You are on page 1of 23

BAB I LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PENDERITA Nama Usia Jenis kelamin Status Agama Pekerjaan Alamat : Tn. D : 37 tahun : laki-laki : menikah : Islam : pegawai dekorasi pernikahan : Pandak

Tanggal masuk : 27 April 2013 Tanggal periksa : 30 April 2013 No. CM : 760646

II.

SUBJEKTIF 1. Keluhan Utama Sesak nafas

2.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien Tn. D usia 37 tahun datang ke IGD RSMS pada hari Sabtu, 27 April 2013 dengan keluhan utama sesak nafas yang dirasakan 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan seperti tertindih benda berat di seluruh dada. Sesak dirasakan mengganggu karena pasien benar-benar tidak bisa beraktivitas saat sesak, pasien hanya mampu duduk dengan posisi membungkuk untuk mengurangi sedikit sesaknya. Sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat melakukan pengasapan sendiri di rumah, tetapi karena tak kunjung membaik akhirnya pasien memutuskan untuk ke rumah sakit. Keluhan sesak dirasakan pasien kambuh-kambuhan hampir setiap hari terutama jika pagi hari karena cuaca dingin, terkadang pasien juga mengalami kekambuhan pada malam hari, yaitu sekitar 3 kali dalam seminggu.

Sesak dirasakan semakin berat oleh pasien ketika beraktivitas, termasuk berbicara, sehingga pasien hanya mampu mengeluarkan kata-kata yang terputus ketika sesak berlangsung. Biasanya sesak dirasakan membaik dengan obat, baik obat dari warung, obat semprot maupun dengan pengasapan sendiri yang dilakukan di rumah dengan meminum obat dari warung ataupun dengan pengasapan yang dilakukan sendiri di rumah. Selain sesak nafas pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dahak yang keluar berwarna putih kental. Pasien juga mengaku nafsu makan berkurang, keluar keringat malam dan berat badan sempat menurun drastis dari 55 kg menjadi 50 kg. Pada saat dilakukan anamnesis yaitu pada hari ke-4 perawatan, pasien mengakui keluhan sesak sudah sangat berkurang. Pasien merasa lebih nyaman pada posisi duduk karena ketika berbaring pasien merasa lebih sesak.

3.

Riwayat Penyakit Dahulu Pada bulan November 2012 pasien sempat dirawat di RSMS selama kurang lebih 7 hari karena keluhan sesak nafas dan batuk berdahak berwarna putih yang tak kunjung sembuh. Saat itu, di RSMS pasien mengaku diperiksa dahak dan dinyatakan positif menderita TB, sehingga pasien diberikan obat yang membuat air kencing menjadi berwarna merah. Pasien rutin mengkonsumsi obat tersebut sampai saat ini. Pasien sempat diperiksa dahak kembali pada 3 bulan sebelum masuk rumah sakit dengan hasil negatif. Sebelumnya pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan batuk yang lama sebelumnya. a. Riwayat asma : diakui, sering kambuh-kambuhan sejak usia muda b. Riwayat mondok : diakui, pasien sering mondok di RS karena keluhan yang sama c. Riwayat OAT : diakui, sedang menjalani

pengobatan bulan ke 6 d. Riwayat hipertensi e. Riwayat kencing manis f. Riwayat alergi : disangkal : disangkal : diakui, pasien alergi terhadap dingin 4. Riwayat Penyakit Keluarga a. b. c. d. e. f. Riwayat keluhan serupa Riwayat mondok Riwayat hipertensi Riwayat kencing manis Riwayat asma Riwayat alergi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : diakui, ibu pasien memiliki alergi terhadap debu. 5. Riwayat Sosial Ekonomi a. Community Pasien tinggal di lingkungan yang tidak terlalu padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain sedikit berjauhan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik serta pasien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. b. Home Pasien tinggal bersama istri dan 2 orang anak. Rumah pasien terdiri dari 2 kamar dengan ukuran sedang dan tidak terdapat jendela pada kamar pasien sehingga kondisi menjadi lembab. Rumah pasien berdinding tembok, ventilasi jarang sekali dibuka, lantai terbuat dari tegel. c. Occupational Pasien bekerja sebagai pegawai dekorasi pernikahan. Pasien mengakui banyak rekan kerja pasien yang mengalami batuk berdahak sejak lama.

d. Personal habit Pasien mengaku makan sehari 3 kali dengan menu yang bervariasi. Pasien mengaku jarang berolahraga dan mempunyai kebiasaan minum kopi hampir setiap hari. Pasien tidak merokok.

