You are on page 1of 24

REFERAT BEDAH PLASTIK

FACIAL CLEFT

Oleh : Sofina Kusnadi Dian Kartika Sari Mohamad Basroni Kurniawan Adi Putranto Hanindyo Baskoro G 9911112132 G 9911112051 G 9911112097 G 99121025 G 99122004

Pembimbing : dr. Amru Sungkar, Sp. B, Sp. BP

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN Malformasi dapat terjadi pada semua jaringan dan semua bagian tubuh, dan dapat hadir sebagai malformasi murni atau sebagai bagian dari sindrom. Insidensi malformasi kongenital adalah 1 dari 33 kelahiran. Malformasi kongenital dari tengkorak, wajah dan rahang mewakili malformasi kraniofasial. Ada banyak jenis malformasi kraniofasial kongenital, yang berbeda lokasi, patomorfogenesis dan insidensinya (Versnel, 2010). Facial cleft adalah suatu kelainan kongenital dalam bentuk malformasi pada wajah dan tengkorak yang mencakup spektrum kelainan yang luas dan bermanifestasi menjadi berbagai macam bentuk. Selama bertahun-tahun, penelitian mengenai kelainan tersebut masih sedikit akibat angka kejadiannya yang tergolong jarang (Booth et al, 2008). Jenis tersering dari facial cleft adalah cleft lip dan atau cleft palate, sehingga orang awam cenderung lebih mengenalnya. Sementara itu, yang termasuk facial cleft, tidak hanya melibatkan mulut dan hidung, tetapi meliputi jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata, telinga, kening dan dapat sampai ke batas rambut (Coruh & Gunay, 2003). Facial cleft termasuk malformasi yang cukup rumit untuk ditangani dan dipelajari karena bentuk klinisnya sangat bervariasi, tidak selalu sama pada setiap individu. Seorang ahli bedah harus mempunyai keterampilan yang baik pada operasi kraniofasial, teknik maxilofasial, maupun rekonstruksi jaringan lunak pada wajah. Hal tersebut diperlukan sebab tujuan yang ingin dicapai pada operasi ini selain secara estetika juga melibatkan berbagai macam fungsi wajah (Booth et al, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Facial cleft dapat didefinisikan sebagai kegagalan pembentukan jaringan wajah baik parsial, maupun lengkap, sehingga dapat berupa true facial cleft atau pseudo cleft. True facial cleft adalah sebuah pembukaan atau celah di wajah karena kegagalan penyatuan atau fusi bagian dari wajah. Sedangkan pseudocleft terjadi karena kegagalan diferensiasi jaringan setelah terjadi fusi (Booth et al, 2008). Sumbing wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di wajah. Semua struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit, dan lain sebagainya, dapat terpengaruh. Sumbing wajah merupakan kelainan kongenital yang sangat jarang . Ada banyak variasi jenis celah dan klasifikasi yang diperlukan untuk menjelaskan dan mengelompokkan semua jenis celah. Pada sumbing wajah terjadi tumpang tindih dari sumbing yang berdekatan (Booth et al, 2008). B. Epidemiologi. Craniofacial cleft merupakan kelainan congenital yang jarnag ditemukan dengan angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap 100000 kelahiran. Kelainan ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976 oleh Tessier berupa Oblique facial cleft. Jenis ini merupakan salah satu jenis yang jarang, dimana tercatat hanya ada 20 kasus yang dilaporkan selama tahun 1981 sampai dengan 1999 (Kara & Ocsel, 2000). C. Etiologi dan Faktor Risiko Pada tahun 1575 seorang ahli bedah Perancis, Ambroise Pare menerbitkan sebuah buku yang mengulas mengenai berbagai penyebab kelainan kongenital,

