You are on page 1of 17

MODUL

10
CHANNEL CODING
Untuk mengirimkan suatu informasi dari pengirim ke penerima, dilakukan beberapa proses dahulu terhadap informasi tersebut. Salah satunya adalah proses channel coding. Tahapan proses channel coding dalam sistem transmisi dapat dilihat dalam diagram blok sistem transmisi berikut :

Gambar 1.1 Diagram Blok Sistem Transmisi

Channel coding berfungsi untuk menjaga informasi atau data digital dari error yang mungkin terjadi selama proses transmisi dengan cara menambahkan bit redundansi (tambahan) ke dalam data yang akan dikirimkan. Channel code yang digunakan untuk mendeteksi error disebut error detection codes, sedangkan yang juga mampu untuk mengkoreksi kesalahan tersebut disebut error correction code.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

Menurut Shannon, error yang terjadi akibat induksi kanal ataupun media penyimpanan yang bersifat noisy dapat ditekan mencapai level tertentu tanpa mengorbankan rate transmisi informasi atau rate penyimpanan dengan menerapkan suatu mekanisme pengkodean pada informasi. Teori Shannon ini dapat direpresentasikan dalam formula : C = B log2 (1 + P/NoB ) = B log2 ( 1 + S/N ) (1.1) dimana C adalah kapasitas kanal, B adalah bandwidth transmisi (Hz), P adalah daya sinyal yang diterima (watt), dan No adalah single sided noise power density (watt/Hz). Daya yang diterima oleh receiver adalah sebesar : P = EbRb (1.2) dimana Eb adalah energi rata-rata tiap bit, dan Rb adalah bit rate transmisi. Dengan mensubstitusikan persamaan (2) ke persamaan (1) maka akan didapat : C/B = log2 (1 + EbRb/NoB ) (1.3) dimana C/B adalah efisiensi bandwidth. Tujuan utama dari teknik error deteksi dan koreksi ini adalah untuk memperbaiki performansi sistem transmisi data digital. Dengan menambahkan bit redundansi kedalam data yang akan dikirim maka akan meningkatkan rate transmisi atau dengan kata lain menambah bandwidth yang dibutuhkan jika data rate dari data aslinya diinginkan tetap. Hal ini berarti akan mengurangi efisiensi bandwidth jika kondisi SNR yang diinginkan tetap tinggi. Tetapi dengan channel coding, akan dihasilkan BER (bit error rate) yang baik pada kondisi SNR yang rendah. Inilah yang menjelaskan teori Shannon, yaitu bagaimana caranya memperbaiki error tanpa mengorbankan bit rate yaitu dengan bekerja pada SNR yang cukup rendah tetapi BER yang dihasilkan tetap baik (kecil). Channel coding beroperasi pada data digital dengan mengkodekan sumber informasi ke dalam urutan kode untuk ditransmisikan melalui kanal. Ada dua macam tipe dasar channel coding yaitu block code dan convolutional code.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

1.1 Block Code Block code merupakan salah satu kode yang bersifat forward error correction (FEC) yang mampu untuk mendeteksi dan mengkoreksi error tanpa meminta proses transmisi ulang. Block Code dapat digunakan untuk meningkatkan performansi sistem komunikasi jika cara lain seperti dengan meningkatkan daya atau menggunakan demodulator yang rumit dan mahal menjadi tidak praktis lagi. Pada block code, sejumlah bit pariti ditambahkan pada bit informasi sehingga terbentuk sebuah codeword atau code block. Pada bagian pengirim, sejumlah k bit informasi dikodekan kedalam n code bit. Dengan demikian jumlah bit redundansi yang ditambahkan pada data informasinya ada sebanyak n-k bit untuk digunakan pada proses deteksi dan koreksi error yang mungkin terjadi. Block code yang dihasilkan dapat direpresentasikan dalam bentuk (n,k) code, dan rate dari kode tersebut adalah sebesar Rc = k/n yang sebanding dengan rate transmisi dibagi dengan rate kanal. Kemampuan block code untuk mengkoreksi error yang timbul merupakan fungsi dari jarak kode (code of a distance). Selain kedua parameter code rate dan jarak kode, parameter penting lainnya adalah weight of a code.

