You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang Keberadaan reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika. Termodinamika memberikan informasi ke arah mana reaksi atau perubahan kimia itu secara spontan dapat berlangsung atau dengan kata lain ke arah manakah sistem kimia itu mempunyai kestabilan yang lebih besar. Selanjutnya kinetika reaksi mempelajari tentang laju reaksi dan mekanisme reaksinya secara kuantitatif dan juga mempelajari faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi. Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat ada pula yang berlangsung lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan

proses besi berkarat berlangsung lambat. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai laju reaksi. Apakah laju reaksi itu?. Laju reaksi adalah kecepatan konsentrasi reaksi ataupun produk dalam suatu satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju dalam berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju

bertambahnya konsentrasi suatu produk (Nana Sutresna, 2008). Mekanisme reaksi adalah perubahan bertahap yang dialami pereaksi untuk menjadi produk bersama-sama. Seperti apa perubahan

atau laju suatu reaksi dan hubungannya dengan waktu dapat kita buktikan lewat suatu percobaan.

I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan A. Maksud Percobaan Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mempelajari kinetika reaksi dari Fe3+ dan I-. B. Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan ini antara lain : 1. Menentukan tingkat reaksi terhadap Fe3+. 2. Menentukan tingkat reaksi terhadap I-. 3. Menetapkan tetapan laju reaksi. 4. Menentukan waktu paruh pereaksi terhadap Fe3+ atau I-. 5. Menentukan persamaan laju reaksi redoks antara Fe3+, I- dan S2O3-2 I. 3 Prinsip Percobaan Penentuan laju reaksi berdasarkan proses peencampuran larutan A dan B dengan volume yang berbeda dan menggunakan indikator kerja yang ditandai adanya perubahan warna. Dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk berubah warna.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum Kinetika reaksi adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Laju reaksi didefinisikan sebagai berkurangnya konsentrasi pereaksi persatuan waktu atau bertambahnya konsentrasi hasil reaksi persatuan waktu. Bentuk diferensial laju reaksi menunjukkan laju reaksi pada suatu waktu tertentu. Hal ini disebabkan pada waktu percobaan yang diukur adalah konsentrasi (Tony Bird, 1993). Pengukuran reaksi pertama kali dilakukan oleh Wilhelmy pada tahun 1850. Pada waktu itu Wilhelmy melakukan pengukuran laju inversi sukrosa, Wilhelmy menyimpulkan bahwa laju reaksi pada setiap waktu berbanding lurus atau sebanding dengan konsentrasi sukrosa yang tersisa pada waktu itu. Metode inilah menentukan reaksi atau konsentrasi pereaksi atau maupun produk bermacam-macam menurut reaksi atau jenis yang diselidiki dan keadaan fisika dari komponen reaksi (A. Haryana Pudjatmaka, 1989). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi , karena laju reaksi terjadi oleh adanya tubrukan atau tabrakan, maka faktor yang

mempengaruhi laju reaksi mirip dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbukan yaitu : 1. Pengaruh Konsentrasi (c) Konsentrasi berkaitan dengan jumlah partikel yang bereaksi melakukan besar konsentrasi maka makin besar atau makin banyak partikel sehingga makin banyak yang bergerak dan makin banyak diharapkan dengan banyaknya partikel yang bertumbukan, laju reaksinya makin besar. 2. Pengaruh Temperatur (T) Kenaikan temperatur berpengaruh besar pada kenaikan

pergerakan partikel, sehingga laju reaksi makin besar. Disamping itu perubahan temperatur juga berpengaruh pada harga konstanta laju reaksi. Jika temperatur makin besar maka harga K makin besar pula jadi temperatur makin besar maka laju reaksi makin besar begitu juga sebaliknya. 3. Pengaruh Luas Permukaan Pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi sama seperti pengaruhnya terhadap tumbukan untuk itu semakin luas permukaan makin besar akan menyebabkan jumlah tumbukan makin besar, sehingga laju reaksi makin besar pula. 4. Pengaruh Katalis

Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat atau memperlambat laju reaksi, katalis yang sifatnya mempercepat suatu reaksi disebut katalisator, sedangkan katalis yang memperlambat suatu reaksi disebut inhibitor. Secara umum sering kita

