You are on page 1of 16

BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013

LECTURE OF DESIGN OF LEARNING MATHEMATICS Prof. Dr. Gerard Polla, M.App.Sc

Oleh Joko Soebagyo 7826120981

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2013

Abstract: This paper describe transition of the curriculum in indonesia called curriculum 2013 from the perspective of self efficacy in learning mathematics. The fact shows that teachers and students have understanding and beliefs that differ in facing a curricula changed based on culture and nation character, based civilization, and based on competency. For example mathematics is integrating with some character as: honest, minutely, discipline, critical, consistent, curiosity, responsible, cooperate, tough, tolerance, careful and others. Build self-efficacy teachers and students in learning mathematics based on curriculum 2013 is a challenge must be taken by the teacher especially so as students are able to and adjust a curricula changed. Keywords: self efficacy, learning mathematics, curriculum 2013

A. INTRODUCTION Di awal tahun 2013, Indonesia di heboh kan dengan munculnya kurikulum 2013. Berbagai kalangan baik dari guru, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan masyarakat umum di Indonesia pro-kontra menanggapi isu tersebut. Untuk meyakinkan semua komponen masyarakat tentang kurikulum 2013, pemerintah melakukan sosialisasi melalui uji publik. Uji publik dilakukan pemerintah di bawah naungan menteri pendidikan nasional Muhamamd Nuh untuk melihat respons dari guru, LPTK dan masyarakat umum. Masa uji publik kurikulum baru mulai berlangsung dari 29 Nopember 2012 dan dinyatakan berakhir pada hari Minggu, 23 Desember 2012. Uji publik dilakukan dalam tiga bentuk penyerapan yaitu: masukan, saran dan pendapat dari publik. Uji publik dilakukan juga dalam 3 tahap, yaitu: uji publik online, tatap muka dan 11 LPTK di Indonesia. Hasilnya adalah seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sumber: www.srie.org


BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 2

Melihat kembali sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sangat kompleks dan berliku. Perkembangan kurikulum di Indonesia terjadi karena adanya tuntutan dan perubahan situasi dan kondisi karena efek dari perubahan zaman dan era globalisasi.

Gambar 2. Sumber: http://pjjpgsd.dikti.go.id Perubahan kurikulum di Indonesia selalu disertai dengan keyakinan (belief) dan harapan (hope) yang tinggi, baik dari pemerintah, guru, masyarakat umum dan siswa sebagai pembelajar terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum yang mengalami perubahan. Namun sayangnya, belief tersebut tidak dapat dibuktikan secara real, apakah kurikulum yang mengalami perubahan tersebut berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pencapaian dari tujuan-tujuan yang ada dalam kurikulum melalui suatu evaluasi yang valid dan reliabel terhadap kurikulum yang mengalami perubahan. Menurut Prof. Aleks Maryunis, guru besar Universitas Negeri Padang (2006) menyatakan bahwa, Perubahan kurikulum di negara kita kebanyakan

menitikberatkan pada perubahan konsep tertulis, tanpa mau memperbaiki proses pelaksanaannya di tingkat sekolah.
Dampak secara langsung dari perubahan kurikulum dapat dilihat dalam pelaksanaan kurikulum di dalam kelas, sehingga yang merasakan dampak secara langsung tersebut adalah guru dan siswa. Sebagai individu-individu (victim) yang terkena dampak langsung dari perubahan kurikulum, guru dan siswa dengan situasi dan kondisi latar belakang yang berbeda-beda dan kompleks, berupaya menghadapinya dengan keyakinan, usaha, dan konsisten dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas. Faktor-faktor tersebut tentunya yang dapat meningkatkan hasil belajar di akhir proses pembelajaran. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan hasil pembelajaran adalah self-efficacy. Menurut Prof. Albert Bandura, Stanford University (1982) menyatakan bahwa: Self-

efficacy also can affect effort expenditure and persistence. Especially when they encounter difficulties, students who believe that they can perform well ought to work harder and persist longer than those who doubt their capabilities.
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 3