Distance of a code (jarak kode)

Jarak dari codeword adalah jumlah elemen diantara dua codeword Ci dan Cj yang berbeda.

(1.4) dimana d adalah jarak codeword, q adalah jumlah kemungkinan nilai dari Ci, dan Cj. Jika menggunakan kode biner, jarak tersebut dikenal sebagai jarak Hamming. Jarak minimum (dmin) adalah jarak terkecil diantara dua kode tersebut dan dinyatakan dengan : dmin = Min{d(Ci,Cj)} (1.5)

Weight of a code (bobot kode)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

Weight of a code adalah nilai bobot dari codeword yaitu jumlah dari elemen bukan nol sepanjang codeword. Untuk kode biner, maka weight of code adalah jumlah bit 1 dalam codeword tersebut.

(1.6) Sifat-sifat block code adalah sebagai berikut: a. Linearity Misalkan Ci dan Cj adalah dua codeword didalam (n,k) block code. Ambil a 1 dan a 2 adalah dua nilai sembarang. Kode dikatakan linier jika dan hanya jika a 1C1+a
2

C2 juga adalah codeword.

b. Systematic Suatu kode dikatakan sistematik jika satu diantara bit-bit paritinya berfungsi sebagai penanda akhir dari suatu deretan informasi yang dikirimkan. Untuk (n,k) code, k bit pertama identik dengan bit informasi, dan n-k bit tiap codewordnya adalah kombinasi linier dari k bit informasinya. c. Cyclic Cyclic code adalah bagian dari kode linier yang mengikuti sifat cyclic shift. Jika C = (Cn1

,Cn-2,....,C0) adalah codeword dari suatu cyclic code, maka ( Cn-2, Cn-3,....,C0,Cn-1) yang

merupakan cyclic shift dari C adalah juga codeword. Karena itu semua cyclic shift dari C adalah codeword. Beberapa teknik koding block code yang sudah dikenal dapat dijelaskan secara singkat berikut ini. 1.1.1 Hamming Code Hamming code merupakan kode nontrivial untuk koreksi error yang pertama kali diperkenalkan. Kode ini dan variasinya telah lama digunakan untuk error control pada sistem komunikasi digital. Hamming code ini ada dua macam yaitu binary dan nonbinary

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

Hamming code. Binary Hamming code dapat direpresentasikan dalam bentuk persamaan berikut : (n,k) = (2m-1, 2m-1-m) (1.7) dimana k adalah jumlah bit informasi yang membentuk n bit codeword, dan m adalah bilangan bulat positif. Jumlah bit paritinya adalah sejumlah m = n-k bit. 1.1.2 Hadamard Code Hadamard code adalah teknik coding dengan cara memilih baris dari matriks Hadamard sebagai codeword. Matriks Hadamard A adalah matriks NxN dimana jumlah bit 1 dan 0 untuk tiap barisnya berbeda dari baris lainnya pada N/2 lokasi. Satu baris dari matriks ini terdiri 0 semua sedangkan sisanya terdiri dari 0 untuk N/2 baris dan 1 untuk N/2 baris. Untuk N = 2, maka matriks Hadamard-nya adalah :

(1.8) 1.1.3 Golay Code Golay code merupakan kode biner linier yang mempunyai jarak kode minimum (dmin) sebesar 7 dan memiliki kemampuan untuk mengkoreksi error sebanyak 3 bit untuk setiap codeword-nya. 1.1.4 Cyclic Code Cyclic code adalah jenis kode linier yang memenuhi sifat cyclic seperti telah dijelaskan diatas. Cyclic code dapat dihasilkan dengan menggunakan generator polinomial dengan orde (n-k). Generator polinomial (n,k) Cyclic code adalah faktor pn + 1 dan memiliki bentuk umum : g(p) = pn-k + gn-k-1 pn-k-1 + .........+ g1p + 1 (1.9) sedangkan informasi yang dibawa dapat dinyatakan dalam bentuk polinomial x(p) :