menganalogikan, bahwa katalis adalah katalisator, yaitu zat yang dapat mempercepat laju reaksi (Sumule, 2009). Analogi untuk laju reaksi adalah dengan proses melarutkan bahan. Kalau kita melarutkan gula maka akan lebih cepat larut pada air hangat dibanding pada air es pada pengadukan yang sama. Kenaikan laju reaksi karena dipengaruhi kenaikan temperatur suhu setiap saat berbeda. Umumnya tiap kenaikan temperatur 10 0C maka laju reaksi naik dua kali besar dari semula (Tony Bird, 1993). Dalam laboratorium, jika kita mereaksikan CaCo3 yang besar (gumpalan) dengan larutan HCl, akan berbeda kecepatan reaksinya apabila kita mereaksikan CaCO3 yang halus lebih cepat reaksinya karena mempunyai luas permukaan yang lebih besar (Halimah Sumule, 2009). Hasil penelitian membuktikan bahwa, lahu reaksi bergantung pada konsentrasi pereaksi, laju reaksi makin cepat. Secara matematis hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi pereaksi adalah dalam konsentrasi moralitas. Tetapan laju yang menghubungkan laju reaksi dengan konsentrasi pereaksi memiliki nilai khusus untuk setiap

pereaksi, Artinya

setiap nilai reaksi memiliki nilai tertentu yang

bergantung pada sifat pereaksinya, hal ini mengisyaratkan bahwa jika harga kecil maka reaksinya lambat (Halimah sumule, 2009).

II. 2 Uraian Bahan 1. Fe (NO3)3 (besi nitrat) Nama resmi Nama lain Pemerian Kelarutan Berat molekul Rumus molekul Penyimpanan : FELLOROSI NITRAT : Feri Nitrat : Serbuk putih keabuan : Larut dalam air : 242 : Fe (NO3)3 : Dalam wadah tertutup rapat

(Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1995) 2. Larutan HNO3 Nama resmi Nama Lain RM/BM Pemerian Kelarutan Penyimpanan : ACIDUM NITRIUM : Asam nitrat : HNO3 / 63,01 : Cairan jernih dan tidak berasap : Larut dalam air : Dalam wadah tertutup rapat

(Famakope Indonesia, Edisi IV, 1995)

3. Larutan KI Nama resmi Nama lain RM /BM Pemerian : KALILII ODIDA : Kalium iodida : KI / 166 : Hablur, Heksahedral, transparan tidak

berwarna, opak dan putih atau serbuk butirsn putih atau serbuk butiran putih higroskopik. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) p, dan juga mudah larut dalam gliserol. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup rapat : Sebagain Zat tambahan dan anti jamur

(Farmakope Indonesia, Edisi III, 1979) 4. Larutan Na2S2O3 Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian Kelarutan Penyimpanan Kegunaan : NATRI THIOSULFAT : Natrium tiosulfat : Na2S2O3 / 243,17 : Cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berasa. :: Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai zat pelarut

(Famakope Indonesia, Edisi III, 1979)

5. Kanji Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : AMILUM MANIHOT : Pati singkong :: Serbuk halus, terkadang berupa gumpalan kecil, putih, tidak berbau dan tidak berasa. Kelarutan Penyimpanan : Praktis, tidak larut dalam air dan etanol (95%)P. : Dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk dan kering. Kegunaan : Zat indikator, tambahan

(Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1995) 6. Air Suling Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian Kelarutan Penyimpanan Kegunaan : AQUA DESTILLATA : air suling : H2O / 18,02 : Cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berasa. :: Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai zat pelarut

BAB III METODE KERJA

III. 1 Alat dan Bahan A. Alat 1. Buret 50 ml 2. Corong gelas 3. Gelas piala 500 ml 4. Erlenmeyer 250 ml 5. Gelas ukur 10 ml 6. Pipet tetes 7. Pengaduk 8. Stopwatch B. Bahan 1. Aquadest (H2O) 2. Larutan Asam nitrat (HNO3) 3. Larutan Feril nitrat (Fe(NO3)3 4. Larutan kanji 5. Larutan Kalium iodida (KI) 6. Larutan Natrium thiosulfat (Na2S2O3) 1 buah 1 buah 1 buah 6 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 buah

III. 3 Cara Kerja 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai terlebih dahulu. 2. Membagi 2 Erlenmeyer masing-masing 3 buah dan memberinya masing-masing label. 3 label untuk erlenmeyer A dan 3 label untuk kelompok erlenmeyer B. 3. Untuk tiap erlenmeyer berlabel A kita masukkan bahan-bahan seperti berikut : Larutan A1 : KI 5 ml, Na2S2O3 5 ml, kanji 2,5 ml dan H2O 12,5 ml. Larutan A2 : KI 7,5 ml, Na2S2O3 5 ml, kanji 2,5 ml dan H2O 10 ml. Larutan A3 : KI 7,5 ml, Na2S2O3 5 ml, kanji 2,5 ml dan H2O 10 ml. 4. Untuk tiap erlenmeyer berlabel B masing-masing kita masukkan campuran larutan seperti berikut : Larutan B1 : Fe(NO3)3, 5 ml, HNO3 10 ml dan H2O 10 ml. Larutan B2 : Fe(NO3)3, 5 ml, HNO3 10 ml dan H2O 10 ml. Larutan B3 : Fe(NO3)3 7,5 ml, HNO3 10 ml dan H2O 10 ml 5. Masing-masing label yang sejenis dicampur misal A1 dengan B1, A2 dengan B2 dan A3 dengan B3. 6. Mencatat masing-masing pencampuran berapa waktu yang

dibutuhkan mulai dari pencampuran hingga terjadinya perubahan warna. 7. Menghitung laju reaksi dengan data yang didapatkan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil Tabel Larutan A Larutan A1 A2 A3 KI 5 ml 7,5 ml 7,5 ml Na2S2O3 5 ml 5 ml 5 ml Kanji 2,5 ml 2,5 ml 2,5 ml H2O 12,5 ml 10 ml 10 ml