Artinya, self-efficacy dapat mempengaruhi usaha yang sedang dikerjakan dan terusmenerus. Khususnya ketika mereka menghadapi kesulitan, siswa yang memiliki keyakinan bahwa mereka mampu melakukan dengan baik akan bekerja lebih keras dan berkepanjangan daripada mereka yang meragukan kemampuan mereka sendiri. Jadi, perubahan kurikulum seperti apapun, guru dan siswa sangat dimungkinkan dapat menghadapi dan menjalaninya saat terjadi proses pembelajaran di dalam kelas. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana membangun self-efficacy guru dan siswa dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika berdasarkan perubahan kurikulum 2013. B. CONTENT 1. Apakah self-efficacy itu? Adalah Albert Bandura lahir di Alberta, Kanada pada tanggal 4 Desember 1925, seorang psikolog yang lulus B.S. (setara dengan magister) bidang psikologi di University of British Columbia tahun 1949, lulus Ph.D. (setara dengan doktor) bidang psikologi di University of Iowa tahun 1952, dimana ia membangun social learning theory yang pada awalnya ia namakan social cognitive theory , dan kemudian mengajar psikologi di Stanford University dari tahun 1953 sampai sekarang. Banyak orang menganggap dia adalah bapak dari the cognitivist movement.

doc. http://what-is-psychology.org

"Social learning theory approaches the explanation of human behavior in terms of a

continuous reciprocal interaction between cognitive, behavioral, and environmental determinants" (Social Learning Theory, 1977).
Hubungan antara cognitive, behavioral, and environmental determinants dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. Sumber: http://recapp.etr.org


BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 4

Self-efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Albert Bandura pada tahun 1977 dalam buku Social Learning Theory, seperti terlihat pada gambar 3. Tetapi dalam jurnal ilmiah, self-efficacy diperkenalkan kembali secara tegas dalam makalahnya yang berjudul Self-Efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change yang
dimuat dalam jurnal Psychological Review, Vol. 84, p. 191-215 tahun 1977. Ide self-efficacy itu sendiri adalah tentang bagaimana setiap individu memiliki sikap positif untuk memutuskan bahwa ia sanggup melakukan sesuatu berdasarkan keyakinan dan kemampuan yang ia miliki. Dibawah ini ada beberapa statement tentang self-efficacy:

Self-efficacy is "the belief in ones capabilities to organize and execute the courses of action required to manage prospective situations." In other words, self-efficacy is a persons belief in his or her ability to succeed in a particular situation. Bandura described these beliefs as determinants of how people think, behave, and feel.
Albert Bandura (1994)

Self-efficacy is helps determine our life choices, it motivates us, and it helps us deal with failures and setbacks in life. Albert Bandura (1994) Self-efficacy is hypothesized to affect individuals task choices, effort, persistence, and achievement. Albert Bandura (1997); Schunk (1995) Self-efficacy is the belief in ones capabilities to organize and execute the course of action required to manage prospective situations. Albert Bandura (1997) Self-efficacy refers to the belief or perception that one is capable of organizing and executing the actions necessary to succeed at a given task. Albert Bandura (1997) Efficacy beliefs were powerful predictors of behavior because they were ultimately self-referent in nature and directed toward specific tasks. The predictive power of efficacy has generally been borne out in research, especially when efficacy beliefs are measured concerning specific tasks. Albert Bandura (1997) Self-efficacy is concerned not with the skills one has but with the capacity of what one can do with whatever skills one possesses. Albert Bandura (1986) Self-efficacy has to do with self-perception of competence rather than actual level of competence. This is an important distinction, because people regularly overestimate or underestimate their actual abilities, and these estimations may have consequences for the courses of action they choose to pursue or the effort they exert in those pursuits. M. Tschannen-Moran (1998)

BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 5

Perceived self-efficacy occupies a pivotal role in the causal structure of social cognitive theory because efficacy beliefs affect adaptation and change not only in their own right, but through their impact on other determinants. Albert Bandura
(2001)

Self-efficacy is the belief in one's own ability to perform well. During the tween years, self-efficacy plays a particularly important role since tweens face a number of new challenges, especially in the classroom. Self-efficacy is a key factor in resilience: tweens who believe they can succeed are more likely to bounce back and try again after facing a setback. As such, it's important for parents and teachers to encourage self-efficacious beliefs in tweens. Your sense of self-efficacy has a major influence on how you approach challenges and goals. When confronted with a challenge, do you believe that you can succeed or are you convinced that you will fail? People with strong self-efficacy are those who believe that they are capable of performing well. These people are more likely to view challenges as something to be mastered rather than avoided.
Jadi dapat dikatakan bahwa self-efficacy adalah kepercayaan dan keyakinan akan kemampuan seseorang yang lebih untuk mengatur dan melaksanakan sesuatu dari tindakan yang akan dibutuhkan untuk mengelola dan mengatasi situasi yang akan dihadapi. 2. Sumber-sumber self-efficacy Dalam buku Social Learning Theory, Bandura mendefinisikan empat sumber efficacy expectations yaitu: Performance accomplishments, Vicarious Experience,

Verbal Persuasion and Emotional Arousal.