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

x(p)= xk-1pk-1 + .......+ x1p + x0 (1.10) dimana (xk-1, ........, x0) menunjukkan k bit-bit informasinya. Maka codeword yang dihasilkan adalah c(p) = x(p)g(p) (1.11) dimana c(p) adalah polinomial yang memiliki orde lebih kecil dari n. Sebagai pembangkit pariti biasanya adalah digunakan linier feedback shift register. 1.1.5 BCH Code BCH code adalah merupakan jenis block code yang penting karena mampu bekerja pada rentang rate yang lebar dan memiliki coding gain yang besar. Panjang dari block code ini adalah n = 2m-1 untuk m 3 dan jumlah error yang dapat dikoreksi berada pada nilai t < (2m-1)/2. Kode biner BCH juga dapat digunakan untuk membuat jenis kode nonbiner yang menggunakan m bit persimbolnya. Salah satu jenis kode nonbiner BCH yang paling terkenal adalah kode Reed Solomon. Kode Reed Solomon ini pertama kali digunakan pada U.S. Cellular Digital Packet Data (CDPD) yang menggunakan m = 6 bit untuk setiap simbolnya. 1.1.6 Reed Solomon Code Kode Reed Solomon merupakan jenis kode nonbiner yang mampu mengkoreksi error yang muncul secara acak dan tak terduga ( bursty) dan biasanya digunakan pada sistem koding gandeng. Panjang block code ini adalah n = 2m-1. Panjang kode ini dapat dinaikkan menjadi 2m atau 2m+1. Jumlah simbol pariti yang harus ditambahkan untuk mengkoreksi sejumlah error e adalah n-k = 2e. Jarak minimum kode ini adalah dmin = 2e +1. 1.2 Convolutional Code Convolutional code adalah jenis kode yang memiliki perbedaan mendasar dari block code dimana urutan bit informasi tidak dikelompok-kelompokkan dalam blok-blok yang berbeda sebelum dikodekan. Proses yang terjadi adalah bit informasi sebagai masukan secara kontinyu dimapping kedalam urutan bit output encoder. Teknik ini mampu

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

meningkatkan coding gain yang lebih besar dibandingkan jika digunakan block coding dengan kompleksitas yang sama. Pada pengkodean konvolusi ini, tiap codeword selain bergantung pada message yang bersesuaian juga tergantung pada m blok message sebelumnya. Satu set codeword dengan k input, n output dan tingkat memori m disebut dengan kode konvolusi (n,k,m). Rate kode didefinisikan R = k/n. Karena pengkodean konvolusi memiliki tingkat memori maka harus diimplementasikan dengan rangkaian logika sequensial. Convolutional code ini dihasilkan dengan cara melewatkan urutan bit informasi melalui sejumlah tingkat shift register. Pada umumnya shift register terdiri dari N(k bit) tingkat dan m generator polinomial seperti pada gambar 1.2. Data masukan digeser sepanjang k bit shift register pada satu kali waktu. Jumlah bit keluaran untuk tiap k bit masukan adalah n bit, dengan kode ratenya Rc = k/n. Parameter N disebut panjang constraint dan menunjukkan jumlah bit data masukan. Beberapa istilah dalam convolutional code adalah sebagai berikut : N tingkat k data bit Gambar 1.2 N Tingkat Shift Register

Generator Matriks

Generator matriks untuk convolutional code adalah semi-finite karena panjang masukan adalah semi-finite.

