You are on page 1of 17

APENDIKSITIS

A. Konsep Teori 1. a. Pengertian Laparatomi Eksplorasi Menurut Donna D. Ignatavicus (1995:1615) dan Dr.Med.Ahmad Ramali (2000:194), laparatomi eksplorasi adalah pembedahan untuk membuka rongga perut memeriksa abnormalitas rongga perut. b. Apendiktomi Menurut Donna D. Ignatavicus (1995: 1615) dan Smeltzer and Bare (Alih bahasa Agung Waluyo, 2001: 1097), apendiktomi adalah tindakan membuang apendiks yang terinflamasi. c. Apendiksitis Perforasi Apendiksitis perforasi adalah peradangan pada apendiks bila terjadi kerapuhan dinding apendiks yang telah menjadi gangren. (FKUI, 2001:307). d. Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi pertonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera. (Smeltzer and Bare. Alih bahasa Agung Waluyo. 1996:1097) Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-ogan abdomen (misalnya apendiksitis, salpingitis), ruptura saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. (Sylvia Anderson Price.Alih bahasa Peter Anugrah. 1995: 401) Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa Post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi atas indikasi peritonitis lokal akibat apendiksitis perforasi adalah suatu keadaan pasca operasi pembedahan perut untuk mengangkat apendiks yang terinflamasi karena adanya komplikasi inflamasi peritonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera akibat penyebaran infeksi dari apendiksitis yang telah mengalami perforasi. 2. a. b. c. d. Etiologi Menurut Syamsuhidayat dan Wim De Jong (2004: 640), penyebab apendiksitis adalah Infeksi bakteria Sumbatan lumen apendiks Hiperplasia jaringan limfe Fekalit dengan

e. f. g. h.

Tumor apendiks Cacing askaris Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica Diet rendah serat Sedangkan etiologi peritonitis menurut Smeltzer and Bare (Alih bahasa Agung Waluyo,

2001: 1103) dan Sudarth and Smith (1995: 441) adalah a. Penyebab Primer 1) 2) b. Penyebab Sekunder 1) Pada pasien infeksi gastrointestinal seperti apendiksitis perforasi, hernia incarcerata, typhoid perforasi, ileus obstruktif dll. 2) Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal. 3. Manifestasi Klinis Menurut R. Syamsuhidayat dan Wim De Jong (2004:644) manifestasi klinis pada klien dengan peritonitis akibat apendiksitis perforasi adalah: a. Demam tinggi b. Nyeri yang makin hebat yang meliputi seluruh perut c. Perut menjadi tegang dan kembung d. Nyeri tekan e. Defans muskuler f. Peristaltik menurun sampai hilang g. Malaise h. Leukositosis 4. Patofisiologi Apendiksitis biasanya disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Bakteria patogen (streptococci, pneumococci, gonococi) Pasien dengan sirosis atau nephrosis

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum sehingga menimbulkan nyeri di daerah kuadran bawah. Keadaan ini disebut dengan apendiksitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendiksitis gangrenosa. Bila inding telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendiksitis perforasi. Infeksi yang terjadi dapat masuk ke peritoneal lewat sistem vaskular. Sehingga peritonium mengalami infeksi. Adanya proliferasi bakterial, terjadi edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. 5. a. Penatalaksanaan Medis Manajemen medis Sampai pembedahan dilakukan, yang dapat dilakukan adalah pemberian cairan intra vena dan anti biotik. (Joyce M. Black et al, 1995: 1636). b. 1) Pembedahan Pra Pembedahan Pada apendiksitis perforasi, persiapan pra bedah mencakup pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Penurunan suhu tubuh, antibiotika dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intra vena. Pada apendiksitis dengan penyulit peritonitis umum, umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan dalam kondisi hipovolemi serta hipertensi. Hipovolemi diakibatkan oleh puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti edema oran intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal. Persiapan pra bedah: pemasangan sonde lambung untuk dekompresi, pemasangan kateter untuk kontrol produksi urine, rehidrasi, antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena, obat-obatan penurun panas. 2) Pembedahan Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melibihi 38 derajat, produksi urine 1-2 ml/ kgBB/ jam. Nadi dibawah 120 X/ menit. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Pada peritonitis lokal akibat apendiksitis perforasi dilakukan eksisi pada (apendiks), reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi) dan drainase (abses). Dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat

dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Selain itu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia untuk menghindari infeksi. Dua atau empat kateter mungkin dimasukan sebagai drain rongga perut dan sebagai rute irigasi post operasi. 3) Post Pembedahan Perlu dilakukan observasi tanda- tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermi atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan untuk tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi semi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik spektrum luas dilanjutkan dengan antibiotik sesuai kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif bila ada. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 612 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase. 6. Komplikasi Komplikasi dari post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i perotinitis lokal e.c apendiksitis perforasi adalah adanya komplikasi pada sistem respiratori seperti atelektase dan statis pneumonia akibat efek anestesi terutama anestesi dengan cara inhalasi. Pada sistem sirkulasi dapat terjadi thrombophlebitis yang timbul akibat vena statis dengan faktor risiko akibat efek anestesi dan kurang bergerak. Adanya dehisensi luka dapat terjadi sekitar 1 % dari kasus bedah abdomen akibat banyak batuk, muntah, distensi, dehidrasi ataupun infeksi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. a. 1) a) Identitas Klien Kaji usia dan jenis kelamin klien. Perforasi timbul 93 % pada anak- anak dibawah usia 2 tahun dan antara 40-75 % kasus terjadi diatas usia 60 tahun. (FKUI, 1999: 181). Sedangkan jenis kelamin perlu dikaji karena apendiksitis terjadi 1,3-1,6 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita. (FKUI, 1999: 177). b) Identitas Penanggung Jawab Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, pekerjaan, agama, alamat dan hubungan dengan klien. 2) (1) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Alasan Masuk RS Klien umumnya datang dengan keluhan nyeri, spasme dinding otot perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam dan malaise. (FKUI, 2001:309) Umumnya nyeri yang dirasakan bertambah bila bergerak, terutama bila batuk dan ekstensi ekstrimitas bagian bawah dan berkurang bila berbaring dan mengangkat kaki mendekati perut untuk menahan tekanan pada otot abdomen. Nyeri dirasakan hebat pada area epigastrium atau periumbilikal dan menyebar ke abdomen kuadran bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus daripada hilang timbul. Nyeri dirasakan berat. (2) Keluhan Saat Dikaji Klien dengan post operasi laparatomi + apendiktomi umumnya mengeluh nyeri, keluhan nyeri akan bertambah bila klien bergerak dan menurun jika diistirahatkan dengan kaki ditekuk, nyeri bersifat tajam yang dirasakan terus menerus/ hilang timbul, nyeri dirasakan pada area operasi dan cenderung dirasakan dari sedang sampai berat. b) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji kebiasaan menahan BAB, kebiasaan makan makanan pedas, rendah serat dan makanan biji-bijian. Kaji adanya penyakit Diabetes Melitus dan TB paru yang dapat menghambat proses penyembuhan luka, riwayat pembedahan Pengkajian Pengumpulan Data Data Demografi

perut, riwayat penyakit kanker dan jantung, riwayat menderita cacingan dan riwayat alergi obat dan protein. Riwayat merokok yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. c) Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga. 3) a) (1) pedas dan biji-bijian. Setelah sakit kaji adanya penurunan intake nutrisi akibat anoreksia, mual/muntah akibat efek anestesi dan rasa tak sedap pada mulut. Selain itu kaji konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C yang dapat mempercepat penyembuhan luka. (2) alkohol dan kopi. Setelah operasi, kaji frekuensi dan jumlah intake cairan yang masuk peroral. b) (1) Eliminasi BAK Pada saat sebelum operasi ditemukan adanya peningkatan frekuensi berkemih dan rasa sakit saat berkemih bila apendiks menempel pada kandung kemih Pada klien post operasi, kaji jumlah urine selama 24 jam dan adanya ketidaknyamanan akibat adanya kateterisasi. (2) kebiasaan menahan BAB. Kaji adanya konstipasi post operasi akibat efek anestesi yang menurunkan peristaltik usus. c) Istirahat Tidur BAB Eliminasi sebelum operasi, kaji adanya diare atau konstipasi dan Minum Sebelum sakit, kaji adanya kebiasaan sedikit minum dan konsumsi Pola Aktivitas Sehari-hari Nutrisi Makan Sebelum sakit perlu dikaji adanya diet rendah serat, berasa asam dan

