You are on page 1of 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Citra Citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan, yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek (Kotler, 2002). Menurut Simamora (2004) citra adalah persepsi yang melekat untuk waktu yang lama. Menurut Sauerhaft dan Atkins (1989) citra adalah sesuatu yang timbul dalam pemikiran konsumen ketika konsumen tersebut mendengar tentang sebuah perusahaan. Menurut Gronrooss (1983) menyatakan bahwa kualitas layanan merupakan penentu utama citra sebuah merk. Menurut Winardi (1989) ada dua macam citra yaitu (1) Citra tentang diri sendiri (self image) yaitu citra merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri. (2) Citra tentang merk ( brand image) yaitu timbul impresi / kesan yang di peroleh konsumen dari sumber maupun tentang merk tertentu. Menurut Rynes (1991) citra kumpulan dengan organisasi. Citra relatif sulit untuk dibentuk dalam jangka pendek dan melibatkan beberapa unsur didalamnya. Secara umum, konsumen akan mencari dan menggunakan produk atau jasa yang bercitra ( image) baik, terlebih pada produk-produk yang memiliki resiko tinggi, yaitu pada jasa pelayanan rumah sakit. Produk dihubungkan erat dengan organisasi penyedia jasa pelayanan akan menimbulkan pertalian antara corporate image dan brand image. Menurut Dobni dan Zinkhan (1990) corporate image dan brand image secara umum merupakan intuitif konsep untuk meminimalisasi, membersihkan dari kesulitan. Menurut Simamora (2004) brand image adalah sejumlah kepercayaan mengenai merek tertentu. Pada rumah sakit misalnya pelayanan rawat inap yang bermutu, pelayanan yang memuaskan melebihi dari harapan pelanggan. Menurut Assael (1992) konsumen dengan positif brand image akan lebih meningkatkan pembelian dan akan mengiklankan strategik

berkembangnya citra. Menurut Assael (1992) brand image mewakili secara keseluruhan macam-macam persepsi, bentuk informasi dan pengalaman masa lampau. Kunci pengaruh brand image oleh konsumen pada posisi produk. Dalam marketing brand image untuk posisi produk membutuhkan segmen konsumen misalnya memberikan pilihan pada ruang rawat inap. Menurut Assael (1992) corporate image sebuah informasi konsumen yang bervariasi tentang perusahaan dan pengalaman produk. Menurut Kunder (2005) dalam membangun brand image rumah sakit meliputi total kualitas pelayanan, hubungan staf dengan pasien dan fasilitas bagus. Kualitas jalan membangun brand name dan brand image. Filosofi bisnis dasarnya adalah kepuasan pelanggan karena menilai kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan yang diperoleh dari menjawab kepuasan pasien melalui kuesioner. Pelayanan berkualitas, pasien menerima pelayanan melebihi dari harapan. Kualitas penting bagi rumah sakit sebagai perusahaan misalnya kerusakan pada potongan operasi, kealpaan dokter dan perawat atau staf rumah sakit yang lain, akan membahayakan kehidupan pasien. Menghilangkan pelayanan tidak baik, rumah sakit bisa hidup dan menjamin dari situasi kematian dari produk perusahaan yaitu melalui informasi pasien setiap hari tentang perawatan kesehatan. Orang mengetahui tentang perawatan kesehatan dan medis yang mereka kerjakan setiap hari. Reaksi pasien sangat selektif untuk rumah sakit yang baik dan kualitas pelayanan karena pasien mengeluarkan biaya. Kotler (2002) citra yang efektif melakukan tiga hal yaitu (1) Memantapkan karakter produk dan usulan nilai. (2) Menyatakan karakter produk dengan cara yang berbeda-beda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter pesaing. (3) Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra. Supaya bisa berfungsi citra harus dieskpresikan melalui: (a) Lambang-lambang. Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol-simbol yang kuat. (b) Media tertulis dan audio visual. (c) Suasana. Ruang fisik yang ditempati organisasi merupakan