Generator Polinomial

Berfungsi untuk membangkitkan polinomial sesuai dengan urutan bit data masukan.

Logic Table

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

Tabel kebenaran berfungsi untuk menunjukkan keluaran dari encoder jika diberi urutan bit masukan.

State Diagram

State diagram digunakan untuk merepresentasikan proses pengkodean yang berbentuk diagram sederhana. Diagram ini akan menunjukkan kemungkinan keadaan dan transisinya dari satu keadaan ke keadaan lainnya.

Tree Diagram

Menunjukkan struktur encoder dalam bentuk diagram pohon dengan cabang-cabangnya menunjukkan variasi keadaan dan keluaran yang mungkin terjadi.

Trellis Diagram

Merupakan bentuk penyederhanaan dari diagram pohon yang merupakan representasi dari keluaran encoder jika diberi masukan secara lebih kompak. Decoder berfungsi untuk memperkirakan masukan dari encoder (informasi yang dikirimkan) dengan menggunakan aturan atau metoda tertentu yang menghasilkan kemungkinan jumlah error paling minimum. Dengan mengingat bahwa urutan bit kode memiliki hubungan khusus satu-satu dengan urutan bit informasinya. Urutan bit informasi dan kodenya secara unik dapat direpresentasikan pada diagram trellis. Teknik convolutional code ini ada banyak macamnya, salah satu metoda yang paling populer adalah algoritma Viterbi. Algoritma ini pertama kali diperkenalkan oleh A.J. Viterbi. 1.2.1 Algoritma Viterbi Jika kita nyatakan keadaan Sj pada waktu i pada node diagram trellis sebagai Sj,i maka setiap node pada diagram trellis dapat ditunjukkan oleh nilai V(Sj,i). Nilai-nilai node pada diagram trellis dapat dihitung dengan cara berikut : 1. Tentukan nilai V(S0,0) = 0 dan i = 1

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

2. Pada waktu i, hitunglah nilai dari bagian jalur untuk semua jalur yang masuk ke semua node. 3. Tentukan V(Sj,i) sebesar nilai bagian jalur terkecil yang masuk ke node yang berkorespondensi dengan keadaan Sj pada waktu i. 4. Jika i < L+m, dimana L adalah jumlah masukan segmen kode ( k bit untuk tiap segmen) dan m adalah panjang dari shift register encoder yang terpanjang, maka nilai berubah menjadi i = i+1 dan kembali ke langkah 2. Selain kedua jenis teknik channel coding diatas, pada akhir dekade '80-an setelah melalui penelitian panjang diperkenalkan teknik koding baru. Teknik koding ini berbeda dengan kedua teknik koding diatas, tetapi masih ada hubungan erat dengan teknik yang dipakai pada pengkodean konvolusi. Teknik pengkodean baru ini disebut sebagai turbo coding. Turbo code ini berdasar pada algoritma kode gandeng secara paralel. Kelebihan teknik turbo coding ini, selain memiliki coding gain yang besar, juga memiliki kinerja yang baik pada nilai SNR yang rendah. Karena itu teknik coding ini sangat baik diterapkan pada kondisi operasi signal to noise ratio yang sangat rendah. Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Quadrature Phasa Shift Keying (QPSK) punya dua kali efisiensi bandwidth dari BPSK, karena 2 bit ditransmisikan dalam simbol modulasi tunggal. Phasa dari carrier diperoleh pada 1 dari 4 harga ruang, seperti 0, /2, , dan 3/2, dimana harga dari phasa korespon ke pasangan unik dari message bit. Sinyal QPSKuntuk simbol ini dapat didefenisikan sebagai: SQPSK (t) = (2Es/Ts) cos[2fct + (i-1) /2] ; 0 t Ts i=1,2,3,4 Dimana Ts adalah durasi simbol dan ekivalen dengan dua kali perioda bit. Dengan menggunakan identitas trigonometri, persamaan di atas dapat ditulis untuk interval 0 t Ts sebagai: SQPSK (t) = (2Es/Ts). cos [(i-1) /2]cos(2fct)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

