You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia saat ini. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.1 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang paling umum terjadi dan merupakan ancaman kesehatan masyarakat utama untuk populasi global. Setiap tahun terjadi hingga 8 juta kasus baru dan 2 sampai 3 juta kematian yang dikaitkan dengan infeksi ini. Penyakit ini dua kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita di negara berkembang. TB adalah penyebab utama kematian dari semua penyakit menular pada wanita di seluruh dunia. Oleh karena itu World Health Organization (WHO) menyarankan untuk dilakukan

perbandingan spesifik gender dalam kejadian TB untuk menentukan apakah wanita penderita TB kurang bisa didiagnosis, dilaporkan, atau diobati dibandingkan pada pria.2,3 Sasaran pengobatan tuberkulosis paru adalah meringankan tanda dan gejala tuberkulosis paru serta membunuh dan membersihkan Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis paru ini mempunyai tujuan antara lain mengidentifikasi secara cepat kasus baru tuberkulosis paru, mengisolasi pasien yang positif menderita tuberkulosis paru untuk mencegah penyebaran penyakit, mengatasi secara cepat tanda dan gejala yang muncul, meningkatkan kepatuhan

pasien selama pengobatan, serta menyembuhkan pasien secepat mungkin (umumnya setelah 6 bulan pengobatan).1,2

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan

Gambar 2.1 : Saluran Pernapasan2

Secara anatomi, fungsi pernapasan dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru. Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (pengantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir dan jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan dead space. Akan tetapi fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilakukan pada bagian ini. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi ini adalah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.4

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris. Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, bronkiolus nonrespiratorius. Sedangkan yang bertindak sebagai bagian respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.4 Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjaring dalam lapisan mukus. Gerakan silia akan mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%.4 Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara di dalam trakea dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi sebagai penutupan pintu pada aditus laring, dari epiglotis yang berbentuk daun, berperanan untuk mengerahkan makanan dan cairan masuk ke dalam

esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu mengeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.2 Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Permukaan posterior agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat di mana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.4

Gambar 2.2 Sistem respirasi manusia.

Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar yang terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru-paru memanjang mulai dari dari akar leher menuju diagfragma dan secara kasar berbentuk kerucut dengan puncak di sebelah atas dan alas di sebelah bawah.4 Diantara paru-paru mediastinum, yang dengan sempurna memisahkan satu sisi rongga torasik sternum di sebelah depan. Di dalam mediastinum terdapat jantung, dan pembuluh darah besar, trakea dan esofagus, dustuk torasik dan kelenjar timus. Paru-paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru-paru sebelah kiri

mempunyai dua lobus, yang dipisahkan oleh belahan yang miring. Lobus superior terletak di atas dan di depan lobus inferior yang berbentuk kerucut. Paru-paru sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan oleh fisura oblik dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru lainnya dipisahkan oleh suatu fisura horisontal menjadi lobus atas dan lobus tengah. Setiap lobus selanjutnya dibagi menjadi segmen-segmen yang disebut bronkopulmoner, mereka dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding jaringan koneknif , masing-masing satu arteri dan satu vena.2,4 Masing-masing segmen juga dibagi menjadi unit-unit yang disebut lobulus. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan karena arahnya yang vertikal.4 Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi disusun oleh muskulus, fibrosa dan jaringan elastis yang dihubungkan dengan kuboit epitelium. Bronkiolus terminalis bercabang secara berulang untuk membentuk saluran yang disebut duktus alveolar. Di sinilah kantong alveolar dan alveoli terbuka. Alveoli dikelilingi suatu jaringan kapiler. Darah yang mengalami deoksigenasi memasuki jaringan kapiler arteri pulmoner dan darah yang mengandung oksigen meninggalkan alveoli untuk memasuki vena pulmoner. Di jaringan pipa kapiler ini berlangsung pertukaran gas antara udara di dalam alveoli dan darah di dalam pembuluh darah.3,4 Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer. Asinus terdiri dari:

1. bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya 2. duktus alveolaris, seluruhny adibatasi oleh alveolus 3. sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.2 Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam kelompokan sakus alveolaris yang menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis) dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori kohn. Lubang ini memungkinkan komunikasi antar sakus alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas lapangan tenis.3,4 Alveolus merupakan gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Alveolus dilapisi zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel alveolus (tipe II) tergantung dari beberapa faktor, termasuk kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim biozintetiknya, kecepatan pergantian yang normal, ventilasi yang memadai dan aliran darah ke dinding alveolus. Surfaktan merupakan faktor penting dan berperan sebagai pathogenesis beberapa penyakit rongga dada.2,4 Hilum adalah cekungan berbentuk segitiga pada permukaan medial cekung paru-paru. Struktur yang membentuk akar paru memasuki dan meninggalkan hilum, yang terletak sejajar vertebra torasik kelima sampai ketujuh. Struktur ini mencakup bronkus utama, arteri pulmoner, vena bronkiolus, dan pembuluh darah limfatik, yang meninggalkan akar paru-paru. Terdapat juga banyak nodus limfe di sekitar akar paru-paru.4 Pleura adalah suatu membran serosa yang mengelilingi paru-paru. Pleura disusun oleh sel-sel epitel datar pada dasar membran dan memiliki dua lapisan.

Pleura viseral melekat kuat pada paru-paru, melapisi permukaan paruparu dan masuk ke dalam fisura inter-lobus. Pada akar paru, lapisan viseral direflekasikan kembali menjadi lapisan parietalis yang menghubungkan dinding dada dan membungkus lapisan diagfragma superior. Kedua lapisan pleura tersebut bersentuhan. Dinding yang satu dengan dinding lainnya hanya dipisahkan oleh satu film cair yang memungkinkan mereka menggelinding satu sama lain tanpa terjadi gesekan. Ruang yang terdapat di antara lapisan ini disebut rongga pleura.4 Fungsi utama paru adalah sebagai alat pernapasan yaitu melakukan pertukaran udara (ventilasi), yang bertujuan menghirup masuknya udara dari atmosfer kedalam paru-paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara dari alveolar ke luar tubuh (ekspirasi). Fungsi pernapasan ada dua yaitu sebagai pertukaran gas dan. Pengaturan keseimbangan asam basa. Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen (O2) ke sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Menurut Guyton proses ini terdiri dari 4 tahap yaitu: a) Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh, karena masih adanya udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume residu. Volume ini penting karena menyediakan O2 dalam alveoli untuk mengaerasikan darah. b) Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah. c) Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan dari sel-sel. d) Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.4

Untuk melakukan tugas pertukaran udara, organ pernapasan disusun oleh beberapa komponen penting antara lain: a) Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot dan saraf perifer b) Parenkim paru yang terdiri dari saluran nafas, alveoli dan pembuluh darah. c) Pleura viseralis dan pleura parietalis. d) Beberapa reseptor yang berada di pembuluh arteri utama.

Sebagai organ pernapasan dalam melakukan tugasnya dibantu oleh sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pusat. Sistem kardiovaskuler selain mensuplai darah bagi paru (perfusi), juga dipakai sebagai media transportasi O2 dan CO2 sistem saraf pusat berperan sebagai pengendali irama dan pola pernapasan.4

2.2 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1 Cara penularan TB: Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.2

2.3 Epidemiologi Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain:1 Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.

Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.

Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk.

Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk.

Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.

Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.

