You are on page 1of 96

ANALISA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PEGAWAI TETAP DAN PENGARUHNYA UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL

EKONOMI TERHADAP FAKULTAS LAPORAN LABA/ RUGI PADA PT. JAYA PROGRAM STRATA I AKUNTANSI

MARTA SENTOSA

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI


Nama : ANITA Skripsi Untuk memenuhi sebagian NIM : 2003-12-079 Persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program / Jurusan : S-I / Akuntansi Judul Diajukan Oleh : Pasal : Analisa Perhitungan Pajak Penghasilan 21 Pegawai Tetap Dan Pengaruhnya Terhadap NIM : 2003 12 079 Laporan Laba / Rugi Pada PT. Jaya Marta Sentosa.

NAMA : ANITA

Jakarta, September 2008 Dosen Pembimbing

Mengetahui, Ketua Jurusan

( Abubakar Azhary, SE, Ak, M.Acc )

( Adrie Putra, SE, MM )

PROGRAM STUDI S-I AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA 2008

UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL FAKULTAS EKONOMI PROGRAM S-1 AKUNTANSI LEMBAR PENGESAHAN Nama : Anita NIM : 2003-12-079 Jurusan : Akuntansi Konsentrasi : Perpajakan

Telah dinyatakan lulus ujian Skripsi pada tanggal 12 September 2008 dihadapan pembimbing dan penguji di bawah ini : Tim Penguji : Anggota Penguji : 1. Adrie Putra, SE, MM ( ........................... ) 2. Drs. Daulat Freddy, SE, Ak, MM ( ........................... )

Jakarta, 12 September 2008 Universitas Indonusa Esa Unggul Pembimbing, Ketua Jurusan Akuntansi

(Abubakar Azhary, SE, Ak, M.Acc)

(Adrie Putra, SE, MM)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis, serta selawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta kerabat dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan judul Analisa Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Laba/ Rugi PT. Jaya Marta Sentosa . Adapun

tujuan dan maksud pembuatan proposal skripsi ini yaitu sebagai salah syarat bagi penulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk menyelesaikan studi sarjana strata satu jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonusa Esa Unggul. Sebagai bagian dari proses belajar, penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, mengingat pengetahuan, kemampuan, serta pengalaman penulis yang masih terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak maka skripsi ini dapat penulis selesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas terselesaikannya pembuatan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Ibu Prof. DR. Kemala Motik Abdul Gafur, SE, MM. Selaku Rektor Universitas Indonusa Esa Unggul. 2. Bapak DR. Erman Munzir selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonusa Esa Unggul.

iii

3. Bapak DR. Hasyim, M.Ed, selaku pembantu Dekan I Bidang Akademis Universitas Indonusa Esa Unggul. 4. Ibu R.A. Nurlinda, SE,MM, selaku pembantu Dekan II bidang akademis Universitas Indonusa Esa Unggul. 5. Bapak Adrie Putra, SE, MM, selaku Ketua Jurusan Akuntasi Fakultas Ekonomi Universitas Indonusa Esa Unggul. 6. Bapak Abubakar Azhary, SE, Ak, MAcc selaku pembimbing materi skripsi, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan perhatiannya kepada penulis, dalam memberikan bimbingan dan arahan yang sangat membantu dalam menyusun skripsi ini. 7. Para Dosen Fakultas Ekonomi khususnya Akuntansi dan seluruh civitas akademika Universitas Indonusa Esa Unggul yang memberikan bantuan baik kegiatan akademik maupun non akademik dalam penulisan skripsi ini. 8. Ibu Mulyati selaku Manager Accounting yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data-data akuntansi perusahaan yang berhubungan dengan perpajakan dan memberikan pengarahan, bimbingan dan waktu yang diberikan dalam menyusun skripsi ini. 9. Kedua orang tua, Bapak (Alm) dan Ibu yang memberikan doa serta dukungan dan perhatiannya yang tiada henti-hentinya kepada penulis. 10. Tov Trosky Sianturi yang selalu memberikan motivasi dan dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

iv

11. Teman-teman terutama Gina Anggraeni, Christine, Lani Indria, Nur Apriyani, Senator, Kurniawan, Chairil, Intry, Erri atas dukungan dan bantuannya dalam menyusun skripsi ini. 12. Seluruh karyawan BAS Consultant terutama Mba Lis, Endari, Yulia, Ika, Friska Vinny, Rina atas dukungan dan bantuannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan yang tidak berkenan dan tidak memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca . Penulis mohon kritik dan saran dari para pembaca dan apabila ada kata-kata yang tidak berkenan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jakarta, September 2008 Penulis

(Anita)

ABSTRAKSI

Anita, Analisa Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Laba/ Rugi Pada PT. Jaya Marta Sentosa ( dibawah bimbingan Abubakar Azhary, SE, Ak, Macc) Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dipungut atau dikenakan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dan atau berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain, dengan nama dan bentuk. Pajak Penghasilan Pasal 21 di Indonesia diatur dalam UU No. 7 tahun 1983 dan mengalami perubahan terakhir yaitu UU No. 17 tahun 2000. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa perhitungan pajak penghasilan pasal 21 pegawai tetap yang ditanggung oleh pegawai, ditanggung oleh pemberi kerja, dan dengan diberikan tunjangan pajak serta pengaruhnya terhadap laporan laba rugi perusahaan. Hasil analisa dari penerapan metode-metode perhitungan pajak penghasilan pasal 21 serta pengaruhnya terhadap laporan laba/ rugi perusahaan, maka yang paling besar laba bersihnya adalah metode pajak penghasilan pasal 21 yang ditanggung oleh pegawai dan pajak penghasilan pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja, sedangkan arus kas keluar yang sehubungan dengan pajak maka yang paling kecil adalah pajak penghasilan pasal 21 yang ditanggung oleh pegawai. Alternatif yang paling meyakinkan adalah dengan menerapkan pajak penghasilan pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak karena arus kas keluar untuk PPh Badannya lebih kecil dibandingkan dengan metode pajak penghasilan pasal 21 yang ditanggung pegawai/ pemberi kerja.

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul Halaman Persetujuan i Lembar Pengesahan . ii Kata Pengantar . iii Abstaksi vi Daftar Isi .. vii Daftar Tabel . ix Daftar Gambar .. x Daftar Lampiran ... xi Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah 3 C. Perumusan Masalah Penelitian ... 3 D. Tujuan Penelitian ... 4 E. Manfaat Penelitian . 4 F. Sistematika Penelitian . 5 Bab II Landasan Teoritis A. Tinjauan Pustaka 7 B. Pengertian Pajak Penghasilan . 16 C. Pajak Penghasilan Pasal 21 22 D. Laporan Laba/ Rugi 36 E. Pajak Penghasilan Pasal 25 . 37 F. Kerangka Pemikiran ... 38

vii

Bab III Metodelogi Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian .... 41 B. Jenis dan Sumber Data ... 41 C. Metode Pengumpulan Data 42 D. Metode Pengolahan/ Analisis Data 43 E. Definisi Operasional Variabel 43 Bab IV Gambaran Umum Perusahaan A. Sejarah Singkat Perusahaan ........................................................................ 45 B. Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................ 46 C. Struktur Organisasi ..................................................................................... 47 D. Kegiatan Perusahaan ................................................................................... 51 Bab V Analisa dan Pembahasan A. Kebijakan Perusahaan Terhadap Sumber Daya Manusia ........................... 53 B. Perhitungan PPh Pasal 21 Yang Ditanggung Oleh Pegawai ....................... 54 C. Perhitungan PPh Pasal 21 Yang Ditanggung Oleh Pemberi Kerja ............. 60 D. Perhitungan PPh Pasal 21 Dengan Diberikan Tunjangan Pajak ................. 66 E. Pengaruh Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Terhadap Laporan Laba Rugi ...................................................................................... Bab VI Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ................................................................................................. 80 B. Saran ........................................................................................................... 82 Daftar Pustaka .. 84 75

viii

DAFTAR TABEL

2.1 Tarif Pajak Pasal 17 Orang Pribadi UU PPh No. 17 Tahun 2000 .............. 32 2.2 PTKP Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.137/PMK.03/2005 .. 33 2.3 Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan ......................................................... 38 5.1 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Karyawan (Ditanggung Karyawan) .............................................................................. 5.2 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Karyawan (Ditanggung Pemberi Kerja) ....................................................................... 5.3 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Karyawan (Dengan Diberikan Tunjangan Pajak) ......................................................... 5.4 Total Biaya-Biaya gaji dengan Tiga Jenis Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ....................................................................................................... 5.5 Biaya Pajak Penghasilan Pasal 21 ................................................................. 76 5.6 Perbandingan PPh Pasal 21 terhadap Laporan Laba Rugi Fiskal ................. 77 5.7 Kas Keluar Sehubungan Dengan Pajak ........................................................ 78 75 74 66 59

ix

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 40 4.1 Struktur Organisasi ..................................................................................... 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lamp I Lamp II Lamp III Lamp V

Daftar Gaji Pegawai Tetap Setahun Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 1721 tahun 2007 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 1771 tahun 2007 Surat Keterangan Penelitian Tugas Akhir