- (2Es/Ts) .sin [(i-1) /2]sin(2fct) Jika fungsi basis 1(t) = (2Es/Ts).cos(2fct) , 2(t) = (2Es/Ts).sin(2fct) adalah didefenisikan pada interval 0tTs untuk himpunan sinyal QPSK, kemudian empat sinyal dalam himpunan ini dapat diekspresikan dalam sinyal basis sebagai berikut: SQPSK (t) = {Es. cos [(i-1) /2].1(t) - Es .sin [(i-1) /2].2(t)}; i = 1,2,3,4 Berdasarkan representasi ini, sebuah sinyal QPSK dapat dibuat dengan menggunakan sebuah dua dimensi diagram konstelasidengan empat point. Dari digram konstelasi sinyal QPSK, dapat dilihat bahwa jarak antara titik adjacent adalah 2Es. Karena tiap simbol koresponden dengan dua bit, kemudian Es = 2 Eb, kemudian jarak antara dua titik tetangga dalam konstelasi QPSK adalah ekivalen dengan 2Eb. Dengan mensubsitusikan persamaan ini, rata-rata probability bit error dalam additive white Gaussian noise (AWGN) channel adalah diperoleh sebagai: Pe,QPSK = Q((2Eb/No)) Sebuah terjangan mengakibatkan probabilitas error bit pada QPSK adalah identik dengan BPSK, tapi dua kali sebagaimana banyak data dapat dikirimkan dalam bandwidth yang sama. Seterusnya ketika dibandingkan ke BPSK, QPSK menyediakan dua kali efisiensi spektral dengan nyata efisiensi energi sama. Mirip ke BPSK, QPSK dapat juga di kodekan secara diferensial untuk membolehkandeteksi non koheren. Spektrum dan Bandwidth dari Sinyal QPSK Power Spektral Density sinyal QPSK dapat diperoleh dalam sebuah kemiripan untuk penggunaan BPSK, dengan perioda bit Tb dipindahkan dengan perioda simbol Ts. Akibatnya, PSD sebuah sinyal QPSK menggunakan pulsa kotak dapat dituliskan sebagai: PQPSK = Es/2[((sin(f-fc)Ts)/ (f-fc)Ts)2 + ((sin(-f-fc)Ts)/ (-f-fc)Ts)2 ]

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

10

= Eb[((sin2(f-fc)Ts)/ 2(f-fc)Ts)2 + ((sin2(-f-fc)Ts)/ 2(-f-fc)Ts)2 ] Bandwidth RF null-to-null adalah ekivalen ke bit rate R b yang mana adalah setengah dari sinyal BPSK. Transmisi QPSK dan Teknik Deteksi Dalam sebuah transmiter QPSK tipikal, aliran message binary unipolar mempunyai bit rate Rb dan yang pertama dikonversikan ke dalam no-return-to-zero (NRZ) menggunakan sebuah konverter unipolar ke bipolar. Aliran bit m(t) adalah kemudian split ke dalam dua aliran bit mI(t) dan mQ(t) (aliran in-phase dan quadrature), tiapnya mempunyai bit rate Rs = Rb/2. Aliran bit mI(t) disebut aliran even dan mQ(t) disebut aliran odd. Dua deret binary adalah dimodulasi sebagian dua carrier 1(t) dan 2(t), yang adalah dalam quadrature. Dua sinyal yang dimodulasi, tiap yang mana dapat dipertimbangkan menjadi sinyal BPSK, adalah dibuat memproduksi sinyal QPSK. Filter output dari modulasi meringkas power spektrum sinyal QPSK dengan band yang dialokasikan. Untuk receiver QPSK koheren, filter bandpass dikedepankan menghilangkan noise band dan interferensi channel berdekatan. Output yang difilter adalah split ke dalam dua bagian, dan tiap bagian adalah dimodulasikan secara koheren menggunakan carrier in-phase dan quadrature. Carrier koheren digunakan untuk demodulasi adalah dicakup dari sinyal penerima menggunakan sirkit recovery carrier. /4 QPSK Modulasi /4 QPSK adalah teknik quadrature phase shift keying yang merupakan gabungan antara OQPSK dan QPSK dalam hal transisi fasa maksimum yang dibolehkan. Yang mungkin dapat dimodulasi dalam mode coherent atau noncoherent. Dalam /4 QPSK, perubahan fasa maksimum dibatasi pada 135o,