2.4 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien1,2 Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu: 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; 3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

10

2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 1) Tuberkulosis paru BTA positif a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

11

2) Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.5 Etiologi dan Patogenesis Penularan TB paru pada biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil TB. Hanya droplet nucleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Di sini basil tuberkulosis berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah tanpa perlawanan yang berarti dari pejamu karena belum ada kekebalan awal. Di dalam alveolus akan memfagsitosis sebagian basil spesifik. Makrofag di dalam alveolus akan memfagositosis sebagian basil tuberkulosis tersebut tetapi belum mampu membunuhnya sebagian basil TB dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang biak. Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe regional. Sedangkan yang melalui aliran darah akan mencapai berbagai organ

12

tubuh. Di dalam organ tersebut akan terjadi pemrosesan dan transfer antigen ke limfosit.2 Ada jaringan dan organ tubuh yang resisten terhadap basil TB. Basil TB hampir selalu terdapat bersarang di sumsum tulang, hepar dan limfe tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas. Basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulang, dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas spesifik terbentuk. Imunitas spesifik yang terbentuk biasanya cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan basil TB lebih lanjut. Dengan demikian lesi TB akan sembuh dan tidak ada tanda dan gejala klinis. Pada sebagian kasus imunitas spesifik yang terbentuk tidak cukup kuat sehingga terjadi penyakit TB dalam 12 bulan setelah infeksi dan pada sebagian penderita TB terjadi setelah lebih dari 12 bulan setelah infeksi.2 Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit TB diperbesar pada balita, pubertas dan akil balik. Juga keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas memperbesar kemungkinan sakit TB, misalnya karena infeksi HIV dan pemakaian kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya yang lama, demikian juga pada diabetes melitus dan silikosis. Hipersensitivitas terhadap beberapa komponen basil TB dapat dilihat pada uji kulit dengan tuberkulin yang biasanya terjadi 2-10 minggu setelah infeksi.2 Dalam waktu 2-10 minggu ini juga terjadi cell-mediated immune response. Setelah terjadi infeksi pertama, basil TB yang menyebar ke seluruh badan suatu saat di kemudian hari dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit. Penyakit TB dapat timbul dalam 12 bulan setelah infeksi, tapi dapat juga setelah 1 tahun atau lebih. Lesi TB paling sering terjadi di lapangan atas paru.2

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

13

lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.1 Gejala Klinis : 1. Gejala respiratorik : Batuk 3 minggu, batuk darah (hemoptisis), sesak napas, nyeridada. 2. Gejala sistemik : Demam tidak tinggi tapi selalu berulang, malaise, keringat pada waktumalam hari, anoreksia, dan berat badan menurun.5 Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:2,5 a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainanradiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b. Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainanradiologic menunjukkan tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif2,5

Gejala dan tanda klinis TB tidak khas. Gejala yang didapat biasanya lesu, anoreksia, berat badan menurun, demam tidak tinggi yang berlangsung lama, kadang-kadang juga timbul gejala seperti influensa. Kadang-kadang demam merupakan satu-satunya gejala yang ada. Pada anak dengan TB sering tidak ditemukan tanda dan gejala, dan satu-satunya petunjuk adanya TB adalah uji tuberkulin positif. TB milier dapat menimbulkan gejala akut berupa demam, sesak

14

nafas dan sianosis, tetapi dapat juga menimbulkan gejala kronik yang disertai gejala sistemik. Gejala umum dapat disertai gejala rangsangan meningeal, ditemukannya tuberkel pada funduskopi, hepatomegali, splenomegali dan limfadenopati. Pada anak kecil tidak selalu disertai batuk, reak atau hemoptisis seperti pada TB dewasa. Batuk tidak selalu merupakan gejala utama dan jarang ada batuk darah. Batuk dapat terjadi karena iritasi oleh kelenjar yang membesar dan menekan bronkus. Pada anak besar gejalanya dapat seperti pada orang dewasa, misalnya batuk dengan reak dan dapat juga terjadi hemoptisis.2 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.1 Pada umunya berdasarkan hasil uji tuberkulin, foto rontgen paru dan gambaran klinis sudah dapat ditegakkan diagnosis kerja tuberkulosis. Tetapi pada kenyataannya menegakkan diagnosis TB pada anak tidak selalu mudah. Gejala klinik TB terdiri atas gejala umum atau sistemik (seperti demam, anoreksia, berat badan menurun, keringat malam dan malaise), dan gejala khusus sesuai dengan organ yang terkena. Diagnosis dini biasanya dapat ditegakkan kalau dilakukan uji tuberkulin secara rutin pada setiap anak yang datang berobat. Kalau gejala klinis sudah jelas misalnya adanya limfadenitis di leher, meningitis ata gibbus berarti TB sudah berlanjut atau berkomplikasi. Pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tanda klinis maka TB dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif, kelainan foto paru dan biakan basil TB yang positif.2