Lamp IV Laporan Laba/ Rugi Fiskal PT. Jaya Marta Sentosa

xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik material maupun spiritual. Agar dapat mewujudkan tujuan pembangunan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha pemerintah adalah dengan mencari sumber dana yang berasal dari dalam negeri yang berupa pajak. Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi rakyat kini menjadi penerimaan negara yang sangat diandalkan dan salah satunya adalah Pajak Penghasilan Pasal 21. Sejalan perkembangan pembangunan yang berlangsung, pemerintah telah menyempurnakan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, seperti Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh ) yang pada awalnya diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 dan telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 yang berlaku sejak 1 Januari 2000. Wajib Pajak (WP) sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 1 UU No.16 Tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) di 1

artikan sebagai subjek yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak. PPh dikenakan terhadap WP berkenaan dengan penghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak. Untuk meningkatkan kesadaran anggota masyarakat sebagai WP, pemerintah (fiskus) memberi kepercayaan untuk dapat menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ketentuan ini disebut self assessment atau penetapan oleh WP itu sendiri. Dalam pelaksanaan perpajakan, terdapat perbedaan kepentingan antara WP dan pemerintah. WP berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti meminimalkan kemampuan ekonomis WP. Sedangkan pemerintah memerlukan dana yang besar untuk penyelenggaraan pemerintahan yang penerimaannya sebagian besar dari pajak. Adanya perbedaan kepentingan ini menyebabkan WP cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak. Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain atas pekerjaan , jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh pekerja dikenakan PPh pasal 21. Penyetoran PPh pasal 21 ini dilakukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja, dalam hal ini adalah PT. Jaya Marta Sentosa.

Menurut Keputusan Direktur Pajak nomor KEP 15/PJ/2006 adalah ketentuan perhitungan PPH pasal 21, diantaranya adalah PPh pasal 21 yang ditanggung oleh pegawai tetap, PPh pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja, dan PPh pasal 21 dengan tunjangan pajak. Dari ketentuan tersebut dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perhitungan laba/rugi. Bagi perusahaan, pajak adalah salah satu unsur penting dalam operasi perusahaan karena hampir semua transaksi yang dilakukan perusahaan tidak terlepas dari masalah pajak. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul ANALISA PERHITUNGAN PAJAK

PENGHASILAN PASAL 21 PEGAWAI TETAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN LABA/RUGI PT. JAYA MARTA SENTOSA. B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Identifikasi masalah dalam penulisan ini adalah mengenai analisis perhitungan antara pajak penghasilan paal 21 atas pegawai tetap yang ditanggung oleh pegawai atau ditanggung oleh pemberi kerja atau diberikan tunjangan pajak serta pengaruhnya terhadap laporan Laba/Rugi tahun 2007. C. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan dengan judul penelitian dan uraian diatas, maka penulis mencoba merumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Berapa besar jumlah PPh pasal 21 yang ditanggung pegawai, ditanggung pemberi kerja atau dengan diberikan tunjangan pajak.

2. Bagaimana pengaruh perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas pegawai tetap yang ditanggung pegawai, ditanggung pemberi kerja atau dengan diberikan tunjangan pajak terhadap laporan laba rugi perusahaan. 3. Metode pembebanan pajak penghasilan pasal 21 mana yang sebaiknya diterapkan oleh perusahaan. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui besarnya PPh pasal 21 jika perusahaan menerapkan pajak penghasilan pasal 21 pegawai tetap yang ditanggung oleh karyawan, ditanggung oleh pemberi kerja dan diberikan tunjangan pajak. 2. Untuk mengetahui besarnya PPh pasal 21 jika perusahaan menerapkan pajak penghasilan pasal 21 pegawai tetap yang ditanggung oleh karyawan, ditanggung oleh pemberi kerja dan diberikan tunjangan pajak. 3. Untuk mengetahui metode pembebanan pajak penghasilan pasal 21 mana yang sebaiknya diterapkan. E. Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk penulis Dapat menambah pengetahuan dan wawasan perpajakan yang diterapkan di negara kita yang didapat pada waktu perkuliahan.

2. Untuk Perusahaan Sebagai Informai dan masukan yang positif bagi pihak manajemen khususnya dalam melakukan penghematan pajak. 3 Pihak Lain Sebagai bahan pertimbangan atau referensi dalam mempelajari, membahas dan memahami mengenai pajak penghasilan pasal 21. Sebagai bahan masukan dan bacaan bagi yang berminat menambah atau memperdalam pengetahuan dibidang perpajakan. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini merupakan gambaran singkat dari tiap-tiap bab, untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam laporan skripsi ini. Adapun uraian dan susunan sistematika penulisan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulis dan sistematika penulisan BAB II Landasan Teori Bab ini berisikan mengenai tinjauan pustaka yang menjelaskan teori-toeri yang berkaitan dengan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Laporan Laba/Rugi serta kerangka pikir.

BAB III Metodelogi Penelitian Bab ini menjelaskan tentang metodelogi penelitian yang digunakan, tempat dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode dalam pengolahan dan analisis data serta definisi operasional data. BAB IV Gambaran Umum Perusahaan Bab ini menjelaskan tentang profil perusahaan yang meliputi sejarah singkat, visi dan misi, struktur organisasi serta tugas dan tanggung jawab dan kegiatan perusahaan. BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menjelaskan tentang analisis perhitungan pajak penghasilan pasal 21 terhadap laporan keuangan PT. Jaya Marta Sentosa. BAB VI Kesimpulan dan Saran Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang dibuat penulis dari keseluruhan serta analisis yang dilakukan berdasarkan data-data yang ada dan saran yang dikemukan oleh penulis.

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pajak Pajak merupakan pungutan tetapi dengan sifat khusus, artinya pajak dipungut tanpa adanya jasa timbal balik dari pemerintah secara langsung ditujukan kepada wajib pajak yang bersangkutan. Dan jasa timbal baliknya biasanya ditujukan untuk kepentingan bersama atau kepentingan umum, contohnya adalah pembangunan. Di bawah ini beberapa pengertian pajak yang telah dikemukan oleh beberapa para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro. pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 1 b. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh P. J. A. Andriani. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak untuk membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 2

1 2

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005, hal. 1 Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajak an Indonesia, Salemba Empat Patria, Jakarta, 2003, hal. 4

Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 3 a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publik invesment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. 2. Fungsi pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi terlihat adanya 2 fungsi pajak, yaitu : a. Fungsi Penerimaan ( Budgeter). Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Sebagai contoh yaitu
3 4

Ib id, hal 5. Ib id, hal 8.

dimasukkannya pajak dalam APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur ( Reguler ). Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Sebagai contoh yaitu pengenaan pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah, pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. 3. Jenis Pajak Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat dan menurut lembaga pemungutnya. a. Menurut golongannya. 5 1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi Tiga, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 7.

10

2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terhutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. b. Menurut Sifatnya. 6 1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas barang Mewah (PPnBm). c. Menurut Lembaga Pemungutnya. 7 1) Pajak Negara (pajak pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

6 7

Mardiasmo, op.cit, hal. 5. Ib id, hal. 6.

11

negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai. 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat satu (pajak propinsi) maupun daerah tingkat dua (pajak kabupaten/ kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh : a) Pajak propinsi : pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. b) Pajak kabupaten/ kota : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan. 4. Tata Cara Pemungutan Pajak Tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak. a. Stelsel Pajak.8 Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu : 1) Stelsel nyata (riil), Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui. Kelebihan stelsel nyata adalah perhitungan pajak didasarkan pada penghasilan yang
8

Siti Resmi, op. cit, hal. 9.

12

sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis. Kekurangan stelsel nyata adalah pajak baru dapat diketahui pada akhir periode sehingga wajib pajak akan dibebani jumlah pajak yang tinggi pada akhit tahun. 2) Stelsel anggapan (fiktif). Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Contohnya adalah penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak yang terhutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang terhutang tahun sebelumnya. Dengan stelsel ini berarti besarnya pajak yang terhutang pajak pada tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal tahun yang bersangkutan. Kelebihan stelsel fiktif adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu sampai akhir tahun. Kelemahan stelsel fiktif adalah pajak yang dibayar tidak berdasar pada keadaan yang sesungguhnya, sehingga penentuan pajak tidak akurat. 3) Stelsel campuran, Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Yaitu pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. Jika

13

besarnya pajak berdasarkan sesungguhnya lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus membayar kekurangan tersebut. Sebaliknya jika besarnya pajak sesunggunya lebih kecil daripada pajak menurut anggapan maka kelebihan tersebut dapat diminta kembali atau dikompensasikan pada tahun berikutnya. b. Asas Pemungutan Pajak. 9 Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu : 1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal), yaitu asas yang menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Jadi setiap wajib pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal diwilayah Indonesia (wajib pajak dalam negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. 2) Asas Sumb er, yaitu asas yang menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak eatas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak 3) Asas Kebangsaan, yaitu menyatakan bahwa pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di
9

Ib id, hal. 10.

14

Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia. c. Sistem Pemungutan Pajak. 10 1) Official Assesment System , yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang.Ciri-ciri official assesment sistem adalah : a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang berada pada fiskus. b) Wajib pajak bersifat pasif. c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assesment System , yaitu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3) With Holding System , yaitu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.

10

Waluyo dan Wirawan B Ilyas, loc. cit, hal. 5.

