You are on page 1of 16

PRAKTIKUM FISIOLOGI

Penglihatan dan Waktu Reaksi

Kelompok D8 :
Adnan Firdaus Ervina Fransiska Fransiskus Danny Grace Elizabeth Claudia Jovian Adinata Nur Asmalina Binti Azizan Ratih Ratnasari Putri Selvina Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin (102012105) (102012365) (102012252) (102012290) (102012242) (102012511) (102012037) (102012396) (102012507)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Ddelapan_ukrida2012@yahoo.com 2013 Daftar Hadir No. NIM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 102012037 102012105 102012242 102012252 102012290 102012365 102012396 102012507 102012511 Nama Ratih Ratnasari Putri Adnan Firdaus Jovian Adinata Fransiskus Danny Grace Elizabeth Claudia Ervina Fransiska Selvina Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin Nur Asmalina Binti Azizan Paraf

1. Model mata cenco-ingersoll Tujuan: 1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata cenco-ingersoll yang menirukan mata sebagai susunan optik. 2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model mata cenco-ingersoll: Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi Mata miopi serta tindakan koreksi Mata hipermetrop serta tindakan koreksi Mata astigmat serta tindakan koreksi Mata afakia serta tindakan koreksi

Alat yang diperlukan: 1. Model mata cenco-ingersoll dengan perlengkapannya 2. Optotip snellen
2

3. Seperangkat lensa 4. Mistar 5. Gambar kipas lancarster regan 6. Keratoskop placido Cara kerja: 1. Mata sebagai sususan optik Pelajari model mata cenco-ingersoll dengan perlengkapannya: 1. Sebuah bejana yang terisi air hampir penuh. 2. kornea 3. retina yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda 4. Benda yang bercahaya(lampu). Perhatikan arah anak panah 5. Kotak yang berisi a. iris b. 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan: +2D, +7D, +20D, -1,75D. c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan: +1,75D dan -5,5D.

A. Percobaan Emetrop Cara kerja : 1. Pasang lensa sferis +20D di tempat lensa kristalina (di L). 2. Pasang retina di R. 3. Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 25 cm. Perhatikan bayangan jendela yang terjadi pada lempeng retina. 4. Tempatkan sekarang iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.

Hasil Percobaan : Ketika lensa sferis sebesar +20D di tempatkan di lensa kristalina (di L) serta memasang retina di R dengan menggunakan jarak ke seubuah jendela sejauh 25 cm dan meletakkan iris di G1 maka bayangan yang tampak sangat jelas.

Pembahasan

Gambar 1.1: Sinar cahaya pada mata emetrop di fokuskan pada retina.1 Ketika sinar cahaya paralel dari objek jauh jatuh pada fokus di retina dengan mata dalam keadaan beristirahat (yaitu tidak berakomodasi) keadaan refraktif mata dikenal sebagai emetropia (Gambar 1.1). Individu dengan mata emetrop dapat melihat jarak jauh dengan jelas tanpa berakomodasi.

B. Hipermetropia

Cara Kerja 1. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan sferis +20D sebagai lensa kristlina. 2. Setelah diperoleh bayangan tegas (no A ad.4) pindahkan retina ke Rh. Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi. 3. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali. 4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil Percobaan S1 +2D +7D jelas buram S2 Jelas buram

Pembahasan Penderita hipermetropi atau rabun dekat, hanya mampu melihat jelas benda yang jaraknya jauh dan tidak dapat melihat benda-benda yang jaraknya dekat.2 Ukuran mata, atau lebarnya mata dari belakang sampai ke depan adalah pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina.3 Pasien yang rabun dekat (hipermetropi) menggunakan lensa positif (konkaf, cekung) pada kacamatanya. Rabun dekat disebabkan karena lensa mata terlalu pipih. Dengan lensa cembung, sinar yang jatuh di belakang retina akan dikembalikan tepat pada retina.4

C. Miopia Persiapan Alat: 1. Model mata Cenco-Ingersol dengan perlengkapannya. 2. Optotip snellen. 3. Seperangkat lensa. 4. Senter. Cara Kerja: 1. Tingkat lensa sferis positif dari S1 tau S2. Kembalikan retina ke R. Perhatikan bayangan yang tetap tegas. 2. Pindahkan retina ke Rm. Perhatikan bayangan menjadi kabur. 3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas. 4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil Percobaan Koreksi lensa -1,45 D pada S1 dan S2 tampak jelas.

