You are on page 1of 12

TUGAS ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

1.

ACCIDENTAL INJURY Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan

atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan/KTD (adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). 1.1. Kejadian yang Tidak Diharapkan (Adverse Event) Kejadian yang tidak diharapkan (Adverse Event) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil suatu tindakan yang seharusnya diambil dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah. Misalnya kegagalan pacu jantung, perdarahan saluran pencernaan, supresi sumsum tulang, kegagalan pompa infus yang menyebabkan aliran dosis produk uji menjadi tidak terkendali. Hepatotoksitas akibat Asetaminofen dosis berlebih. 1.2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) (Near Miss) Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),yang dapat mencederai pasien,tetapi cedera serius tidak terjadi,karena keberuntungan(misalnya: pasien menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), karena pencegahan(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan,tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan),atau peringanan (suatu obat dgn overdosis lethal diberikan,diketahui secara dini lupa diberikan antidotenya). 1.3. Kesalahan Medis (Medical Errors) Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
1

seharusnya diambil (omission). Misalnya obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang, umlah obat yang tidak sesuai dengan yang dimaksud dalam resep, penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak sesuai, obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam resep, dan sebagainya. 1.4. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima. Seperti:operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya:amputasi pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

2.

LISENSI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Beberapa sarana kesahatan di Indonesia telah banyak yang mendapatkan

pengakuan/rekomendasi baik dari pemerintah maupun dari pihak ketiga yang independen tentang mutu pelayanan yang diberikan. Tentunya pengakuan tersebut dapat menjadi kebanggan organisasi/instutusi. Disamping sebagai kebanggan pengakuan tersebut dapat menjadi media publikasi bagi organisasi tersebut terhadap mutu pelayanannya kepada pelanggan. Sehingga organisasi membutuhkan lisensi, akreditasi dan sertifikasi sebagai bukti pengakuan mutu pelayanannya. 2.1. Lisensi Lisensi adalah suatu proses pemberian izin oleh pemerintah kepada praktisi individual atau lembaga pelayanan kesehatan untuk melaksanakan atau terlibat dalam suatu profesi/pekerjaan yang bersifat wajib. Lisensi diberikan kepada individu maupun sarana pelayanan kesehatan setelah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis (sebagai standar minimal). Lisensi merupakan sebuah proses pemberian izin yang dilakukan oleh pihak

pemerintah yang berwewenang. Izin tersebut diberikan kepada seseorang maupun organisasi pelayanan kesehatan. Izin yang diberikan merupakan izin untk beroperasi atau untuk melakukan pekarjan atau menjalankan profesi tertentu. Sebagai contoh, izin praktik yang
2

telah diatur melelui perundangan dan peraturan, misalnya melalui keputusan

menteri

kesehatan atau kepada dinas kesehatan. Izin praktik tersebut antara lain diberikan kepada berbagai profesi dibidang pelayanan kesehatan, seperti izin praktik perawat, refraksionis, fisioterapis, bidan, apoteker, dan juga bagi tenaga medis lain. Seseorang mendapat izin atau lisensi tersebut setelah melalui ujian khusus maupun bentuk dan bukti lain dari

pendidikannya. Untuk selanjutnya, izin tersebut dapat diperbaharui atau diperpanjang, misalnya dengan membayarkan nominal tertentu dan atau melalui pembuktian pendidikan berkelanjutan, maupun kompetensi profesionalnya. Sementara itu, sebuah organisasi atau badan pelayanan kesehatan mendapatkan lisensi setelah mendapatkan inspeksi, visitasi atau kunjungan ditempat pelayanan oleh pihak pemberi lisensi. Kunjungan ini bertujuan untuk menentukan apakah badan yang bersangkutan telah memenuhi standar yang ditetapkan, baik berupa standar kesehatan maupun standar keamanan. Di indonesia dari pengalaman yang sudah-sudah terdapat kecenderungan untuk memberikan izin pendirian rumah sakit secara longgar. Meskipun tampak sepintas belum layak bagi segi bangunan fisik, lokasi, lingkungan, sistem pembuangan limbah, sumber daya manusia dan lain-lain. Institusi pemberi izin masih banyak yang menghadapi kendala untuk menyusun kriteria yang jelas, lugas dan transparan kapan sebuah institusi layanan kesehatan diberikan izin dan kapan ditolak dalam pengajuan untuk mendapatkan izin pendiriannya. Sebenarnya kebijakan dan peraturan mengenai perolehan lisensi ini dibuat untuk memastikan bahwa setiap individu pemberi pelayanan atau badan pelayanan kesehatan yang telah memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan. Hal ini tentu saja dilakukan guna melindungi keamanan dan kesehatan masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan.