15

5. Tarif Pajak11 a. Tarif Proporsional (Sebanding) Adalah tarif berupa presentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak maka semakin besar pula jumlah pajak yang terhutang dengan kenaikan secara proporsional atau sebanding. b. Tarif Progresif (Meningkat) Adalah tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.Tarif progresif dibedakan menjadi tiga yaitu : 1) Tarif Progresif-Proporsional, yaitu tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap. 2) Tarif Progresif-Progresif, yaitu tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat. 3) Tarif Progresif-Degresif, yaitu tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan presentase tersebut semakin menurun.

11

Siti Resmi, op. cit, hal. 14-17

16

c. Tarif Tetap Adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar pengenaan pajak. Di Indonesia tarif tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapa pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp. 6.000,-. Bea materai juga dikenakan atas dokumen-dokumen atau surat perjanjian tertentu yang ditetapkan dalam peraturan tentang bea materai. d. Tarif Degresif Adalah tarif pajak persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar. B. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur pajak penghasilan di Indonesia adalah UU No. 17 tahun 2000. 1. Subjek Pajak Penghasilan 12 a. Subjek Pajak Penghasilan Menurut UU No. 17 Tahun 2000 1) Subjek pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
12

Ibid, hal. 61.

17

2) Subjek pajak yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. 3) Subjek pajak badan, adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, BUMN, BUMD. 4) Subjek pajak bentuk usaha tetap (BUT), adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha di Indonesia. b. Subjek Pajak Penghasilan Dalam Negeri 1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

18

c. Subjek Pajak Penghasilan Luar Negeri 1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. 2) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. d. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan. 13 1) Badan perwakilan negara asing. 2) Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka. 3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

13

Ibid, hal. 64.

19

4) Pejabat-pajabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia (WNI). 2. Objek Pajak Penghasilan 14 a. Objek Pajak Penghasilan 1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undangundang. 2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. 3) Laba usaha. 4) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta. 5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. 7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis) dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8) Royalti.
14

Ibid, hal. 66

20

9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11) Keuntungan kerena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 12) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14) Premi asuransi. 15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. b. Bukan Objek Pajak Penghasilan. 15 1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. 2) Warisan. 3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
15

Ibid, hal 69.

21

4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah. 5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, Koperasi, BUMN, BUMD, dar i penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia. 7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 9) Bagian laba yang diperoleh atau diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. 10) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

22

11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. C. Pajak Penghasilan Pasal 21 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 menurut UU PPH Pasal 21, adalah : Pajak Penghasilan 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa. Baik yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 16 1. Pihak Yang Wajib Memotong, Menyetor, dan Melaporkan . Yang bertindak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disingkat Pemotong Pajak, adalah :
17

a. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan, atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

Tulis S. Meliala, Perpajak an d an Akuntansi Pajak Edisi Tiga, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006 , hal. 99. 17 Waluyo dan Wirawan B Ilyas, op. cit, hal. 144
16

23

b. Bendaharawan pemerintah termasuk pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan kedutaan besar Republik Indonesia diluar negeri yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. c. Dana pensiun badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua. d. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. e. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri. f. Yayasan (dibidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olah raga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi masa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apa pun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah honorarium, atau imbalan dengan nama apa pun

24

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. g. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan. h. Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lain yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalm negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. 2. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Hak Pemotong Pajak PPh Pasal 21 : 1) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan pasal 21. Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pengajuan permohonan dilakukan selambatlambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. 2) Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam satu bulan takwim dengan PPH Pasal 21 yang

25

terhutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. 3) Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya. 4) Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Bagian tahun pajak atau tahun pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 5) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil. 6) Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan

26

alasan yang jelas dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut. b. Kewajiban Pemotong pajak PPh pasal 21 : 1) Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. 2) Pemotong pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. 3) Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPH pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kantor pos atau bank BUMN atau bank BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambatselambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya. 4) Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke kantor pelayanan pajak atau ke kantor penyuluhan pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim selanjutnya.

27

5) Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima jaminan hari tua, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun. 6) Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPH pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. 7) Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 undangundang nomor 17 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2000. 8) Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 ke Kantor Pelayanan pajak tempat pemotong pajak terdaftar. 9) Pemotong pajak wajib melampiri SPT tahunan PPh pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk

28

pengisian SPT tahunan PPh pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan 10) Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT tahunan PPh pasal 21 selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. 3. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21. 18 1) Pegawai adalah setiap orang pribadi , yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja, baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN atau BUMD. 2) Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara tertatur terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.

18

Siti Resmi, op. cit, hal. 139.

29

3) Tenaga lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima atau memperoleh imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 4) Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. 5) Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukan. 6) Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan. 7) Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak. b. Bukan Subjek Pajak 1) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan dan bekerja pada dan bertempat tinggal bersama, dengan syarat bukan warga negara Indonesia. 2) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000

30

tentang organisasi-organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan. 4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 19 a. Objek Pajak 1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, tunjangan (istri, anak, jabatan, transport, pajak, iuran pensiun, pendidikan anak, beasiswa) premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya. 2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan lainnya yang bersifat tidak tetap. 3) Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima pegawai tidah tetap atau tenaga kerja lepas , serta uang saku harian/ mingguan yang diterima calon pegawai.

19

Ibid, hal. 141.

31

4) Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, atau jaminan hari tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sehubungan dengan pemutusan hubungn kerja (PHK). 5) Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak pribadi dalam negeri. 6) Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium yang sifatnya tidak tetap yang diterima oleh pejabat negara. 7) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak selain pemerintah. b. Bukan Objek Pajak 1) Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 2) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh pemerintah maupun wajib pajak. 3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

32

4) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja. 5) Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan jaminan hari tua yang dibayar sekaligus oleh Jamsostek, yang jumlah brutonya tidak lebih Rp. 25.000.000,-. 6) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan / atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau di sahkan oleh pemerintah. 5. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Tarif Pajak Pasal 17 Orang Pribadi UU PPh No. 17 Tahun 2000

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Penghasilan Kena Pajak Rp. 0,- s/d Rp. 25.000.000,- 5 % Diatas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- 10 % Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 15 % Diatas Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,- 25 % Diatas Rp. 200.000.000,- 35 %
Sumber Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan

33

Untuk menghitung besarnya PPh yang terhutang, kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan-pengurangan sebagai berikut : a. Biaya jabatan, yang besarnya adalah 5% (lima persen) dari penghasilan bruto dan jumlah maksimum yang diperkenankan sebesar Rp. 1.296.000,- setahun atau Rp. 108.000,- sebulan. b. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP), besarnya PTKP ditentukan sebagai berikut :
Tabel 2.2. PTKP Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 137/ PMK. 03/ 2005

Keterangan Setahun Sebulan Untuk diri Wajib Pajak Rp. 13.200.000,00 Rp. 1.100.000,00 Tambahan untuk pegawai kawin Rp. 1.200.000,00 Rp. 100.000,00 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang Rp. 1.200.000,00 Rp. 100.000,00

34

Sistematis rincian perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Penghasilan bruto : xxx xxx xxx xxx

Gaji sebulan Tunjangan PPH

Tunjangan dan honorarium lainnya

Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan Pemotongan PPh pasal 21 xxx xxx

6.

Jumlah penghasilan bruto (jumlah 1-5) Pengurangan :

7.

Biaya jabatan (5% x penghasilan bruto, maksimal Rp. 108.000,00 sebulan) xxx

8. 9.

Iuran pensiun atau iuran THT/ JHT xxx Jumlah pengurang (jumlah 7 dan 8) Penghitungan PPh pasal 21 : xxx xxx (xxx)

10. 11. 12. 13. 14. 15.

Penghasilan neto sebulan (6-9)

Penghasilan neto setahun/ dietahunkan (10 x 12 bulan) Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) (xxx) xxx xxx

Penghasilan kena pajak setahun (11 12)

PPh pasal 21 yang terhutang (13 x tarif pasal 17) PPh pasal 21 yang dipotong sebulan (14 : 12 bulan)

xxx

35

Contoh Pegawai tetap dengan gaji bulanan Sudiro bekerja pada peruahaan PT. Jaya Sejahtera, memperoleh gaji sebulan Rp. 2.500.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 62.000,- sebulan. Sudiro belum menikah. Perhitungan pemotongan PPh pasal 21 adalah : Gaji sebulan Pengurangan : 1. Biaya jabatan : 5% x Rp 2.500.000,-, maksimal Rp. 108.000,2. Iuran pensiun Rp. 62.000,Rp. 170.000,Penghasilan neto sebulan Rp. 2.330.000,Rp. 2.500.000,-

Penghasilan neto setahun : 12 x Rp 2.330.000,- Rp. 27.960.000,3. PTKP setahun : - Untuk WP sendiri PKP setahun Rp. 13.200.000,-

Rp. 14.760.000,738.000,-

PPh pasal 21 terhutang : 5% x Rp. 14.760.000,- Rp. PPh pasal 21 sebulan : Rp 738.000,- : 12 Rp

61.500,-

36

D Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang menunjukan pendapatanpendapatan dan biaya - biaya dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu.20 Unsur-unsur penting dari laporan laba rugi terdiri atas : 1. Pendapatan Adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha atau pelunasan utangnya (atau kombinasi keduanya) selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. 2. Harga Pokok Penjualan Adalah harga pokok produksi ditambah harga pokok persediaan barang jadi awal periode dan dikurangi harga pokok persediaan barang jadi akhir periode. 3. Biaya Usaha Adalah aliran keluar atau pemakaian lain aktiva atau timbulnya utang (atau kombinasi keduanya) selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. Biaya usaha ini umumnya dipisahkan menjadi dua yakni :

