You are on page 1of 10

PEMUKTAHIRAN DATA KEPENDUDUKAN DALAM MENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MALANG Nurul Solehah (105030507111029) Program Studi

Administrasi Pemerintahan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia email: nurul.solehah10@gmail.com ABSTRAK Sebuah pelayanan kesehatan adalah merupakan sebuah kebutuhan dasar yang wajib dilaksanakan dan dipenuhi oleh pemerintah kepada masyarakat. Dalam memberikan layanan kesehatan tersebut pemerintah harus dapat mengakomodasi seluruh kelas sosial yang ada di dalam masyarakat sehingga pelayanan kesehatan yang spesifik dan prima dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diamanatkan pada Undang-Undang No. 23 tahun 1999. Dalam memberikan pelayanan yang maksimal tentu menuai berbagai kendala, salah satunya adalah data kependudukan sebagai dasar dalam memberikan layanan kesehatan. Data kependudukan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil atau pencapaian sebuah layanan kesehatan. Data kependudukan akan memberi gambaran jauh terhadap tingkat dan jangkauan perekonomian masyarakat pada suatu wilayah tertentu sehingga hal tersebut akan berpengaruh pada tepatnya target atau sasaran layanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dinamika pelayanan kesehatan yang ada di Kota Malang, data kependudukan akurat dan mutakhir program strategis di bidang kesehatan, dan persepsi masyarakat terhadap layanan kehehatan yang diberikan oleh pemerintah. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka dimana di dalamnya dikhususkan pada analisis data kependudukan terhadap pelayanan kesehatan di Kota Malang. Penggunaan data kependudukan yang masih konvensional akan berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang tidak prima dalam artian pelayanan kesehatan masih belum menjangkau semua lapisan masyarakat secara keseluruhan baik secara kuantitas maupun perbedaan kelas. Akan tetapi jika menggunakan data kependudukan yang muktakhir dan akurat maka pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara prima dan menyeluruh sehingga persepsi masyarakat akan sebuah pelayanan kesehatan yang baik akan diperoleh pemerintah sebagai provider layanan kesehatan tersebut. Kata kunci : kelas sosial, data kependudukan, pelayanan, persepsi PENDAHULUAN Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Indonesia adalah negara kepulauan, jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, kebudayaan yang sangat beragam, merupakan tantangan untuk menyediakan layanan publik yang prima bagi semua penduduknya sesuai dengan yang telah di amanatkan dalam UndangUndang No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.

Perkembangan yang mencolok selama beberapa dasawarsa ditandai dengan semakin pentingnya informasi dan pengolahan data di dalam banyak aspek kehidupan manusia. Dengan tersedianya berbagai bentuk media informasi, kini masyarakat memiliki pilihan yang lebih banyak bagi informasi yang ingin mereka dapatkan. Kemajuan teknologi informasi seolah-olah membuat semua orang dapat mengetahui apa saja yang ingin mereka ketahui dengan segera. Sementara itu seiring dengan lajunya gerak pembangunan, organisasi-organisasi publik maupun swasta semakin banyak yang mampu memanfaatkan teknologi informasi baru yang dapat menunjang efektivitas, produktivitas dan efisiensi kinerja mereka. Di Kota Malang, penyelenggaraan administrasi kependudukan menjadi masalah yang harus segera di benahi oleh pemerintah karena hal tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak pelayanan publik yang mendapat keluhan dari masyarakat. Dalam perkembangan yang lebih jauh masalah mengenai penyelenggaraan administrasi kependudukan akan bedampak pada pelayanan publik lainnya seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Sehingga dari permasalahan administrasi yang menjadi akar bagi permasalahan pelayanan publik lainnya harusnya menjadikan teguran pemerintah untuk segera melakukan inovasi dalam pelayanan publik. Sejalan dengan arah penyelenggaraan administrasi kependudukan, maka pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagai sub-sub sistem pilar dari administrasi kependudukan perlu ditata dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan manfaat dalam perbaikan pemerintahan dan pembangunan. Mengingat akan pentingnya pengelolaan sistem pencatatan data kependudukan secara valid maka pemerintah harus lebih meningkatkan kinerjanya pada aspek sentral ini supaya masyarakat sebagai obyek kebijakan mempunyai persepsi yang baik terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu, sumber daya manusia juga merupakan faktor sentral dalam suatu instansi. Apapun bentuk serta tujuannya, instansi dibuat berdasarkan visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan instansi. Seiring dengan perkembangan IPTEK dan perkembangan lingkungan, maka sumber daya manusia yang ada didalamnya harus pula dikembangkan agar dapat pula menyesuaikan diri dengan perkembangan instansi. Pengembangan sumber daya manusia yang usang pengetahuannya, yang tidak siap dalam menanggulangi perubahan yang terjadi. Kemajuan teknologi yang sangat cepat mendorong setiap instansi untuk tetap mengikuti perkembangan teknologi dan terus meningkatkan kemampuannya dalam mengelola data-data dan informasi yang lebih akurat dan efisien yang dibutuhkan oleh instansi. Dengan kata lain penggunaan Teknologi Informasi akaan memudahkan instansi itu sendiri dalam mengambil setiap langkah kebijakan karena setiap kebijakan yang diambil tentunya akan di dasarkan pada data kependudukan jika data kependudukan yang diperoleh tidak valid maka implementasi kebijakan itu sendiri tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Selain itu penggunaan teknologi Informasi dalam konsep administrasi kependudukan juga memudahkan masyarakat dalam mekanisme registrasi pencatatan kependudukan. Dalam pemberian layanan kesehatan secara prima pemerintah sendiri pada dasarnya telah melakukan sejumlah langkah kebijakan seperti pemberian Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesmas/Jamkesda). Selanjutnya, dalam rangka mendapatkan pelayanan publik di bidang kesehatan di Kota Malang masih sering dijumpai adanya masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dikarenakan adanya unsur miss data kependudukan. Masyarakat sendiri sebagai obyek vital pelayanan mengeluhkan adanya kegagalan pemerintah dalam memberikan layanan kesehatan tersebut. Untuk itu suatu instansi

membutuhkan suatu sistem informasi yang mendukung kebutuhan instansi pemerintah yang akan sangat membantu sebuah manajemen instansi pemerintah baik dalam menciptakan efisiensi dan efektifitas kerja instansi pemerintah itu sendiri, maupun dalam meningkatkan pelayanan ke masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA Kualitas pelayanan Definisi kualitas pelayanan adalah agar pelanggan puas dan setia, sehingga terus menerus menjalin kerjasama bisnis dengan perusahaan (Gerson, 2002). Para ahli melihat kualitas pelayanan, berpengaruh pada kinerja dan kegiatan organisasi dalam mencari keuntungan, untuk menjadikan pelanggan setia dan menerima apa yang ditawarkan sehingga mereka puas. (Lovelock and Laurent, 2002:6). Kualitas pelayanan merupakan hal prima dan keharusan, bila organisasi ingin maju. Keliru apabila orang mengatakan bahwa suksesnya organisasi hanya tergantung dari kerja keras tanpa kualitas. Sebenarnya yang terjadi adalah penyedia jasa memberikan kualitas pelayanan maksimal kepada pelanggan potensial, sehingga mereka dipuaskan. (Kotler P, 1997) Betapapun baiknya kerja karyawan bila kualitas pelayanan buruk, organisasi akan ditinggalkan pelanggannya. Sebab peran pelanggan sering merupakan orang yang menentukan baik tidaknya suatu organisasi. Maka salah satu jalur yang menentukan kualitas pelayanan kepada pelanggan adalah kontak personal. Itulah yang menentukan andilnya sukses organisasi. Berdasarkan pengalaman di lapangan, diketahui bahwa pelanggan merasa aman dan terjamin kepuasannya, bila berkontak langsung secara fisik dengan pihak penyedia jasa. Pengalaman tersebut membuat pelanggan merasa cocok untuk bekerjasama, sehingga dapat terjalin loyalitas dari pelanggan yang diharapkan organisasi. (Daniel, 1996) Kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi pokok yang sangat berpengaruh dalam rangka pemasaran jasa yaitu tangible atau bukti langsung yang meliputi gedung, fasilitas fisik, perlengkapan, alat tehnologi, pegawai, sarana komunikasi. Reliability atau kehandalan yang merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, akurat, memuaskan sesuai visi, misis dan falsafah organisasi. Responsiveness atau Daya tanggap, yaitu keinginan para staf dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap, memberikan informasi yang akurat. Assurance atau Jaminan, Kepastian yang diberikan organisasi kepada pelanggan yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. Empathy atau Empati, Peduli kepad apelanggan untuk mendengarkan meliputi komunikasi yang mudah, akrab, perhatian pribadi dan pemahaman kebutuhan pelanggan (Parasuraman, Zeithaml and Berry, 1985, 1998; Kotler, 1997; Zeithaml and Bitner, 1996) Menurut para ahli lain, dimensi kualitas jasa meliputi Performance, Features, Reliability, Conformance, Durability, Serviceability, Aesthetics, Perceived quality ( Sviokla and Shapiro, 1993 : 115-116). Dimensi kualitas jasa dibagi menjadi dua yaitu kemauan dan kemampuan untuk melayani dari pihak pemberi jasa secara phisik dan psikologis (Hedvall and Peltschik, 1989). Sehingga kualitas jasa hendaknya dapat sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan pelanggan sehingga dengannya dapat memenuhi keinginan atau harapan mereka (Wyckof and Lovelock, 1988). Namun pelanggan selalu melihat kualitas jasa dari sudut pandang mereka sebagai penerima jasa. Apabila sesuai dengan harapan mereka disebut baik dan memuaskan, tetapi bila tidak sesuai dengan harapan mereka, maka jasa tersebut dipandang buruk (Parasuraman, et al, 1985)

PEMBAHASAN A. Dinamika pelayanan kesehatan di Kota Malang Hakekat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah melalui pemberdayaan daerah agar mampu merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan sesuai keadaan daerah masing-masing dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, melatarbelakangi daerah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan melalui program pemberdayaan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah yang diperuntukkan oleh masyarakat yang kurang mampu dalam konteks perekonomian pada khususnya. Akan tetapi dengan maraknya permasalahan mengenai tidak tepatnya sasaran kebijakan tersebut dikarenakan dasar kebijakan yang berupa data kependudukan yang tidak valid. Ketidakvalitan data tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang saling terhubung satu sama lain membentuk suatu dinasti permasalahan yang kompleks. Oleh karena basis data kependudukan yang valid diharapkan mampu merubah arah kebijakan yang berorientasi pada hasil yang otimal. Selain itu, belum optimalnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama masyarakat miskin juga mendukung terselenggaranya data kependudukan yang valid berbasis teknologi informasi dan web. Ditambah lagi program JPS melalui Askeskin yang belum berhasil membangun kemandirian masyarakat dan tidak terjamin kelangsungannya seperti kasus berhentinya klaim Askeskin di beberapa Rumah Sakit yang mengganggu pelayanan Rumah Sakit maupun pelayanan kepada masyarakat miskin pengguna Askeskin. Pelayanan kesehatan masih mengandalkan dana langsung dari masyarakat (out of pocket) dan pelayanan kesehatan masih terasa mahal oleh karena belum adanya sistem subsidi silang serta anggaran kuratif yang masih rendah, kemudian juga merupakan ambisi pemerintah untuk dapat menyediakan pelayanan ini secara gratis. Berbagai kebijakan sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah seperti terselenggaranya pemberdayaan kesehatan gratis untuk masyarakat miskin atau ASKESKIN, diberikannya jaminan kesehatan masyarakat atau daerah atau JAMKESMAS/JAMKESDA dan berbagai pelayanan kesehatan gratis lainya melalui Puskesmas yang tersebar diseluruh kelurahan Kota Malang. Namun dengan pemerataan akses ini, apakah malah tidak memicu ketimpangan lagi dalam masyarakat. Apabila masyarakat diberikan akses yang sama, dalam arti seluruh masyarakat Kota Malang berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah, maka justru tidak menempatkan masyarakat miskin sebagai pihak yang paling berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang dewasa ini dinilai semakin mahal. Pelayanan yang seharusnya berorientasi atau mengedepankan kualitas yang di dasarkan atas standar pelayanan bergeser ke pelayanan yang berorientasi pada hasil akhir dalam artian masyarakat terlayani begitu saja. Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa sebuah kesalahan atau ketidakvalitan data kependudukan bisa berbuntut panjang atau secara seporadis akan bersinggungan terhadap masalah lainnya. Pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat malah bergeser ke masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tersebut namun tidak terpenuhi secara maksimal. Berawal dari data kependudukan yang kurang valid target kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, kemudian jika kebijakan tidak optimal evaluasi kebijakan pun sesungguhnya juga belum tentu membawa hasil progres karena jika permasalahan yang menjadi akar tidak diselesaikan secara komprehensif maka kebijakan dalam rangka pemenuhan layanan kesehatan pun sulit dicapai.