2.1.1. Akreditasi Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat, untuk itu RS harus melakukan proses penetapan kelas, perizinan, registrasi, dan akreditasi. Tujuan akreditasi adalah: 1. Umum 2. Khusus : Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit :

a. Memberikan jaminan, kepuasan dan perlindungan masyarakat b. Memberikan pengakuan kepada RS yang telah menerapkan pelayanan RS c. Menciptakan lingkungan intern RS yang kondusif untuk penyembuhan dan pengobatan termasuk peningkatan dan pencegahan sesuai standar struktur, proses, dan hasil.
3

Sementara manfaat akreditasi adalah: a. Bagi pasien dan masyarakat yaitu pasien dan masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang terukur. b. Bagi petugas kesehatan di RS yaitu menimbulkan rasa aman dalam melaksanakan tugasnya oleh karena RS memiliki sarana, prasarana, dan peralatan yang telah memenuhi standar. c. Bagi RS yaitu ssebagai alat untuk negosiasi dengan pihak ketiga misalnya asuransi, perusahaan, dan lain-lain. d. e. Bagi pemiliki RS yaitu sebagai alat mengukur kinerja pengelola RS. Bagi perusahaan asuransi yaitu sebagai acuan untuk memilih dan mengadakan kontak dengan RS. Tahapan akreditasi sebagai berikut: a. Tahap tingkat dasar 5 pelayanan (administrasi dan managemen, pelayanan medis, gawat darurat, keperawatan, dan rekam medik). b. Tahap tingkat lanjut 12 pelayanan (tahap dasar + perinatal resiko tinggi, radiologi, farmasi, laboratorium, kamar operasi, K3, dan pengendalian infeksi) c. Tahap tingkat lengkap 16 pelayanan (tahap lanjut + pelayanan intensif, rehabilitasi medik, gizi, dan pelayanan darah). Penyelenggaraan akreditasi antara lain: a. Pembinaan akreditasi oleh Kementerian Kesehatan & Dinas Kesehatan Bertujuan untuk menyiapkan sistem pelayanan di RS. Dilaksanakan secara berjenjang oleh Pemerintah, Dinkes & PERSI melalui koordinasi antara pemerintah & RS, yang mencakup aspek administrasi manajemen, pelayanan, SDM & fasilitas sarana di RS. Hasil pembinaan berupa rekomendasi yang mencakup aspek hukum atau aspek manejemen pelayanan yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah RS perlu bimbingan atau tidak. b. Bimbingan akreditasi oleh surveior pembimbing (KARS) Bertujuan untuk memberikan penjelasan, pemahaman dan petunjuk tentang cara pemenuhan dan penerapan standar pelayanan dalam rangka akreditasi. RS yang belum siap melakukan penilaian (survey akreditasi), sebaiknya melaksanakan
4