meliputi faktor lingkungan, herediter, psikologis, dan religious. Kemudian, William Havey (1578-1657), mengenalkan konsep keterhambatan perkembangan selama proses embrionik sebagai penyebabnya. Pada awal abad ke 19, meckel dan Geoffry St. Hilaire mendirikan badan penelitian tentang teratologi, sehingga pada tahun 1832 dimulailah berbagai penelitian tentang penyebab kelainan kongenital. Sampai saat itu, penyebab facial cleft masih belum jelas. Namun, Geoffry mencoba mengemukakan pendapatnya mengenai hal ini, yaitu teori pita amnion/ amniotic band (Versnel, 2010). Teori lain yang disuguhkan oleh Meckel menjelaskan adanya gangguan proses perkembangan yang melibatkan berbagai tahap, antara lain informasi genetik, deposisi, diferensiasi, dan proliferasi sel serta remodeling jaringan lunak (Versnel, 2010). Mekanisme nongenetik juga bisa menjadi penyebab, seperti radiasi, infeksi (toxoplasmosis, human influenza), abnormalitas metabolism, seperti metabolism fenilalanin maternal yang abnormal, obat- obatan (antikonvulsan, tretinoin, talidomid). Selain itu, hematoma, oligohidramnion, dan sindrom rupture amnion juga dapat menjadi penyebabnya (Versnel, 2010). Faktor risiko terjadinya facial cleft ini, dapat berasal dari bayi sendiri maupun dari ibunya. Faktor risiko tersebut antara lain: a. Bayi yang memiliki cacat lahir lainnya
b. Memiliki saudara kandung, orang tua, atau saudara dekat lain yang lahir

dengan sumbing wajah.


c. Ibu mengkonsumsi alkohol selama kehamilan d. Memiliki penyakit atau infeksi saat hamil e. Kekurangan asam folat pada pembuahan atau selama kehamilan awal

D. Patofisiologi Pembentukan cleft terjadi ketika embrio mengalami pertumbuhan, dan terdapat pola untuk tipe dasar dari berbagai cleft yang berbeda. Oleh karena itu, merupakan hal yang penting untuk mengetahui embryogenesis wajah sebagai prinsip dasar untuk memahami kompleksitas malformasi ini (Ortiz-Monasterio, 2008).

Gambar 1. Berbagai processus pada embriologi wajah Berbagai processus yang berbeda akan menyambung di sekeliling area mulut, sehingga apapun yang mengganggu tempat pertemuan ini atau apaun yang menyebabkan rupturnya persatuan ini akan menimbulkan cleft. Korelasi antara processus di wajah dari suatu embrio dan wajah seorang dewasa akan membantu klinisi dalam memahami morfologi dan distribusi cleft (OrtizMonasterio, 2008).

Gambar 2. Korelasi antara processus wajah embrio dengan wajah dewasa Etiologi cleft kraniofasial sebenarnya berdasar pada teori dan prinsip yang sama dengan cleft lip dan cleft palate. Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan patofisiologi facial cleft (Ortiz-Monasterio, 2008). 1. Teori Kegagalan Fusi Teori ini diusulkan oleh Dursy dan His pada abad XIX dan dianggap sebagai teori klasik. Dalam teori itu dijelaskan bahwa terdapat kegagalan fusi berbagai processus sehingga menyebabkan terpisahnya bagian wajah dan terbentuk cleft. Kegagalan fusi tersebut dapat disebabkan perubahan lapisan ectoderm atau kegagalan pada lapisan tersebut dimana seharusnya lapisan tersebut menghilang (sehingga memberi tempat bagi mesoderm intuk berkembang dan membentuk penyatuan antar bagian).

Gambar 3. Kegagalan fusi antara dua processus

2. Teori Migrasi Mesoderm Teori ini dipaparkan oleh Pohlmann dan Veau di tahun-tahun awal abad XX, dan mereka menyatakan bahwa kurangnya migrasi mesodermal dan penetrasi menyebabkan kolapsanya ectoderm karena tidak ada penyangga. Kolaps ini akhirnya menimbulkan cleft.