pencipta citra yang kuat. (d) Perilaku karyawan. Suatu perusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan yang disponsorinya. Menurut Kotler (2002) suatu organisasi yang berupaya memperbaiki citra harus sangat sabar. Citra itu lengket, citra akan tetap bertahan lama setelah organisasi berubah. Daya tahan citra dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa sekali rumah sakit mempunyai citra tertentu, mereka akan mempersepsikannya secara konsisten dengan citra itu. Diperlukan informasi yang bertolak belakang supaya bisa menimbulkan keraguan dalam diri mereka dan membuka pikiran, khususnya bila orang tidak memiliki pengalaman langsung yang baru atau terus menerus dengan obyek yang berubah itu. Menurut Brunner dan Hensel (1992) keadaan yang mewakili bentuk citra yaitu (1) Citra negatif yaitu pelayanan yang kurang memuaskan, tidak ramah, membosankan, tidak dapat di percaya, bermutu rendah, tidak efisien, kotor. (2) Citra netral yaitu tidak pernah mendengar tentang perusahaan tersebut, Man yang membosankan / tidak inovatif, perusahaan yang belum membuktikan sikap did (tidak mempunyai identitas), kualitas dan kuantitas tidak diketahui. (3) Citra positif yaitu perusahaan bonafit, Man menarik dan inovatif, mempunyai nilai tambah, mampu dan ramah, produk berkualitas, konsumen sebagai mitra, percaya, memberi kepuasan, peduli dan tanggap, memenuhi kebutuhan dan harapan, memberi perlindungan dan tanggung jawab. Menurut Hartley (1989) rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan berupaya memperbaiki citra pada masyarakat dengan maksud sebagai berikut: (I) Citra perusahaan yang positif akan menimbulkan persepsi positif terhadap pelayanan kesehatan. (2) Citra yang positif adalah aset yang sangat bernilai dan dibangun melalui jangka panjang yang memuaskan. (3) Perusahaan yang mempunyai citra positif tidak mudah disaingi atau ditiru. (4) Citra berpengaruh langsung pada konsumen. (5) Citra negatif membuat konsumen yang ada atau potensial mencari alternatif lain atau pindah.

2.2 Variabel yang mempengaruhi citra Menurut Heerden dan Puth (1995) dalam penelitian mengenai persepsi nasabah terhadap citra bank. Variabel yang mempengaruhi citra sebuah bank adalah kedinamisan, kredibilitas, pelayanan dan identitas bank. Berdasar analogi tersebut bahwa rumah sakit juga merupakan pelayanan jasa maka aspek yang mempengaruhi citra rumah sakit adalah sebagai berikut: 2.2.1 Kedinamisan Dinamis adalah senantiasa bertenaga kuat, selalu berubah dan bergerak maju (Budiono, 2005). Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000), perubahan lingkungan senantiasa terjadi terus-menerus dalam proses perkembangan, dapat secara langsung maupun tidak langsung. Akan mempengaruhi kehidupan, sosial ekonomi, cara pemasaran dan perilaku manusianya. Perubahan sosial ekonomis saja akan mempengaruhi pemasaran pada umumnya. Pertama dapat dilihat perkembangan pesat dari teknologi dan pemakainya hampir di segala bidang kegiatan manusia. Pengaruh perkembangan teknologi misalnya informasi pelayanan kesehatan dan alat medis di rumah sakit. Kedua, timbulnya industri-industri baru misalnya berdirinya rumah sakit swasta. dan hidupnya kembali industri-industri yang direhabilitasi misaInya perubahan atau perbaikan RS daerah dari segi fisik maupun kualitas pelayanan. Perusahaan yang hidup dalam lingkungan dinamis harus selalu mengembangkan keahlian dan kemampuan dalam pemasaran, Menurut Amirullah dan Hardjanto (2005) untuk dapat melihat bentuk pengaruh lingkungan terhadap kondisi bisnis dibagi dua dimensi utama yaitu: (1) Tingkat perubahan. (2) Tingkat homogenitas. Tingkat perubahan melihat stabilitas suatu lingkungan yang diukur dengan skala dengan tingkat perubahan stabil dan perubahan dinamis. Tingkat homogenitas melihat kompleksitas lingkungan yang diukur dengan skala homogenitas sederhana dan homogenitas komplek. Masing-masing skala

