10) Sistem Endokrin Terjadi penurunan semua produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesteron, estrogen, dan testosteron. 11) Sistem Integumen Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik kerana kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentukbentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang jumlah dan Fungsinya. 12) Sistem Muskuloskeletal Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot.

20

B. Asam urat (Gout) 1. Pengertian Asam Urat (Gout) Menurut Junaidi (2012) Gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak, berulang, dan disertai dengan arthritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat atau asam urat yang berkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperiumrisemia). Asam urat adalah zat yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin dalam tubuh yang kemudian dibuang melalui urin (kartikawati, 2010). Menurut Freund (2010) asam urat merupakan penyakit berpindahnya kandung-kandungan purin yang mengakibatkan

konsentrasi/berkumpulnya asam urat yang berlebihan dalam darah.

2. Sumber asam urat Menurut Junaidi (2012) asam urat dalam tubuh berasal dari beragam kondisi, yaitu : Asam urat endogen sebagai hasil metabolisme nukleoprotein jaringan dan asam urat eksogen yang berasal dari makanan yang mengandung nukleoprotein.

3. Penyebab Asam Urat Menurut Junaidi (2012) asam urat terjadi karena : a. Pembentukan Asam Urat Berlebih (Gout Metabolik):

21

1) Gout

primer

metabolik

terjadi

karena

sintesaatau

pembentukan asam urat yang berlebih. 2) Gout sekunder metabolik : terjadi karena pembentukan asam urat berlebih karena penyakit lain, seperti leukemia. b. Pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal): 1) Gout renal primer : terjadi karena gangguan ekskresi asam urat ditubuli distal ginjal yang sehat. 2) Gout renal sekunder : disebabkan oleh ginjal yang rusak, misalnya pada glomerulonefritif kronik, kerusakan ginjal kronis (chronic renal failure). c. Perombakan dalam usus yang berkurang. Serangan gout secara mendadak, dapat dipicu oleh: luka ringan, pembedahan, konsumsi alkohol dalam jumlah besar atau makanan yang kaya akan protein purin, kelelahan, stres secara emosional, penyakit dan sejumlah obat yang menghambat sekresi asam urat, serta kedinginan.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Asam Urat Pada Lansia a. Usia Meskipun kejadian asam urat bisa terjadi pada semua tingkat usia namun kejadian ini meningkat pada laki-laki dewasa berusia 30 tahun dan wanita setelah menopause atau berusia

22

50 tahun, karena pada usia ini wanita mengalami gangguan produksi hormon estrogen. b. Jenis Kelamin Bila dibandingkan jumlah penderita asam urat sebelumnya penderita pria proporsinya lebih besar yaitu 95% dan 5% pada wanita pada kelompok usia yang sama. c. Aktifitas Fisik Aktifitas Fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktifitas fisik sangat penting peranannya terutama bagi lansia. Dengan melakukan aktifitas fisik, maka lansia tersebut dapat

mempertahankan bahkanmeningkat derajat kesehatannya. Namun, karena keterbatasan fisik yang dimilikinya akibat pertambahan usia serta perubahan dan penurunan fungsi fisiologis, maka lansia memerlukan beberapa penyesuaian dalam melakukan aktifitas fisik sehari-hari. Aktifitas- aktifitas kehidupan sehari-hari lainnya yang dapat dilakukan oleh lansia antara lain: menyapu, mengepel, mencuci baju, menimba air, berkebun, membersihkan kamar mandi, mencakul, jalan sehat dan joging, senam pernafasan, bersepeda.

23

d. Obesitas Kelebihan berat badan (IMT 25 kg/m) dapat

meningkatkan kadar asam urat dan juga memberikan beban menahan yang berat pada penopang sendi tubuh. Sebaiknya berpuasa dengan memilih makanan rendah kalori tampa mengurangi konsumsi daging. e. Konsumsi Makanan Yang Mengandung Purin Konsumsi purin yang berlebih melalui makanan dapat menyabab peningkatan kadar asam urat darah. Yang termasuk sumber purin yang tinggi adalah : daging dan ikan serta makanan dari tumbuh-tumbuhan seperti : padi- padian, kacang-kacangan (seperti kacang polong dan ercis), asparagus, bunga kol, bayam dan jamur-jamuran. Asam urat merupakan satu-satunya jenis rematik yang serangannya sangat dipengaruhi oleh pola makan. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung purin dapat meningkatkan kadar asam urat, yang menyebabkan terjadinya pengkristalisasian dalam sendi. Diet normal biasanya

mengandung 600-1.000 mg purin per hari. Namun bagi penderita gout, asupan purin harus dibatasi sekitar 100-150 mg purin per hari. (Sutanto, 2008). Makanan untuk diet asam urat menjadi tiga jenis, yaitu bahan makanan yang tinggi purin, kandungan purin sedang dan rendah.