Gambar 4. Sumber: http://jcmc.indiana.edu/vol3/issue4/staples.html


BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 6

2.1.

Performance Accomplishment Performance accomplishment dapat diartikan sebagai pencapaian dalam


unjuk kerja, maksudnya adalah ketika seseorang mendapatkan sebuah tugas, maka baginya tugas tersebut harus dikuasai secara tuntas. Keyakinan akan penguasaan pengalaman hidup sangatlah penting dan menentukan seseorang akan berhasil dalam pelajarannya atau tidak. Dalam beberapa literatur performance accomplishment di istilahkan sebagai mastery experience.

"The most effective way of developing a strong sense of efficacy is through mastery experiences," Bandura explained. Performing a task successfully strengthens our sense of self-efficacy. However, failing to adequately deal with a task or challenge can undermine and weaken self-efficacy.
2.2.

Vicarious Experiences Vicarious experiences dapat diartikan sebagai pengalaman yang dialami
orang lain seolah-olah dialami oleh diri sendiri, maksudnya adalah seseorang yang ingin sukses dalam kehidupannya, ia mencontoh tokoh-tokoh yang sukses untuk di buat menjadi model sehingga dapat meningkatkan keyakinan dan motivasinya untuk menjadi sukses juga. Dalam beberapa literatur vicarious experiences di istilahkan sebagai social modelling.

Witnessing other people successfully completing a task is another important source of self-efficacy. According to Bandura, "Seeing people similar to oneself succeed by sustained effort raises observers' beliefs that they too possess the capabilities master comparable activities to succeed."
2.3.

Verbal Persuasion Verbal persuasion dapat diartikan sebagai pendekatan secara verbal yang
diberikan seseorang kepada orang lain dalam bentuk sugesti, saran, nasehat, peringatan dan petunjuk positif yang dapat meningkatkan motivasi untuk meraih suatu tujuan atau cita-cita. Dalam beberapa literatur verbal persuasion di istilahkan sebagai social persuasion.

Bandura also asserted that people could be persuaded to believe that they have the skills and capabilities to succeed. Consider a time when someone said something positive and encouraging that helped you achieve a goal. Getting verbal encouragement from others helps people overcome self-doubt and instead focus on giving their best effort to the task at hand.

BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 7

2.4.

Emotional Arousal Emotional arousal dapat diartikan sebagai reaksi emosional seseorang
terhadap suatu situasi dan kondisi yang sedang dihadapi sehingga berdampak terhadap kemampuannya dalam menghadapi situasi dan kondisi tersebut. Dalam beberapa literatur emotional arousal di istilahkan sebagai psychological responses.

Our own responses and emotional reactions to situations also play an important role in self-efficacy. Moods, emotional states, physical reactions, and stress levels can all impact how a person feels about their personal abilities in a particular situation. A person who becomes extremely nervous before speaking in public may develop a weak sense of self-efficacy in these situations.
3. Kurikulum 2013 Adalah Muhammad Nuh lahir di Surabaya, Jawa Timur pada rabu, 17 Juni 1959, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2009-2014) yang mencetuskan ide kurikulum 2013 yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi (2007). Ia adalah seorang ahli teknik elektro, lulus sarjana teknik elektro tahun 1983 di Fakultas Teknik Elektro ITS, tahun 1987 lulus S2 Jurusan

doc. http://klimg.com/merdeka.com

Signaux et System, Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier Prancis, dan tahun 1990 lulus S3 Jurusan Signaux et System, Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier Prancis.

Riwayat beliau sebagai pendidik di peroleh ketika menjabat sebagai Ketua Jurusan Teknik Elekronika, Politeknik Negeri Surabaya ITS (1992-1993), Direktur Politeknik Negeri Surabaya ITS (1997-2003), Guru Besar ITS (2004), dan Rektor ITS (2003-2006). Secara akademik, beliau bukanlah orang yang expert dalam bidang pendidikan, pedagogi maupun psikologi pendidikan, mengingat jenjang akademik yang dilaluinya adalah teknik elektro. Latar belakang munculnya kurikulum 2013 menjadi pertanyaan banyak orang, mengingat kurikulum KTSP baru berusia 7 tahun sejak dicanangkan pada tahun 2006. Menurut wawancara VIVANews dan Mentri Pendidikan Muhammad Nuh, Kurikulum pendidikan di Indonesia akan drastis diubah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyusun kurikulum baru untuk tahun 2013 mendatang. Rencana ini rupanya sudah digagas sejak 2010. Alasan Kementerian: kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata.
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 8