bimbingan akreditasi. RS dapat memilih pembimbing yang ada dalam daftar pembimbing KARS sesuai kebutuhan RS. Prosedur bimbingan akreditasi: a) Rumah Sakit: Membuat POKJA Akreditasi (SK Direktur RS). Membuat POA Akreditasi yaitu rencana pelaksanaan akreditasi. Mengisi Self Assessment (SA) yaitu melakukan penilaian sendiri dengan menggunakan instrumen akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS. Membuat surat permohonan bimbingan akreditasi oleh pemilik RS kepada BPT Kemenkes dengan tembusan ke KARS & Dinkes Propinsi. b) Dinkes Propinsi: Menerima tembusan surat permohonan bimbingan akreditasi dari RS. Badan Pelayanan Terpadu Kemenkes: Menerima surat permohonan bimbingan akreditasi dari pemilik RS kemudian meneruskan ke Dirjen Bina Upaya Kesehatan yang selanjtnya akan berkoordinasi dengan KARS untuk pelaksanaan bimbingan akreditasi. Selesai bimbingan akreditasi akan menerima laporan bimbingan akreditasi dari Dirjen Upaya Kesehatan. c) Dirjen Bina Upaya Kesehatan: Menerima disposisi surat permohonan bimbingan akreditasi RS dari BPT, kemudian berkoordinasi dengan KARS untuk pelaksanaan bimbingan akreditasi. Menerima laporan pelaksanaan bimbingan dari KARS. d) KARS: 1. Menerima tembusan surat permohonan bimbingan akreditasi dari pemilik RS. 2. Menganalisa hasil Self Assessmant (SA) dari RS & menyusun rencana kerja pembimbing. 3. Menunjuk pembimbing & menginformasikan ke RS tentang rencana kerja pembimbing. 4. Pelaksanaan bimbingan, pembimbing melakukan bimbingan sesuai dengan bidang pelayanan yang dipilih RS. 5. Pembimbing akan menjelaskan tentang akreditasi & melakukan analisa situasi.

6.

Hasil bimbingan akan disampaikan pembimbing ke KARS berupa rekomendasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan RS & dokumen yang perlu disediakan untuk mencapai akreditasi.

7.

Memberikan laporan penyelenggaraan bimbingan akreditasi setiap 3 bulan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan.

c.

Survey akreditasi oleh surveior akreditasi (KARS) Merupakan penilaian terhadap pemenuhan standar oleh RS, menggunakan instrumen akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS & dilakukan oleh surveior akreditasi yang ditunjuk oleh KARS. Survey akreditasi wajib dilakukan oleh semua RS, dimana boleh memilih akreditasi 5, 12 atau 16 pelayanan tergantung kemampuan RS & tidak dapat memilih surveior akreditasi. Prosedur survey akreditasi: a) Rumah Sakit: Membuat surat permohonan survey akreditasi oleh pemilik rumah sakit kepada BPT Kemenkes dengan tembusan ke KARS dan Dinkes Propinsi. Melampirkan POA akreditsi dan hasil Self Assessment (SA) dengan nilai minimal 75%. Menyiapkan dokumen-dokumen akreditasi b) Dinkes Propinsi: 1. Menerima tembusan surat permohonan survey akreditasi dari pemilik rumah sakit 2. Membuat rekomendasi pelaksanaan survey akreditasi RS c) Badan Pelayanan Terpadu Kemenkes: Menerima surat permohonan survey akreditasi dari pemilik RS kemudian meneruskan ke Dirjen Bina Upaya Kesehatan yang selanjutnya akan berkoordinasi dengan KARS untuk pelaksanaan survey akreditasi. Selesai survey akreditasi, akan menerima SK dan sertifikat akreditasi dari Dirjen Upaya Kesehatan untuk diserahkan kepada RS. d) Dirjen Upaya Kesehatan: 1. 2. 3. Menerima disposisi surat permohonan survey akreditasi RS dari BPT Berkoordinasi dengan KARS untuk pelaksanaan survey akreditasi Menerima dan menandatangani SK dn sertifikat akreditasi dari KARS dan menyerahkan ke BPT

4.

