You are on page 1of 5

ENSEFALITIS Gol.

Penyakit SKDI : 3B
Adelya Suherlin 0907101010157

A. Definisi Ensefalitis merupakan suatu inflamasi \parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak. Ensefalitis terdiri dari dua tipe yaitu ensefalitis primer (acute viral ensefalitis) disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medula spinalis, dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi saat itu (Jeffrey dkk, 2011a). B.Prevalensi Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional dan sistem kekebalan tubuh manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat penyakit. Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang ditularkan oleh nyamuk penghisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar Cina, Asia Tenggara dan Benua India. Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan (Jeffrey dkk, 2011c). C.Etiologi a. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin : 1. Infeksi virus yang bersifat epidermik : a). Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO. b).Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis. 2. Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Encephalitis pasca infeksi, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksin, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. b. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox. c. Keracunan : arsenik, CO. D. Patofisiologi Virus masuk melalui tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan dansaluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara (Jeffrey dkk, 2011b) : 1. Setempat : virus hanya terbata menginfeksi selaput lendirr permukaan organ tertentu 2. Penyebaran hematogen primer, virus masuk ke dalam tubuh kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di dalam organ tersebut. 3. Penyebaran hematogen sekunder, virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain. 4. Penyebaran melalui saraf ; virus berkembang biak di dalam selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Pada permulaan, akan timbul demam pada pasien, tetapibelum terdapat kelainan neurologis. Virus akan terus bereplikasi kemudian menyerang sistem saraf pusatdan akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf. Manifestasi kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh (Jeffrey dkk, 2011a) : 1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang bereplikasi 2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak berada dalam jaringan otak 3. Reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten

D. Gejala Klinis Manifestasi ensefalitis sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat, biasanya bersifat akut, namun dapat pula terjadi secara perlahan-lahan. Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala-gejala SSP sering didahului oleh demam akut nonspesifik dalam beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan

hiperestesia sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita nyeri retrobulbar. Biasanya terdapat gejala mual dan muntah, nyeri di leher, punggung dan kaki serta fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung keterlibatan meningen dan parenkim serta distribusidan luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah, perubahan prilaku, gangguan kesadaran dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, ataksia dan paralisis saraf kranial (Jeffrey dkk, 2011c).
. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pencitraan radiologi

Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan lumbal punksi atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural atau hidrosefalus (Prober, 2010). MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meningens biasanya terjadi peningkatan gadolinium (NINDS, 2011). Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat bilateral). Apabila pada EEG atau CT-Scan didapatkan lesi fokal, maka pada area tersebut dapat dilakukan biopsi. Apabila pada EEG atau CT-Scan tidak ditemukan lesi fokal, maka biopsi tetap dilakukandengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan, maka biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simpleks (Prober, 2010). 2. Laboratorium Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis yang didominasi oleh sel mononuklear sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear kemudian berubah menjadi limfosit pada hari berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah protein meningkat. PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat digunakan untuk diagnosis ensefalitis (Saharso dkk, 2000).
F. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari ensefalitis adalah (Saharso dkk, 2010) :

1. Sepsis dan bakteremia 2. Kejang demam 3. Sakit kepala 4. Measles 5. Mumps 6. Reye-Syndrome

G. Penatalaksanaan Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit. Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma yaitu mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi terhadap gangguan asam dan basa darah (NINDS, 2011). Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan dengan fenobarbital. Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone tidak diindikasikan pada pasien tanpa peningkatan TIK atau keadaan umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot pernafasan. Pada pasien herpes ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15mg/kgBB/hari IV diberikan selama 10 hari. Saat ini, Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin dan merupakan obat pilihan pertama dengan dosis 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari (Jeffrey dkk, 2011b).

H. Komplikasi dan Prognosis Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara, kehilangan memori atau berkurangnya kontrol otot (Saharso dkk, 2000). Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik dan umur penderita. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim maka

prognosisnya jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik, psikiatri, epileptik, penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes Simpleks (Kate dan Cronan, 2010).

DAFTAR PUSTAKA Jeffrey, M.D., Richard, G., Bathur, M.D. 2011. Pediatrics Meningitis and Encephalitis. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Diakses pada 13 April 2013. Jeffrey, M.D. 2011. Pediatrics Meningitis and Encephalitis Workup. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Diakses pada 13 April 2013. Jeffrey, M.D., Richard, G., Bathur, M.D. 2011. Pediatrics Meningitis and Encephalitis Differential Diagnose. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760differential. Diakses pada 13 April 2013. Kate, M. And Cronan, M.D. 2010. Encephalitis. Available from

http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html. Diakses pada 13 April 2013 NINDS. 2011. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Available from

http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_mening itis. Diakses pada 13 April 2013. Prober, C.G. 2007. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Meningoensefalitis. Jakarta : EGC. Saharso, D., Hidayati, S.N. 2000. Buku Ajar Neurologi Anak : Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. .

You might also like