15

2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberigambaran bermacam- macam bentuk (multiform).7

Gambaran radiologis yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmensuperior lobus bawah Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)5,7

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:7 Fibrotik Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) : Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanyasecara klinis disebut luluh paru.Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.7

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb(terutama pada kasus BTA negatif):7 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di

16

atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebratorakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SewaktuPagi-Sewaktu (SPS). S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.

17

2.8 Penatalaksanaan Sasaran pengobatan tuberkulosis paru adalah meringankan tanda dan gejala tuberkulosis paru serta membunuh dan membersihkan Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis paru ini mempunyai tujuan antara lain mengidentifikasi secara cepat kasus baru tuberkulosis paru, mengisolasi pasien yang positif menderita tuberkulosis paru untuk mencegah penyebaran penyakit, mengatasi secara cepat tanda dan gejala yang muncul, meningkatkan kepatuhan pasien selama pengobatan, serta menyembuhkan pasien secepat mungkin (umumnya setelah 6 bulan pengobatan).2 Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.1 Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.1 WHO dan Internatioal Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) merekomendasikan paduan OAT Standar yaitu : 1. Kategori - 1 ( 2HRZE / 4H3R3 ) Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE ). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk: a. Penderita baru TBC Paru BTA Positif b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif yang sakit berat dan c. Penderita TBC Ekstra Paru berat.

18

2.Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Pemberian kategori obat OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan Streptomisin setiap hari, lanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.

Tabel 2.2 Panduan OAT KDT Kategori 2.

Obat TB yang digunakan: 1. Isoniazid INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu kuman 1. 1.Isoniazid Obat yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, cairan asites, jaringan caseosa dan angka timbulnya reaksi simpang (adverse reaction) sangat rendah. Dosis harian INH biasa diberikan 5-15 mg/kgBB/hari, max 300 mg/hari, secara peroral, diberikan 1x pemberian. INH

19

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml.2 INH mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Hepatotoksik mungkin terjadi pada remaja atau anakanak dengan tuberkulosis berat. Idealnya perlu pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama. Hepatotoksik akan meningkat apabila INH diberikan bersama dengan Rifampisin dan PZA. Penggunaan INH bersama dengan fenobartbital atau fenitoin dapat meningkatkan resiko hepatotoksik. INH tidak dilanjutkan pemberiannya pada keadaan kadar transaminase serum naik lebih dari 3x harga normal atau terjadi manifestasi klinik hepatitis, berupa mual, muntah, nyeri perut dan kuning.2 Neuritis perifer timbul akibat inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin. Kadar piridoksin berkurang pada anak yang

menggunakan INH tetapi manifestasi klinisnya jarang sehingga tidak diperlukan piridoksin tambahan. Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki. Piridoksin diberikan 1x sehari 2550 mg atau 10 mg piridoksin tiap 100 mg INH. Manifestasi alergi atau hipersensitivitas yang disebabkan INH jarang terjadi. Efek samping yang jarang terjadi antara lain pelagra, anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD, dan reaksi mirip lupus yang disertai ruam dan artritis.

2. Rifampisin Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 1020mg/kgbb/hari, maksimal 600mg/hari dengan dosis 1 kali pemberian perhari. jika diberikan bersama INH, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgbb/hari dan dosis INH tidak melebihi 10mg/kgbb/hari. Seperti halnya INH, rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk CSS. Ekskresi

20

rifampisin terutama terjadi melalui traktus biliaris. Kadar yang efektif juga dapat ditemukan diginjal dan urin. Efek samping rifampisin lebih sering terjadi daripada INH.2 Efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterus atau hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar transaminase serum yang asimptomatik. Rifampisin dapat menyebabkan trombositopenia. Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150mg, 300mg dan 450mg. sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan.2