III. OBJEKTIF 1. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum b. Kesadaran c. BB d. TB e. Vital sign - Tekanan Darah : 110/70 mmHg - Nadi - RR - Suhu d. Status Generalis 1) Kepala Bentuk Rambut : mesochepal, simetris : warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata, tidak rontok Nyeri tekan : (-) : 84x/menit : 32x/menit : 36, 1 oC : sedang : compos mentis, GCS = 15 E4M6V5 : 50 kg : 163 cm

2) Mata Palpebra Konjungtiva Sclera Pupil Exopthalmus Lensa Gerak mata Nistagmus : edema (-/-) ptosis (-/-) : anemis (-/-) : ikterik (-/-) : reflek cahaya (+/+), isokor : (-/-) : keruh (-/-) : normal : (-/-)

3) Telinga otore (-/-) deformitas (-/-) nyeri tekan (-/-)

4) Hidung nafas cuping hidung (-/-) deformitas (-/-) discharge (-/-)

5) Mulut bibir sianosis (-) bibir kering (-) lidah kotor (-)

6) Leher Trakhea Kelenjar lymphoid Kelenjar thyroid JVP : deviasi trakhea (-/-) : tidak membesar, nyeri (-) : tidak membesar : nampak, tidak kuat angkat

7) Dada a) Paru - Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), jejas (-) - Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri ketinggalan gerak kanan = kiri - Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan

- Auskultasi : suara vesikuler +/+ suara tambahan rhonki basah kasar -/suara tambahan ronkhi basah halus -/suara tambahan wheezing +/+ b) Jantung - Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V LMC sinistra - Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LLMC sinistra, tidak kuat angkat

- Perkusi : batas jantung kanan atas Batas jantung kiri atas Batas jantung kanan bawah Batas jantung kiri bawah

: SIC II RSB : SIC II LSB : SIC V RSB : SIC V LMCS

- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-) 8) Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : datar : bising usus (+) normal : tympani,tes pekak sisi (-), pekak beralih (-) : hepar dan lien tidak teraba

9) Ekstrimitas Superior Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-) : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/+)

2.

Pemeriksaan penunjang a. Foto rongten thoraks 26 April 2013 Cor : bentuk dan letak normal

Pulmo : corakan vaskular meningkat Tampak bercak dengan garis fibrosis dan kavitas multiple pada lapangan atas pulmo dextra dan sinistra b. Pemeriksaan darah lengkap 26 April 2013 Darah lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV : 16,2 g/dl : 19746uL : 46% : 5,3. 10^6/uL : 416.000/uL : 85,6 fL : 30,5 pg : 35,7 % : 13.3 % : 10,8 fL

HitungJenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Kimia Klinik SGOT SGPT Ureum Kreatinin : 52 U/L : 15 U/L : 15,4 mg/dL : 0,80 mg/dL : 0,5% : 15,5 % : 0,00% : 57,3% : 17,5% : 9,2 %

Glukosa Sewaktu: 94 mg/dL

IV. ASSESSMENT 1. Diagnosis Klinis: Serangan asma akut sedang pada asma persisten sedang TB Paru BTA konversi lesi luas kasus baru

V.

PLANNING 1. Diagnosis Kerja: Serangan asma akut sedang pada asma persisten sedang TB paru BTA konversi lesi luas kasus baru 2. Terapi a. Farmakologi O2 4 LPM NK IVFD RL 10 tpm + 1,5 ampul Aminofilin Nebule ventolin setiap 8 jam Inj. Metil prednisolon 3x125 mg Po. OAT 2 FDC 1x3 tab Po. B6 1x1 tab Po. Terasma 1x1 c

b. Non Farmakologi Asma: 1) Edukasi penderita dan keluarga tentang penyakit asma, identifikasi dan mengontrol faktor pencetus, pengobatan asma, dan penanganan saat serangan asma 2) Penilaian dan pemantauan berkala 3) Meningkatkan pola hidup sehat meliputi meningkatkan kebugaran fisik, berhenti merokok, dan meningkatkan kebersihan lingkungan kerja serta lingkungan rumah. TB: 1) Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit TB,

pengobatan, penularan, dan komplikasinya. 2) Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan 3) Screening pada anggota keluarga yang lain untuk tindakan pencegahan dan pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular. 4) Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti buka ventilasi sesering mungkin agar sinar matahari dan udara masuk.

3.

Pemeriksaan Penunjang a. b. Periksa sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu) Pemeriksaan darah lengkap Hb, Ht, Leukosit, Eritrosit, Trombosit, MCV,MCHC, hitung jenis leukosit Kimia klinik (SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, GDS, G2PP) c. d. e. Periksa radiologi : foto thoraks PA Uji kultur bakteri Skin prick test

f. g. h.