sebagai pembanding dengan 180o untuk QPSK dan 90o untuk OQPSK. Sehingga, batas sinyal /4 QPSK menjaga envelope agar constant yang lebih baik dari batas sinyal QPSK, tapi lebih rentan terhadap perubahan envelope daripada OQPSK. Yang lebih menarik dari QPSK adalah QPSK dapat dideteksi secara noncoherent, yang mana dapat menyederhanakan disain receiver. Lebih lanjut, telah ditemukan bahwa dengan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

11

adanya multipath spread dan fading, /4 QPSK lebih baik dari OQPSK[Liu89]. Sangat sering dijumpai, sinyal /4 QPSK dicodekan secara differential untuk implementasi yang lebih mudah dari deteksi differential atau demodulasi noncoherent dengan perubahan fasa dalam memperoleh sinyal carrier. Ketika dikodekan secara differential, /4 QPSK disebut sebagai /4 DQPSK. Dalam modulator QPSK, batas singnaling dari sinyal yang dimodulasi dipilih dari dua sinyal QPSK yang digeser /4 satu dengan yang lainya. Gambar 1 menunjukkan dua konstelasi yang digabungkan dimana link diantara dua sinyal menunjukkan kemungkinan terjadi perubahan fasa. Switching diantara dua konstelasi, setiap bit yang berurutan memastikan bahwa setidaknya ada pergeseran fasa yang mana kelipatan dari /4 radian diantara symbol yang berurutan. Hal ini memastikan bahwa ada perubahan fasa untuk setiap symbol, yang mana membuat receiver dapat melakukan recovery dan sinkronisasi. 1. Teknik Transmisi /4 QPSK Blok diagram dari transmitter /4 QPSK ditunjukkan pada gambar 2. input timing

berupa aliran bit yang dipisahkan oleh konverter serial-to-paralel (S/P) ke dua aliran data parallel mI,k dan mQ,k , masing-masing dengan symbol rate sama dengan setengah dari nilai bit rate. K in-phase dan pulsa quadrature, Ik dan Qk adalah hasil dari pemetaan sinyal berdasarkan waktu kT t (k+1)T dan menemukan nilai awalnya, Ik-1 dan Qk-1, begitu juga dengan k, yang mana merupakan fungsi k, yang mana

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

12

Gambar 1. diagram kontelasi dari sinyal /4 QPSK : (a) keadaan yang mungkin untuk k ketika k-1 = n /4; (b) keadaan yang mungkin ketika k-1 = n /2; (c) semua keadaan yang mungkin adalah fungsi dari symbol input mIk dan mQk. Ik dan Qk mewakili pulsa segiempat yang terdapat dalam satu durasi symbol yang mempunyai amplitudo diberikan oleh Ik = cos k = Ik-1 cos k Qk-1 sin k Qk = cos k = Ik-1 sin k Qk-1 cos k

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

13

dimana k = k-1 + k k dan k-1 adalah symbol dari k dan symbol dari k-1. pergeseran fasa k berhubungan dengan symbol input mIk dan mQk seperti yang ditunjukan oleh table 1. Information bits mIk, mQk 11 01 00 10 Tabel 1 Phase shift k /4 3/4 -3/4 -/4

