You are on page 1of 17

2.

1 Pengertian Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialisis peritonealambulatorik kontinyu merupakan suatu bentuk metode pencucuian darah denganmenggunakan peritoneum (selaput yang melapisis perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki are permukaan yang luas dan kaya akan pembuluhdarah. Zat-zat dari perut dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum kedalam rongga perut. CAPD bersifat kontinyu dan biasanya dapat dilakukansendiri. Metode ini bisa dikerjakan di rumah oleh pasien. Tekhniknyadisesuaikan dengan kebutuhan fisiologis pasien akan terapi dialisis dankemampuanya untuk mempelajari prosedur ini. Metode ini harus dapat dipahamioleh pasien dan keluarga, serta diperlukan petunjuk yang adekuat untuk menjamin agar mereka merasa aman dan yakin dalam melaksanakannya. 2.2 Prinsip-Prinsip CAPD CAPD bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yag sama seperti pada bentuk dialisislainnya, yaitu difusi dan osmosis. Tetapi karena CAPD merupakan terapi dialisisyang kontinyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaanyang stabil. Nilainya bergantung pada: Fungsi ginjal yang masih terpisah Volume dialisa setiap hari Kecepatan produk limbah tersebut diproduksi.

Fluktuasi hasil-hasil laboratorium ini pada CAPD tidak begitu ekstrimdibandingkan dengan dialisis peritoneal intermiten, karena proses dialisis berlangsung secara konstan. Kadar elektrolit biasanya tetap berada dalam kisarannormal. Semakin lama waktu retensi, klirens molekul yang berukuran sedangsemakin baik, molekul ini merupakan toksin uremik yang signifikan. DenganCAPD kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah,seperti ureum, akan berdifusi lebih cepat dalam proses dialisis dari pada molekul berukuran sedang, meskipun pengeluaranya selama CAPD lebih lambat daripadaselama hemodialisis.

Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialisis peritoneal dicapai denganmenggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yangtinggi sehingga tercipta gradien osmotik. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25%harus tersedia dengan beberapa ukuran volume, mulai dari 500 ml 3000 ml,sehingga memungkinkan pemilihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukurantubuh dan kebutuhan fisiologik pasien. Semakin tinggi konsentrasi glukosa,semakin besar gradien osmotik dan semakin banyak air yang dikeluarkan. Pasienharus diajarkan cara memilih larutan glukosa yang tepat berdasarkan asupanmakanannya. Prinsip kerja dari CAPD cukup sederhana. Dialisis Peritoneal diawali denganmemasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perutmelalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Ketika dialisat berada didalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dankelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat racun yangterlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat melalui selaputrongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses perpindahan ini disebut Difusi. Cairan dialisat mengandung dekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan untuk menarik kelebihan air, proses penarikanair ke dalam cairan dialisat ini disebut Ultrafiltrasi.

Gb1. Prinsip Kerja CAPD Proses penggantian cairan

dialysis dalam prosesnya tidak menimbulkan rasa sakitdan hanya membutuhkan waktu singkat ( 30 menit). Proses tersebut terdiri dari 3 langkah: 1) Pengeluaran cairan Cairan dialisat yang sudah mengandung zat-zatracun dan kelebihan air akan dikeluarkan dari rongga perut dan diganti dengan cairan dialisis yang baru.Proses pengeluaran cairan ini berlangsung sekitar 20menit.

2) Memasukkan cairan

Cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut melalui kateter. Proses ini hanya berlangsung selama 10 menit.

3) Waktu tinggal Sesudah dimasukkan, cairan dialisat dibiarkan kedalam rongga perut selama 4-6 jam, tergantung darianjuran dokter.Pertukaran biasanya dilakukan tiga kali sehari yang berlangsung kontinyu selama24 jam/hari dan dilakukan dalam 7 hari dalam seminggu. Pasien melaksanakan pertukaran

dengan interfal yang didistribusikan disepanjang hari ( misalnya pada pukul 06.00 pagi, 16.00 sore dan 24.00 malam ). Setiap pertukaran memerlukanwaktu 30 hingga 60 menit atau lebih tergantung pada lamanya waktu retensiyang ditentukan oleh dokter. Lama waktu penukaran terdiri atas 5 atau 10 menit periode infus (pemasukan dialisa), 20 menit periode drainase (pengeluaran cairandialisa) dan waktu retensi selama 10 menit, 30 menit atau lebih