24

1) Tinggi Purin (150-1000 mg/100 g Bahan Pangan) Ikan teri, otak, jerohan, daging angsa, burung dara, telur ikan, kaldu, sarden, alkohol, ragi, melinjo (emping) dan makanan yang diawetkan. 2) Sedang ( 50-100 mg/100 g Bahan Pangan) Bahan pangan ini sebaiknya dibatasi 50 g/hari. Ikan tongkol, tenggiri, bawal, bandeng, daging sapi, daging ayam, kerang, asparagus, kacang-kacangan, jamur, bayam, kembang kol, buncis, kapri, tahu, tempe. 3) Rendah Purin (0-100 mg/100 g Bahan Pangan) Nasi, roti, makaroni, mi, craeckers, susu, keju, telur, sayuran, dan buah buahan kecuali durian dan alpukat.

5. Gejala Asam Urat Kesemutan, linu, nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bagun tidur, sendi yang terkena asam urat akan terlihat bengkak, kemerahan, panas dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi (Kartikawati, 2010).

6. Kadar Normal Asam Urat Menurut Kartikawati (2010) pemeriksaan asam urat di laboratorium dilakukan dengan dua cara, Enzimatik dan teknik biasa. Kadar asam urat normal menurut tes enzimatik maksimum 7 mg/dl.

25

Sedangkan pada teknik biasa nilai normalnya maksimum 8 mg/dl. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat melampaui standar normal, penderita dimungkinkan mengalami hiperurimia. Kadar asam urat normal pada pria dan perempuan. Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5 7 mg/dl dan pada perempuan 2,6 6 mg/dl.

7. Macam-Macam Pemeriksaan Asam Urat (Gout) Menurut Soeroso (2011) pemeriksaan asam urat terbagi menjadi dua golongan, yaitu : a. Pemeriksaan Holistik Pemeriksaan holistik adalah pemeriksaan yang menyeluruh dimana pemeriksaan dilakukan dari kapan terjadinya nyeri, bagaimana dapat terjadinya nyeri. Setelah itu dilihat riwayat kesehatan, baru ditegakkan diagnosis. b. Pemeriksaan Enzimatis Pemeriksaan enzimatis adalah pemeriksaan asam urat dengan prinsip uric-acid yang bereaksi dengan urease membentuk reaksi H2O2 dibawah katalisis peroksiadase dengan 3,5 didorohydroksi bensensulforic acid dan 4 aminophenazone memberikan reaksi warna violet dengan indikator Quinollmine.

26

8. Pengobatan Asam Urat (Gout) Menurut soeroso (2011) pengobatan asam urat ada dua, yaitu : a. Pengobatan Jangka Pendek Pengobatan jangka pendek merupakan pemberian obatobatan anti nyeri, seperti OAINS atau obat-obatan anti inflamasi nonsteroid (inflamasi=radang) dengan tujuan pemberian obat anti nyeri dan anti inflamasi untuk mengurangi nyeri, dan

menghilangkan bengkak.

b.

Pengobatan Jangka Panjang Pengobatan jangka panjang adalah pemberian obat-obatan yang berfungsi untuk menghambat kerja xanthine oxidase, misal IXO (inhibitor xanthine oxidase) atau obat yang meningkatkan eksresi asam urat melalui urine, yakni urikosurik dan bertujuan untuk menstabilkan kadar asam urat dal darah.

9. Pencegahan Penderita Penyakit Asam Urat Menurut Kartikawati (2010) pada penderita penyakit asam urat sendiri tidak bisa dicegah, tetapi beberapa faktor pencetusnya bisa dihindari, seperti :

27

a.

Pembatasan Purin Apabila telah terjadi pembengkakan sendi maka penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin dimana asupan purin perhari dibatasi menjadi 100 150mg

b.

Kalori Sesuai Dengan Kebutuhan Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap mempertahankan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya keton bodies yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin.

c.

Tinggi Karbohidrat Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrakompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti permen, arum manis dan sirop sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

d.

Rendah Protein Protein terutama yang berasal dari hewani dapat

meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan

28

yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar 50 70 gram/hari atau 0,8 1 gram/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju, dan telur. e. Tinggi Cairan Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu menbuang asam urat melalui urin. f. Tanpa Alkohol Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.

C. Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi asam urat pada lansia : Usia Aktifitas Konsumsi Purin Konsumsi Alkohol Sumber : Andry, (2009)

Asam Urat

29

Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asam Urat Pada Lansia di Wilayah Pekanbaru Tahun 2013

D. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen

Usia Jenis Kelamin Aktifitas Fisik Obesitas Konsumsi Makanan yang Mengandung Purin

Asam Urat

Gambar 2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asam Urat Pada Lansia di UPT PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru Tahun 2013 E. Hipotesis Ho : Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, aktifitas fisik , obesitas dan, konsumsi makanan yang mengandung purin dengan kejadian asam urat. Ha : Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, aktifitas fisik , obesitas dan, konsumsi makanan yang mengandung purin dengan kejadian asam urat.