Kaji kebiasaan istirahat tidur klien sebelum sakit secara kualitas dan kuantitas. Perlu dikaji adanya gangguan istirahat tidur akibat nyeri yang dapat merangsang RAS sehingga klien dalam keadaan waspada. d) Personal Hygene Sebelum sakit perlu dikaji pola kebersihan diri klien meliputi mandi, keramas, gosok gigi dan gunting kuku. Kaji adanya penurunan kemampuan untuk kebersihan diri klien akibat kelemahan dan nyeri yang meliputi mandi, keramas, gosok gigi dan gunting kuku. e) Aktivitas Kaji aktivitas klien sehari-hari sebelum sakit. Pada klien post operasi umumnya mengalami penurunan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri. 4) a) Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan Pada klien dengan post operasi kaji adanya penumpukan sekret dan pernafasan yang cepat dan dangkal, suara nafas ronchi dan rales dan peningkatan respirasi akibat nyeri. b) Sistem Kardiovaskular Klien luka post operasi kaji peningkatan nadi dan tekanan darah, konjungtiva pucat, penurunan Hb, adanya hipotensi orthostatik, kaji CRT, akral klien untuk mengetahui fungsi perfusi jaringan dan homan sign. c) Sistem Pencernaan Pada klien dengan post operasi ditemukan mulut kering dan distensi abdomen. Terdapat mual, muntah dan anoreksia, distensi abdomen dan nyeri. Terdapat luka operasi dan drain sehingga perlu dikaji keadaannya, adanya tanda- tanda infeksi seperti kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan fungsio laesa. Terjadi penurunan peristaltik akibat efek anestesi selama 24 jam dan berangsur- angsur peristaltik normal kembali. Kaji adanya konstipasi (teraba masa akibat pengerasan feses di kuadran kanan bawah) dan setelah efek anestesi hilang mungkin masih terdapat mual dan tidak nafsu makan. d) Sistem Perkemihan Pada klien post operasi mungkin ditemukan adanya pemasangan kateter sesuai indikasi dan penurunan jumlah urine output akibat adanya kekurangan volume

cairan. Kaji adanya kateterisasi dan keadaan kebersihan kateter dan kulit sekitar kateter seperti adanya kemerahan, nyeri atau perasaan ketidaknyamanan. 2) Data psikologis Kaji adanya kecemasan, gelisah 3) Data sosial Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien tidak akan ikut serta dalam aktivitas sosial atau menarik diri akibat adanya nyeri, kelemahan dan kelelahan. 4) Data spiritual Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan agama yang dianutnya.. harapan klien terhadap masayang akan datang, dan kegiatan keagamaan selama klien sakit. 5) Data Penunjang Data penunjang yang diperlukan pada klien dengan apendiksitis perforasi menurut Doengoes (2001: 509) dan FKUI (2001: 308), yaitu : (a) Pemeriksaan Laboratorium
-

dan konsep diri dan koping klien

akibat

penyakit, keprihatinan finansial dan hospitalisasi.

Leukosit : Diatas 12.000 mm3 : normal, tetapi mungkin ditemukan eritrosit/ leukosit : Dapat menyatakan adanya pergerakan material dari apendiks

- Neutrofil: meningkat sampai 75 % - Urinalisis (b) Radiologi Foto abdomen (c) USG USG dilakukan bila terjadi infiltrat apendikularis b. Analisa Data Adapun diagnosa yang muncul pada klien dengan gangguan sistem pencernaan :post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i peritonitis difusa e.c apendiksitis perforasi menurut Doengoes (Alih bahasa I Made Kariasa, 2001), Carpenito (Alih bahasa Ester Monica, Setiawan, 1999) dan Engram (Alih bahasa Surhayati Samba, 1998), antara lain: a. bedah Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi 2. Diagnosa Keperawatan (fekalit), ileus terlokalisir.

b.

Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan cairan abnormal

c. d.

Nyeri berhubungan dengan insisi bedah Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet.

e. f. cairan

Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anestesi, hipoksia jaringan dan ketidakcukupan nutrisi dan

3. Perencanaan Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Menurut Doengoes, (alih bahasa I Made Kariasa, 2000:762), Carpenito (Alih bahasa Ester Monica, Setiawan, 1999) dan Engram (Alih bahasa Surhayati Samba, 1998), adalah: a. prosedur invasif, insisi bedah Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : - Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar - Bebas tanda infeksi, eritema - Bebas dari demam Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital terutama suhu. Perhatikan demam, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen

Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan

Rasional
1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan, suhu tubuh yang meningkat adalah salah satu tanda dari terjadinya infeksi jika suhu tubuh meningkat akan mempengaruhi tanda vital lainnya. Dugaan infeksi/ terjadinya sepsis,

abses dan peritonitis 2. Ganti verband sesuai aturan 2. Verband yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti teknik aseptik 3. Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi akan mengurangi risiko kontaminasi bakteri. 3. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dan aliran limfe (dimanifestasikan dengan edema, kemerahan, drainase) epitelisasi dan dan (ditandai pengingkatan penurunan 4. Ajarkan faktor-faktor a. dehidrasi pada klien tentang 4. dapat a. Penelitian melaporkanbahwa migrasi epitel dihambat di bawah krusta kering; gerakan tiga kali lebih cepat di atas jaringan basah. b. Infeksi luka b. dan penutupan luka c. hidrasi tidak adekuat Nutrisi dan c. Untuk memperbaiki harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dan hidrasi yang adekuat untuk transpor vaskular dari oksigen dan zat sampah d. suplai darah Gangguan d. pada adekuat leukosit sampah e. Peningkatan stres atau aktivita berlebihan e. Peningkatan stress dan aktivitas mengakibatkan peningkatan kadar kalon, suatu jaringan untuk dan Suplai cedera membuang darah harus zat Eksudat pada luka terinfeksi merusak epitelisasi dengan teknk aseptik

dengan pemisahan luka). yang

memperlambat penyembuhan luka: Jaringan luka

mentranspor

penghambat miotik yang menekan regenerasi epidermal 5. Berikan antibiotik sesuai indikasi 5. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya abdomen. 6. Berikan paling sedikit 2 liter cairan setiap hari ketika melaksanakan terapi antibiotik 6. Cairan membnatu menyebarkan obat ke jaringan tubuh pada rongga

b.

Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan cairan abnormal Tujuan : Volume cairan adekuat Kriteria hasil : - Mempertahankan kesimbangan cairan - Membran mukosa lembab - Turgor kulit baik - Tanda-tanda vital stabil - Haluaran urine adekuat Intervensi
1. 2. 3. Awasi TD dan nadi Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/ konsentrasi, berat jenis 4. 5. Auskultasi bising usus 4. Berikan sejumlah kecil 5. minuman jernih bila permasukan oral di mulai, dan dilanjutkan dengan diet sesuai toleransi Mandiri 6. Berikan perawatanmulut 3. 2. 1. Tanda mengidentifikasi intravaskular Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk masukan peroral Menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk menimbulkan kehilangan cairan

Rasional
yang fluktuasi membnatu volume

sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir Kolaborasi 7. Pertahankan gaster/ usus penghisapan

6.

Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah

7.

Selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera dekompresi pasca operasi untuk usus, meningkatkan

8.

Berikan elektrolit

cairan

IV

dan

istirahat usus, mencegah muntah.

8.

Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan mengakibatkan Dehidrasi dan ketidakseimbangan. volume dapat sirkulasi, hipovolemia. terjadi

c.

Nyeri berhubungan dengan insisi bedah Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya rasa tidak nyaman Kriteria hasil : - Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol - Postur tubuh rileks - Klien mampu istirahat/ tidur dengan tepat Intervensi
1. Kaji nyeri, catat lokasi, 1. karakteristik (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat. keefektifan pnyembuhan. karakteristik terjadinya dan intervensi. 2. 2. Pertahankan semifowler istirahat dengan Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdimen bawah atau pelvis, menghilangkan posisi terlentang. 3. Meningkatkan normalisasi fungsi tegangan abdomen yang bertambah dengan

Rasional
Berguna dalam obat, nyeri abses/ pengawasan kemajuan pada menunjukan peritonitis,

Perubahan

memerlukan upaya evaluasi medik

3.

Dorong ambulasi dini

organ , contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen. 4. Fokus perhatian kembali,

4.

Berikan aktivitas liburan 5.

meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. Menurunkan gaster/ muntah 6. Menghilangkan intervensi terapi lain. nyeri, Contoh: mempermudah kerja sama dengan ambulasi, batuk. ketidaknyamanan

Kolaborasi: 5. Pertahankan puasa/ penghisapan NG awal Kolaborasi 6. Berikan analgesik sesuai indikasi

pada peristaltik usus dini dan iritasi

7.

Berikan abdomen

kantong

es

pada 7.

Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan ujung syaraf. kompres Catatan: panas Jangan karena lakukan dapat

menyebabkan kongesti jarinngan.

d.

Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet. Tujuan : Nutrisi adekuat Kriteria hasil : - BB klien tetap atau meningkat - Porsi makan klien habis - Klien memahami pentingnya nutrisi terhadap penyembuhan luka Intervensi
1. Jelaskan pentingnya masukan 1. nutrisi harian yang optimal

Rasional
Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan firoblas dan jaringan granulasi serta produksi kolagen

2.