Pembahasan Sinar lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya melambat (yang sebaliknya berlaku). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang menghancurkan nucleus dan organelnya sewaktu dalam pembentukan, sehingga sel-sel tersebut benar-benar transparan. Karena tidak memiliki DNA dan perangkat pembentuk protein maka sel-sel lensa mature tidak dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Tidak saja berusia paling tua, sel-sel ini juga terletak paling jauh dari humor aquosus sumber nutrisi lensa. Dengan bertambahnya usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat diperbaharui ini mati dan menjadi kaku. Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi dapat mengambil bentuk sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda dekat.5 Pada miopia lensa terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur. Karena itu, orang dengan miopia memiliki penglihatan dekat yang lebih baik daripada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konkaf.6

D. Astigmatisme Cara kerja: 1. Angkat lensa sferis negative dari s1/s2 dan pindahkan retina ke R 2. Letakkan lensa silindris -5.5d di G2. Perhatikan sebahagian bayangan menjadi kabur 3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa sesuai di s1 atau s2 dan mengatur arah sumbunya hingga seluruh bayangan menjadi tegas.
6

4. Catat jenis, kekuatan dan arah sumbu lensa yang saudara pasang di S1/S2 Hasil percobaan Ketika lensa sferis yang negatif dari S1 dan S2 diangkat, kemudian retina dipindahkan ke R, lensa silindris -5,5 D di letakkan di G2 menyebabkan bayangan menjadi buram. Hal ini disebabkan oleh lensa silindris yang menghasilkan efek silindris pada lensa kristalina, dimana cahaya dibiaskan tersebar pada retina. Gangguan silindris ini kemudian dikoreksi dengan lensa silindris dengan kekuatan +1,75D dengan memutar sumbu lensa untuk menghasilkan bayangan yang paling jelas. Pembahasan Percobaan ketiga adalah menentukan lensa yang paling sesuai untuk mengoreksi kelainan pada mata astigmatisme. Pada kelainan ini, lensa silindris harus digunakan untuk mendapatkan bayangan yang jelas karena cahayanya tidak jatuh pada satu pusat saja. Gangguan mata silinder disebut juga dengan astigmatisme. Idealnya, mata kita berbentuk bulat seperti bola sepak, sehingga semua sinar yang dibiaskan dari suatu objek yang masuk ke dalam mata kita akan bertemu di satu titik retina. Pada kelainan mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong, seperti bola rugby, sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan bertemu di satu titik retina. Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini akan menyebabkan pandangan menjadi kabur, tidak jelas, berbayang, baik pada saat untuk melihat jarak jauh maupun dekat.

E. Akomodasi Cara Kerja 1. Angkat kedua lensa slindris yang dipasang di G2 dan S1 atau S2 2. Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll tempatkan benda yang bercahaya 25 cm di depan model mata tersebut. Perhatikan bayangannya kabur

3. Ganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa sferis lainnya yang memberikan bayangan yang tegas pada retina 4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan untuk mengganti lensa kristalina (+7D) Hasil Percobaan Pada percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa penggunaan kekuatan lensa +20D memberikan hasil bayangan yang tampak jelas dan tegas pada retinanya. Pembahasan Akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk menambah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar, yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina. Dikenal beberapa teori akomodasi seperti: Teori akomodasi Helmholtz.7 Dimana zonula Zinnii mengendur akibat kontraksi otot siliar sirkular, mengakibatkan lensa yang elastis mencembung. Ini merupakan proses aktif. Teori akomodasi Tscherning.7 Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superficial atau kortex lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial menjadi cembung. Ini merupakan proses pasif. Pada mata jika terjadi akomodasi, muscllus aillator pupilae akan mengatur lebarnya pupil geraknya disebut indriasi. Dan muscullus spinter papillae yaitu mengatur mengecilnya pupil, gerakkan mengecilnya dari otot yang melingkarinya.