Tabel Larutan B Larutan B1 B2 B3 Fe(NO3)3 5 ml 5 ml 7,5 ml HNO3 10 ml 10 ml 10 ml H2O 10 ml 10 ml 10 ml

Tabel hasil pencampuran larutan A dan B Larutan A1 + B1 A2 + B2 A3 + B3 t (s) 9,35 5,65 4,65 Perubahan warna Bening -- Biru kehitaman Bening -- Biru kehitaman Bening -- Biru kehitaman

IV. 2 Perhitungan a. Laju reaksi


2S2O3].

Vol S2O3/ Vol. Campuran 2t

Rn =

0,1 M x 5 ml / 50 ml R1 = 2 x 9,35 0,01 R1 = 18,7 0,1 M x 5 ml / 50 ml R2 = 2 x 5,65 0,01 R2 = 11,3 0,1 M x 5 ml / 50 ml R2 = 2 x 4,65 0,01 R2 = 9,3 b. Menentukan konsentrasi Fe3+ = 10,7 x 10-4 m/dtk = 8,8 x 10-4 m/dtk = 5.3 x 10-4 m/dtk

Fe

3+

[Fe(NO3)3]. Vol. Fe (NO3)3 = Vol. total 0,25 N x 5 ml

F33+

= 50 ml

F33+ = 0.025 M F33+ = F23+ -- F2+3 = 0,025 0,25 x 7,5 ml F3+3 = 50 = 0,0375 M c. Penentuan konsentrasi I[KI]. Vol.KI I= Vol. total 0,1 N x 7,5 ml I1= 50 ml = 0,015 M

Vol (KI)2 = Vol (KI)3 I2- = I3I3- = 0,015 M d. Penentuan orde reaksi 1. Untuk nilai a R2 = R3 x = ya log x a = log y K [Fe3+]2 [I-]2 K [Fe3+]3 [I-]3
a b a b

R2 = R3

K [0,025] 2 [I-]2 K [0,0375]3 [I-]3 [0,025]a = [0,0375]a


a b

8,8. 10-4 10,7. 10


-4

0,822 = [0,667]a log 0,822 a = log 0,667 -0,085 a = -0,176 a = 0,483

2. Untuk nilai b K [Fe3+]1 [I-]1 = R2 x = yb log x b = log y K [Fe3+]1 [0,01]1 = R2 5,3 .10-4 = 8,8. 10
-4 a b a b

R1

K [Fe3+]2 [I-]2

R1

K [Fe3+]2 [0,015]2 [0,01]b [0,015]b

0,602 = [0,667]b log 0,602 b = log 0,667 -0,220 b = -0,176 b = 1,25 Jadi a + b = 0,483 + 1,25 = 1,733

IV. 3 Reaksi - reaksi Fe(NO3)3 HNO3 KI Na2S2O3 KI + HNO3 2KI + Na2S2O3 Fe(NO3)3 + 3KI 2Fe(NO3)3 + 3Na2S2O3 Fe3+ + 3NO3 H+ + NO3K + + I2Na+ + S2O3= KNO3 + HI K2S2O3 + 2NaI 3KNO3 + FeI3 Fe2(S2O3)3 + 6NaNO3

IV. 4 Pembahasan Dalam percobaan ini larutan dibagi atas dua yakni larutan A yang terdiri atas A1, A2 dan A3 yang masing-masing berisi larutan KI, Na2S2O3, kanji dan H2O dengan jumlah yang tertera pada tabel. Larutan yang kedua adalah larutan B juga terdiri atas 3 erlenmeyer yakni B1, B2 dan B3, masing masing berisi Fe(NO3)3, HNO3 dan H2O dengan jumlah yang tertera pada tabel. Sesuai dengan prinsip percobaan kedua kelompok ini akan dicampur (A1 dengan B1, A2 dengan B2 dan A3 dengan B3) untuk melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga reaksi tercampur merata yang ditandai dengan adanya perubahan warna yang terjadi. Untuk pencampuran I (A1 dengan B1) waktu yang dibutuhkan dari bening menjadi menjadi biru kehitaman adalah 9,35 detik, untuk pencampuran II (A2 dengan B2) waktu yang dibutuhkan dari perubahan warna bening menjadi biru kehitaman yakni 5,65 detik dan pada pencampuran ketiga (A3 dengan B3) waktu yang dibutuhkan dari warna bening berubah menjadi biru kehitaman adalh 4,65 detik. Inilah yang disebut dengan laju reaksi yang dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi suatu pereaksi atau laju pertumbuhan konsentrasi suatu produk. Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi bukan konsentrasi hasil reaksi. Makin besar konsentrasi pereaksi maka laju