30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Studi Cross Sectional merupakan sebuah studi yang pengumpulan variabel independen(usia, jenis kelamin, aktifitas fisik, obesitas, dan konsumsi makanan yang mengandung purini) dan variable dependen(asam urat pada lansia) yang dikumpulkan pada waktu bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini bertempat di UPT PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru Tahun 2013. Pengumpulan data dan analisa data dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.

C. Populasi dan Subjek Penelitian Populasi dan subjek dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bertempat tinggal dan menetap di UPT PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru pada tahun 2013 yang berjumlah 70 orang. Subjek yang akan diambil berasal dari lansia yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003): 30

31

1. Berusia 60 tahun ke atas 2. Dapat berkomunikasi dengan baik 3. Tidak mengalami gangguan jiwa 4. Bisa membaca dan menulis 5. Bersedia menjadi responden

D. Besar Sampel Sampel adalah total populasi, maka besar sampel dalam penelitian ini adalah 70 orang lansia.

E. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah dengan cara total sampling yaitu semua lanjsia yang menjadi populasi di jadikan sampel penelitian.

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel penelitian dan definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel.

32

Table 3.1 Defenisi Operasional


No 1 Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Pengukuran Alat Ukur Nesco Uric Acid Hasil Ukur 0=Lansia beresiko asam urat 1=Lansia tidak beresiko asam urat 0=Lanjut usia >64 th 1=Lanjut usia (55-64 th) Skala Ukur Ordinal

Variabel Dependen Asam urat Asam urat adalah suatu penyakit yang menyebabkan penderita mengalami nyeri yang sangat hebat Variabel Independen Usia Umur responden yang berusia diatas 55 tahun saat dilakukan penelitian merupakan selisih antara tahun penelitian dengan tahun kelahiran responden Jenis Kelamin Jenis kelamin responden Aktifitas Fisik Seluruh kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh)

2. a.

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

b. c.

Wawancara Wawancara

Kuesioner Kuesioner

0=Laki-laki 1=Perempuan 0=3-5 kali/minggu 1=<3 kali/minggu 2=Tidak pernah 0=IMT (>25) 1=IMT(25) 0=Tinggi purin 1=Sedang purin 2=Ringan purin

Nominal Ordinal

d. e.

Obesitas Konsumsi makanan yang mengandung purin tinggi

Kelebihan masa lemak tubuh Konsumsi makan yang dimakan setiap hari dalam hal ini makanan yang mengandung purin tinggi

Pengukuran Wawancara

Timbangan BB dan alat ukur TB Kuesioner

Ordinal Ordinal

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis Data Data yang dikumpulkan adalah data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari pengamatan dan pengukuran di lapangan melalui pengukuran asam urat darah dengan alat Nesco Uric Acidserta wawancara dengan responden menggunakan kuesioner antara lain

33

tentang usia, jenis kelamin, akitifitas fisik, obesitas, dan konsumsi makanan yang mengandung purin. 2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik yang diperlukan dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2003) a. Wawancara Dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui faktor resiko yang ingin diteliti. b. Pengukuran Melakukan pengukuran asam urat darah responden

menggunakan alat Nesco Uric Acid dan pengukuran IMT dengan menggunakan timbangan BB dan alat ukur TB.

H. Pengolahan Data Pengolahan data merupakan salah satu bagian ringkasan kegiatan penelitian setelah kegiatan pengumpulan data. Data diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Dengan bantuan komputerisasi, melalui proses tahapan sebagai berikut: 1. Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan, data yang telah dikumpulkan. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data

34

diperbaiki (editing) dengan melengkapi jawaban yang kurang. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kualitas data agar dapat di proseslebih lanjut, sehingga apabila terdapat kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera dilakukan. Misalnya dengan menanyakan kembali perihal jawaban yang meragukan kepada responden. 2. Coding Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk mempermudah pengolahan data, misalnya menchecklis jawaban responden. 3. Processing/Entry Pemprosesan data dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner ke paket program komputer. 4. Cleaning Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan/tidak dalam pengkodean. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk di analisis.

I.

Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang disajikan dalam bentuk tabel.

35

2.

Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel digunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95% ( = 0,05). Apabila diperoleh p-value <, berarti ada hubungan bermakna. Apabila p-value >, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.

J.

Jadwal Penelitian Tabel 3.2 Jadwal Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 Kegiatan Pembuatan Proposal Seminar Proposal Perbaikan Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Penulisan Skripsi Ujian Skripsi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

You might also like