Pemerintah Kota Malang berkeinginan untuk memberikan layanan yang berkeadilan, yang bisa diakses seluruh masyarakat tanpa membedakan kelas sosialnya. Dari program ini, dapat dipahami bahwa pelayanan tidak harus diperuntukkan untuk suatu kelas sosial tertentu. Karena apabila suatu program diperuntukkan untuk kelompok sosial tertentu, meskipun itu kelompok masyarakat miskin sekalipun, justru memicu dan mempertegas bahwa di dalam masyarakat ada beberapa kelompok yang berkelainan (biasanya disebut masyarakat miskin dan masyarakat kaya). Pengelompokan atau perlakuan khusus kepada kelompok ini juga akan menimbulkan kecemburuan sosial antar kelompok. Kelompok miskin akan merasa terabaikan dengan statusnya untuk mendapatkan hak dalam pelayanan, mereka hanya bisa mengakses pelayanan bila ada program-program yang khusus diadakan bagi mereka. Jadi dengan kata lain, tidak semua bidang bisa mereka dapatkan kalau tidak ada program khusus untuk masyarakat miskin. Sementara bagi masyarakat kaya, perbedaan perlakuan ini akan membuat mereka dirugikan. Masyarakat kaya (mampu dari segi ekonomi) tentu bisa mengakses semua layanan publik tanpa ada kesulitan keuangan, tetapi justru kemampuan mereka ini dimanfaatkan oleh birokrat untuk menarik biaya-biaya tidak perlu demi pelayanan yang dibutuhkan atau dengan kata lain jika ingin cepat, maka harus ada uang. Pada implementasinya langkah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Malang tersebut telah dilakukan di berbagai Rumah Sakit dan Puskesmas yang tersebar di seluruh kelurahan Kota Malang. Contohnya pelayanan kesehatan yang terdapat di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar, pelayanan kesehatan yang tidak memandang kasta sosial masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh masyarakat miskin dan kaya. Dimana masyarakat miskin dapat mengakses pelayanan kesehatan melalui Jamkesmas/Jamkesda baik jasa kesehatan poliklinik atau bahkan apotek. Masyarakat kaya juga disediakan pelayanan kesehatan kelas VIP dengan membayar sejumlah biaya yang cukup mahal akan tetapi mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkulitas. B. Data Kependudukan Akurat dan Mutakhir Program Strategis di Bidang Kesehatan Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa pemerintah wajib memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk Indonesia serta mencantumkannya dalam setiap dokumen kependudukan. Selain itu Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga dijadikan dasar sebagai penerbitan paspor, NPWP, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah dan penerbitan dokumen indentitas lainnya. Selanjutnya setiap penduduk Indonesia wajib KTP, harus memiliki KTP yang membuat spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus, sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan KTP Berbasis NIK secara Nasional dan telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Presiden Nomor 26 Tahun 2009. Selanjutnya proses penerapan KTP elektronik ini di dahului dengan kegiatan pemuktahiran data penduduk secara nasional dan pemberian Nomor Induk Kependudukan kepada setiap penduduk. Dengan demikian pemuktahiran data kependudukan, penerbitan Nomor Induk Kependudukan dan penerapan KTP elektronik merupakan 3 (tiga) kegiatan yang terintegrasi sebagai satu kesatuan proses. Agar pelaksanaan penerapan KTP elektronik pada tahun 2011 berhasil sesuai dengan sasaran dan waktu yang telah ditetapkan, maka pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakannya. Penerapan KTP elektronik ini dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari 1 (satu) KTP. Hal ini