Gambar 4. Mesoderm gagal berkembang di bawah ectoderm pada suatu processus 3. Teori van der Meulen Di akhir abad ke XX, Van der Meulen dan koleganya mengusulkan teori yang lebih kompleks dimana konsep embriologi lebih terkait dengan anomali cleft. Mereka menyatakan bahwa malformasi cleft sebenarnya bukan suatu cleft sejati tetapi suatu displasia. Displasia ini merupakan hasil dari berhentinya pertumbuhan selama proses fusi fasial. Defek yang terjadi disebabkan tidak adanya atau kuranya pertumbuhan sentra osifikasi pada wajah. E. Tanda dan Gejala Gejala utama facial cleft adalah kelaianan pada tulang, otot atau kulit. Salah satu masalah utama yang terkait dengan celah cacat adalahbahwa cacat terjadi di dalam rahim. Pada tahun-tahun awal kehidupan, ketika sutura belum mentup dapat timbul peningkatan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan intracranial ini dapat menyebabkan kerusakan otak, dan kebutaan yang parah. Kemudian penampilan wajah terganggu, mengganggu jalan napas dan

kemampuan mengunyah akibat kelainan pada rahang atas serta adanya maloklusi gigi dengan mandibula yang menonjol Kelainan maxila juga dapat menyebabkan proptosis parah. Selain itu, kelainan juga dapat sampai di telinga, yaitu infeksi telinga tengah yang berulang, dan penurunan pendengaran (Booth et al, 2008). F. Klasifikasi Maformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian, muncullah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi dua tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai, klasifikasi Karfik, klasifikasi Tessier, dan klasifikasi van de Meulen. Dua klasifikasi yang diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan van de Meulen (Ortiz-Monasterio, 2008). Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30 menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomeran ini memudahkan nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier, klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal embriogenesisnya. (Butow & Botha, 2010). Klasifikasi Tessier merupakan cara paling mudah untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan hingga sekarang (OrtizMonasterio, 2008).

1. Klasifikasi Tessier Paulus Tessier mengklasifikasikan facial cleft berdasarkan posisi anatomis dari celah. Berbagai jenis celah Tessier diberi nomor 0 sampai 14. Berbagai jenis facial cleft ini dapat dimasukkan ke dalam 4 kelompok berdasarkan posisinya, yaitu midline cleft, paramedian cleft, orbital cleft dan lateral cleft. Klasifikasi Tessier menggambarkan celah di tingkat jaringan lunak maupun di tingkat tulang, karena tampaknya bahwa celah jaringan lunak memiliki lokasi yang sedikit berbeda di muka dari celah tulang (Tessier, 1976).

Gambar 4. Klasifikasi Tessier pada tulangtengkorak dan wajah a. Midline Cleft Midline cleft mencakup Tessier nomor 0 dan 14. Terdapat celah vertikal yang dimulai dari garis tengah wajah. Tessier 0 berawal dari rahang dan hidung, sedangkan Tessier 14 berawal dari daerah antara hidung dan tulang frontal (Ghareeb & Hanafy, 2007).

Gambar 5. Cleft Tessier no 0 dan no 14 b. Paramedian Cleft Yang termasuk paramedian cleft adalah Tessier nomor 1, 2, 12 dan 13. Celah ini sangat mirip dengan celah garis tengah, tetapi secara anatomis tidak terletak tepat di tengah garis tengah. Baik Tessier nomor 1 dan 2 berawal dari rahang dan hidung, namun Tessier 2 terletak lebih jauh dari garis tengah ( lebih lateral ) dibanding nomor 1. Tessier nomor 12 berada sejauh Tessier 2 bila dilihat dari garis tengah, namun pada Tessier 12 celah berawal dari daerah antara hidung dan tulang frontal. Pada Tessier 13, letaknya setingkat dengan Tessier 1, yang juga berjalan antara hidung dan tulang frontal atau dahi. Baik Tessier 12 dan 13, berjalan di antara garis tengah dan orbit (Versnel, 2010).

Gambar 6. Cleft Tessier no. 1

Gambar 7. Cleft Tessier no. 2

Gambar 8. Cleft Tessier no. 12

Gambar 9. Cleft Tessier no. 13 c. Orbital Cleft Tessier nomor 3, 4, 5, 9, 10 dan 11 adalah orbital cleft. Celah ini memiliki keterlibatan orbita. Tessier nomor 3, 4, dan 5 terletak pada rahang dan lantai orbital. Tessier nomor 9, 10 dan 11 terletak di antara sisi atas orbit dan dahi atau antara sisi atas orbit dan kulit kepala. Seperti cleft

lain, Tessier 11 memiliki luas seperti Tessier 3, Tessier 10 seluas Tessier 4 dan Tessier 9 seluas Tessier 5 (Freitas et al., 2010; Versnel, 2010).