reaksi akan semakin besar begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, maka persamaan laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi. Untuk ketiga pencampuran itu berturut-turut didapatkan laju reaksinya R1 = 5,3 x 10-4 m/s, R2 = 8,8 x 10-4 m/s dan R3 = 10,7 x 10-4 m/s. Terlihat pencampuran ketiga yang paling cepat hal ini dikarenakan waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk bercampur sehingga hasil pencampuran lebih merata dibanding 2 larutan atau pencampuran sebelumnya. Selain laju reaksi akan dicari juga orde reaksi tapi untuk menentukan orde reaksi terlebih dauhulu dicari nilai konsentrasi Fe 3+ dan I- masing-masing diperoleh F13+ = 0,025 M, F23+ = 0,025 M dan Fe33+ = 0,0375 M untuk I1- = 0,01, I2- = I3- yakni 0,015 M. Orde reaksi didapat pada nilai a sebesar 0,483 dan 1,25 sesuai dengan teori bahwa orde nol menunjukkan laju reaksi tidak dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi pereaksi sedang orde satu menunjukkan perubahan konsentrasi berbanding lurus dengan laju reaksi yang dimaksud adalah pereaksi pangkat satu. Suatu reaksi berbanding cepat atau lambat dapat diketahui dengan mudah melalui pengamtan seprti yang kita lakukan. Seiring bertambahnya waktu reaksi maka jumlah zat pereaksi semakin sedikit sedangkan produk semakin banyak.

BAB V P ENUTUP

V.1 Kesimpulan 1. Diperoleh tingkat reaksi dari Fe3+ yakni F13+ = F23+ = 0,025 M sedang Fe3+ = 0,0375 M. 2. Diperoleh tingat reaksi dari I- yakni I1- = 0,01M, I2- = I3- yakni 0,015 M. 3. Laju reaksi untuk ketiga pencampuran berturut-turut : R1 = 5,3 x 10-4 m/s R2 = 8,8 x 10-4 m/s R3 = 1,07 x 10-3 m/s

4. Benar, bahwa perubahan konsentrasi pereaksi mempengaruhi laju reaksi dan ini telah terbukti lewat perhitungan yang didapatkan bahwa orde 1 menunjukkan laju reaksi berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi.

V. 2 Saran 1. Sebaiknya selain menentukan tingkat reaksi dan orde reaksi harusnya ditentukan juga tetapan laju reaksi dan waktu paruh. 2. Sebaiknya dicoba juga dengan faktor-faktor yang lain untuk melihat dan membuktikan pengaruhnya terhadap laju reaksi seperti suhu ataupun luas permukaan.

Lampiran Skema Kerja A. Pencampuran larutan A

5 ml

7,5 ml

7,5 ml

Larutan KI

A1

A2

A3

5 ml

5 ml

5 ml

Larutan Na2S2O4

A1

A2

A3

2,5 ml

2,5 ml

2,5 ml

Larutan Kanji

A1

A2

A3

12,5 ml

10 ml

10 ml

H2O

A1

A2

A3

B. Pencampuran Larutan B

5 ml

5 ml

7,5 ml

Larutan Fe(NO3)3

B1

B2

B3

10 ml

10 ml

10 ml

Larutan HNO3

B1

B2

B3

10 ml

10 ml

10 ml

H2O

B1

B2

B3

C. Tahap Pencampuran A + B

A1 + B1

A1 (Bening)

B1 (Bening)

dicatat waktu perubahannya Biru Kehitaman

A2 + B2

A2 (Bening)

B2 (Bening)

dicatat waktu perubahannya Biru Kehitaman

A3 + B3

A3 (Bening)

B3 (Bening)

dicatat waktu perubahannya Biru Kehitaman

DAFTAR PUSTAKA

A. Haryana, Pudjatmaka. 1989. Kimia. Jakarta : Erlangga. Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI. Ditjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI. Sumule, Halimah. 2009. Kimia Dasar. Bandung : Pionir Jaya. Sutresna, Nana. 2008. Cerdas Belajar Kimia (Untuk kelas XI). Bandung : Grafindo Media Pratama. Tomy Bird, 1993. Ilmu Kimia. Jakarta : Erlangga

You might also like