disebabkan belum adanya basis sistem pelayanan terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Kenyataan tersebut memberikan peluang kepada penduduk KTP ganda yang dalam penggunaannya dapat disalahgunakan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya untuk mendapatkan kartu jaminan kesehatan ganda. Untuk mengatasi duplikasi tersebut sekaligus menciptakan kartu identitas tunggal, maka diterapkanlah KTP elektronik berbasis NIK. KTP elektronik yang berbasis NIK nasional ini memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri seseorang. Rekaman elektronik ini berisi biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk yang bersangkutan. Program penerapan KTP elektronik yang berbasis NIK nasionak tersebut, dimaksudkan untuk digunakan sebagai identitas jati diri seseorang yang bersifat tunggal senantiasa dapat dikembangkan multi fungsi, dengan demikian mempermudah penduduk untuk mendapatkan pelayanan dari lembaga pemerintah maupun swasta karena tidak lagi memerlukan KTP setempat. E-KTP yang dilengkapi dengan dengan biometrik dan chip dengan basis Nomor Induk Kependudukan Nasional (NIK), selain itu chip yang digunakan untuk insert data penting diantaranya biodata, foto, sidik jari, retina mata dan tanda tangan digital. Selain untuk tertib administrasi, mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu, sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat dan dapat mempermudah masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan baik dari lembaga pemerintah dan swasta wajib memberikan pelayanan bagi penduduk dengan dasar e-KTP dengan tidak mempertimbangkan tempat penerbitan e-KTP. Program strategis tersebut saling bersinergi dalam kesatuan proses, yang dimulai dengan pemuktahiran data untuk mendapatkan data kependudukan yang valid. Selanjutnya untuk mendapatkan NIK yang akurat disamping melalui pemuktahiran data perlu juga diverifikasi dengan sidik jari tangan penduduk. Sedangkan untuk menerapkan KTP elektronik, mutlak diperlukan data penduduk yang valid dan telah memiliki NIK serta perekaman pas photo, tanda tangan, sidik jari dan iris penduduk. Penerapan KTP elektronik merupakan program nasional yang harus terlaksana dengan baik, karena merupakan program yang memerlukan pembiayaan yang besar tetapi manfaatnya juga sangat besar, baik bagi penduduk, bangsa dan Negara. Oleh karena itu, diperlukan komitmen pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota beserta jajarannya dan penduduk untuk mensukseskan program dimaksud. Dengan adanya sistem perekaman data kependudukan yang telah mutakhir sehingga data kependudukan yang dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah dalam memberikan layanan kesehatannya kepada masyarakat menjadi lebih akurat dan pada akhirnya pelayanan kesehatan akan tepat sasaran. Kebijakan pemerintah Kota Malang yang memberikan layanan kesehatan yang tidak membedakan status dan strata perekonomian masyarakat. Basis data kependudukan yang valid akan memberikan suatu instruksi sendiri bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang spesifik dan tepat sasaran. Bagi masyarakat miskin yang menjadi sasaran kebijakan layanan kesehatan gratis data kependudukan yang telah berisi NIK akan menggambarkan situasi tingkat kesehatan pada suatu wilayah tertentu. Dalam konteks ini tentunya NIK tidak hanya berisi tentang data formal masyarakat akan tetapi juga data mengenai tingkat kesehatan masyarakat dengan mekanisme pengelolaan data kependudukan yang diperoleh sebelumnya melalui proses perekaman. Pengelolaan data tersebut diperoleh berdasarkan tingkat potensi suatu wilayah terkecil dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu desa atau kelurahan. Sehingga pemerintah Kota Malang dapat memperioritaskan dan mengintensifkan pelayanan kesehatan pada wilayah yang memiliki tingkat kesehatan yang rendah (untuk masyarakat miskin).

C. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan 1. Kepuasan masyarakat Memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam hal ini sebagai pengguna jasa kesehatan adalah hal yang penting yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah. Masyarakat yang puas merupakan aset yang sangat berharga kerana apabila masyarakat mempersepsikan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah baik maka selanjutnya akan berpengaruh pada integritas citra pelayanan itu sendiri. Secara sendiri masyarakat akan menjadi evaluator disisi lain, sehingga walau di berbagai kalangan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan gratis yang menjadi sasaran kebijakan pemerintah dalam pemerataan layanan kesehatan (bukan secara harfiah) namun mereka akan menjadi sebuah virus bagi masyarakat lainnya termasuk masyarakat kaya melalui berbagai media. Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan diimbangi dengan meningkatnya tingkat pendidikan di sisi lain membut masyarakat dapat dengan mudah memberi sebuah komentar pada sebuah pelayanan publik atau bahkan kebijakan. Media massa sebagai salah satu unsur yang secara signifikan membantu masyarakat dalam memberikan aspirasi dan kritiknya terhadap pemerintah sehingga secara luas siapapun bisa mengetahui seberapa jauh kebijakan dan layanan publik yang di berikan oleh pemerintah berjalan sesuai dengan kehendak masyarakat atau tidak. Dalam perkembangannya tidak jarang secara brutal masyarakat memberikan suatu bentuk protes terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dan menuntut adanya perbaikan pelayanan tersebut. Upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan dengan berbagai strategi oleh pemerintah untuk merebut hati masyarakat. Indrajit (2001) berpendapat bahwa adanya tiga macam kondisi kepuasan masyarakat berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka masyarakat akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada masyarakat kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan masyarakat maka masyarakat menjadi tidak puas. Kepuasan masyarakat merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh masyarakat dengan kenyataan yang diterima oleh masyarakat pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa masyarakat dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain : a. Kualitas produk atau jasa Masyarakat akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi masyarakat terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. b. Kualitas pelayanan Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini masyarakat akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. c. Faktor emosional

Masyarakat yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini masyarakat memilih pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan pelayanan baik membutuhkan biaya yang mahal, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. d. Harga Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan masyarakat. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka masarakat mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada masyarakat. e. Biaya Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. 3. Penilaian masyarakat terhadap pelayanan kesehatan Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Pelayanan Kesehatan. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya; tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu (Azwar, 1996). Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur kepuasan yang berefek terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi yang memberikan pelayanan kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga dapat memperoleh kepuasan yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan pada pemerintah melalui pelayanan prima. Melalui pelayanan prima, pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan diharapkan akan menghasilkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dengan pelayanan bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan pasien. Bentuk pelayanan yang efektif antara masyarakat dan pemberi pelayanan (provider) disadari sering terjadi perbedaan persepsi. masyarakat mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah yang mana secara keseluruhan memberikan kesan kepuasan terhadap masyarakat. Sedangkan provider mengartikan pelayanan yang bermutu dan efesien jika pelayanan sesuai dengan standar pemerintah. Adanya perbedaan persepsi tersebut sering menyebabkan keluhan terhadap pelayanan (Aswar,1996). Indikator dalam menilai keberhasilan pelayanan tentu saja adalah masyarakat itu sendiri. Walaupun pada kenyataanya secara alami di masyarakat telah tumbuh gap-gap yang dalam konteks ini adalah kelas sosial di bidang perekonomian. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap sasaran atau target kebijakan pemerintah dimana pemerintah harus dapat megakomodasi seluruh perbedaan kelas yang ada di masyarakat tersebut. Masyarakat yang kaya tentu saja akan menginginkan pelayanan kesehatan yang baik walaupun harus membayar biaya yang mahal. Selanjutnya disini masyarakat kaya akan memberikan kritik dan penilaiannya kepada pemerintah jika pelayanan kesehatan yang berkualitas tidak mereka dapatkan. Sehingga masyarakat tersebut akan memberikan citra negatif