20

Zaki Baridwan, Intermediate Accounting, Yogyakarta, 2004, h al. 2

37

a. Biaya Penjualan Adalah biaya yang mencakup biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan penjualan dan pengiriman barang dagangan. b. Biaya Umum dan Administrasi Meliputi biaya-biaya pengawasan umum dan penyelenggaraan adminitrasi kantor, pemeliharaan catatan akuntansi, pembelian, korespondensi umum, penagihan piutang, dan lain-lain. 4. Pendapatan dan Biaya Lainnya. Adalah penghasilan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan yang tidak ada hubungannya dengan uaha pokok peruahaan. 5. Pos-pos Luar Biasa Adalah laba atau rugi dari transaksi-transaksi yang jarang dilakukan yang timbul dari hal-hal yang luar biasa. E Pajak Penghasilan Pasal 25 Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan atas penghasilan yang diperoleh badan dalam tahun pajak

38

berjalan. Laba yang diperoleh badan merupakan objek penghasilan. Laba untuk perhitungan pajak disebut laba kena pajak (taxable income). Tabel 2.3. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 10 % Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 15 % Diatas Rp. 100.000.000,- 30 %
Sumber Undang-Undang No. 17 tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan

Besarnya angsuran dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan (PPh pasal 25) sama dengan PPh yang terhutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : 1. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh pasal 22. 2. PPh yang dibayar/ terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 24. Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. F Kerangka Pemikiran Pajak merupakan salah satu unsur penting dalamn operasional perusahaan karena hampir semua transaksi yang dilakukan tidak terlepas dari masalah perpajakan. Bagi perusahaan pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba berih perusahaan, oleh karena itu banyak wajib pajak yang berusaha meminimalkan beban tersebut untuk mengoptimalkan laba perusahaan.

39

Penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain atas pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh pekerja dikenakan PPh paal 21. Penyetoran PPh pasal 21 ini dilakukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja.

40

PT. JAYA MARTA SENTOSA

Gaji Karyawan

Penghasilan Kena Pajak

Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh pasal 21 Ditanggung Pegawai

PPh pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja

PPh pasal 21 Diberikan Tunjangan Pajak

PPh Badan PPh Badan PPh Badan

Laba Setelah Pajak Laba Setelah Pajak Laba Setalah pajak

Perbandingan/ Analisa

Kesimpulan dan Saran

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

41

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan objek penelitian yaitu pada kantor PT. Jaya Marta Sentosa yang beralamat di Jl. Pondok Kopi No. 52 , Jakarta-Timur. 2. Waktu Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 sampai dengan selesai.

B. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data Jenis data yang akan digunakan selama penelitian sebagai berikut : a. Data Kualitatif Data yang berbentuk kata, skema, kalimat dan gambar data yang diperlukan. b. Data Kuantitatif Data yang berbentuk angka. Data yang diperoleh bersifat kuantitatif dianalisis dengan menggunakan perhitungan dan metode-metode penerapan yang bisa dinilai dengan satuan tertentu, sehingga

41

42

hubungan antara variable yang satu dengan yang lain dapat dinilai kualitasnya. Tujuannya agar pembaca dapat memahami permasalahan dengan akurat. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapat dengan melakukan peninjauan terhadap data yang diperoleh dari perusahaan untuk dijadikan bahan penelitian dan analisis oleh penulis. Data tersebut diperoleh melalui informasi dari kepustakaan dengan membaca buku perpajakan, undangundang perpajakan, serta laporan lain perusahaan seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi, daftar gaji, laporan keuangan, dan lainlain. C. Metode Pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data-data yang keterangannya maupun sumber-sumbernya diperlukan penulis antara lain : 1. Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) Penulis mencari data-data melalui buku-buku yang dikumpulkan dan juga literatur-literatur yang diperoleh dari perpustakaan, tentunya data dan informasi tersebut berhubungan dengan bahan penelitian penulis.

43

2. Penelitian Lapangan ( Field research ) Penulis melakukan pencarian data primer dengan cara melakukan pengamatan dan peninjauan langsung kepada staf akuntansi dan perpajakan perusahaan. D. Metode Pengolahan / Analisis Data Metode yang digunakan penulis dalan penyusunan laporan penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan oleh penulis karena dengan metode tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai data yang dikumpulkan kemudian diolah dan diharapkan dapat menyelidiki pokok permasalahan yang ada agar menjadi jelas. E. Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa variabel yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut : 1. PPh pasal 21 Adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, seperti yang dinyatakan dalam UU PPh No. 17 tahun 2000.

44

2. PPh pasal 21 ditanggung pegawai Adalah PPh pasal 21 yang dipotong pegawai setiap bulannya. Jadi gaji bersih yang diterima pegawai adalah gaji pokok dikurangi PPh pasal 21-nya. 3. PPh pasal 21 ditanggung pemberi kerja Adalah PPh pasal 21 pegawai dibayar oleh pemberi kerja. Jadi, pegawai tidak menanggung PPh pasal 21. Biaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk menanggung PPh pasal 21 pegawainya tidak boleh dibebankan sebagai biaya dalam perhitungan laba/ Rugi menurut ketentun perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 4. Tunjangan Pajak Tunjangan dalam bentuk pembayaran pajak yang diberikan pemberi kerja untuk pegawainya dan merupakan penghailan bagi pegawainya sehingga dalam perhitungan PPh pasal 21 tunjangan pajak terebut ditambahkan dalam penghailan yang diterima. 5. Laporan Laba/ Rugi Ikhtiar yang meringkas pendapatan dan biaya perusahaan untuk menunjukan laba bersih atau rugi selama jangka waktu tertentu.

45

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Jaya Marta Sentosa yang berkedudukan di Jl. Pondok Kopi No.52, Jakarta Timur didirikan sejak bulan Juni 1995 dengan nomor NPWP 01.720.862.8.008.000, dihadapan notaris Liliana Erawati dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam surat keputusan nomor C2-13.541.HT.01.01.Th.95 tertanggal 23 Oktober 1995. PT. Jaya Marta Sentosa melakukan usahanya dipasar domestik. Perusahaan ini melayani jasa dalam distribusi material listrik, penjualan alatalat listrik, dan pemasangan listrik. Saat ini, PT. Jaya Marta Sentosa telah tumbuh dan berkembang menjadi sebuah perusahaan yang handal dan tangguh sehingga berdaya saing tinggi. Beberapa pembangunan pusat perkantoran baik yang berada di dalam kota maupun diluar kota telah mempercayakan urusan instalasi listriknya kepada PT. Jaya Marta Sentosa. Perusahaan ini didirikan atas prakarsa Bapak Andrew Wijaya yang bertempat tinggal di Jl. Tebet Timur No. 90 Jakarta, dan Ibu Mieke Nugraha yang bertempat tinggal Jl. Pluit Sakti Raya No. 7 Jakarta. Dalam Struktur organisasi, Ibu Mieke Nugraha menjabat sebagai Komisaris, sedangkan Bapak Andrew Wijaya menjabat sebagai Direktur. Bapak Andrew Wijaya menjabat sebagai Direktur karena beliau memiliki latar belakang pendidikan dan

45

46

pengalaman yang mendukung kegiatan operasi perusahaan, sehingga PT. Jaya Marta Sentosa menjadi salah satu perusahaan yang banyak digunakan oleh para kontraktor dalam menangani masalah dalam instalasi listrik. PT. Jaya Marta Sentosa pada awal operasinya hanya mempekerjakan masing- masing satu orang untuk setiap divisi, dan pengerjaan proyek ditangani dan diawasi langsung oleh Bapak Andrew Wijaya, sedangkan keuangan diawasi langsung oleh Ibu Mieke Nugraha. Setelah perusahaan berjalan dan banyak menerima proyek-proyek besar, maka para pimpinan perusahaan tidak mampu untuk melakukan semu a tugas tersebut sendiri. Oleh karena itu, mereka mulai memperkerjakan para staff untuk membantu para kepala bagian dalam melaksanakan tugasnya. B. Visi dan Misi Perusahaan Dalam menjalankan usahanya, PT. Jaya Marta Sentosa mempunyai pedoman yang tertuang dalam visi dan misi. 1. Visi Perusahaan Menjadi salah satu perusahaan kontraktor yang unggul dan maju. 2. Misi perusahaan a. Memberikan pelayanan terbaik kepada para klien. b. Dapat melayani semua masalah instalasi listrik. c. Dapat terus bersaing dengan para perusahaan kontraktor sejenis. d. Dapat terus mengembangkan inovasi-inovasi baru didalam bidang elektrikal.