Perubahan kurikulum ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan siswa Indonesia. Salah satunya adalah survei Trends in International Math and Science oleh Global Institute pada tahun 2007. Menurut survei ini, hanya 5 persen siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai perbandingan, siswa Korea yang sanggup mengerjakannya mencapai 71 persen. Sebaliknya, 78 persen siswa Indonesia dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang hanya memerlukan hafalan. Sementara itu, siswa Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu hanya 10 persen. Indikator lain datang dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains. Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun berkembang lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6. 4. Matematika dalam kurikulum 2013 Berikut ini adalah salah satu bagian dari lampiran dari kurikulum 2013 mata pelajaran matematika kelas X tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) versi tanggal 9 Februari 2013 halaman 48 dan versi tanggal 4 Maret 2013 halaman 47.

Gambar 5. Sumber: https://docs.google.com


BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 9

Gambar 6. Sumber: https://docs.google.com Pada gambar 5 dan 6, kebenaran dan keabsahannya masih sangat diragukan, mengingat kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemdikbud) sampai saat ini belum mengeluarkan draft resmi tentang buku pedoman kurikulum 2013. Akan tetapi sudah banyak kalangan menggunakan kurikulum ini, baik untuk dipelajari maupun diujicoba untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Dalam lampiran tersebut muncul satu istilah baru yaitu kompetensi inti sedangkan istilah kompetensi dasar dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah ada, akan tetapi maknanya berbeda. Berikut ini akan diuraikan makna dari istilah kompetensi inti dan kompetensi dasar berdasarkan kurkulum 2013. 4.1. Kompetensi Inti Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi standar kompetensi lulusan (SKL) dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.

BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 10

Kompetensi inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, kompetensi inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal kompetensi dasar. Organisasi vertikal kompetensi dasar adalah keterkaitan antara konten kompetensi dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten kompetensi dasar satu mata pelajaran dengan konten kompetensi dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat. Kompetensi inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan: 1. sikap keagamaan (kompetensi inti 1), 2. sikap sosial (kompetensi inti 2), 3. pengetahuan (kompetensi inti 3), dan 4. penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari kompetensi dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4). 4.2. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Kompetensi dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. 5. Pembelajaran Matematika dalam Kurikulum 2013 Pada gambar 5, dengan kompetensi inti 1 dan 2, kompetensi dasar terlihat jelas sebagai materi pelajaran yang akan dipelajari saat proses pembelajaran matematika di dalam kelas, tetapi pada gambar 6 dengan kategori yang sama, tidak ada kata atau kalimat yang menyatakan materi pelajaran matematika yang akan dipelajari. Pada gambar 7, dengan kompetensi inti 3, kompetensi dasar jelas, dapat di amati dan diukur.
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 11

Gambar 7. Sumber: https://docs.google.com

Pada gambar 7 dengan kompetensi inti 3 yang berkaitan dengan pengetahuan, pembelajaran matematika di dalam kelas diarahkan untuk menciptakanpengetahuan yang saling terinterkoneksi antara mata pelajaran matematika dan mata pelajaran lain. Misalkan, seorang guru ingin mengajarkan kompetensi dasar 3.1 tentang pola barisan dan deret, maka pembelajaran matematika yang dapat dilakukan adalah dimulai dengan melihat fenomena disekitar yang membuat pola barisan dan deret, misalnya pola pertumbuhan tanaman, pola perkembangbiakan hewan ataupun polapola yang lain yang dapat dilihat, diamati dan diukur dengan melibatkan ataupun mengaitkan dengan unsur-unsur seni, budaya, kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban. Dengan kondisi kompetensi inti dan kompetensi dasar yang saling berkaitan, maka diperlukan usaha dari guru untuk menambah wawasan yang sangat luas tentang seni, budaya, kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban yang terkait atau dikaitkan dengan matematika. Membangun self-efficacy Berkaitan dengan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, tantangan terbesarnya adalah bagaimana membangun self-efficacy dalam pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum 2013. Berdasarkan empat sumber self-efficacy menurut teori Bandura, maka ada 4 hal terkait dengan membangun self-efficacy dalam pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum 2013, yaitu:
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 12

6.