Menerima laporan pelaksanaan survey dari KARS

e) KARS: 1. 2. Menerima tembusan surat permohona survey akreditasi dari pemilik RS Menganalisa hasil Self Assessment (SA) dari RS dn menyusun rencana kerja surveior 3. Menunjuk surveior dan menginformasikan ke RS tentang rencana kerja surveior 4. Pelaksanaan survey, surveior akan melihat dokumen atau SOP yang berkaitan dengan pelayanan yang disurvey, observasi serta wawancara direktur dan staf rumah sakit 5. Diakhir survey, surveior akan melaksanakan exit conference (dihadiri pihak RS dan Pemerintah Daerah) untuk memberikan saran perbaikan kepada RS 6. Hasil survey (lulus, bersyarat, gagal) dan rekomndasi dari tiap-tiap pelayanan yang disurvey akan disampaiakan surveior ke KARS 7. Berdasarkan laporan KARS, Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Menkes akan menetapkan status akreditasi (lulus dan bersyarat) dengan SK dan sertifikat akreditasi. Untuk RS yang gagal terakreditasi akan diberikan surat keterangan. 8. Memberikan laporan penyelenggaraan survey akreditasi setiap 3 bulan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan d. Pendampingan pasca akreditasi oleh tim pendampingan yang terdiri dari Kemenkes KARS, PERSI Daerah & Dinas Kesehatan. Bertujuan menindaklanjuti rekomendasi hasil survey akreditasi, agar RS yang telah terakreditasi dapat tetap mempertahankan mutu pelayanan. Pendampingan dilaksanakan secara berkala, minimal 6 bulan pasca survey akreditasi Tim pendampingan terdiri dari Kemenkes KARS, PERSI daerah dan Dinas Kesehatan.

Jika yang berwenang memberikan lisensi adalah pemerintah, maka proses akreditasi bisa dilakukan oleh organisasi atau lembaga non pemerintah sekalipun demikian, lembaga pemberi akreditasi biasanya merupakan lembaga yang telah dikenal dan diakui untuk melakukan proses formal guna mengenal dan menilai sejauh mana sebuah badan, organisasi atau lembaga pelayanan kesehatan telah memenuhi dan menerapkan standar-standar yang telah ditetapkan. Akreditasi dapat juga diberikan oleh pemerintah hanya kalau pemerintah juga sebagai pemberi atau pemilik layanan kesehatan dapat timbul pertanyaan indepensinya, meskipun pemerintah memiliki alasan alasan tertentu mengapa mereka yang melakukan akreditasi. Di beberapa tempat akreditasi dilakukan oleh institusi pembeli atau pembayar seperti perusahaan asuransi kesehatan. Sebagai contoh di Pilipina rumah sakit harus mendapatkan akreditasi dari Philhealth Corp. Jika institusi layanan kesehatan seperti rumah sakit belum mendapatkan akreditasi oleh pihak Philhealth Corp, maka rumah sakit tersebut tidak diizinkan memberikan layanan kesehatan kepada peserta asurasi kesehatan yang market seharusnya melebihi 60% pasar di Pilipina. Sebagaimana yang terdapat dalam pemberian lisensi, sebelum akreditasi diputuskan bagi badan pelayanan kesehatan tertentu, lembaga pemberi akreitasi juga telah melakukan proses evaluasi khusus di lokasi badan pelayanan kesehatan. Proses evaluasi ini dilakukan oleh sebuah tim pengkaji yang terpercaya, dan dilaksanakan secara berkala, misalnya dua atau tiga tahun sekali. Standar yang ditetapkan oleh lembaga pemberi akreditasi telah dirancang sedemikian rupa agar dapat dicapai dan bersifat optimal. Standar tersebut juga dibuat untuk merangsang adanya peningkatan mutu secara terus-menerus pada badan pelayanan kesehatan yang diakreditasi tersebut. Jika lisensi merupakan sebuah keharusan yang dipersyaratkan oleh hukum bagi badan pelayanan yang akan beroperasi, maka akreditasi ini merupakan suatu hal yang bersifat sukarela. Artinya, sebuah badan memiliki kebebasan untuk ikut serta atupun tidak ikut serta dalam mendapatkan akreditasi ini. Tetapi tentu masyarakat dan pasien yang cerdas akan mempertimbangkan apakah sebuah institusi yang akan memberikan layanan kesehatan pada dirinya telah terjamin mutunya. Di Amerika Serikat, Akreditasi dalam organisasi bidang pelayanan kesehatan khusus dilakukan oleh The Joint Commission on Accreditation of Healthcare organization (JCAHO). Adapun empat wilayah dalam proses pemberian pelayanan bermutu tinggi yang diidentifikasi adalah: 1. Kepemimpinan (pengembangan visi, misi, prioritas dan sumber daya)
8