47

C. Struktur Organisasi Pada hakikatnya setiap badan usaha dapat menyusun struktur organisasi yang berbeda sesuai dengan kebijakan dan tujuan yang akan dicapai. Struktur organisasi menggambarkan bagaimana suatu organisasi beroperasi melalui pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih antara para karyawan dalam melakukan tugasnya. Semakin besar suatu perusahaan akan semakin rumit pembagian tugas yang harus dilakukan dan menyulitkan para pimpinan dalam melakukan pengawasan. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk memiliki struktur organisasi yang baik agar aktivitas dalam perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Struktur organisasi PT. Jaya Marta Sentosa dapat dilihat pada gambar 4.1

48

Komisaris

Direktur Utama

Manajer Operasional

Manajer Akuntansi & Keuangan

Manajer Pembelian

Manajer Proyek

Manajer Umum

Staf Staf Staf Staf

Gambar 4.1 Struktur Organisasi

49

Adapun uraian tugas dan wewenang dari masing-masing divisi pada PT. Jaya Marta Sentosa adalah sebagai berikut : 1. Komisaris a. Mengawasi, mengatur dan menilai pelaksanaan tugas direktur dan manajer-manajer dalam menjalankan kegiatan perusahaan. b. Menentukan arah dan kebijaksanaan perusahaan. 2. Direktur Utama a. Memimpin perusahaan secara keseluruhan melalui koordinasi dan pengawasaan terhadap kegiatan perusahaan, serta pengendalian terhadap sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan. b. Merumuskan tujuan kebijaksanaan perusahaan. c. Memeriksa dan menyetujui rencana-rencana dan program-program penting. d. Memimpin dan mengevaluasi kegiatan perusahaan secara menyeluruh. 3. Manajer Operasional a. Bertanggung jawab kepada Direktur Utama atas segala kegiatan operasional perusahaan. b. Mengawasi, mengatur dan menilai tugas para manajer-manajer agar berjalan dengan baik, efektif serta mengkoordinasikan agar pekerjaan dilapangan dapat berjalan dengan baik. c. Memeriksa laporan keuangan sebelum disampaikan kepada Direktur Utama.

50

4. Manajer Akuntansi dan Keuangan a. Mengurus segala proses transaksi keuangan perusahaan. b. Meng- update piutang usaha dan hutang usaha. c. Mencatat semua hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan termasuk menyusun laporan keuangan. d. Bertanggung jawab atas pengeluaran dan penerimaan uang baik uang kas maupun yang berada di bank. 5. Manajer Pembelian a. Membuat daftar supplier untuk pembelian bahan material proyek. b. Mengkoordinir dan melakukan kegiatan pembelian baik berupa material yang digunakan untuk proyek maupun peralatan dan perlengkapan kantor. 6. Manajer Proyek a. Mengawasi jalannnya proyek. b. Bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi selama pengerjaan proyek. c. Meng- update jumlah bahan baku yang tersedia dan melapor apabila perlu dilakukan pemesanan. 7. Manajer Umum a. Memelihara seluruh peralatan dan perlengkapan kantor. b. Menyediakan seluruh kebutuhan kantor.

51

c. Bertanggung jawab atas segala hal yang menyangkut kegiatan kantor secara umum. D. Kegiatan Perusahaan Kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT. Jaya Marta Sentosa secara umum adalah menangani salah satu bagian dari konstruksi atau pembangunan dari gedung, rumah, ruko, dan lainnya yang terfokus pada penginstalasian listrik yang dimulai dari mempersiapkan peralatan listrik yang dibutuhkan mulai dari komponen-komponen yang kecil sampai pada hubungannya dengan sumber aliran listrik. Dilihat dari bidang usaha berdasarkan sifatnya, maka PT. Jaya Marta Sentosa termasuk dalam perusahaan perdagangan karena perusahaan ini tidak menghasilkan produk. Perusahaan ini membeli bahan baku dari pihak lain untuk dipasang atau diinstalasi sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan menjadi penghubung antara penjual dengan pembeli bahan baku listrik. Dalam memdapatkan suatu proyek pembangunan, PT. Jaya Marta Sentosa selalu mengikutsertakan diri dalam pengajuan tender. Setelah mendapatkan tender tersebut, maka perusahaan segera mempersiapkan pengerjaan proyek yaitu dimulai dengan survey lapangan, kemudian membuat perencanaan dan penyusunan tahap pengerjaan proyek. Selain itu kepala proyek juga membuat daftar kebutuhan atas material-material apa saja yang dibutuhkan dalam proyek tersebut yang kemudian akan diajukan kepada divisi pembelian. Setelah material yang dibutuhkan tersedia, maka setiap tahapan

52

perencanaan proyek dapat dilaksanakan sampai pada berakhirnya pengerjaan proyek. Setelah konsumen puas akan hasil pekerjaan tersebut dan segala perjanjian sehubungan dengan pengerjaan proyek, seperti pembayaran, perijinan, dan lainnya, maka kontrak dengan klien berakhir.

53

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Kebijakan Perusahaan Terhadap Sumber Daya Manusia Setiap orang pribadi yang bekerja kepada pemberi kerja baik itu karyawan tetap, karyawan tidak tetap, penerima uang peniun ataupun pesangon, tenaga ahli dan sebagainya wajib dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Dalam hal ini karyawan yang menerima penghasilan teratur berupa gaji setiap bulannya, sedangkan penghasilan tidak teratur yang diterima karyawan setahun sekali adalah THR. Dalam analisa ini, penulis hanya membatasi perhitungan gaji karyawan tetap berupa penghasilan yang teratur yang diberikan oleh PT. Jaya Marta Sentosa. Penghasilan teratur tersebut dapat berupa gaji pokok, tunjangan-tunjangan berupa tunjangan jabatan, tunjangan kebutuhan hidup, tunjangan kehadiran, tunjangan pajak, dan lain-lain. Subjek pajak penghasilan pasal 21 untuk karyawan dengan penghasilan teratur pada PT. Jaya Marta Sentosa. Dalam skripsi ini penulis akan membandingkan tiga cara perhitungan pajak atas penghasilan karyawan tetap serta pengaruh dari ketiga cara perhitungan PPh pasal 21 terhadap Laporan Laba Rugi

53

54

B. Perhitungan PPh Pasal 21 Yang Ditanggung Oleh Pegawai PT. Jaya Marta Sentosa dalam proses perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21, perusahaan menghitung sendiri jumlah pajak atas penghasilan pegawai yang harus disetor tiap bulannya. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh perusahaan adalah dimulai dari menghitung jumlah penghasilan bruto tiap pegawai yang penghasilannya melebihi PTKP dan merupakan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21. Perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada ketentuan keputusan Jenderal Pajak No. 545/PJ/2000, sebagaimana telah diubah dengan peraturan Dirjen Pajak No. 5/PJ/2006. Dalam hal ini, PPh Pasal 21 atas gaji yang ditanggung oleh pegawai, pajak yang ditanggung oleh pegawai tersebut merupakan pajak yang dipotong dari penghasilan pegawai yang bersangkutan. Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap apabila ditanggung oleh pegawai : 1. Nama : Andrew Wijaya (K/3) Jabatan : Direktur Gaji Pokok Setahun Rp. 49.500.000

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 49.500.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 49.500.000 = Rp. 2.475.000 Max yang diperkenankan setahun Rp. 1.296.000

Penghasilan netto setahun Rp. 48.204.000

55

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 3 Anak = Rp. 3.600.000 Jumlah PTKP Rp. 18.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 30.204.000 PPh Pasal 21 : 1) 5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000 2) 10% x Rp. 5.204.000 = Rp. 520.400 PPh Pasal 21 setahun = Rp. 1.770.400 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 1.770.400 : 12 = Rp. 147.533 Maka Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh Bapak Andrew Wijaya adalah sebesar Rp. 147.533/ bulan atau Rp. 1.770.400/ tahun, dipotong dari gaji Bapak Andrew Wijaya Rp. 48.204.000 - Rp. 1.770.400 = Rp. 46.433.600, maka gaji yang diterima oleh bapak Andrew Wijaya setelah dikurangi pajak adalah sebesar Rp. 46.433.600 setahun. 2. Nama : Feris (K/2) Jabatan : Staff Gaji Pokok Setahun Rp. 23.864.000

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 23.864.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 23.864.000 Rp. 1.193.200

56

Penghasilan netto setahun Rp. 22.670.800 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 2 Anak = Rp. 2.400.000 Jumlah PTKP Rp. 16.800.000 Rp. 5..870.800

Penghasilan Kena Pajak

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp. 5.870.800 = Rp. 293.540 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 293.540 : 12 = Rp. 24.462 (pembulatan) Maka Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh Feris adalah sebesar Rp. 24.462/ bulan atau Rp. 293.540/ tahun dan dipotong dari gaji Feris Rp. 22.670.800 Rp. 293.540 = Rp. 22.377.260, maka gaji yang diterima oleh Feris setelah dikurangi pajak adalah sebesar Rp. 22.377.260 setahun. Pada akhir tahun perusahaan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pegawai, maka dibawah ini adalah contoh perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pegawai tetap dengan diberikan Tunjangan Hari Raya (THR). 1. Nama : Andrew Wijaya (K/3) Jabatan : Direktur Gaji pokok setahun Rp. 49.500.000 Rp. 8.000.000

Tunjangan Hari Raya (THR)

57

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 57.500.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 57.500.000 = Rp. 2.875.000 Max yang diperkenankan setahun Rp. 1.296.000