F. Mata afakia Cara kerja: 1. Buat susunan seperti yang didapatkan pada A ad.4 2. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia yaitu mata tanpa lensa kristalina
8

3. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang di S1 atau S2 sehingga terbentuk banyangan yang lebih tajam 4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 dan S2. Hasil percobaan Setelah lensa kristalina diangkat, bayangan yang terbentuk menjadi tidak jelas, namun setelah dipasangkan lensa sferis positif +7 dioptri baik di posisi S1 maupun S2, bayangan yang terbentuk kembali tajam dan jelas. Pembahasan Afakia merupakan suatu kondisi dimana mata kehilangan lensa kristalina.8 Keadaan seperti ini biasanya diakibatkan oleh operasi pengangkatan lensa mata, dan jarang sekali merupakan suatu gangguan bawaan sejak lahir. Hilangnya lensa mata menyebabkan Penderita afakia mengalami penurunan kemampuan penglihatan serta kehilangan kemampuan daya akomodasi atau daya fokus karena lensa telah tiada. Penderita afakia biasanya mengalami hipermetropi yang sangat parah sehingga dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis positif. Selain menggunakan lensa kontak atau kacamata sferis positif, afakia juga dapat dikoreksi dengan cara pemasangan lensa intraokular operatif. Lensa intraokular memberikan hasil optik terbaik. Lensa ini menyerupai posisi lensa alami. Namun karena lensa ini tidak dapat berubah bentuk, mata tidak dapat berakomodasi. Mata dengan lensa intraokular disebut sebagai pseudofakia.9

1. Perimeter Cara Kerja: 1. Orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter. 2. Mata kiri orang percobaan ditutup dengan sapu tangan. 3. Orang percobaan meletakkan dagunya di tempat sandaran dagu yang telah diatur ketinggiannya sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang vertikel sandaran dagu. 4. Orang percobaan memusatkan pandangan pada titik fiksasi ditengah perimeter dan selama pemeriksaan, orang percobaan hanya memandang pada titik fiksasi tersebut.
9

5. Untuk pemeriksaan lapang pandang, lidi yang ada bulatan berwarna-warni dijadikan objek untuk digeserkan sepanjang busur perimeter. Bulatan tersebut berwarna putih dan berukuran diameter sedang ( 5 mm). 6. Bulatan putih itu digerakkan secara perlahan sepanjang busur perimeter dari tepi kiri orang percobaan sehingga ke tengah. Pada saat orang percubaan dapat melihat benda putih tersebut, penggeseran dihentikan. 7. Ukuran tempat penghentian itu dibaca dan dicatat di dalam formulir yang disediakan. 8. Tindakan no 6 dan 7 diulang pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi busur perimeter. 9. Tindakan no 6, 7 dan 8 diulangi tiap kali busur diputar sebanyak 30 sesuai arah jarum jam dari pemeriksa sehingga busur berada dalam keadaan vertikel. 10. Tindakan no 6, 7 dan 8 diulangi setelah busur diputar tiap kali 30 berlawanan arah jarum jam dari pemeriksa sehingga tercapai posisi busur 60 dari bidang horizontal. 11. Lapang pandang orang percobaan juga diuji dengan berbagai warna lain seperti merah, hijau, biru dan kuning dengan cara yang sama dari tindakan no 6 hingga 10. 12. Lapang pandang mata kiri juga diperiksa menggunakan metode yang sama dengan hanya menggunakan bulatan putih sahaja. Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang Tabel 1. Data () Tempat Penghentian Orang Percobaan dalam Pemeriksaan Perimetri untuk Mata Kiri Lapang Pandang Temporal Temporal bawah Bawah Nasal bawah Nasal Nasal atas Atas Temporal atas Full field Bacaan () 60 75 75 55 50 45 50 52.5 462.5