Anjurkan klien untuk makan 2. porsi sedikit tapi sering

Dengan makanan sedikit demi sedikit diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi Makanan yang hangat dapat

3.

Anjurkan klien untuk makan 3.

makanan yang hangat 4. Lakukan oral hygene 4.

mengurangi

rasa

mual

sehingga

menambah selera makan klien Mulut bersih dapat membuat klien nyaman dan meningkatkan nafsu makan 5. Berikan indikasi antiemetik sesuai 5. Anti emetik dapat menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi

6.
6. Pertahankan cairan IV

Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit

e.

Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi Kriteria hasil : - Klien tidak mengeluh susah tidur - Klien dapat tidur 7-8 jam sehari - Klien tampak segar Intervensi
1. Berikan penjelasan pada klien tentang pentingnya istirahat tidur

Rasional
1. Transfer informasi sehingga klien mengetahui pentingnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur agar tubuh menjadi relaks dan segar, daya tahan tubuh tetap stabil dan mengembalikan stamina/ tenaga.

2. Ciptakan lingkungan yang nyaman 2. Dengan lingkungan yang nyaman dan dengan cara : Tanyakan pada klien kebiasaan sebelum tidur Lingkungan yang tenang Merapihkan tempat tidur Mengatur posisi tidur klien sesuai kenyamanan 3. Anjurkan klien untuk minum susu 3. Didalam susu mengandung zat lactoferin yang dapat merangsang hangat sebelum tidur kantuk. tenang akan mendukung untuk memenuhi kebutuhan tidur klien.

4. Anjurkan klien untuk membatasi 4. Kafein dapat memperlambat pasien makanan/ minuman yang untuk segar. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk 5. Obat pemberian obat hipnotik hipnotik dapat RAS menurunkan sehingga perangsangan tidur tahap REM, mengandung kafein mengakibatkan pasien tidak merasa

membantu klien untuk memenuhi kebutuhan istirahat tidur.

f. cairan

Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anestesi, hipoksia jaringan dan ketidakcukupan nutrisi dan Tujuan : Klien dapat beraktivitas secara mandiri Kriteria hasil : - Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri - Klien dapat beraktivitas sesuai kemampuan Intervensi
1. klien untuk Mtivasi beraktivitas : membiarkan kaki klien menjuntai ditempat tidur, atur posisi tidur agar kepala lebih tinggi, dan anjurkan moblisasi secara bertahap 1.

Rasional
Mobilisasi bertahap memungkinkan sistem kardiopulmonal klien untuk kembali pada status klien sebelum dapat hipotensi sakit, menjuntaikan kaki membantu meminimalkan peninggian

orthostatik,

bagian kepala dapat mengurangi stress pada jalur jahitan 2. 2. Motivas i klien untuk memenuhi kebutuhan ADLnya sendiri sesuai kemampuan Partisipasi klien dalam perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologinya dan mengurangi kelelahan akibat ketidak aktifan, harga dan juga dan teratur lebih dapat memperbaiki 3. jadual 4. 4. Anjurka n kepada keluarga untuk membantu Rencan akan periode istirahat teratur sesuai 3. dirinya

kesejahteraanya. Periode memungkinkan Agar berpartisipasi istirahat tubuh keluarga untuk

menghemat dan memulihkan energi memenuhi

kebutuhan ADL klien

kebutuhan ADL klien yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh klien
4. Implementasi

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et al, 1996). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tahapdalam tindakan keperawatan: persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam, 2001:63). 5. Evaluasi Evaluasi terdiri dari 2 komponen, yaitu: a. Evaluasi Proses (Formatif) Fokus dari tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan.. Evaluasi ini harus segera dilakukan setelah perencanaan b. keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan tindakan. (Nursalam, 2001: 74) Evaluasi hasil (sumatif) Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. (Nursalam, 2001: 74).

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall., Alih bahasa Monica Ester dan Setiawan, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta. Corwin, Elizabeth.J., Alih bahasa Brahnmu. 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta. Djuharie, O. Setiawan., 2001, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi, Yrama Widya, Bandung.

Doengoes, Marilynn.E., Alih bahasa I Made Kariasa, 2001, Rencana Asuhan Keperwatan, EGC, Jakarta. Engram, Barbara., Alih bahasa Suharyati Samba, 1998, Rencana Asuhan Keperwatan Volume 1 dan 3, EGC, Jakarta.

You might also like