Penghasilan netto setahun Rp. 56.204.000 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 3 anak = Rp. 3.600.000 Jumlah PTKP Rp. 18.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 38.204.000 PPh Pasal 21 : 1) 5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000 2) 10 % x Rp. 13.204.000 = Rp. 1.320.400 PPh Pasal 21 setahun = Rp. 2.570.400 Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk THR sebesar PPh 21 setahun pegawai atas gaji saja dikurangi dengan PPh pasal 21 gaji dengan THR. PPh Pasal 21 atas gaji dan THR = Rp. 2.570.400 PPh Pasal 21 atas gaji = Rp. 1.770.400 800.000

PPh Pasal 21 untuk THR = Rp

PPh Pasal 21 untuk THR sebesar Rp. 800.000 dipotong langsung dari THR Bapak Andrew Wijaya, jadi THR bersih yang didapat oleh bapak

58

Andrew Wijaya adalah sebesar jumlah THR Rp. 8.000.000 - Rp. 800.000 = Rp. 7.200.000. 2. Nama : Feris (K/2) Jabatan : Staff Gaji Pokok Setahun Tunjangan Hari Raya Rp. 23.864.000 Rp. 1.450.000

Penghasilan Bruto Setahun Rp, 25.314.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 25.314.000 Rp. 1.265.700

Penghasilan netto setahun Rp. 24.048.300 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak 1) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 2) Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 3) Tanggungan 2 Anak = Rp. 2.400.000 Jumlah PTKP Rp. 16.800.000 Rp. 7.248.300

Penghasilan Kena Pajak

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp. 7.248.000 = Rp. 362.415 Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk THR sebesar PPh 21 setahun pegawai atas gaji saja dikurangi dengan PPh pasal 21 gaji dengan THR. PPh Pasal 21 atas gaji dan THR = Rp. 362.415 PPh Pasal 21 atas gaji = Rp. 293.540

PPh Pasal 21 untuk THR = Rp. 68.875

59

PPh Pasal 21 untuk THR sebesar Rp. 68.875 dipotong langsung dari THR Feris, jadi THR bersih yang didapat oleh Feris adalah sebesar jumlah THR Rp. 1.450.000 - Rp. 68.875 = Rp. 1.381.125. Dengan menggunakan metode ini Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung karyawan, maka perusahaan tidak menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21, sehingga metode ini sangat menguntungkan bagi perusahaan. Dimana dalam laporan laba rugi perusahaan hanya membayar gaji atau mengeluarkan biaya-biaya untuk karyawan. Sedangkan dalam pembayaran pajak PPh badannya menjadi lebih besar atau lebih meningkat dibandingkan dengan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk pemberian tunjangan pajak. Untuk keseluruhan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan karyawan tetap yang ditanggung oleh karyawan dapat dilihat dalam tabel 5.1. Tabel 5.1 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Karyawan (Ditanggung Karyawan)
No . Nama Status Penghasilan Bruto Setahun 1 Andrew W. K/3 57.500.000 2.570.400 57.500.000 2 Feris K/2 25.314.000 362.415 25.314.000 3 Daniel K/1 25.880.000 449.300 25.880.000 4 Bayu K/2 25.281.000 360.848 25.281.000 5 Fajar K/1 21.254.000 229.565 21.254.000 PPh Pasal 21 Biaya Gaji

60

6 Hendri K/2 22.047.000 207.233 22.047.000 7 Sofyan TK 15.101.000 57.298 15.101.000 8 Raihan K/1 20.973.000 216.218 20.973.000 9 Cicih K/0 18.362.000 212.195 18.362.000 10 Rio K/0 14.512.000 29.320 14.512.000 11 Retno TK 13.862.000 - 13.862.000 12 Tanto K/1 15.123.000 - 15.123.000 13 Joseph K/2 15.090.000 - 15.090.000 14 Chairil TK 13.818 .000 - 13.818.000 15 Toyo K/1 13.818.000 - 13.818.000 TOTAL 317.935.000 4.694.790 317.935.000
Sumber : Data yang telah diolah

C. Perhitungan PPh Pasal 21 Yang Ditanggung Oleh Pemberi Kerja Dalam hal Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji pegawai tetap yang ditanggung pemberi kerja, pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut termasuk kenikmatan yang tidak dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan tidak merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan. Sehingga penanggungan PPh Pasal 21 tersebut tidak menambah atau mengurangi penghasilan pegawai dan setiap bulannya para pegawai tidak dipotong atas penghasilan yang diterima. Perhitungan PPh Pasal 21 inilah yang yang dilakukan oleh perusahaan dengan menanggung secara keseluruhan besarnya PPh Pasal 21 terutang. Berikut ini adalah perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja atas pegawai tetap. 1. Nama : Andrew Wijaya (K/3) Jabatan : Direktur

61

Gaji Pokok Setahun

Rp. 49.500.000

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 49.500.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 49.500.000 = Rp. 2.475.000 Max yang diperkenankan setahun Rp. 1.296.000

Penghasilan netto setahun Rp. 48.204.000 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 3 Anak = Rp. 3.600.000 Jumlah PTKP Rp. 18.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 30.204.000 PPh Pasal 21 : 1) 5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000 2) 10% x Rp. 5.204.000 = Rp. 520.400 PPh Pasal 21 setahun = Rp. 1.770.400 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 1.770.400 : 12 = Rp. 147.533 Maka Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan Bapak Andrew Wijaya adalah sebesar Rp. 147.533/ bulan atau Rp. 1.770.400/ tahun, ini ditanggung dan dibayar oleh perusahaan. Dan tidak boleh mengurangi Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari perusahaan dan juga tidak dikenakan pajak kepada Bapak Andrew Wijaya sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21.

62

2. Nama : Feris (K/2) Jabatan : Staff Gaji Pokok Setahun Rp. 23.864.000

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 23.864.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 23.864.000 Rp. 1.193.200

Penghasilan netto setahun Rp. 22.670.800 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 2 Anak = Rp. 2.400.000 Jumlah PTKP Rp. 16.800.000 Rp. 5.870.800

Penghasilan Kena Pajak

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp. 5.870.800 = Rp. 293.540 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 293.540 : 12 = Rp. 24.462 (pembulatan) Maka Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan Feris adalah sebesar Rp. 24.462/ bulan atau Rp. 293.540/ tahun, ini ditanggung dan dibayar oleh perusahaan. Dan tidak boleh mengurangi Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari perusahaan dan juga tidak dikenakan pajak kepada Feris sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21. Pada akhir tahun perusahaan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pegawai, maka dibawah ini adalah contoh perhitungan

63

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja dengan diberikan Tunjangan Hari Raya (THR). 1. Nama : Andrew Wijaya (K/3) Jabatan : Direktur Gaji pokok setahun Rp. 49.500.000 Rp. 8.000.000

Tunjangan Hari Raya (THR)

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 57.500.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 57.500.000 = Rp. 2.875.000 Max yang diperkenankan setahun Rp. 1.296.000

Penghasilan netto setahun Rp. 56.204.000 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 3 anak = Rp. 3.600.000 Jumlah PTKP Rp. 18.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 38.204.000 PPh Pasal 21 : 1) 5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000 2) 10 % x Rp. 13.204.000 = Rp. 1.320.400 PPh Pasal 21 setahun = Rp. 2.570.400

64

Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk THR sebesar PPh 21 setahun pegawai atas gaji saja dikurangi dengan PPh pasal 21 gaji dengan THR. PPh Pasal 21 atas gaji dan THR = Rp. 2.570.400 PPh Pasal 21 atas gaji = Rp. 1.770.400 800.000

PPh Pasal 21 untuk THR = Rp

PPh Pasal 21 untuk THR sebesar Rp. 800.000 ditanggung oleh pemberi kerja, jadi THR bersih yang didapat oleh bapak Andrew Wijaya adalah tetap sebesar Rp. 8.000.000. 2. Nama : Feris (K/2) Jabatan : Staff Gaji Pokok Setahun Tunjangan Hari Raya Rp. 23.864.000 Rp. 1.450.000

Penghasilan Bruto Setahun Rp, 25.314.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 25.314.000 Rp. 1.265.700

Penghasilan netto setahun Rp. 24.048.300 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 2 Anak = Rp. 2.400.000 Jumlah PTKP Rp. 16.800.000 Rp. 7.248.300

Penghasilan Kena Pajak

65

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp. 7.248.000 = Rp. 362.415 Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk THR sebesar PPh 21 setahun pegawai atas gaji saja dikurangi dengan PPh pasal 21 gaji dengan THR. PPh Pasal 21 atas gaji dan THR = Rp. 362.415 PPh Pasal 21 atas gaji = Rp. 293.540

PPh Pasal 21 untuk THR = Rp. 68.875 PPh Pasal 21 untuk THR sebesar Rp. 68.875 ditanggung oleh pemberi kerja, jadi THR bersih yang didapat oleh Feris adalah sebesar Rp. 1.450.000. Berdasarkan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlihat bahwa besarnya jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebesar Rp. 4.694.790 setahun. Dengan menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja, maka perusahaan menanggung beban Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp. 4.694.790, dimana metode ini tidak menguntungkan bagi perusahaan karena jika dilihat dari pembayaran pajak PPh Badannya pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawainya tidak dapat dijadikan biaya, hal ini disebabkan pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai tersebut. Untuk keseluruhan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap yang ditanggung oleh pemberi kerja dapat dilihat pada tabel 5.2.