Gambar 10. Cleft Tessier no. 3

Gambar 11. Cleft Tessier no. 4

Gambar 12. Cleft Tessier no. 5

Gambar 13. Cleft Tessier no. 9

Gambar 14. Cleft Tessier no. 10

Gambar 15. Cleft Tessier no. 11 d. Lateral Cleft Lateral cleft terbentuk dengan arah horizontal pada wajah. Pada lateral cleft ada Tessier nomor 6, 7 dan 8. Tessier nomor 6 berjalan dari orbita ke tulang pipi. Tessier nomor 7 terletak pada baris antara sudut mulut dan telinga. Celah lateral yang mungkin berasal dari sudut mulut menuju telinga, dapat memberikan kesan bahwa mulut lebih besar. Hal juga menandakan adanya cleft yang berjalan mulai dari telinga ke arah mulut. Tessier nomor 8 berjalan dari sudut luar mata ke arah telinga. Kombinasi dari sejumlah Tessier 6, 7, 8 terlihat dalam sindrom Treacher Collins . Tessier 7 lebih berkaitan dengan microsomia hemifacial dan nomor 8 adalah lebih berkaitan dengan sindrom Goldenhar (Chauhan & Guruprasad, 2012; Gokrem et al.,2002; Oghale & ChrisOzoku, 2013).

Gambar 16. Cleft Tessier no. 7

Gambar 17. Cleft Tessier no. 8

Gambar 18. Cleft Tessier no. 6, 7, 8 (Sindroma Treacher Collins) 2. Klasifikasi Van der Meulen Van de Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan pada tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah celah primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17 mm panjang embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat kelompok lokasi yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar, dan maxillar. Lokasi di maxillar dapat dibagi menjadi belahan median dan lateral (van der Meulen, 1985; Versnel, 2010).

Gambar 19. Internasal Displasia

Gambar 20. Nasal Displasia

Gambar 21. Nasomaxillary Displasia

Gambar 22. Maksila Displasia a. Displasia Internasal Displasia internasal disebabkan oleh penghentian perkembangan sebelum penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini ditandai dengan celah bibir median, lekukan yang median atau duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing median, Hypertelorism dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang menjadi bagian perkembangan premaxilla (Versnel, 2010). b. Displasia Nasal Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu bagian hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini jarang terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya hypertelorism (Versnel, 2010). c. Displasia Nasomaxillary Displasia nasomaxillary disebabkan oleh terhentinya perkembangan tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan rahang. Terhentinya perkembangan ini menghasilkan celah yang lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai orbital (sumbing nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai orbital

(sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah normal (Theoret et al., 1997). d. Displasia rahang atas (Versnel, 2010) Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang berbeda di rahang atas: di tengah atau bagian lateral rahang atas. i. Displasia rahang dari medial, bagian ini disebabkan medial menyebabkan disebabkan oleh rahang celah oleh kegagalan atas pusat sekunder, kegagalan pengembangan

penulangan maxila. Hal ii. Displasia

bibir philtrum dan langit-langit. rahang lateral, pengembangan bagian lateral pada pusat penulangan maxilla, yang juga menghasilkan celah sekunder pada bibir dan langitlangit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral. G. Terapi Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi jaringan diperlukan untuk rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional, dan telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah kraniofasial juga harus memiliki keterampilan dalam osteotomi maksilo-mandibular (Ortiz-Monasterio, 2008). Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk facial cleft, karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan

intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan pada usia lanjut untuk memastikan semua bagian wajah yang terbentuk proporsional. Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi berikutnya. Waktu operasi tergantung pada urgensi dari kondisi yang mendasarinya. Jika operasi diperlukan agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik perhatian. Namun, jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi. Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap facial cleft dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali tengkorak, anomali orbit dan mata, anomaly hidung dan anomali midface mulut. 1. Terapi pada Anomali Orbital/Mata Anomali pada orbital/mata yang paling umum terlihat pada anak dengan sumbing adalah coloboma dan distopia vertikal. a. Coloboma Coloboma yang sering terjadi di sumbing adalah celah yang terdapat pada kelopak mata bawah atau atas. Ini harus ditutup sesegera mungkin, untuk mencegah kekeringan mata dan hilangnya penglihatan berturut-turut (Coruh & Gunay, 2003). b. Distopia Orbit Vertikal Distopia orbital vertikal dapat terjadi di sumbing pada lantai orbital dan/atau rahang atas. Distopia orbit vertikal berarti bahwa mata tidak terletak pada garis horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah dari yang lain). Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital, dengan menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital menggunakan graft tulang (Coruh & Gunay, 2003).