Indikasi CAPD CAPD merupakan terapi pilihan bagi pasien yang ingin melaksanakan dialisissendiri di rumah, indikasi CAPD adalah pasien-pasien yang menjalani HDrumatan (maintenence) atau HD kronis yang mempunyai masalah dengan caraterapi yang sekarang, seperti gangguan fungsi atau kegagalan alat untuk aksesvaskuler, rasa haus yang berlebihan, hipertensi berat, sakit kepala pasca dialisisdan anemia berat yang memerlukan transfusi.

Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat diabetes seringdipertimbangkan sebagai indikasi untuk dilakukan CAPD karena hipertensi,uremia dan hiperglikemia lebih mudah diatasi dengan cara ini dari pada HD. Pasien lansia dapat memanfaatkan teknik CAPD dengan baik jika keluarga ataumasyarakat memberikan dukungan. Pasien yang aktif dalam penanganan penyakitnya, menginginkan lebih banyak kebebasan dan memiliki motivasi sertakeinginan untuk melaksanakan

penanganan yang diperlukan sangat sesuaidengan terapi CAPD. Selain kemampuan pasien dukungan dari keluarga untuk melasanakan CAPD harus dipertimbangkan ketika memilih terapi ini.

Pasien memilih CAPD agar bebas dari ketergantungannya pada mesin,mengontrol sendiri aktifitasnya sehari-hari menghindari pembatasan makananmeningkatkan asupan cairan, menaikkan nilai hematokrit serum, memperbaikikontrol tekananan darah, bebas dari keharusan pemasangan jaruminfus(venipuncture) dan merasa sehat secara umum meskipun CAPD memberikesan pasien tampak bebas, terapinya berlangsung secara kontinyu sehingga pasien harus menjalani dialisis selama 24 jam /hari setiap hari. Sebagian pasienmenganggap cara ini membatasi kebebasanya dan memilih HD yang lebih bersifat intermiten. 2.4 Kontraindikasi CAPD

Kontraindikasi dilakukan CAPD adalah adanya :1)

Perlekatan akibat pembedahan atau penyakit inflamasi sistemik sebelumnya.Perlekatan akan mengurangi klirens solut.2)

Nyeri punggung kronis yang rekuren di sertai riwayat kelainan pada diskusintervertebralis dapat diperburuk oleh tekanan cairan dialisat dalam abdomenyang kontinyu3)

Adanya riwayat kolostomi, ileostomi, nefrostomi atau ilealconduit dapatmeningkatkan resiko peritonitis walaupun tindakan operasi tersebut bukankontraindikasi absolut untuk CAPD )

Pasien dengan pengobatan imunosupresif akan mengalami komplikasi akibatkesembuhan luka yang buruk pada lokasi pemasangan kateter.5)

Diverkulitis mengingat CAPD pernah disertai adanya ruptur divertikulum.6)

Pasien dengan artritis atau kekuatan tangan menurun karena akanmemerlukan bantuan dalam melaksanakan pertukaran cairan.

2.5Komplikasi CAPD Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada CAPD adalah :1)

PeritonitisMerupakan komplikasi yang paling sering terjadi dan paling serius, yaituantara 608 0 % dari pasien yang menjalani peritoneal dialisis. Hal inidisebabkan oleh adanya kontaminasi dari S taphylokokus epidermidis yang bersifat aksidental, dan S

taphylococcus aureus dengan angka morbiditastinggi, prognosis lebih serius serta lebih lama. Manifestasi dari peritonitisyaitu cairan dialisat yang keruh, nyeri abdomen yang difus, hipotensi sertatanda-tanda syok lainnya, hal ini jika penyebabnya S. Aureus . Pemeriksaancairan drainage untuk penghitungan jumlah sel, pewarnaan Gram, dan pemeriksaan kultur untuk tahu penyebab mikroorganisme dan arahan terapi.Penatalaksanaan Peritonitis di rumah sakit apabila pasien dalam kodisi parahdan tak mungkin melakukan terapi pertukaran dirumah, dengan menjalanidialisis peritoneal intermitten selama 4 8 jam atau lebih atau sepenuhnyadihentikan selama dapat terapi suntikan antibiotik. Jika gejalanya ringanditangani secara rawat jalan dan terapi antibiotik ditambahkan dalam cairandialisat serta dapat AB peroral selama 10 hari. Infeksi akan menghilangdalam waktu 2-4 hari . AB harus diberikan dengan cermat dan tidak bersifat