66

Tabel 5.2 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Karyawan (Ditanggung Pemberi Kerja)
No . Nama Status Penghasilan Bruto Setahun 1 Andrew W. K/3 57.500.000 2.570.400 57.500.000 2 Feris K/2 25.314.000 362.415 25.314.000 3 Daniel K/1 25.880.000 449.300 25.880.000 4 Bayu K/2 25.281.000 360.848 25.281.000 5 Fajar K/1 21.254.000 229.565 21.254.000 6 Hendri K/2 22.047.000 207.233 22.047.000 7 Sofyan TK 15.101.000 57.298 15.101.000 8 Raihan K/1 20.973.000 216.218 20.973.000 9 Cicih K/0 18.362.000 212.195 18.362.000 10 Rio K/0 14.512.000 29.320 14.512.000 11 Retno TK 13.862.000 - 13.862.000 12 Tanto K/1 15.123.000 - 15.123.000 13 Joseph K/2 15.090.000 - 15.090.000 14 Chairil TK 13.818 .000 - 13.818.000 15 Toyo K/1 13.818.000 - 13.818.000 TOTAL 317.935.000 4.694.790 317.935.000
Sumber : Data yang telah diolah

PPh Pasal 21

Biaya Gaji

D. Perhitungan PPh Pasal 21 Dengan Diberikan Tunjangan Pajak Dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji pegawai tetap, diberi tunjangan pajak dapat diakui sebagai penambah penghasilan bruto pegawai yang bersangkutan. Untuk dapat menghitung jika Pajak Penghasilan Pasal 21 diberi tunjangan pajak, maka dilakukan perhitungan yang dikenal dengan istilah

67

gross up untuk menentukan besarnya tunjangan pajak dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Lapisan ke-1 = PKP x 5 % 0,95 Lapisan ke-2 = (PKP x 10%) Rp. 1.250.000 0,90 Lapisan ke-3 = (PKP x 15%) Rp. 3.750.000 0,85 Lapisan ke-4 = (PKP x 25%) Rp. 13.750.000 0,75 Lapisan ke-5 = (PKP x 35%) Rp. 33.750.000 0,65 Berikut ini adalah perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak atas penghasilan pegawai tetap. 1. Nama : Andrew Wijaya (K/3) Jabatan : Direktur Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 30.204.000 (sebelum ditambah dengan tunjangan pajak) Tunjangan Pajak Lapisan ke-2 = (PKP x 10%) Rp. 1.250.000 0,90 = (Rp. 30.204.000 x 10%) Rp. 1.250.000 0,90

68

= Rp. 3.020.400 Rp. 1.250.000 0,90 = Rp. 1.770.400 0,90 = Rp. 1.967.111 / tahun = Rp. 163.926 / bulan Gaji Pokok Setahun Tunjangan Pajak Rp. 49.500.000 Rp. 1.967.111

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 51.467.111 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 51.467.111 = Rp. 2.573.356 Max yang diperkenankan setahun Rp. 1.296.000

Penghasilan netto setahun Rp. 50.171.111 a. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 3 Anak = Rp. 3.600.000 Jumlah PTKP Rp. 18.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 32.171.111 PPh Pasal 21 : 1) 5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000 2) 10% x Rp. 7.171.111 = Rp. 717.111

69

PPh Pasal 21 setahun = Rp. 1.967.111 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 1.967.111 : 12 = Rp. 163.926 2. Nama : Feris (K/2) Jabatan : Staff Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 5.870.800 (sebelum ditambah dengan tunjangan pajak) Tunjangan Pajak Lapisan ke-1 = PKP x 5% 0,95 = Rp. 5.870.800 x 5% 0,95 = Rp. 293.540 0,95 = Rp. 308.989 / tahun = Rp. 25.749 / bulan Gaji Pokok Setahun Tunjangan Pajak Rp. 23.864.000 Rp. 308.989

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 24.172.989 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 24.172.989 Rp. 1.193.200

Penghasilan netto setahun Rp. 22.979.789 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000

70

Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 2 Anak = Rp. 2.400.000 Jumlah PTKP Rp. 16.800.000 Rp. 6.179.789

Penghasilan Kena Pajak

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp. 6.179.789 = Rp. 308.989 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 308.989 : 12 = Rp. 25.749 (pembulatan) Pada akhir tahun perusahaan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pegawai, maka dibawah ini adalah contoh perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak dan diberikan Tunjangan Hari Raya (THR). 1. Nama : Andrew Wijaya (K/3) Jabatan : Direktur Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan Tunjangan Hari Raya (THR) Rp. 38.204.000 (sebelum ditambah dengan tunjangan pajak) Tunjangan Pajak Lapisan ke-2 = (PKP x 10%) Rp 1.250.000 0,90 = (Rp. 38.204.000 x 10%) Rp. 1.250.000 0,90 = Rp. 2.570.400 0,90 = Rp. 2.856.000 / tahun = Rp. 238.000 / bulan

71

Gaji Pokok Setahun Tunjangan Pajak

Rp. 49.500.000 Rp. 2.856.000 Rp. 8.000.000

Tunjangan Hari Raya

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 60.356.000 Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 60.356.000 = Rp. 3.017.800 Max yang diperkenankan setahun Rp. 1.296.000

Penghasilan netto setahun Rp. 59.060.000 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 3 Anak = Rp. 3.600.000 Jumlah PTKP Rp. 18.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 41.060.000 PPh Pasal 21 : 1) 5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 1.250.000 2) 10% x Rp. 16.060.000 = Rp. 1.606.000 PPh Pasal 21 setahun = Rp. 2.856.000 PPh Pasal 21 sebulan Rp. 2.856.000 : 12 = Rp. 238.000 Pajak Penghasilan Pasal 21 Untuk Tunjangan Hari Raya sebesar PPh Pasal 21 setahun atas gaji dikurangi dengan THR.

72

PPh Pasal 21 Atas Gaji dan THR PPh Pasal 21 Atas Gaji PPh Pasal 21 untuk THR

Rp. 2.856.000

Rp. 1.967.111 Rp. 888.889

Bapak Andrew Wijaya tidak perlu membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk THR sebesar Rp. 888.889 karena pemberi kerja telah memberikan tunjangan dalam bentuk pembayaran pajak. 2. Nama : Feris (K/2) Jabatan : Staff Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan Tunjangan Hari Raya sebesar Rp. 7.248.300 (sebelum ditambah dengan tunjangan pajak) Tunjangan Pajak Lapisan ke-1 = PKP x 5% 0,95 = Rp. 7.248.300 x 5% 0,95 = Rp. 362.415 0,95 = Rp. 381.489 / tahun = Rp. 31.791 / bulan Gaji Pokok Setahun Tunjangan Pajak Rp. 23.864.000 Rp. 381.489 Rp 1.450.000

Tunjangan Hari Raya (THR)

Penghasilan Bruto Setahun Rp. 25.695.489

73

Pengurangan : a. Biaya Jabatan 5% x Rp. 25.695.489 Rp. 1.265.700

Penghasilan netto setahun Rp. 24.429.789 b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Wajib Pajak Sendiri = Rp. 13.200.000 Wajib Pajak Kawin = Rp. 1.200.000 Tanggungan 2 Anak = Rp. 2.400.000 Jumlah PTKP Rp. 16.800.000 Rp. 7.629.789

Penghasilan Kena Pajak

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp. 7.629.789 = Rp. 381.489 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 381.489 : 12 = Rp. 31.791 (pembulatan) Pajak Penghasilan Pasal 21 Untuk Tunjangan Hari Raya sebesar PPh Pasal 21 setahun atas gaji dikurangi dengan THR. PPh Pasal 21 Atas Gaji dan THR PPh Pasal 21 Atas Gaji PPh Pasal 21 untuk THR Rp. 381.489

Rp. 308.989 Rp. 72.500

Feris tidak perlu membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk THR sebesar Rp. 72.500 karena pemberi kerja telah memberikan tunjangan dalam bentuk pembayaran pajak. Bagi pemberi kerja pengeluaran untuk membayar PPh Pasal 21 pegawai tetapnya dapat dianggap sebagai biaya. Hal tersebut disebabkan karena tunjangan tersebut merupakan suatu penghasilan bagi pegawai

74

sehingga dalam perhitungan Pajak Panghasilan Pasal 21 akan menambah penghasilan bruto para pegawai. Untuk keseluruhan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap yang diberikan tunjangan pajak dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Karyawan (Dengan Diberikan Tunjangan Pajak)
No . Nama Status Penghasilan Bruto Setahun 1 Andrew W. K/3 57.500.000 2.856.000 60.356.000 2 Feris K/2 25.314.000 381.489 25.695.489 3 Daniel K/1 25.880.000 472.947 26.352.947 4 Bayu K/2 25.281.000 379.839 25.660.839 5 Fajar K/1 21.254.000 241.647 21.495.647 6 Hendri K/2 22.047.000 218.139 22.265.139 7 Sofyan TK 15.101.000 60.313 15.161.313 8 Raihan K/1 20.973.000 227.597 21.200.597 9 Cicih K/0 18.362.000 223.363 18.585.363 10 Rio K/0 14.512.000 30.863 14.542.863 11 Retno TK 13.862.000 - 13.862.000 12 Tanto K/1 15.123.000 - 15.123.000 13 Joseph K/2 15.090.000 - 15.090.000 14 Chairil TK 13.818 .000 - 13.818.000 15 Toyo K/1 13.818.000 - 13.818.000 TOTAL 317.935.000 5.092.200 323.027.200
Sumber : Data yang telah diolah

