You are on page 1of 19

PENDAHULUAN Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat

t implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1 Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1 Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2 Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1 TINJAUAN PUSTAKA I. PERDARAHAN POST PARTUM Definisi Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Epidemiologi

Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadangkadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1 Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1 Klasifikasi Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9 1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama 2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaituperdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Etiologi Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :1,9 a. Etiologi perdarahan postpartum dini : 1. Atonia uteri Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

Umur yang terlalu muda / tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Partus lama dan partus terlantar Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. 3. Hematoma Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum. 4. Lain-lain Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri b. Etiologi perdarahan postpartum lambat : 1. Tertinggalnya sebagian plasenta 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta 3. Dari luka bekas seksio sesaria Diagnosis Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9 Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. 9 Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 9 Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.9

Pencegahan dan Penanganan Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.9 Penanganan umum pada perdarahan post partum :10

Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi Atasi syok Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

II. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST) Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.9 Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.5 Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.6

Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena: 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus 2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 5 1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva) 2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.5 Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :9

Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

III. TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :7,8 A. PERASAT CREDE7 Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi : 1. 2. Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong Teknik pelaksanaan

Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.

B. MANUAL PLASENTA Indikasi Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.7 Teknik Plasenta Manual Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.8

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8 C. EKSPLORASI KAVUM UTERI Indikasi Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.7 Teknik Pelaksanaan Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual. 7 IV. SYOK HEMORAGIK Etiologi Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat terjadi karena perdarahan akibat abortus, kehamilan ektopik terganggu, cedera pada pembedahan, perdarahan antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati. 11 Klasifikasi 1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul, penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi asidosis metabolik). 2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik

3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung. 11 Patofisiologi Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis respiratorik. 11 Gejala Klinik 1. Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa dingin 2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100 mmHg, oliguri/ anuria. keluhan haus 3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60 mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun. 11

post partum hemorrhagic


Postpartum Hemorrhage PENDAHULUAN Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1 Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1 Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2 Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi

perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 www.ukrida.ac.id BAB II Isi PERDARAHAN POST PARTUM Definisi Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Anamnesis I. IDENTITAS PASIEN II. Nama : Ny D III. Usia : IV. Paritas : V. Alamat : VI. Tanggal Masuk: VII. Waktu : VIII. II. ANAMNESA IX. a. Keluhan Utama Perdarahan banyak setelah melahirkan. X. b. Riwayat Penyakit Sekarang XI. c. Riwayat obstetri : XII. e. Riwayat Penyakit Dahulu :Riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, Asma disangkal. XIII. f. Riwayat Menstruasi :Menarche usai12 tahun, menstruasi teratur sekali tiap bulan, lama haid 7 hari, keputihan (-). XIV. g. Riwayat KB : Pasien tidak menggunakan KB II. PEMERIKSAAN FISIK XV. a. Keadaan Umum Pasien sadar, kesakitan, tampak anemis Vital Sign Tekanan Darah : 90/70 mmHg Nadi : 100 kali / menit Frekuensi Nafas : 20x /menit Suhu : 370 C

Status Generalis Kepala : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor Leher : tidak ada pembesaran pada JVP, tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar

tiroid. Dada : Pernafasan kanan dan kiri simetris, tidak ada retraksi, fremitus vokalis simetris, sonor pada seluruh lapangan paru, redup pada seluruh lapangan jantung, tidak terdapat ronkhi ataupun wheezing, bunyi jantung reguler. Abdomen :Tidak ada sikatrik, Tinggi fundus uteri 2jari dibawah pusar, kontraksi sedang. Ekstremitas : tampak dingin dan tremor

Pemeriksaan Dalam Colok vagina (Vagiinal Toucher): v/u tenang, dinding vagina licin, serviks utuh, OUE terbuka 3 jari, cavum uteri membesar, parametrium kanan-kiri lemas, terdapat sisa placenta di cavum uteri.

PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk - Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal - Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan b. Pemeriksaan radiologi - Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta - USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya Insidensi Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut - Atonia uteri 50 60 % - Sisa plasenta 23 24 % - Retensio plasenta 16 17 % - Laserasi jalan lahir 4 5 % - Kelainan darah 0,5 0,8 % Working diagnose Postpartum Hemorrhage et causa atony uteri

Postpartum Hemorrhage didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi. Definisi Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kotraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup pendarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir . Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.

Diferential diagnose Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Perdarahan segera setelah anak lahir Syok Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar uteri Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Plasenta lengkap Pucat Lemah Menggigil Robekan jalan lahir Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan Retensio plasenta

Atonia

Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang Retensi sisa plasenta Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Neurogenik syok Pucat dan limbung Inversio uteri

Epidemiologi Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadangkadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta sehingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1 Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1 Klasifikasi Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9 1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama 2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

Etiologi

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :1,9 a. Etiologi perdarahan postpartum dini : 1. Atonia uteri Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah : Umur yang terlalu muda / tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Partus lama dan partus terlantar Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi 2. Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. 3. Hematoma Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum. 4. Lain-lain Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri b. Etiologi perdarahan postpartum lambat : 1. Tertinggalnya sebagian plasenta 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta 3. Dari luka bekas seksio sesaria

Etiologi atoni uteri Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir. Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, betasimpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum Diagnosis Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang

menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9 Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. 9 Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.9 Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.9

Patofisiologi

Gejala Klinis: Tanda dan gejala atonia uteri adalah: Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya. Fundus uteri naik Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal Terdapat tanda-tanda syok Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lainlain.

Penatalaksanaan - Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri Jenis uterotonika dan cara pemberiannya Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol Dosis dan cara pemberian awal IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U IM atau IV (lambat): 0,2 mg Oral atau rektal 400 mg Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1

L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam 400 mg 2-4 jam setelah dosis awal Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3 dosis Kontraindikasi atau hati-hati Pemberian IV secara cepat atau bolus Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi Nyeri kontraksi Asma

- Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus. - Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam. - Kompresi bimanual eksternal Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal - Kompresi bimanual internal Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis

- Kompresi aorta abdominalis Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan

yang terjadi

- Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya. - Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap > 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali) - Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

Histerektomi adalah bedah pengangkatan rahim (uterus) yang sangat umum dilakukan. Ada beberapa tingkatan histerektomi, yaitu: Histerektomi total: pengangkatan rahim dan serviks, tanpa ovarium dan tuba falopi Histerektomi subtotal: pengangkatan rahim saja, serviks, ovarium dan tuba falopi tetap dibiarkan. Histerektomi total dan salpingo-oporektomi bilateral: pengangkatan rahim, serviks, ovarium dan tuba falopi. Pencegahan atonia uteri. Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.

Komplikasi Disamping menyebabkan kematian perdarahan post partum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindroma sheehan yang berdasarkan nekrosis pada hipofisis anterior yang berakibat insufisiensi pada bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi,anemia, turunnya beratbadan sampai timbulny kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat

genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penerunan metabolisme, dengan hipotensi, dan kehilangan fungsi laktasi11 . Prognosis Prognosis baik, jika penanganan cepat dan tepat. http://sikkahoder.blogspot.com/2012/02/post-partum-hemorrhagic.html#.UbVf-pjwH58 http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/09/29/perdarahan-postpartum-post-partumhemorrhagic/ http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8347

You might also like