You are on page 1of 3

KESAKSIAN SHARAFUDDIN

Salam Sejahtera saudara-saudari.

Saya adalah Sharafuddin, dan saya berasal dari sebuah keluarga Melayu Muslim. Sejak
awal saya sudah menjalani pendidikan Islam secara serius dan intensif. Orangtua saya
memastikan saya mempelajari mata pelajaran Islam seperti Usuluddin, pengajian al-
Quran dan sebagainya.

Semua ini telah menolong saya untuk peka dan prihatin terhadap prihal kerohanian dan
keagamaan. Saya sangat senang mendalami pengetahuan dan pengalaman saya, terutama
dalam hal-hal kealiman dan tulisan-tulisan tokoh agama khususnya ilmu-ilmu keIslaman.

Oleh karenanya, sewaktu saya masih seorang remaja saya sudah rajin menunaikan
kewajiban-kewajiban saya sebagai seorang Muslim yang bertaqwa kepada Allah swt.
Adik-beradik saya pun sadar akan hal ini dan kecenderungan saya terhadap kerohanian
dan agama Islam.

Sesudah meningkat ke tahap umur kedewasaan, saya memasuki IPT dan setelah itu
berhasil masuk ke Universitas yang saya harap-harapkan. Ketika itu, saya masih serius
mencari jawaban-jawaban saya dalam agama Islam, dan sangat mempercayai bahawa
Islamlah agama fitrah manusia yang harus dianut semua orang.

Sedikit demi sedikit, pemikiran saya mulai berkembang, saat saya berdiskusi tentang
keagamaan dengan sahabat-sahabat serta dosen-dosen saya di universitas. Salah satu
sebab mengapa fikiran saya berkembang adalah karena ketidak-puasan hati saya kepada
rutinitas keagamaan saya dan kecetekan ketaqwaan saya sebagai seorang Muslim.
Maksud saya adalah: walaupun saya menegakkan din Islam saya dan telah
menyempurnakan fardu-ain saya, saya mendapati bahwa Allah sangat jauh sekali dari
diri saya. Walau pun Islam mempunyai slogan : “Allah adalah sedekat doa anda.” Ini
bukanlah pengalaman yang sesungguhnya yang terjadi dalam agama Islam. Walau pun
saya dengan sunguh-sungguh rajin bertaqwa kepada Allah, Dia seakan tidak pernah
meyakinkan saya dengan ar-Rahman-Nya atau pun ar-Rahim-Nya (yakni Kasih-sayang-
Nya) secara peribadi.

Sebaliknya, Allah maha jauh sekali dengan penganut-penganut-Nya! Dia melakukan


segala-sesuatu dalam kehidupan mereka dari jarak yang jauh…maklumlah konsep bila
tashbih dalam Islam mempelopori ajaran itu! Walau pun dalam nama, Islam mengajarkan
Allah itu ‘berkasihan dan sayang kepada makhluk-makhluk-Nya’, tetapi, ajaran Islam
yang lain seperti bila kaifa dan bila tashbih membatalkan apa yang menjadi pemahaman
‘kasih dan sayang’ Allah yang dapat dimengerti secara fitrah atau pun secara biasanya
difahami dan dihayati oleh manusia. Kedua konsep ini sebenarnya ‘diluar jangkauan
pemahaman manusiawi’.
Kita harus mempercayainya secara membuta, yaitu dengan sikap bertaqlid saja! Inilah
yang dimaksudkan oleh ungkapan bil’a kaifa. Yakni : dengan TIDAK menanyakan
‘Mengapa’ atau pun ‘Bagaimana’.
Islam juga mengutuk segala penyembahan kepada berhala-berhala (‘idolatry’) karena
Muhammad telah menyatakan ‘La-illa ha-ilallah‘, ‘Tidak ada tuhan selain daripada
Allah‘. Akan tetapi, SELURUH dunia Islam SETIAP HARI, DAN LIMA KALI
SEHARI, mereka bersujud, berlutut dan menyembah pada sebuah bangunan berbentuk
segi-empat di kota Mekkah. Bangunan kaabah itu berisikan sebuah Batu Hitam yang
sangat disanjung tinggi oleh semua kaum Muslimin dan Muslimat, yang disebut sebagai
‘Hajarul aswad’. Lebih tepat lagi, batu ini sebenarnya adalah satu serpihan meteor yang
telah jatuh dari langit pada zaman dahulu.