akan membentuk suatu derajat ketidakpastian lingkungan. Diilustrasikan dalam gambarkan sebagai berikut:
Stabil Sederhana Ketidakpastian rendah (1) Tingkat homogenitas Kompleksitas Ketidak pastian moderat (2) Ketidak pastian tinggi Ketidakpastian moderat Tingkat perubahan Dinamis

Gambar 1. Model lingkungan dan perusahaan (Thomson)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa masing-masing matrik mempunyai ketidakpastian yang berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi tingkat homogenitas dan perubahan lingkungan yang dihadapi. Ketidakpastian sangat tergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan. Perusahaan berada pada ketidakpastian tinggi apabila menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan elemen homogenitas yang sangat komplek. Kombinasi perubahan lingkungan yang dinamis dengan lingkungan yang sederhana menunjukkan perusahaan itu berada dalam ketidakpastian moderat (1). Perusahaan berada pada ketidakpastian rendah apabila homogenitas lingkungan sederhana dan kombinasi lingkungan yang stabil, Perusahaan berada pada ketidakpastian moderat (2) apabila lingkungan stabil dan tingkat homogenitasnya kompleks. Semakin besar ketidakpastian lingkungan yang dihadapi oleh perusahaan, maka semakin lingkungan itu membatasi pilihan-pilihan dan kebebasan untuk menentukan nasib mereka sendiri. Menurut Amirullah dan Hardianto (2005) strategik yang dapat diambil dalam rangka menghadapi perubahan lingkungan yaitu (1) Melakukan penyesuaian dalam perubahan lingkungan. Tindakan ini dilakukan jika kekuatan lingkungan tidak bisa diubah misaInya perbaikan dan pembuatan gedung ruang rawat inap, penambahan alat kedokteran,

penambahan tenaga kesehatan. (2) Melakukan pemantauan lingkungan secara tidak langsung misaInya informasi media tentang pelayanan rumah sakit. (3) Mempengaruhi lingkungan langsung. Alternatif dari tindakan ini melakukan penelitian tentang citra rumah sakit, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenaga medis rumah sakit sehingga pelayanan rumah sakit lebih berkualitas. 2.2.2 Kredibillitas Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu (Simamora, 2004). Menurut Ajzen & Fishben (1975) Kepercayaan mempunyai tingkat sederhana sampai kompleks. Kompleksitas kepercayaan atas obyek ditandai sifat dimensi kepercayaan seseorang terhadap obyek. Dimensi dimunculkan untuk menggambarkan ruang yang digunakan oleh obyek. Menurut Eagly (1993) orang dengan struktur kepercayaan sederhana akan memiliki sikap lebih ekstrim. Kepercayaan bersifat kompleks dan memiliki relevansi dengan kepercayaan integratif. Semakin tinggi kompleksitas seseorang maka sikapnya cenderung tidak ekstrim. Pelayanan rumah sakit harus mempunyai citra mutu pelayanan dan citra pelayanan diagnostik karena memberikan pelayanan langsung kepada, masyarakat sehingga dapat memberikan kepercayaan pelayanan. Menurut Elbeck (1984) pelayanan yang bermutu apabila hasil pelayanan sesuai dengan standar eksternal dan internal sebagai pelaksanaan kegiatan pelayanan dalam hal persepsi manajemen, persepsi petugas, dan persepsi pelanggan. Menurut Cleland dan Bruno (1996) cit Simamora (2004) memberikan tiga prinsip tentang persepsi kualitas yaitu (1) Kualitas bersumber pada aspek produk dan bukan produk atau seluruh kebutuhan bukan harga yang dicari konsumen untuk memuaskan kebutuhan. Yang dipertimbangkan konsumen dari sebuah produk mencakup tiga aspek utama yaitu harga, produk dan non produk. (2) Adanya kualitas dalam persepsi konsumen (quality exists only as is perceived by customer ).