3. Pirazinamid Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oral dengan dosis 15-30mb/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2g/hari. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500mg. efek samping PZA adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensisitivitas dan hiperurisemia jarang timbul pada anak.2

4. Etambutol Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Dosis etambutol (EMB) 15-20mg/kg/hari. Maksimal 1,25g/hari dengan dosis tunggal. Ekskresi terutama lewat ginjal dan saluran cerna. EMB tersedia dalam tablet 250mg dan 500mg. Memiliki aktivitas bakteriostatik dan berdasarkan pengalaman, dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. EMB tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. EMB ditoleransi dengan baik pada dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis 1 atau 2 kali sehari. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas optik pada anak-anak.2

21

5. Streptomisin Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan basa atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara IM dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram perhari, kadar puncak 40-50 mikrogram permilliliter dalam waktu 1-2 jam. Streptomicin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dieksresi melalui ginjal. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.2 3.Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk : a. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan b. Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis) pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit , TB tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar aderenal. 2

4. OAT Sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. 2

Paduan obat TB Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian

22

paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidak teraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Obatobat baku untuk seagian besar kasus TB pada anak adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. Pada keadaan TB berat baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (rifampisin, INH, PZA, EMB, atau streptomisin) sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-

2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.1,2

Evaluasi hasil pengobatan Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Apabila berespon pengobatan baik yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan, maka obat anti TB tetap diberikan dengan tambahan merujuk ke sarana lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdpat perbaikkan klinis, seperti berat badan mengingkat, napsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan. Jika masih terdapat kelainan gambaran radiologis maka dianjurkan pemeriksaan radiologis ulangan.

23

Non medika mentosa 1. Pendekatan DOTS DOTS adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, maka strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu sebagai berikut. komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis Pengobatan dengan panduan OTA jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penganggulangan TBC.

2. Sumber penularan dan case finding Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Selain itu perlu dicari pula anak lain di sekitarnya yang mungkin tertular dengan uji tuberkulin. Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yaitu uji tuberkulin.

3. Aspek sosial ekonomi Pengobatan tuberkulosis tidak terlepas dari masalah sosio ekonomi, karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka memerlukan biaya yang cukup besar. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi. Aktifitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.3

24

BAB III KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penularan TB paru pada biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil TB. Hanya droplet nucleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Di sini basil tuberkulosis berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah tanpa perlawanan yang berarti dari pejamu karena belum ada kekebalan awal. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Sasaran pengobatan tuberkulosis paru adalah meringankan tanda dan gejala tuberkulosis paru serta membunuh dan membersihkan Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis paru ini mempunyai tujuan antara lain mengidentifikasi secara cepat kasus baru tuberkulosis paru, mengisolasi pasien yang positif menderita tuberkulosis paru untuk mencegah penyebaran penyakit, mengatasi secara cepat tanda dan gejala yang muncul, meningkatkan kepatuhan pasien selama pengobatan, serta menyembuhkan pasien secepat mungkin (umumnya setelah 6 bulan pengobatan).

25

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Treatment of Tuberculosis Guidelines, Fourth edition. WHO Press. Geneva, 2010. 2. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedua. Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 2006. 3. Depkes RI, Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia 2004, Jakarta, 2005; ISBN979-8270-46-0. 4. Guyton. A.C. 2004. Text Book of Medical Physiology, 6th ed, W.B.Sauders Company. Toronto. 5. PDPI, Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta, 2006. 6. Herchline, Thomas E. Tuberculosis. URL: http://emedicine.medscape.com /article/230802-overview, diakses pada Mei 2013. 7. Diagnosis of tuberculosis disease: radiology. Diunduh dari: Diakses

www.heartlandntbc.org/training/archives/tbin_20080923_1510.pdf. pada Mei 2013.

8. IUATLD, Epidemiologic Basis of Tuberculosis Control, 1st edition, Paris, 1999. 9. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6. 10. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4.

26

You might also like