2. Manajemen sumber daya manusia (pendidikan dan kompetensi) 3. Manajemen Informasi (perencanaan, data komparatif, data agregat dan data berbasis pengetahuan) 4. Peningkatan kinerja organisasi (kolab0rasi dan proses berfikir) Selanjutnya, keempat wilayah tersebut diturunkan kedalam tiga kategori, yaitu fungsi fokus pada pasien, fungsi organisasi, dan struktur. 1. Fungsi fokus pada pasien a. Hak pasien dan etika organisasi b. Penilaian atau pemeriksaan pasien (penilaian awal, patologi dan laboratorium, keputusan perawatan, struktur yang mendukung pemeriksaan, dan kebutuhan tambahan lain untuk pasien tertentu.) c. Perawatan pasien (perencsnaan dan penyediaan asuhan keperawatan, perawatan anestasi, pengobatan, operasi dan prosedur invasif lain, pelayanan dan perawatan rehabilitasi, serta prosedur terapi khusus) d. Pendidikan (pendidikan dan tanggung jawab pasien serta keluarga) e. Keberlanjutan keperawatan (konsistensi dalam perawatan yang bermutu) 2. Fungsi organisasi a. Peningkatan kinerja organisasi (rencana, rancangan, pengukuran, penilaian, dan peningkatan.) b. Kepemimpinan (perencanaan organisasi, pengintegrasian pelayanan, pengarahan departemen, peran, dalam performa yang meningkat.) c. Manajemen lingkungan perawatan (rancangan, implementasi, sistem pengukuran, lingkungan sosial) d. Manajemen sumber daya manusia (perencanaan SDM, pendidikan dan pelatihan bagi karyawan, penilaian kompetensi, dan mekanisme hak karyawan) e. Manajemen informasi (perencanaan manajemen informasi, data dan informasi khusus pasien, data dan informasi agregat, informasi berbasis pengetahuan, serta informasi dan data komparatif.) 3. Struktur a. Pengaturan (gaya pengaturan) b. Manajemen (gaya pengelolaan) c. Staff medis (organsiasi hukum dan peraturan peraturan) d. Asuhan keperawatan ( prosedur dan kebijakan keperawatan, serta standar dari praktek keperaawatan.)
9

Perlu diketahui pula bahwa keputusan dari akreditasipun di luar negri dapat bermacam macam, sebagai contoh diantaranya sebagai berikut :

1.

Terakreditasi dengan pujian

Merupakan keputusan akreditasi yang tertinggi yang memberikan penghargaan kepada sebuah organisasi karena organisasi tersebut mampu menunjukkan kinerja baik yang dapat dicontoh oleh yang lain 2. Terakreditasi

Sebuah organisasi dikatakan terakreditasi jika secara keseluruhan dia telah mampu untuk memenuhi serangkaian standar yang telah ditetapkan oleh badan akreditasi. Di Indonesia, status terakreditasi diberikan dalam urutan tingkatan mutu berdasarkan kualifikasi tertentu yang ditetapkan oleh badan akreditasi atau badan mutu. 3. Akreditasi Sementara

Keputusan akreditasi ini diberikan kepada organisasi dalam survei awal menunjukkan adanya pemenuhan substantif dari standar. Dengan demikian, ia berlaku hingga survei selanjutnya (misalnya 6 bulan kemudian) dilaksanakan sehingga keseluruhan survei telah selesai. 4. Akreditasi bersyarat

Merupakan keputusan yang mengindikasikan masih ada kekurangan kekurangan yang dimiliki oleh organasisasi. Untuk memperoleh akreditasi secara penuh, organisasi tersebut harus melakukan serangkaian koreksi dan perbaikan perbaikan. Koreksi dan perbaikan inilah yang menjadi dasar dari adanya survei tindak lanjut. 5. Tidak Terakreditasi

Keputusan ini terjadi jika akreditasi sebuah organisasi tertolak. Bisa jadi badan akreditasi menolak atau mengeluarkan mereka karena suatu sebab pula organisasi itu sendiri yang menyatakan mundur dari proses akreditasi.