10

Tabel 2. Bacaan () Tempat Penghentian Orang Percobaan dalam Pemeriksaan Perimetri untuk Mata Kanan Bacaan () Temporal Temporal bawah Bawah Nasal bawah Nasal Nasal atas Atas Temporal atas Full field Putih 55 50 60 47.5 55 45 40 47.5 400 Merah 55 40 35 27.5 50 30 25 30 292.5 Biru 60 47.5 45 27.5 55 37.5 35 42.5 350 Hijau 45 22.5 20 15 55 25 25 32.5 240 Kuning 60 32.5 40 32.5 50 32.5 25 37.5 310

Pembahasan Pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter adalah untuk menentukan deria visual seseorang berfungsi secara normal. Terdapat dua jenis lapang pandang yaitu lapang pandang monokuler dan lapang pandang binokuler. Lapang pandang binokuler akan membantu dalam penglihatan stereoskopik yaitu kemampuan untuk mata menentukan jarak sesuatu obyek. Hasil dari pemeriksaan pada orang percobaan didapatkan lapang pandangnya berada dalam keadaan asimetris dengan bentuk yang lebih sempit pada bagian nasal dan melebar di bagian temporal dan bawah. Pada bagian mata kanannya, pemeriksaan ini bukan saja melibatkan bulatan putih namun juga bulatan berwarna merah, biru, hijau dan kuning ikut diperiksa. Hasil dari pemeriksaan ini, didapatkan warna hijau mempunyai lapang pandang yang paling kecil sedangkan warna putih mempunyai lapang pandang yang paling besar. Pemeriksaan perimetri ini dapat membantu dalam memastikan retina dan sel-sel foto reseptor pada mata berfungsi secara baik. Lapang pandang seseorang itu tidak asimetris, dan dapat terjadi gangguan penglihatan selain dari tempat diskus optik, maka mungkin terjadi kerusakan pada sel-sel foto reseptor pada individu tersebut. Jika terdapat gangguan lapang pandang untuk objek putih, maka kemungkinan sel
11

batangnya yang mengalami kerusakan sedangkan gangguan lapang pandang terhadap objek berwarna-warni menunjukkan sel keruncutnya tidak berfungsi secara normal.10

2. Pemeriksaan Buta Warna Alat: buku pseudoisokromatik ishihara Cara Kerja: 1. Suruh orang percobaan mengenaili angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik ishihara. 2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia Hasil Pemeriksaan Semua angka yang terdapat pada buku pseudoisokromatik ishohara terjawab dengan benar. Pembahasan Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya yang masuk dari lingkungan ke sel batang atau sel kerucut yang merupakan sel fotoreseptor retina. Pada bagian fotoreseptor yang terdapat pada retina sebenarnya bukan merupakan suatu organ perifer yang terpisah melainkan merupakan kelanjutan dari sistem saraf pusat. Pada retina terdapat tiga lapisan sel peka rangsangan, yaitu lapisan dalam yang merupakan sel ganglion, akson-akson sel ganglion ini akan menyatu untuk membentuk saraf optik. Lapisan tengah dari retina ialah sel bipolar dan lapisan yang luar, mengandung sel batang dan kerucut yang ujung peka cahayanya menghadap ke koroid, lapisan ini juga merupakan lapisan yang paling dekat dengan koroid. Sel batang dan kerucut ini akan mengubah berkas cahaya menjadi pesan listrik dan diinterpretasikan otak sebagai penglihatan. 11

12

Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian:12 1. Segmen luar, merupakan bagian yang terletak paling dekat dengan eksterior mata(menghadap kekoroid). Bagian ini berfungsi untuk mendekteksi rangsangan cahaya. 2. Segmen dalam, merupakan bagian yang terletak di bagian tengah dari fotoreseptor. Bagian ini mengandung perangkat metabolik. 3. Terminal sinaps, merupakan bagian yang paling dekat dengan bagian interior mata dan menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoresptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur penglihatan. Setiap retina mengandung sekitar 150 juta fotoreseptor dan lebih dari satu milyar molekul fotopigmen. Fotopigmen ini terdiri dari dua komponen yaitu opsin yang merupakan protein dari bagian integral membran diskus, dan retinen, suatu turunan vitamin A. Retinen ini merupakan bagian fotopigmen yang menyerap cahaya.
12