Serologi IgE Spirometri Arus puncak ekspirasi (APE)

4.

Monitoring Asma a. Keadaan umum dan kesadaran b. Tanda vital c. Kontrol teratur Kontrol tidak hanya bila terjadi serangan akut, namun kontrol teratur terjadwal, interval berkisar 1-6 bulan bergantung keadaan asma. Rujuk kasus ke spesialis paru pada keadaan: 1) Tidak respon terhadap pengobatan 2) Pada serangan akut yang mengancam jiwa 3) Tanda dan gejala tidak jelas, terdapat penyakit penyerta 4) Dibutuhkan pemeriksaan di luar pemeriksaan standar seperti uji alergi, pemeriksaan faal paru lengkap, provokasi bronkus, dan exercise. TB d. Evaluasi klinis Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik e. Evaluasi bakteriologis Sebelum pengobatan dimulai Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) Pada akhir pengobatan

f. Evaluasi radiologi Sebelum pengobatan

Setelah 2 bulan pengobatan Pada akhir pengobatan

g. Evaluasi efek samping Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin) Periksa fungsi ginjal ( ureum, kreatinin) Periksa GDS, G2PP, asam urat Pemeriksaan visus Pemeriksaan keseimbangan dan pendengaran

h. Evaluasi keteraturan obat

5.

Prognosis Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam

BAB II PEMBAHASAN

1.

Definisi Gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan dini hari. Episodik berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2.

Epidemiologi Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan Kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 Menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute Melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika. Data pada pewarisan asma adalah paling cocok dengan determinan Poligenik atau multifaktorial. Anak dengan satu orangtua yang terkena Mempunyai resiko menderita asma sekitar 25%; risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orangtua asmatis. Namun, asma tidak secara universal ada pada Kembar monozigot. Labilitas bronkial dalam responsnya terhadap uji olahraga Juga telah diperagakan pada anggota keluarga anak asmatis yang sehat. Kecenderungan genetik bersama dengan faktor lingkungan dapat menjelaskan Kebanyakan kasus asma masa kanak-kanak. Asma dapat timbul pada segala umur; 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedang 80-90% anak asma mempunyai gejala pertamanya sebelum umur 4-5 tahun.

3.

Faktor Resiko Faktor resiko asma meliputi faktor penjamu dan faktor lingkungan diantaranya adalah:

a. Faktor penjamu Genetik Alergi (atopik) Hiperaktiviti bronkus Jenis kelamin Ras

b. Faktor lingkungan 4. Alergen Sensitisasi lingkungan kerja Asap rokok Polusi udara Infeksi pernafasan (virus) Diet Status sosioekonomi

Klasifikasi

5.

Patofisiologi Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen , virus dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamsi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hiper sensitivitas tipe I (tipe alergi0, terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat permukaan sel mast pada intersisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen , terjadi fase sensititasi, antibodi IgE orang

tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi ige yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa amediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien , faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dindingh bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Reaksi alregi fase cepat , obstruksi saluran napas terjadi segeras dalam waktu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajana laergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang semapai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil , sel T, sel Mast dan Antigen Presnting cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar , nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk kedalam submukosa, sehingan meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tampa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melaui refleks saraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepaskanya neuropeptida yang menyebabkan terjadi

bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudai plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

Gambar 1. Patofisiologi asma (Stephen T. Holgate and Riccardo Polosa. Treatment strategies for allergy and asthma. Vol. 8(3):Page 220, Copyright 2008.) 6. Penegakan Diagnosis a. Anamnesis 1) Gejala Gejala yang episodik Batuk Sesak nafas Mengi Rasa berat di dada Gejala memberat berkaitan dengan cuaca

2) Riwayat penyakit/ gejala Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala memburuk/ timbul terutama malam hari/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator Riwayat alergi

b. Pemeriksaan fisik 1) Gejala saat serangan Khas pada auskultasi yaitu didapatkan suara tambahan berupa wheezing Nafas dengan menggunakan otot bantu nafas Nafas cuping hidung Sianosis Gelisah Sukar bicara Takikardi Hiperinflasi

c. Pemeriksaan penunjang 1) Faal paru Spirometri Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% nilai prediksi Volume ekspirasi paksa detik pertama dibagi dengan kapasitas vital paksa (KVP) < 75% Arus puncak ekspirasi (APE)

2) Uji provokasi bronkus 3) Pengukuran status alergi 7. Skin test Tes serologi IgE

Penatalaksanaan a. Tujuan penatalaksanaan asma Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara Mencegah kematian karena asma

b. Komponen penatalaksanaan asma KIE dan Hubungan dokter-pasien Identifikasi dan menurunkan pajana terhadap faktor resiko Penilaian, pengobatan dan monitor asma. Penatalaksanaan asam eksaserbasi akut Keadaan khusus sperti ibu hamil, hipertensi , diabetes melitus.

c. Penatalaksanaan serangan asma akut Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien dirumah dan apabila tidak ada perbiakan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan dirumah.

Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan asma di RS d. Penatalaksanaan asma jangkan panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan . pengobatan asam jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang adalah edukasi, obat asma dan menjaga kebugaran. Edukasi yang diberikan mencakup kapan pasien harus berobat, mengenali gejala serangan asma serangan dini, mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol

serta cara dan waktu penggunaanya, mengenali faktor pencetus, kontrol teratur. Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditunjukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dari terus menerus, untuk mengntrol asma digunakan anti inflamasi. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain , inhalasi kortikosteroid, b2 agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin lepas lambat. e. Asma terkontrol dicirikan sebagai berikut: Gejala minimal terutama gejala malam Tidak ada keterbatasan aktiviti Kebutuhan bronkodilator Varian harian APE < 20% Nilai APE normal atau mendekati normal Efek samping obat minimal Tidak ada kunjungan ke IGD

8.

Pencegahan a. Pencegahan Primer Dilakukan pada periode prenatal dan perinatal b. Pencegahan sekunder Mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma c. Pencegahan tersier Sudah terjadi asma namun mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus seperti alergen di dalam dan diluar ruangan (debu rumah, alergen binatang, kecoa jamur), polusi udara di dalam dan diluar ruangan (asap rokok, obat nyamuk, spray pembersih ruangan), faktor pencetus lain (refluks gastroesofagus, obat-obatan dan infeksi pernafasan)

Pencegahan dan Intervensi Dini Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dalam menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI ekslusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik (mampu mencetuskan alergi), pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan, dan khususnya dermatitis atopik pada bayi, juga asma. Penggunaan antihistamin non sedatif (tidak menyebabkan kantuk) seperti ketotifen dan setirizin jangka panjang dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma pada anak dengan dermatitis atopik. Namun obat-obat ini tidak bermanfaat sebagai obat pengendali asma (controller). Faktor Alergi dan Lingkungan (Menghindari Pencetus) Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor penting berkembangnya asma. Paling tidak 75-90% anak asma balita terbukti mengidap alergi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Atopi (kecenderungan mempunyai satu atau beberapa jenis dari kelompok besar alergi) merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya hiperreaktivitas bronkus

dan gejala asma. Terdapat hubungan antara pajanan alergen (pencetus alergi) dengan sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan gejala asma pada anak. Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma. Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting. Keluarga dengan anak asma dianjurkan tidak memelihara binatang berbulu, seperti kucing, anjing, burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran kelembaban kamar perlu untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungaunya. Perlu ditekankan bahwa anak asma seringkali menderita rinitis alergi dan/atau sinusitis yang membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan diagnosis kedua kelainan itu yang diikuti dengan terapi adekuat akan memperbaiki gejala asmanya. Beberapa penelitian menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Adanya asma pada orangtua, dan dermatitis (penyakit kulit eksim) atopik pada anak dengan mengi merupakan salah satu indikator terjadinya asma di kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut, maka kemungkinan menjadi asma lebih besar.

9.

Prognosis Prognosis asma dapat ditentukan berdasarkan faktor-faktor diantaranya: a. Usia pertama timbulnya gejala b. Riwayat alergi/ atopik pada keluarga c. Keadaan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja d. Kewaspadaan menghindari faktor pencetus e. Penyakit penyerta f. Frekuensi munculnya serangan

BAB III KESIMPULAN

1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiper responsif jalan nafas berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, batuk terutama pada malam dan dini hari. 2. Faktor resiko terjadinya asma terdiri dari dua yaitu faktor penjamu dan faktor lingkungan. 3. Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 4. Klasifikasi derajat asma dibedakan menjadi intermitten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat. 5. Prognosis ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya usia pertama timbulnya gejala, riwayat alergi/ atopik pada keluarga, keadaan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja, kewaspadaan menghindari faktor pencetus, penyakit penyerta, frekuensi munculnya serangan

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood. 2008. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Asma. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2009. Asma Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Lopez, Munoz. 2010. Prognostic bases of asthma. Natural history?. Allergologia et Immunopathologia. 38: 333-6. Morris, Michael J. 2013. Asthma. Medscape Reference. Available at http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw2aab6b2b2

You might also like