2.1.2.

Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 telah diadopsi Indonesia menjadi SNI 19-

9001:2001 yang memuat persyaratan Sistem Manajemem Mutu dan dapat diterapkan pada semua organisasi apapun jenis, ukuran dan produk yang dihasilkan. Memberikan kepuasan konsumen bukanlah hal mudah karena kebutuhan konsumen selalu mengikuti deret ukur sedangkan kemampuan perusahaan/organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa
10

mengikuti deret hitung, maka untuk mengurangi kesenjangan tersebut produsen harus menghasilkan barang/jasa yang berstandar internasional atau yang berintegrasi global. Agar barang/jasa yang dihasilkan berstandar internasional diperlukan penerapan sistem manajemen yang terdokumentasi (tertulis) sehingga menjadi pedoman dalam mengelola proses atau aktivitas agar produk yang dihasilkan memenuhi sasaran yang ditetapkan. Salah satu sistem manajemen yang banyak diterapkan untuk menjamin mutu suatu produk serta mampu merespon serangkaian persyaratan dan harapan stakeholder adalah Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000. ISO sebagai lembaga standar internasional yang berkedudukan di Jenewa (Swiss) juga bersepakat untuk membuat standar mutu yang sama baik dalam hal produk industri maupun jasa --- termasuk jasa layanan kesehatan --- di seluruh dunia. Ketika suatu unit organisasi layanan publik dinyatakan lulus sertifikasi ISO, itu artinya bahwa manajemen layanan organisasi tersebut telah diakui memiliki kesepadanan dengan manajemen organisasi lainnya yang juga bersertifikat ISO di negara manapun di dunia. Sertifikasi ISO 9001:2000 tentang manajemen mutu pelayanan terhadap masyarakat ini pun mulai diterapkan terhadap pelayanan di rumah sakit. Sebelumnya pun di rumah sakit ini terdapat bentuk standar pelayanan yaitu dalam bentuk akreditasi. Tujuan dilakukannya akreditasi rumah sakit oleh Departemen Kesehatan adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap pasien. Melalui akreditasi, diharapkan manajemen rumah sakit dapat menerapkan SOP (Standard Operating Precedure) dengan baik sehingga pasien terlindungi dari malpraktik. Istilah sertifikasi dan akreditasi sering dipertukarkan. Hal ini terjadi karena sertifikasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh badan berwenang yang mengenali dan melakukan evaluasi mengenai sejauh mana kriteria persyaratan tertentu telah dipenuhi oleh sebuah badan maupun perorangan. Meskipun demikian, istilah akreditasi biasanya diperuntukkan kepada sebuah badan lembaga atau organisasi. Sementara itu sertifikasi diterapkan untuk perorangan, selain juga untuk badan atau lembaga. Ketika diterapkan untuk organisasi atau lembaga, atau mungkin khusus bagi lembaga tersebut, misalnya laboraturium atau unit tertentu sebuah lembaga pelayanan kesehatan, biasanya sertifikasi menujukkan unit atau bagian tersebut telah memiliki kapasitas, atau teknologi yang melamaaui apa yang ditemukan dalam lembaga lain. Sementara itu terhadap praktik seseorang, sertifikasi memberikan izin akan dimilikinya pendidikan atau pelatihan tertentu yang telah diikuti seseorang tersebut. Dengan

11

demikian, sertifikasi menunjukan kompetensi spesifik atau keahlian tertentu dalam wilayah spesialisasi orang tersebut melebihi dari rangkaian persyaratan minimal sebuah lisensi

12

You might also like