Konsumen mempersepsikan produk itu rendah apapun realitasnya. Persepsi lebih penting dari realitas. Konsumen membuat keputusan berdasarkan persepsi bukan kualitas. Jadi persepsi adalah realitas. (3) Persepsi kualitas diukur secara relatif oleh pesaing. Kalau produk A sederhana saja akan tetapi pesaing lebih sederhana lagi, maka produk A memiliki kualitas dan kepercayaan pelayanan. Menurut WHO (1992) kualitas pelayanan sangat berarti pada kesehatan pasien, maka perlu adanya program jaminan mutu disusun untuk mengukur pelayanan yang diberikan dan membandingkan dengan standar setempat atau nasional. Jaminan mutu memberikan jaminan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit merupakan pelayanan yang terbaik dengan sumber-sumber yang tersedia dan pengetahuan kedokteran saat ini. Dalam jaminan mutu keseluruhan kinerja rumah sakit harus dievaluasi secara teratur untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya, sehingga rumah sakit berkewajiban untuk menjaga standar yang tinggi. Citra rumah sakit akan memiliki mutu pada jasa pelayanan dan kepercayaan pelayanan. Menurut Gavett (1978) kualitas sebagai karakter yang berkenaan dengan kebagusan atau keunggulan. Kualitas diartikan sebagai produk yang dinyatakan dalam bentuk serangkaian atribut tertentu yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan, produk dan layanan diciptakan. Oleh karena rumah sakit sebagai instansi yang memberikan pelayanan pada konsumen harus menetapkan standar kualitas produksinya dalam hal ini barang dan jasa pelayanan. Sehingga akan lebih meningkatkan kepercayaan pelayanan rumah sakit.

2.2.3 Pelayanan Pelayanan kesehatan rumah sakit adalah merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada pelanggan (Lestari, 2004). Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit merupakan tolok ukur dari rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil

memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga memberikan kepuasan pada pelanggan, berarti rumah sakit tersebut telah memiliki kualitas yang baik, dan lambat laun tercipta suatu citra positif di masyarakat. Persepsi pasien akan kualitas pelayanan dipengaruhi oleh informasi lisan dari mulut ke mulut, keinginan pribadi pasien dan pengalaman masa lalu. Menurut Parasuraman et al (1985) dimensi pelayanan berkualitas ada lima macam yaitu (1) Tangible (keterwujudan). Penampilan ruangan dan alat akan memberikan dampak pada kepercayaan pelanggan karena dimensi fisik adalah dimensi yang mudah dilihat pertama kali mendatangi rumah sakit, (2) Reability (kehandalan) yang terdiri dari kemampuan provider untuk memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat. (3) Responsiveness (cepat tanggap), yaitu keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera. (4) Empathy (empati), yang berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. (5) Assurance (jaminan pelayanan) yaitu mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian pada pelanggan. Menurut Jenson dan Joyce (1987) faktor yang penting dalam menggunakan rumah sakit selain dokter dan staf medik lain yang kompeten adalah keramahan, personel rumah sakit yang peduli dan faktor kecepatan pelayanan. Menurut Swage (2000) pelayanan yang berkualitas adalah sebagai berikut (1) pelayanan yang informatif (2) Kebebasan untuk menetapkan pilihan (3) Kualitas hidup yang baik (4) Pelayanan medis yang terkoordinasi dengan baik (5) Adanya kontrol dalam pengambilan keputusan klinis (6) Penghormatan pada pandangan, kepercayaan dan keinginan pasien. Menurut Lestari (2004) dalam melaksanakan pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit guna menciptakan citra positif masyarakat ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu (1) Kepuasan pelanggan lebih baik dari, pada memberi pelayanan. (2) Kemudahan pelanggan dalam bekerja sama dengan para petugas rumah