Serpihan meteor ini juga merupakan suatu objek yang sangat disanjung tinggi, bahkan
diagungkan sewaktu berziarah ke bangunan Ka’abah itu. Sesudah berlutut, bersujud dan
setelah bertawaf tujuh kali keliling bangunan itu, calon-calon Haji akan bergegas untuk
melihat, menyentuh dan mencium hajar-ul aswad atau batu hitam itu sebagaimana telah
dilakukan oleh nabi Islam sendiri. Apakah itu bukannya keberhalaan ? Apakah itu
bukannya menyanjung sebuah serpihan batu (meteor) yang tidak bernafas, mendengar,
melihat dan juga berbicara!!?
Akan tetapi, semua ini harus dijadikan pegangan serta aturan secara bila kaifa dan
dengan sikap bertaqlid saja. Para orang beriman tidak boleh bertanya: ‘Kenapa’ atau pun
‘Bagaimana’ hal ini bukan merupakan keberhalaan atau berbeda dengan keberhalaan,
walaupun batu itu hanyalah satu serpihan hitam yang tidak melihat dan tidak mendengar
atau pun bernafas-tetapi boleh dicium dan diidolakan oleh orang banyak! Bukankah itu
suatu sumber syirik?

Lambat-laun, akhirnya saya dengan sendirinya, tanpa dorongan dari pengaruh luar
manapun, telah mengkaji karya-karya mereka yang dulunya menganut faham atheis
tetapi telah menjadi pengikut agama.

Salah satu dari mereka adalah C.S. Lewis, seorang pujangga, pemikir dan ahli fisafat dari
Universitas Oxford, Inggeris. Beliau telah bergumul dengan persoalan-persoalan
keabadian, ketuhanan dan hal-hal intelektual atheisme. Sebagai seorang yang dulunya
atheis, beliau pernah mempersoalkan banyak perkara tentang agama Kristen dan agama-
agama yang lainnya. Tetapi pada akhirnya dia memeluk agama Kristen dan telah
menerbitkan banyak bahan-bahan ilmiah yang membuktikan logisnya agama Kristen dan
ajaran Isa Al-Masih.

Salah satu buku yang telah dia hasilkan adalah Mere Christanity. Saya sangat tertarik
dengan argumen-argumen di dalam karyanya ini, termasuk penjelasan-penjelasannya
yang bernas, jelas dan yang penting sekali -cukup memuaskan bagi pencarian saya untuk
kebenaran rohaniah yang sejati. Pada waktu yang sama, saya juga membaca Al-
Kitab/Injil dan mengkaji ajaran-ajaran Isa Al-Masih secara mendalam.

Akhirnya, saya tertarik pada satu nas Kitab Suci Injil yang telah menjelaskan kasih
sayang Tuhan yang benar kepada saya, yakni :
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Dia telah mengurniakan
(memberikan) Putera-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3 : 16)

Inilah sifat kasih dan sayang Allah yang sebenarnya dan sejati. Jauh berbeda sekali
dengan ajaran Islam tentang kasih Tuhan yang sebenarnya tidak dapat dikenali dan
dihargai. Banyak orang juga salah faham dengan ungkapan ‘Putera-Nya’ yang telah
diutus Allah itu, karena hal ini tidak berarti Tuhan Allah perlu ‘isteri’ untuk mengutuskan
Putera-Nya! Pentafsiran salah segelintir orang Muslim ini, mencerminkan pra-sangka
mereka yang tidak berdasar dan fikiran yang dangkal sebenarnya!

Keputeraan Firman Allah Isa itu, tidak dapat difahami dalam maksud biologis atau pun
jasmaniah. Umat Kristen sendiri tidak pernah mentafsirkannya dengan cara demikian!
Sebaliknya, mereka mengutuk dan membantah salah-tafsir jasmaniah ini sekeras-
kerasnya!

Apakah istilah-istilah Anak Sungai, anak kunci, anak bulan dan sebagainya harus
difahami atau ditafsirkan secara jasmani atau biologis …?? Sudah tentu tidak,
bukan!Saya telah memeluk dan menerima dengan segenap hati, kurnia Allah yang tidak
terbandingkan itu dalam Isa Al-Masih bagi diri saya sendiri! Sekarang saya dan seisi
keluarga saya sudah menikmati taufik dan hidayah Tuhan sendiri yang sejati yang
memberkati kami melalui Firman Allah yang hidup itu - Al-Masih Isa satu-satu-Nya
Putera Allah yang terkasih. Kami tidak mempunyai masalah apapun tentang semua
pengajaran Sayidina Isa yang terkandung di dalam Al-Kitab. Semuanya sangat selaras
sekali.

Saya ingin menutup kesaksian saya dengan satu petikan dari sebuah karya C.S.Lewis
yang terkenal itu, Mere Christianity :

“If Christianity was something we were making up, of course we could make it easier and
simpler. But it IS NOT. We cannot compete, in simplicity, with people who are inventing
religions. How could we? We are dealing with Fact. Of course anyone can be simple if he
has no facts to bother about.”

C.S.Lewis, Mere Christianity (New York, The Macmillan Company, 1943, Hal.145)

Semoga Tuhan memberkati pencarian saudara & saudari!


Sharafuddin.

You might also like