c. Hypertelorism Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah: osteotomy dan bipartition wajah (juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga untuk menciptakan lebih banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan rahang dan tulang frontal, menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga dari dahi dan tulang hidung dan menarik dua potong dahi bersamasama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga, ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas (Marchac et al., 2012).

Gambar 23. Box Osteotomy

Gambar 24. Facial Bipartition

2. Terapi pada Anomali Hidung Anomali hidung yang ditemukan pada kelainan sumbing bervariasi. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi hidung untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah bahwa setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat diperpanjang pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika operasi dilakukan pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang terbatas di daerah celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering membutuhkan inset cangkok tulang rawan, biasanya diambil dari telinga. Selain itu, cleft pada nasal juga dapat direkonstruksi dengan menggantikan kartilago lateral bawah yang tidak ada dengan kartilago konka melalui pendekatan endonasal (Jhamb & Mohanty, 2008). 3. Terapi pada Anomali Midface Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering merupakan rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan untuk operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan lagi. Pada pengobatan anomaly midface umumnya operasi lebih banyak dibutuhkan. Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface adalah dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau yang seperti dijelaskan oleh Ren Le Fort . Bila sumbing melibatkan rahang atas, kemungkinan bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan tulang rahang yang lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar) (Agarwal, 2003; Figueroa & Polley, 2007). 4. Terapi pada Anomali Mulut Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti sumbing Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala seperti

sindrom Treacher Collins dan microsomia hemifacial, yang membuat perawatan jauh lebih rumit. Dalam hal ini, perlakuan terhadap anomali mulut merupakan bagian dari pengobatan sindrom. H. Pencegahan Karena penyebab sumbing masih tidak jelas, sulit untuk mengatakan apa yang mungkin mencegah anak-anak yang lahir dengan sumbing. Terdapat faktor genetik dan lingkungan yang mendasari. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh U.S. National Institute of Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam folat pada masa kehamilannya, akan menurunkan resiko memiliki anak dengan facial cleft secara signifikan. Jadi, asam folat memberikan kontribusi untuk risiko yang lebih rendah dari anak yang lahir dengan facial cleft. Diagnosis prenatal terhadap facial cleft dapat dilakukan melalui pemeriksaan ultrasound. Untuk mempersiapkan orangtua secara optimal, terutama dalam masa mempertahankan kehamilan dan menyambut kelahiran bayi, perlu dilakukan konseling prenatal mengenai efek malformasi terhadap kualitas hidup anak (ReyBellet & Hohlfeld, 2004).