sakit. (3) Menumbuhkan motivasi dengan umpan balik dari pelanggan. (4) Menjaga kesinambungan hubungan dengan pelanggan (5) Komitmen yang kuat dari sistem yang ada dan jajaran pimpinan guna mendukung peran pemasaran. 2.2.4 Identitas Identitas adalah tanda pengenal diri (Budiono, 2005). Dalam teori identitas adalah ekspresi dari suatu realitas yang kita tidak mengetahui hakekatnya. Menurut Kotler (2004) Identitas terdiri dari berbagai cara yang diarahkan perusahaan untuk mengidentifikasi dirinya atau memposisikan diri atau produknya. Setiap personal organisasi untuk dapat mendifinisikan kumpulan karateristik lingkungan dan intelektual pelayanan untuk membedakan intitusi yang lain. Tidak hanya lingkungan internal dan eksternal, komunikasi, kepuasan pelanggan, dan kinerja. Menurut Christensen dan Askegaard (2001) penelitian menyatakan manfaat teori dan praktek corporate identity dan citra secara konsisten pada analisis dan subyek berhubungan dengan rencana kerja. Menurut Christensen dan Askegaard (2001). Identitas perusahaan adalah kumpulan sifat yang dapat didengar, untuk pengenalan dan membedakan satu organisasi ke organisasi yang lain terutama organisasi yang homogen. Corporate identity diilustrasikan hubungan dari corporate image dan corporate reputasi. Digambarkan sebagai berikut:

Corporate Reputation How the public perceives the firm How the firm presents itself

Corporate image

Corporate identity

Visual Presntation logo, color pallette, arcitectur

Corporate behavior reception, service ect.

Corporate mission

Sumber: Westcortt (2001) Gambar:2. Relationship Corporate identity, image dan reputation Menurut Westcortt (2001) asumsi diskripsi dari misi perusahaan dari filosofi organisasi. Filosofi personel pada organisasi cukup penyajian secara visual dari organisasi yang baik. Dua elemen corporate misi dan corporate identity membangun setengah bagian organisasi. Menurut Dep. Kes. RI (2001) ditinjau kemampuan yang dimiliki rumah sakit di Indonesia dibedakan atas lima macam yaitu (1) Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub spesialis luas. (2) Rumah sakit kelas B yaitu rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan kedokteran spesialis, dan sub spesialis terbatas. (3) Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. (4) Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit transisi suatu saat akan berubah menjadi rumah sakit kelas C. Dampak kebijakan desentralisasi UU No. 23 tahun 2005 terhadap status rumah sakit pemerintah daerah adalah Badan Layanan Umum (BLU). 2.3 Persepsi dan sikap konsumen

2.3.1 Persepsi Persepsi sebagai proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan arti pada lingkunganya (Robbins, 1993). Menurut Simamora (2004) persepsi adalah suatu proses dengan seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterprestasi stimuli ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Menurut Kotler (2000) persepsi adalah proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk memilih, mengorganisasi dan menginterprestasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang meliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan individu yang bersangkutan. Menurut Simamora (2004) persepsi dalam pemasaran lebih penting dari realitas. Keputusan konsumen didasarkan pada persepsi, bukan realitas dengan kata lain persepsi merupakan realitas bagi konsumen. Menurut Muchlas (2004) faktor yang dapat berpengaruh untuk memperbaiki dan kadang-kadang mendistorsi persepsi yaitu (1) Terletak pada pelaku persepsi yaitu (a) Pelaku persepsi. Jika seseorang melihat sebuah target dan mencoba untuk memberikan interpretasi apa yang dia lihat, interprestasi tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya (masing-masing pelaku persepsi). (b) Sikap para mahasiswa terhadap dosen yang sama bisa berbeda, tergantung tingkat kesukaan mereka untuk bertanya atau diskusi dan cara dosen memberi kuliah. (c)Motif. Seorang akan muncul kalau ada kebutuhannya yang belum terpenuhi. (d) Interest. Kita juga berbeda satu dengan yang lain. Seorang ahli bedah plastik lebih tertarik memperhatikan bentuk hidung pasien yang kurang baik dari pada seorang tukang patri. (e) Pengalaman masa lalu. Adanya pengalaman masa lalu terhadap sesuatu obyek bisa menurunkan interest obyek tersebut. (f) Ekspektasi. Dapat juga mendistorsi persepsi anda dalam arti bahwa anda akan melihat apa saja yang anda harapkan. (2) Terletak pada obyek atau target persepsi. (3)