Gambar 2. Generic /4 QPSK transmitter 2. Teknik Deteksi /4 QPSK Karena implementasi hardware yang mudah, deteksi differential sering digunakan untuk mendemodulasi sinyal /4 QPSK. Dalam kanal AWGN, BER hasil dari deteksi /4 QPSK secara differential sekitar 3 dB di bawah QPSK, sedangkan dengan menggunakan deteksi coherent didapat BER yang sama dengan QPSK. Dalam bit rate yang rendah, kanal fast Rayleigh fading, deteksi differential menawarkan error yang rendah karena

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

14

tidak mengandalkan sinkronisasi fasa. Ada berbagai jenis teknik deteksi yang digunakan untuk deteksi sinyal /4 QPSK. Diantaranya adalah baseband differntial detection, IF differential detection, dan FM discriminator detection. Baik baseband maupun IF differential detector menentukan fungsi cosine dan kemudian perbedaan fasa langsung dengan cara noncoherent. 2.1 Baseband Differential Detection Gambar 3 menunujukan blok diagram dari baseband differential detector. Input berupa sinyal /4 QPSK dimodulasi quadrature dengan menggunakan dua osilator local yang mempunyai frekuensi yang sama seperti sinyal carrier yang tidak dimodulasi pada transmitter, tapi dapat berbeda fasa. Jika k = tan-1 sine dari perbedaan fasa, dan menentukan perbedaan fasa tersebut, FM discriminator mendeteksi

(Qk / Ik ) adalah fasa dari carrier karena adanya bit data k, output wk dan zk dari dua low pass filter dalam in-phase and quadrature arms dari demodulator dapat dinyatakan sebagai wk = cos (k - ) zk = sin (k - )

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

15

dimana adalah pergeseran fasa yang disebabkan oleh noise, propagasi, dan interferensi.

Gambar 3. Blok diagram dari detektor baseband differential 2.2 IF Differential Detector Detector IF differential yang ditunjukkan oleh gambar 4 menghindari kebutuhan akan local osilator dengan mengunakan delay line dan dua detektor fasa. Sinyal yang diterima dikonversi ke sinyal IF dan difilter oleh BPF. Filter bandpass dirancang agar sesuai dengan bentuk pulsa yang dikirimkan, sehingga fasa dari sinyal carrier dijaga dan meminimalkan noise. Untuk meminimalkan efek dari ISI dan noise, bandwidth dari filter dipilih 0.57/ Ts [Liu91]. Sinyal IF yang diterima dikodekan kembali dengan menggunakan delay line dan dua mixer. Bandwidth sinyal output dari detector differential dua kali dari sinyal baseband pada transmitter. 2.3 FM Discriminator

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

16

Gambar 5 menunjukan blok diagram dari detektor FM discriminator untuk /4 QPSK. Pertama-tama sinyal input difilter dengan menggunakan bandpass filter yang sesuai dengan sinyal yang dikirimkan. Sinyal yang telah difilter kemudian dibatasi untuk menghilangkan fluktuasi selubung (envelop). Proses hardlimiting menjaga perubahan fasa sinyal input dan sehingga tidak ada informasi yang hilang. FM discriminator meng-extract simpangan frekuensi yang mana ketika terjadi integrasi pada periode tiap symbol yang memberikan perbedaan fasa antara dua sampling. Perbedaan fasa ini kemudian dideteksi oleh comparator threshold level empat untuk mendapatkan sinyal yang asli. Perbedaan fasa juga dapat dideteksi dengan menggunakan detector fasa modulo-2. Detector fasa modulo-2 memperbaiki BER dan mengurangi efek dari click noise[Feh91].

Gambar 4. Blok diagram dari detektor IF differential untuk /4 QPSK

Gambar 5. Detektor FM discriminator untuk demodulasi /4 DQPSK

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

DUDI NUGROHO

SISTEM KOMUNIKASI II

17

You might also like