6.1.

Mastery Experience Membangun self-efficacy yang tinggi, membutuhkan persepsi positif terhadap situasi dan kondisi apapun sehingga memunculkan energi positif untuk menghadapi apapun. Bagi guru, perubahan kurikulum 2013 diarahkan sebagai tugas yang harus dikuasai (mastery) sekaligus untuk mengasah kemampuan diri terhadap materi matematika itu sendiri dan wawasan pada bidang-bidang yang lain seperti seni, budaya, kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban. Dengan memposisikan perubahan kurikulum sebagai sebuah tugas atau tantangan bukan beban, maka akan terbentuk pikiran positif yang mempengaruhi keyakinan dan kemampuan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi siswa, perubahan kurikulum 2013 bergantung dari guru, jika guru mampu menguasai perubahan tersebut, maka siswa hanya mengikuti dan melakukan proses pembelajaran sesuai dengan skenario sang guru. Pada gambar 7, kompetensi dasar 3.2 misalnya, bagi guru matematika materi eksponen dan logaritma adalah materi yang rutin di ajarkan kepada siswa. Namun sesuai dengan tuntutan kurikulum, materi eksponen dan logaritma tersebut harus di integrasi kan dengan bidang lain yang memungkinkan untuk dikaitkan dijadikan sebagai tugas yang harus dikuasai oleh guru matematika.

6.2.

Social Modelling
Usaha yang mungkin dilakukan adalah melakukan history flashback terhadap materi matematika yang akan di ajarkan sehingga guru dan murid dapat bersama-sama memahami asal-usul atau sejarah dari materi matematika tersebut dan bahkan seolah-olah menjadi penemu dari materi tersebut. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa matematika bukan muncul tiba-tiba tanpa sebab akan tetapi muncul karena adanya fenomena alam sehingga materi matematika pasti berkaitan dengan bidang lain, misalkan fenomena munculnya materi logaritma. Logaritma pertama kali di perkenalkan oleh John Napier serorang warga negara Skotlandia pada tahun 1614 dalam bukunya yang berjudul Mirifici Logarithmorum Canonis Descriptio (Description of the wonderful canon of logarithms), Napier menjelaskan mengapa dibutuhkan logaritma,

Seeing there is nothingthat is so troublesome to Mathematicall practise, nor that doth more modest and hinder Calculators, than the Multiplications, Divisions, square and cubical Extractions of great numbers, which besides the tedious expense of time, are for the most
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 13

part subject to many errors, I began therefore to consider in my minde by what certaine and ready Art I might remove those hindrances. (Smith,
2000 dalam Calderon, 2008) Napier memahami ada beberapa masalah dalam perhitungan matematika sehingga diperlukan penyederhanaan dalam perhitungannya. Tujuan awalnya Napier ingin membuat sebuah tabel dimana perkalian sinus bisa dilakukan dengan penjumlahan bukan sebaliknya. Napiers menjelaskan maksud dari logaritma,

the logarithm of a given sine is that number which has increased arithmetically with the same velocity throughout as that with which radius began to decrease geometrically, and in the same time as radius has decreased to the given [number]. (Katz, 2004 dalam Calderon, 2008)
Jadi, dengan memposisikan diri sebagai penemu dari materi logaritma maka dapat dipahami adanya keindahan dari seni matematika, budaya penyederhanaan masalah menjadi efektif dan efisien, adanya rasa kemanusiaan untuk membantu para astronom menyederhanakan perhitungannya, rasa kebangsaan yang tinggi dan untuk peradaban yang lebih baik. 6.3.

Social Persuasion Self-efficacy dapat terbangun dengan baik dengan cara banyak
membaca, mendengar, dan mengeksplorasi diri dari berbagai sumber yang positif, sehingga meningkatkan kemampuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan. Pada bagian ini, guru dapat mendengar opini dari orang-orang yang memiliki kapabilitas yang baik dalam bidang pendidikan, psikologi pendidikan, pembelajaran dan matematika untuk menambah semangat dan motivasi sehingga berdampak kepada kinerja proses pembelajaran di dalam kelas.

6.4.