Dalam konteks dimana persepsi itu dibuat. Elemen-elemen dalam lingkungan sekitarnya dapat mempengaruhi persepsi kita. Menurut Kotler (2002) langkah-langkah dalam mengukur citra yaitu: (a)Mengembangkan seperangkat dimensi yang relevan. Peneliti mengidentifikasi dimensi-dimensi yang akan digunakan tentang suatu obyek, misalnya citra pada pelayanan. Dimensi itu dapat dimasukkan lima poin dalam skala Likert (b) Memperkecil seperangkat dimensi yang relevan tersebut. Jumlah dimensi diusahakan untuk menghindari kesalahan responden. Penyusunan skala berdasarkan skala Likert (c) menyusun instrumen ke dalam sampel responden. (d) Merata-rata hasilnya. (e) Memeriksa variasi citra. Menurut Dowling (1986) perusahaan untuk mengganti citra Melalui informasi pengetahuan, sumber penelitian, personal dan impersonal komunikasi. 2.3.2 Sikap Konsumen Sikap sebagai predisposisi yang dipelajari (learned prediposition) untuk merespons terhadap suara obyek atau kelas obyek dalam suasana menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten (Alfort, 1996). Menurut Schifman dan Kanuk (1997) menyatakan bahwa sikap adalah ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka dan setuju atau tidak terhadap suatu obyek. Obyek yang dimaksud bisa pelayanan kesehatan, produk, perilaku tertentu dan lain-lain. Menurut Paul et al (1999) sikap adalah evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan seseorang. Menurut Assael (1992) brand image berhubungan dengan sikap. Menurut Simamora (2004) psikologi sosial sikap terdiri dari tiga komponen yaitu (1) Cognitive component yaitu pengetahuan dan keyakinan mengenai sesuatu yang terjadi pada obyek sikap. (2) Afectif component yaitu berisikan perasaan terhadap obyek sikap. (3) Conative component yaitu kencenderungan terhadap sesuatu untuk melakukan obyek sikap. Menurut Simamora (2004) sikap mempunyai karakteristik yaitu arah, tingkat dan intensitas, resistensi, persistensi, keyakinan, kepemilikan

struktur dan sifat. Sedangkan fungsi sikap yaitu (1) Fungsi penyesuaian (adjustment function) yaitu mengarahkan pada obyek yang menyenangkan dan tidak menyenangkan atau menjauhkan orang-orang dari obyek yang tidak menarik. Oleh karena itu sikap konsumen tergantung pada persepsi apa yang memenuhi kebutuhan atau yang mendatangkan kerugian. (2) Fungsi mempertahankan ego (ego defensive function) yaitu sikap yang terbentuk untuk melindungi ego. Pada kenyataan banyak ekspresi sikap yang mencerminkan kebalikan dari apa yang dipersepsikan orang-orang semata-mata untuk mempertahankan ego. (3) Fungsi ekspresi nilai mengekspresikan nilai-nilai yang (value expressive function) yaitu diyakininya. Setiap orang akan