PPh Pasal 21

Biaya Gaji

75

E. Pengaruh Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Terhadap Laporan Laba Rugi Dari beberapa perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada perhitungan laporan laba rugi PT, Jaya Marta Sentosa. Dalam pembahasan skripsi ini penulis akan menghubungkan hasil analisa perbandingkan antara Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diberikan tunjangan pajak, ditanggung oleh pegawai, ditanggung oleh pemberi kerja, dan pengaruhnya terhadap laporan laba rugi yang mengikhtisarkan penghasilan yang didapat dan biaya-biaya yang terjadi untuk menghasilkan penghasilan tersebut, dalam hal ini metode mana yang mengeluarkan biaya-biaya paling kecil untuk membayar gaji pegawai. Tabel 5.4 Total Biaya-Biaya Gaji Dengan Tiga Jenis perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Keterangan Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai Total Biaya Gaji Pegawai Tetap Total Biaya THR 23.100.000 23.100.000 23.100.000 Tunjangan Pajak - - 5.092.200 Total Biaya Gaji, Tunjangan, THR
Sumber : Data yang telah diolah

Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja

Perhitungan PPh Pasal 21 Dengan Tunjangan Pajak

2 94 .835.000 294.835.000 294.835.000

3 17 .935.000 317.935.000 323.027.200

76

Tabel 5.5 Biaya Pajak Penghasilan Pasal 21 Metode Penanggungan PPh Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai 4.694.790 PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja 4.694.790 PPh Pasal 21 Dengan Tunjangan Pajak 5.092.200
Sumber : Data yang telah diolah

Dengan menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pegawai yaitu sebesar Rp. 4.694.790 perusahaan tidak akan mengeluarkan biaya pajak penghasilan pasal 21 karena biaya tersebut ditanggung oleh karyawan dan dipotong dari penghasilan karyawan, dan jumlah tersebut tidak akan muncul dalam laporan laba rugi perusahaan sebagai biaya pajak. Dengan menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung perusahaan, maka pihak perusahaan akan menanggung dan membayarkan seluruh biaya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai sebesar Rp. 4.694.790. Sedangkan jika perusahaan menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diberikan tunjangan pajak maka perusahaan akan menanggung biaya Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terhutang yaitu sebesar Rp. 5.092.200. Karena pemberian tunjangan tersebut mengakibatkan penghasilan pegawai juga meningkat sehingga besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 juga meningkat.

77

Tabel 5.6 Perbandingan PPh Pasal 21 Terhadap Laporan Laba Rugi Fiskal
Keterangan Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja Perhitungan PPh Pasal 21 Dengan Tunjangan Pajak

Penjualan 17.054.898.381 17.054.898.381 17.054.898.381 Harga Pokok Penjualan 15.707.285.558 15.707.285.558 15.707.285.558 Biaya-Biaya : By. Operasional By. Gaji (Peg. Tetap) By. Pajak By. Gaji (Peg. Lepas) By. Umum dan adm 693 .389.030 3.470.800 693.389.030 3.470.800 258 .388.256 317 .935.000 258.388.256 317.935.000 269.168.956 317.935.000 5.092.200 693.389.030 3.470.800

Total Biaya 1.2 73 .183.086 1.273.183.086 1.2 78 .275.286 Laba Operasi 74.429.737 74.429.737 69.337.537 Hasil dan Biaya Lain-Lain 89.211.114 89.211.114 89.211.114 Laba/ Rugi Sebelum Pajak 1 63 .640.851 163.640.851 158.548.651 PPH Badan 31.592.255 31.592.255 30.064.595 Laba/ Rugi Setelah Pajak 132 .048.596 132.048.596 128.484.056
Sumber : Data yang telah diolah

Dari perbandingan laporan laba rugi diatas, maka dapat dilihat jika perusahaan menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pegawai besarnya laba bersih adalah sebesar Rp. 132.048.596, dan jika menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja maka Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp. 132.048.596, dimana besarnya Pajak Penghasilan sama dengan Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pegawai. Sedangkan jika menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak besarnya laba bersih

78

adalah Rp. 128.484.056. Dimana jumlahnya lebih kecil dari pada jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pegawai dan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja. Tabel 5.7 Kas Keluar Sehubungan Dengan Pajak
Keterangan Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai PPh Pasal 21 - 4.694.790 5.092.200 PPh Bad an 31.592.255 31.592.255 30.064.595 Kas Keluar 31.592.255 36.287.045 35.156.795
Sumber : Data yang telah diolah

Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja

Perhitungan PPh Pasal 21 Dengan Tunjangan Pajak

Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa jika menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pegawai, besarnya arus kas yang keluar untuk pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Badan adalah sebesar Rp. 31.592.255 . Jika menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja, besarnya arus kas yang keluar untuk pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Badan adalah sebesar Rp. 36.287.045. Sedangkan jika menggunakan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak besarnya arus kas yang keluar untuk pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Badan adalah sebesar Rp. 35.156.795.

79

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pajak penghasilan Pasal 21 yang ditanggung karyawan merupakan metode Pajak Penghasilan yang paling baik. Karena dengan menggunakan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 yang ditanggung karyawan jumlah biaya usaha lebih kecil dibandingkan dengan ke dua metode yang lain.Sedangkan jika dilihat dari besarnya laba setelah pajak maka metode Pajak Penghasilan pasal 21 yang ditanggung karyawan akan memperoleh paling besar jika dibandingkan dengan dua metode lainnya.

80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Setelah melakukan analisa perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap dan pengaruhnya terhadap laporan laba rugi pada PT. Jaya Marta Sentosa, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan secara umum dan memberikan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak manajemen. Adapun kesimpulan yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Jaya Marta Sentosa adalah menggunakan metode pajak penghasilan yang ditanggung oleh pegawai. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Rp. 4.694.790 dan tidak menjadi beban pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan dan besarnya Pajak Penghasilan Badan adalah Rp. 31.592.225. Dengan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung karyawan maka perusahaan memperoleh laba sebesar Rp. 132.048.596 dan jumlah kas yang keluar sehubungan dengan pajak tersebut adalah sebesar Rp. 31.592.225. 2. Jika perusahaan menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja, maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebesar Rp. 4.694.790. Besarnya Pajak

80

81

Penghasilan Badan adalah sebesar Rp. 31.592.225 jadi dengan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja diperoleh laba bersih sebesar Rp. 132.048.596 dan jumlah kas yang keluar sehubungan dengan pajak tersebut sebesar Rp. 36.287.045. 3. Jika perusahaan menerapkan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Rp. 5.092.200, dan besarnya Pajak Penghasilan Badan adalah Rp. 30.064.595. Dengan diterapkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diberikan tunjangan pajak maka diperoleh laba bersih sebesar Rp. 128.484.056 dan jumlah kas yang keluar sehubungan dengan pajak tersebut sebesar Rp. 35.156.795. 4. Dari masing-masing metode Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap laba bersih, maka yang paling besar memberikan pengaruh adalah metode Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pegawai dan metode Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, yaitu sebesar Rp. 132.048.596. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan dapat memberlakukan metode Pajak Penghasilan dengan diberikan tunjangan pajak. Karena dengan menggunakan metode ini akan menguntungkan kedua pihak baik ditanggung pegawai maupun ditanggung pemberi kerja. Bagi pegawai, tidak perlu menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 dan menerima gaji bersih tanpa harus dipotong pajak. Bagi pemberi kerja, tunjangan yang diberikan kepada

82

pegawainya dapat dijadikan biaya. Dengan demikian laba bersih akan berkurang, dan Pajak Penghasilan Badannya akan lebih rendah. B. Saran Berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan yang telah dibuat oleh penulis, maka selanjutnya penulis akan memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna dan bermanfaat untuk memperbaiki kelemahan yang ada pada perusahaan. Adapun saran yang akan penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan untuk menggunakan metode Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan pajak. Karena dengan metode ini biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan. Metode Pajak penghasilan Pasal 21 dengan diberikan tunjangan dapat dilakukan dengan cara metode gross up sehingga besarnya pajak penghasilan yang diterima pegawai setelah diberi tunjangan sebesar gaji yang seharusnya diterima pegawai. 2. Pihak perusahaan harus selalu mengikuti perkembangan mengenai peraturan perpajakan agar pelaksanaan kewajiban dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Pihak perusahaan harus membuat sistem pengendalian intern lebih baik dan efektif dan salah satunya adalah sistem perpajakan dan

83

akuntansinya. Tujuannnya adalah agar perusahaan dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan benar dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga dapat menghindari adanya sanksi.

84

DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki, Intermediate Accounting Edisi Kedelapan , BPFE, Yogyakarta, 2004. Jumingan, Analisis Laporan Keuangan , Bumi Aksara, Jakarta, 2006. Lembaga Manajemen Formasi, PPh 21 Masa Manuju PPh 21 Tahunan , Jakarta,2007. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi , Andi, Yogyakarta, 2005. Resmi, Siti, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi Tiga , Salemba Empat, Jakarta, 2007. S. Meliala, Tulis, Perpajakan dan Akuntansi Pajak Edisi Tiga , Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006. Waluyo, Wirawan B. Ilyas, 2003 Perpajakan Indonesia , Salemba Empat Patria, Jakarta,

You might also like