Psychological Responses
Untuk membangun self-efficacy dalam pembelajaran matematika, meminimalisir atau bahkan menghilangkan reaksi negatif dan berlebihan adalah hal yang perlu diutamakan sehingga tidak timbul rasa cemas (anxiety) dan stress yang mengakibatkan pekerjaan menjadi terbengkalai, tidak fokus dan hilangnya kemampuan diri dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika di dalam kelas.
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 14

Seorang yang pintar dalam matematika, dapat seketika menjadi tidak tahu apa-apa saat menghadapi ujian dikarenakan reaksi yang berlebihan atau nervous sesaat menjelang ujian. Sehingga psychological responses sangat berdampak terhadap seseorang apabila ia tidak mampu mengontrol dirinya. C. CONCLUSION Kurikulum bukanlah kitab suci yang tidak dapat dirubah dan direvisi, akan tetapi kurikulum dapat di perbaiki sebagian atau bahkan menyeluruh sesuai situasi dan kondisi. Pembelajaran matematika berdasarkan kepada kurikulum 2013 sangatlah mungkin untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran apabila self-efficacy guru matematika tersebut tinggi, sedangkan self-efficacy siswa sangat bergantung kepada guru. Membangun self-efficacy dalam pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum 2013 merupakan salah satu cara untuk menghadapi perubahan kurikulum 2013. Dengan memahami 4 sumber self-efficacy dari teori Bandura, seorang guru matematika dapat memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi untuk dapat mengaplikasikan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Materi ini sekaligus secara teoritis dapat mengukur tingkat self-efficacy seorang guru dalam menghadapi suatu situasi dan kondisi. Mengutip dari pernyataan Bandura, People with a strong sense of self-efficacy: 1. View challenging problems as tasks to be mastered 2. Develop deeper interest in the activities in which they participate 3. Form a stronger sense of commitment to their interests and activities 4. Recover quickly from setbacks and disappointments People with a weak sense of self-efficacy: 1. Avoid challenging tasks 2. Believe that difficult tasks and situations are beyond their capabilities 3. Focus on personal failings and negative outcomes 4. Quickly lose confidence in personal abilities Namun demikian, materi ini masih dalam tataran teoritis, sehingga diperlukan tindak lanjut dalam bentuk penelitian untuk lebih meyakinkan dan menegaskan teori-teori yang terbentuk. D. REFERENSI 1. 2. 3. http://www.srie.org/2012/12/uji-publik-kurikulum-2013-telah.html http://www.uky.edu/~eushe2/Bandura/Bandura1977PR.pdf http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Revisi_Bahan_Ajar_Cetak/BAC_P engkur_SD/UNIT-4_PERKEMBANGAN_KURIKULUM_.pdf
BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 15

4.

5. 6. 7. 8. 9. 10.

11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN /195806191986012MUTHIA_ALINAWATI/PENGARUH_KURIKULUM_TERHADAP_MUTU_P ENDIDIKAN.pdf http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123592-T%2024401-Kurikulum%20sebagaiLiteratur.pdf http://blog.tp.ac.id/perubahan-kurikulum-di-tengah-mitos-globalisasi http://www.hhpublishing.com/_onlinecourses/BSL/bsl_demo/bsl/motivation/F4.html http://www.math.umt.edu/tmme/vol5no2and3/TMME_vol5nos2and3_a14_pp.337_3 44.pdf http://www.ncsall.net/fileadmin/resources/teach/self-efficacy_role.pdf http://www.icidr.org/doc/ICIDR%20PDF%20contents/journal%20of%20research%20i n%20education%20and%20society/JRESSvol2%20nos3%20december%202011/self% 20efficacy%20and%20performance.pdf http://www.uky.edu/~eushe2/Pajares/SchunkPajares2001.PDF http://www.uky.edu/~eushe2/BanduraPubs/BanduraGuide2006.pdf http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/D_Schunk_Self_1985.pdf http://www.quantumlearning.com/wp-content/uploads/2012/05/SelfEfficacy.pdf http://ralmond.net/pubs/MentorPower-Self-Efficacy.pdf http://www.centerforefficacyandresiliency.org/assets/docs/Perceived%20SelfEfficacy%20in%20Cognitive%20Development%20and%20Functioning.pdf http://www.worldwideworkshop.org/pdfs/Self_Efficacy_Learning_in_Game_Design.p df http://www.itl.usyd.edu.au/news/pdfs/Zimmerman%202000.pdf http://arizona.openrepository.com/arizona/bitstream/10150/195751/1/azu_etd_2704_ sip1_m.pdf http://www.heacademy.ac.uk/assets/documents/subjects/engineering/Engineering_Jour nal/EngEd_Vol6_Issue1_06.pdf

BUILD SELF EFFICACY IN LEARNING MATHEMATICS BASED ON CURRICULUM 2013 | 16

You might also like