berusaha untuk menerjemahkan nilai-nilai yang diyakini dalam konteks sikap yang lebih nyata. Sebuah pemasar perlu memahami nilai yang ingin diekspresikan oleh konsumen atau pasar sasarannya. (4) Fungsi pengetahuan (knowledge function). Manusia memiliki kecenderungan untuk memandang dunianya dari sudut pandang keteraturan. 2.4 Rujukan pasien Sistem rujukan merupakan suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya pelimpahan tanggung jawab atas masalah yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih mampu Azwar (1996). Menurut Dep.Kes.RI (1999) sasaran yang akan dicapai RS sebagai sistem rujukan yaitu (1) Seluruh rumah sakit mampu memberikan holistik komprehensif sesuai dengan kelasnya. (2) Terwujudnya rumah sakit sebagai tempat pengembangan sumber daya manusia, tempat penelitian dan penerapan IPTEK kesehatan. (3) Berkembangnya kemampuan dan mantapnya kemandirian rumah sakit dalam pelayanan kesehatan rujukan. (4) Terwujudnya rumah sakit sebagai penggerak masyarakat agar mampu melindungi, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Menurut Azwar (1996) jenjang dan sistem rujukan digambarkan sebagai berikut:

Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit Kelas B Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit Kelas D Puskesmas Puskesmas Pembantu Praktek bidan Rumah bersalin Balai pengobatan Balai kesehatan ibu & anak

Pengobatan Tradisional Masyarakat

Posyandu

Gambar: 3. Jenjang dan sistem rujukan pelayanan rumah sakit. Azwar 1996

Jenjang dan sistem rujukan dimulai dari terendah ke yang tertinggi yaitu (1) Posyandu, tradisional, (2) Praktek bidan, rumah bersalin, balai pengobatan, balai pengobatan ibu dan anak. (3) Puskesmas pembantu. (4) Puskesmas. (5) Rumah sakit tipe D. (6) Rumah sakit tipe C. (7) Rumah sakit tipe B. (8) Rumah sakit tipe A. Rumah Sakit Umum Daerah adalah rumah sakit umum yang di miliki dan di kelola oleh pemerintah daerah. WHO (1992), kriteria rujukan pasien ke rumah sakit adalah (1) Pemeriksaan klinis. (2) Nasehat dari para ahli. (3) Intervensi Klinis. (4) Rawat inap. Meskipun kriteria sudah jelas diperlukan cara dan bagaimana menerima rujukan di rumah sakit, pasien yang dirujuk harus segera ditangani oleh petugas medis dengan tingkat keahlian yang lebih tinggi, sehingga terbentuk sifat saling percaya antara institusi perujuk dan rujukan. 2.5 Pelayanan rawat inap

Pelayanan rawat inap adalah suatu pelayanan pada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik, dan atau pelayanan kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur (Dep. Kes. RI, 1999). Sistem penerimaan pasien mempunyai dampak penting terhadap sistem lain di lingkungan rumah sakit. Memaksimalkan pemanfaatan tempat tidur, dengan tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan perawatan pasien, batasan intern serta ekstern. berkaitan lamanya tinggal di rumah sakit dan pembayaran yang tercakup, merupakan elemen yang sangat penting dalam kegiatan sehari-hari. Menurut Illionis cit Wolfer (2001) pencapaian keberhasilan terbaik dalam memproses pasien guna memberikan perawatan pasien yang berkualitas tinggi kepada masyarakat yang kita layani. Efisiensi suatu proses, efektivitas dan segi ekonominya diukur melalui faktor-faktor keberhasilan, kepuasan pelanggan, ketepatan, kelengkapan, waktu tunggu pelanggan, interaksi pelanggan dan biaya layanan. Menurut Wolfer (2001) alur penerimaan pasien rawat inap model Macro digambarkan sebagai berikut:

Pasien

Pemasok Rawat Terpadu

Penyelenggara Layanan Kesehatan Reservasi / Proses Pembuatan Janji Pra-pendaftaran / Pendaftaran pada hari yang sama Penerimaan Pasien