BAB III KESIMPULAN Facial cleft meliputi suatu variasi yang luas dari dismorfogenesis kraniofasial. Semua bagian fasial dan lapisan jaringan pada wajah dapat terkena dampak dismorfogenesis tersebut. Cleft dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral, di midline wajah, paramedian, maupun oblique. Jaringan lunak atau elemen tulang yang terkena menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu dan menunjukkan deformitas yang makin jelas dan bertambah berat dari seiring pertambahan umur. Dikaranakan anomali wajah pada facial cleft dapat terjadi dalam spektrum yang luas, terdapat banyak upaya untuk mengklasifikasikan facial cleft. Beberapa klasifikasi didasarkan pada posisi satu cleft dalam hubungannya dengan cleft lain, arah cleft, periode gangguan pertumbuhan dimana cleft terjadi, atau area dimana malformasi wajah berasal. Klasifikasi yang paling diterima secara luas dan paling banyak digunakan adalah klasifikasi Tessier dan van der Meulen. Pada terapi facia cleft, kesuksesan operasi inisial bergantung terutama pada penutupan cleft dengan jaringan lunak dan graft tulang. Namun, tahun demi tahun bidang ilmu bedah mengalami kemajuan dimana operasi facial cleft mengacu pada restorasi anatomi dari struktur wajah yang mengalami deformasi. Teknik baru tersebut meliputi pengenalan operasi muscular untuk repair cleft lip dan osteotomi. Gagasan osteotomi Le Fort III, sebagai contoh, diadaptasi dari metode operasi trauma fasial oleh Gillies dan Harrison. Osteotomi ini digunakan untuk memajukan bagian midface pada pasien dengan malformasi kraniofasial kongenital.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal P. 2003. Median facial dysplasia: A review. Indian J Plastic Surg. 36(2): 126-130. Booth, P.W., Carrigan, M., and McGurk, M. 2008. The face, mouth, tongue, and jaws: the maxillofacial regioin. Annals of Medical and Health Sciences Research 13:1-3 Butow KW, Botha A. 2010. A classification and construction of congenital lateral facial clefts. J Craniomaxillofac Surg. doi:10.1016/j.jcms.2010.02.007. Coruh, A. and Gunay, G.K. 2003. A surgical conundrum: tessier number 4 cleft. Cleft Palate-Craniofacial Journal 42(1):102-106 Chauhan DS, Guruparasad Y. 2012. Bilateral Tessiers 7 Cleft with Maxillary Duplication. J. Maxillofac. Oral Surg. doi 10.1007/s12663-012-0346-x. Figueroa AA, Polley JW. 2007. Management of the severe cleft and syndromic midface hypoplasia.Orthod Craniofac Res.10(3):167-179. Freitas RDS, Cruz GADOE, Colpo PG, Balbinot P, De Souza MM, Marchioro F, Corotti V. Surgical correction of Tessier number 10 cleft. Rev Bras Cir Craniomaxilofac 2010; 13(3): 161-164. Ghareeb FM, Hanafy AM. 2003. Surgical planning and correction of median craniofacial cleft. Egypt J Plast Recont Surg. 27 (1): 143-152. Gokrem S, Ozdemir OM, Katircioglu A, Sen Z, Ersoy A, Emiroglu M, Gultan S. 2002. A Rare Craniofacial Cleft: Tessier No. 7: A Retrospective Analysis. Journal Of Ankara Medical School. 24(2): 63-68.

Jhamb A, Mohanty S. 2008. A chronicle of Tessier no. 0 and 1 facial cleft and its surgical management. J Maxillofac Oral Surg. 8(2):178180. Kara, G. and Ocsel, H. 2000. The tessier number 5 cleft with associated extremity anomalies. Cleft Palate-Craniofacial Journal 38(5):529-532. Marchac D, Sati S, Renier D, Deschamps-Braly J, Marchac A. 2012. Hypertelorism correction: what happens with growth? Evaluation of a series of 95 surgical cases. Plast Reconstr Surg. 129(3):713-727. doi: 10.1097/PRS.0b013e3182402db1. Ortiz-Monasterio F. 2008. Rare Cranio-facial Clefts. http://www.cpmundi.org/adjuntos/manuales/es/rare_cranio-facial_clefts-5.pdf [Diakses pada 13 Mei 2013]. Rey-Bellet C, Hohlfeld J. 2004. Prenatal diagnosis of facial clefts: evaluation of a specialised counseling. Swiss Med Wkly. 1 3 4 : 6 4 0 6 4 4. Tessier P. 1976. Anatomical classification facial, cranio-facial and latero-facial clefts. J Maxillofac Surg. 4(2):69-92. Theoret CL, Grahn BH, Fretz PB. 1997. Incomplete nasomaxillary dysplasia in a foal. Can Vet J. 38: 445-447. Van der Meulen JCH. 1985. Oblique Facial Clefts: Pathology, Etiology, and Reconstruction. Plastic And Reconstructive Surgery. 76(2): 211-224. Versnel, L.S. 2010. Causes, Treatment. and Consequences of Rare Facial Clefts. Thesis. Rotterdam: Erasmus Univerteit Rotterdam.

You might also like