You are on page 1of 13

HIRSCHPRUNG (MEGAKOLON KONGENITAL)

Disusun guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Keperawatan Anak Kelas 3A 1. 2. 3. 4. 5. 6. Disusun oleh : Fella Ummu Afifah Riski Anisa Riski Aprilianto Taufik Hidayat Tely Dwi P. Umi Asih Laela C100 8013 C100 8030 C100 8031 C100 8037 C100 8038 C100 8040

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI Jl. Cut Nyak Dhien No. 16 Slawi-52416 T A 2010/2011

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1. 2. BAB II Latar Belakang Masalah ......................................................... Tujuan penulisan ....................................................................

i ii iii

1 2

PEMBAHASAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Definisi Hirschprung .............................................................. Etiologi ................................................................................... Patofisiologi ........................................................................... Tanda dan Gejala.................................................................... Pemeriksaan Diagnostik ......................................................... Komplikasi ............................................................................. Penatalaksanaan ..................................................................... Masalah Keperawatan ............................................................ Rencana Tindakan Keperawatan ............................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak S1 Keperawatan dengan judul Hirschprung (Megakolon Kongenital). Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dorongan dari semua pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. 2. Ibu Titin Marlina, S.Kp, M.Kep. selaku ketua STIKes Bhamada Slawi. Ibu Susi Muryani, S.Kep.Ns. selaku koordinator mata kuliah keperawatan anak. 3. 4. TIM dosen pengampu mata kuliah keperawatan anak. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Slawi, Nopember 2010

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Pada tahun 1888 Hirschprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan perut yang gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini disebut megakolon kongenitum. Penyakit ini merupakan penyebab paling umum dari obstruksi usus pada kolon dan bertanggung jawab atas kira-kira 33% dari semua obstruksi neonates. Terlambatnya pengeluaran mekonium sudah di terima secara umum sebagai salah satu gejala penyakit megakolon congenital pada bayi baru lahir (neonates). Kelainan ini menuntut perhatian tertentu pada penanggulangannya. Tanpa melakukan diagnosa dini dan pengobatan yang efektif akan timbul dan berkembang ke keadaan yang serius seperti enterokolitis yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui tentang penyakit hirschprung atau megakolon congenital ini.

2.

Tujuan penulisan 1. Mengetahui difinisi penyakit hirschprung. 2. Mengetahui patofisiologi penyakit hirschprung. 3. Mengetahui penyebab, tanda dan sgejala, serta penatalaksanaan penyakit hirschprung. 4. Mengetahui masalah keperawatan yang sering muncul pada penyakit hirschprung.

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Hirschprung Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahirKg, lebih banyak laki laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer, 2000). Zuelser dan Wilson (1948)

mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ) Dari beberapa pengertian mengenai Hirschprung atau Mega Colon, dapat disimpulkan bahwa hirschprung penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak ditemukannya ganglion parasimpatis sehingga motilitas pada usus tidak adekuat dan menyebabkan tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.

2. Etiologi Hirschprung Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus. 3. Patofisiologi Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi

usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada. Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ). Pathways :

4. Tanda dan Gejala Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.

5. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan yang biasa dilakukan: a. Radiologi Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja), memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal. Barium enema, memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik. b. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rektum). c. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.

6. Komplikasi Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

7. Penatalaksanaan a. Tindakan Bedah defenitif. Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau doublebarrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Tindakan bedah menurut Swenson terdiri dari

rektosigmoidektomi seluas bagian rektosigmoid aganglionik dengan anastomosis koloanal. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa. b. Tindakan bedah sementara Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal

yang paling distal. c. Konservatif Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

8. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan penyakit hisprung (megakolon kongenital) antara lain: a. Prapembedahan 1. Konstipasi 2. Kurang volume cairan dan elektrolit 3. Gangguan kebutuhan nutrisi 4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b. Pascapembedahan 1. Nyeri 2. Risiko infeksi 3. Risiko komplikasi pascapembedahan

9. Rencana Tindakan Keperawatan a. Prapembedahan 1. Konstipasi Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh obtruksi, tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengan mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluar menjadi lembek dan tanpa adanya retensi. Tindakan: 1. Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses 2. Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi lain

3. Kolaborasi

dengan

dokter

tentang

rencana

pembedahan:

Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel di mana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan. 2. Kurang Volume Cairan dan Elektrolit Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak memadai sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membran mukosa, produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status cairan tubuh. Tindakan: 1. Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh. 2. Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan. 3. Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi. 3. Gangguan Kebutuhan Nutrisi Gangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya perubahan status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulit menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi. Tindakan: 1. Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan. 2. Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan. 3. Timbang berat badan setiap hari. 4. Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa. 4. Risiko Cedera (Injuri) Masalah ini dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh

penyakit hisprung seperti gawat pernafasan ajut dan enterokolitis. Untuk mengatasi cedera atau injuri yang dapat disebabkan adanya komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan dengan mempertahankan status kesehatan. Tindakan: 1. Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu). 2. Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah,

meningkatnya nyeri tekan, distensi abdomen, iritabilitas, gawat pernafasan, tanda adanya enterokolitis. 3. Lakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi abdomen. b. Pascapembedahan 1. Nyeri Masalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini dapat disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital, pembatasan aktivitas. Tindakan: 1. Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri. 2. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung (back rub), sentuhan. 3. Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien. 4. Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan. 2. Risiko Infeksi Risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh dadanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik

pascapembedahan. Tindakan: 1. Monitor tempat insisi. 2. Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses.

3. Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal. 4. Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap mikroorganisme. 3. Risiko Komplikasi Pascapembedahan Risiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung ini seperti adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Tindakan: 1. Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis, fistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, pendarahan dan lainlain. 2. Monitor peristaltik usus. 3. Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik. Tindakan perawatan Kolostomi a. b. c. d. Siapkan alat untuk pelaksanan kolostomi. Lakukan cuci tangan. Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan. Lepaskan kantong kolostomi dan lakukan pembersihan daerah kolostomi. e. f. g. h. Periksa adanya kemerahan dan iritasi. Pasang kantong kolostomi di daerah stoma. Tutup atau lakukan fiksasi dengan plester. Cuci tangan.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. 2005. Pengantar Keperawatan Anak II, Edisi I, Salemba Medika. Jakarta Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta. Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach, J.B. Lippincott Company, London. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Jakarta Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta. Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak: Ilmu Pediatric Perkembangan, edisi kedua, EGC. Jakarta. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta. http://httpyasirblogspotcom.blogspot.com/2009/05/hisprung-atau-megacolon.html http://fkuii.org/tikiindex.php?page=Megacolon+kongenital8

You might also like