Verivikasi asuransi

Sertifikasi Tingkat Perawatan

Pra-skrening Rencana Pemulangan

Konseling Keuangan

Manajemen Pemanfaatan Keuangan

Pemanfaatan Tempat Tidur Tinjauan Ulang Bersama

Pemanfaatan Tempat Tidur Proses Masuk

Manajemen Pemanfaatan

Manajemen Kasus Perawatan

Perawatan di Rumah

Kerja Sosial

Rekam Medis Catatan Pasien Analisis Proses Penolakan Jaminan Mutu


Gambar: 4. Alur penerimaan Pasien (Model Macro) hat 125

Pengalian Pembayaran Kembali / Proses Penolakan

Penerimaan pasien rawat

inap yang berhubungan registrasi

pasien adalah sebagai berikut: (1) Penerimaan pasien yaitu (a) Reservasi / proses pembuatan janji. (b) Pendaftaran / proses wawancara. (2)

Manajemen keuangan dan pemanfaatan yaitu (a) Verifikasi atas keabsahan asuransi dan yang tercakup di dalamnya. (b) Proses presertifikasi / otorisasi. (c) Manajemen pemanfaatan awal dan rencana pemulangan. (d) Bimbingan terhadap pasien tentang persyaratan dari perusahaan asuransi mereka, tanggung jawab keuangan dan penagihan. (3) Manajemen pemanfaatan tempat tidur. (5) Penagihan / pembayaran / analisis terhadap penolakan pembayaran. 2.6 Landasan teori Landasan yang mendasari kerangka pemikiran penelitian menurut Brunner dan Hensel (1992) keadaan yang mewakili bentuk citra meliputi citra positif, citra netral dan citra negatif. Menurut Heerden dan Puth (1995) variabel yang mempengaruhi citra adalah kedinamisan, kredibilitas, pelayanan dan identitas. Peneliti menitikberatkan persepsi pasien terhadap citra rumah sakit pada 4 variabel dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: Variabel citra rumah sakit yaitu - Kedinamisan - Kredibilitas - Pelayanan - Identitas Citra yang diharapkan masyarakat Citra yang diterima masyarakat

Kualitas citra yang diterima : - Citra positif - Citra netral - Citra negatif

Gambar 5. Landasan teori yang dihubungkan dengan citra rumah sakit.

2.7 Kerangka Konsep Persepsi pasien terhadap citra rumah sakit pada variabel - Kedinamisan - Kredibilitas - Pelayanan - Identitas Kualitas citra rumah sakit - Citra positif - Citra netral - Citra negatif

Gambar 6. Kerangka konsep penelitian

2.8 Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana persepsi pasien rujukan dan bukan rujukan terhadap citra rumah sakit di pelayanan rawat inap penyakit dalam dan bedah RS Daerah Pacitan? 2. Bagaimana tingkat persepsi pasien rujukan dan bukan rujukan terhadap variabel citra rumah sakit di pelayanan rawat inap RS Daerah Pacitan ? 3. Bagaimana perbedaan persepsi pasien rujukan dan bukan terhadap citra pada variabel kedinamisan, kepercayaan, pelayanan, identitas rumah sakit di pelayanan rawat inap penyakit dalam dan bedah RS Daerah Pacitan?. 4. Bagaimana perbedaan persepsi pasien rujukan dan bukan rujukan terhadap citra rumah sakit di pelayanan rawat inap RS Daerah Pacitan? 2.9 Hipotesis 1. Ada perbedaan yang bermakna persepsi pasien rujukan dan bukan terhadap citra pada variabel kedinamisan, kepercayaan, pelayanan, identitas rumah sakit di pelayanan rawat inap penyakit dalam dan bedah RS Daerah Pacitan.

2. Ada perbedaan yang bermakna persepsi pasien rujukan dan bukan terhadap citra rumah sakit di pelayanan rawat inap penyakit dalam dan bedah RS Daerah Pacitan.

You might also like