Terdapat empat fotopigmen yang berbeda yaitu satu pada sel batang dan sisanya masing-masing satu di ketiga jenis sel kerucut. Keempat fotopigmen ini berguna untuk menyerap panjang gelombang sinar yang berbeda-beda. Pada fotopigmen yang terdapat pada sel batang, atau yang kita kenal dengan rodopsin, akan menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak. Dengan menggunakan masukan visual dari sel batang, otak tidak dapat membedakan antara berbagai panjang gelombang dalam spectrum sinar tampak. Karena itu, sel batang hanya memberikan bayangan abu-abu dengan mendekteksi perbedaan intensitas, bukan perbedaan warna. Sedangkan fotopigmen di sel kerucut yaitu sel kerucut merah, hijau dan biru akan berespon terhadap panjang gelombang cahaya yang akhirnya menyebabkan kita dapat melihat warna. Jadi pada sel kerucut yang diaktifkan paling efektif oleh panjang gelombang tertentu dalam kisaran warna yang ditunjukkan oleh warna biru, hijau dan merah. Walaupun demikian sel kerucut juga berespon terhadap panjang gelombang lain dengan derajat bervariasi. Pada panjang gelombang yang terlihat sebagai warna biru, tidak akan merangsang sel kerucut merah dan hijau, tetapi merangsang sel kerucut biru secara maksimal.12
13

Pada penderita buta warna, biasanya mereka tidak memiliki sel kerucut jenis tertentu sehingga penglihatan warna mereka berasal dari sensitivitas diferensial dua jenis kerucut, yang menyebabkan gangguan penglihatan warna, mempersepsikan warna yang berbeda dan tidak mampu membedakan warna yang beragam sebanyak pada manusia normal lainnya. 12

3. Waktu Reaksi Cara kerja: 1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangan kanannya ditepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap untuk menjepit. 2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk OP tanpa menyentuh jari jari OP. 3. Dengan tiba tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan OP harus menangkapnya selekas lekasnya.Ulangi pecobaan ini sebanyak 5kali 4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan(rata rata dari ke 5 hasil yang diperoleh). Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang?

Hasil percobaan Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Percobaan 5 0,17 0,18 0,21 0,21 0,18 = 0,19 Rata-rata = (0,17+0,18+0,21+0,21+0,18) / 5 = 0,95 / 5

Pembahasan Waktu reaksi adalah periode antara diterimanya rangsang (stimuli) dengan permulaan munculnya jawaban (respon). Semua informasi yang diterima indera baik dari dalam maupun dari luar disebut rangsang. Indera akan mengubah informasi tersebut menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang dipahami oleh otak. Ketika
14

penggaris dijatuhkan mata bereaksi dan melihat kejadian itu, kemudian informasi itu diteruskan sampai ke otak, otak kemudian akan merespon dengan memberi perintah untuk menjepit penggaris yang jatuh. Perintah ini akan diteruskan sepanjang saraf eferen untuk sampai ke efektor yaitu otot-otot tangan yang digunakan untuk menjepit penggaris.

15

Daftar Pustaka

1. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi. Jakarta: EMS; 2008. Hal 34-5. 2. Utami, Hestty P. Mengenal cahaya dan optik. Bekasi: Ganeca Exact; 2007. 3. Pearce, EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2009. 4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 2007. 5. Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012. hal. 215-218. 6. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: oftalmologi umum. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. hal. 393. 7. William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2008. 8. Elseviers health sciences rights department. Essentials of opthalmology. USA: Saunders/ Elsevier, 2007.h.228. 9. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.h.36. 10. Guyton A.C, Hall J.E. Textbook of medical physiology. 12th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2011.h.627. 11. Corwin EJ. Buku saku patofiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.359. 12. L Sherwood. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.p.218-26.

16

You might also like