terhadap pelayanan dari pemerintah serta akan mengalihkan pilihan pelayanan kesehatan pada pihak swasta. Pada dasarnya memang pemerintah Kota Malang sendiri berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh masyarakat kaya. Berbagai perbaikan tersebut juga dapat dilihat di RSSA Kota Malang yang memberikan suatu vision rumah sakit yang berkelas internasional. Kebijakan ini dapat dirasakan pada tersedianya ruangan, fasilitas dan tenaga medis yang kompeten tetapi disini lain RSSA juga memberikan suatu gambaran khas tentang sebuah pelayanan yang dikelola oleh pemerintah. Sehingga walaupun pemerintah berusaha merangkul semua masyarakat akan tetapi masih belum melakukan perbaikan secara komprehensif maka masyarakat kaya pun masih akan memberikan penilain buruk terhadap pelayanan kesehatan. Masyarakat miskin menginginkan sebuah pelayanan yang baik menurut kelasnya namun dapat dijangkau atau bahkan gratis. Sebuah penilaian yang baik akan muncul dari kelas sosial ini jika sebuah pelayanan dapat menjagkau mereka baik dari segi jarak ataupun biaya. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Layanan kesehatan yang prima adalah layanan kesehatan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik secara jarak maupun secara kelas sosial di bidang perekonomian. Pemerintah harus mengakomodasi seluruh kepentingan dan keinginan yang ada di masyarakat serta memberikan atau menyediakan layanan kesehatan berdasarkan kemauan dan tingkat kebutuhan mereka. Masyarakat yang mempunyai tingkat perkonomian tinggi (masyarakat kaya) harus disediakan layanan kesehatan yang berkualitas dengan biaya yang relatif mahal sedangan masyarakat yang mempunyai tingkat perekonomian yang rendah (masyarakat miskin) harus disediakan layanan kesehatan yang murah dan standar menurut kelas mereka. Perbedaan kelas tersebut membuat pencatatan kependudukan yang akurat dan mutakhir adalah hal mutlak yang harus dipenuhi dalam memberikan layanan kesehatan yang prima dan menyeluruh. Pemuktahiran dilakukan berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan bahwa pemerintah wajib memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk Indonesia serta mencantumkannya dalam setiap dokumen kependudukan. NIK ini digunakan sebagai dasar dalam penerbitan dokumen-dokumen kependudukan. Selain itu dengan sistem pecatatan kependudukan tunggal maka tindak kecurangan pelayanan seperti memppunyai kartu jaminan kesehatan ganda. Kepuasan masyarakat akan tercapai jika pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah bisa menyeluh dan menyentuh seleuruh lapisan masyarakat. Selain itu kepuasasn masyarakat juga diukur dari kualitas pelayanan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat tersebut adalah kualitas produk dan jasa, kualitas pelayanan, faktor emosional, harga dan biaya. Persepsi masyarakat terhadap sebuah pelayanan didasarkan atas kemauan dan kemampuan mereka dimana masyarakat kaya pelayanan yang baik adalah pelayanan yang berkualitas meskipun harus membayar dengan biaya yang relatif mahal sedangkan persepsi masyaraat miskin pelayanan yang baik adalah pelayanan yang murah dan berkualitas berdasarkan standar kelas mereka. Pemerintah harus menyelenggarakan layanan kesehatan yang berkualitas dimana pemerintah harus mengakomodasi seluruh kepentingan dan keinginan masyarakat serta pelayanan yang mampu menyentuh seluruh masyarakat. Masyarakat harus mendukung pemerintah dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas dimana masyarakat harus bertanggung jawab dan berpastisipasi dalam proses pemutakhiran data kependudukan. Peningkatan pengawasan dan evaluasi layanan kesehatan sehingga kedepannya layanan

kesehatan yang dapat menjawab keinginan masyarakat dan menjadi prioritas pemerintah dapat terpenuhi secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahab, Solochin, 2001, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Dund, William N, 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Public, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ainur Rohman, Ahmad dkk., 2008, Reformasi Pelayanan Publik, Malang: Averroes Press. Dialogue, 2004, Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Vol. 1, No. 2, Mei 2004 (175350). Romli, Lili, 2007, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Setiadi, Redhi, 2007, Memantau Daerah Menyemai Kemajuan: Otonomi Daerah dan Otonomi Award di Jawa Timur, Surabaya: JPIP. Soetomo, Masalah sosial dan Pembangunan, Pustaka Jaya, Jakarta, 1995. Notoatmodjo, Soekidjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

You might also like