nefrotoksik agar tidak memperparah fungsi ginjal yang tersisa. Intervensi bedah mungkin diperlukan jika peritonitis akibat adanya kebocoran dari usus.Pada infeksi persisten di tempat keluar kateter pelepasan kateter permanendiperlukan untuk mencegah peritonitis. Peritonitis dengan hasil kultur cairan peritoneal positif juga merupakan indikasi pelepasan kateter. Untuk sementara menggunakan HD selama satu bulan sampai dilakukan pemasangan kateter yang baru. Pasien dengan peritonitis akan kehilangan protein melalui peritoneum dalam jumlah besar, malnutrisi akut, sertakelambatan penyembuhan.2)

KebocoranKebocoran

cairan

dialisat

yang

biasa

terjadi

melalui

luka

insisi

atau

luka pemasangan kateter setelah kateter terpasang. Kebocoran akan berhentispontan jika terapi dialisis ditunda selama beberapa hari sampai luka insisidan tempat keluarnya kateter sembuh. Faktor yang dapat memperlambatkesembuhan adalh aktifitas abdomen yang tidak semestinya atau mengejan pada saat buang air besar. Kebocoran dapat dihindari dengan memulai infuscairan dialisat dengan volume kecil (100-200 ml) dan secara bertahapmeningkatkan volume mencapai 2000 ml.3)

PerdarahanCairan drainage dialisat yang mengandung darah dapat terlihat khususnya pada wanita yang sedang haid. Hal ini disebabkan karena cairan hipertonik menarik darah dari uterus lewat orificium tuba falopii yang bermuara kedalam kavum peritoneal. Kejadian ini dapat terjadi selama beberapa kali penggantian cairan mengingat darah akibat prosedur tersebut tetap berada pada rongga abdomen Penyebab lain adanya perdarahan karena pergeseran kateter dari pelvis serta pada pasien yang habis menjalani pemeriksaan enema atau mengalamitrauma. Adapun intervensi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pertukaran cairan lebih sering untuk mencegah obstruksi kateter oleh bekuandarah.4)

Komplikasi lainnya adalaha)

Hernia abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen yang terusmenerus. Tipe hernia yang terjadi adalah insisional, inguinal,diafragmatik, dan umbilikal. Tekanan intra abdomen yang persistenmeningkat juga dapat memperburuk gejala hernia hiatus dan hemoroid. b)

Hipertrigliseridemia sehingga memberi kesan dapat mempermudahaterogenesis. Penyakit Kardiovaskuler tetap merupakan penyebab utamakematian pada populasi pasien ini.c)

Nyeri Pun ggung bawah dan anoreksia karena cairan dalam rongga peritoneum selain rasa manis yang selalu tarasa pada indra pengecap juga berkaitan dengan absorpsi glukose.d)

Pembentukan bekuan dalam kateter peritoneal dan konstipasi. 2.6

Keuntungan CAPD Keuntungan dari CAPD pada klien yang menggunakan antara lain:1)

Fungsi ginjal yang masih tersisa dapat dipertahankan.

2)

Dapat dilakukan sendiri di rumah atau di tempat kerja.

3)

Tidak tergantung pada bantuan orang lain.4)

Tekanan darah pasien lebih terkendali.5)

Kebutuhan akan suplemen zat besi dan eritropoietin (EPO) jauh lebih sedikit.

6)

Lebih bebas mengonsumsi berbagai jenis makanan dan minuman.

7 )

Kadar kalium darah lebih terkontrol. 2.7

Kerugian CAPD Kerugian CAPD pada klien yang menggunakan antara lain:1)

R isiko terjadinya peritonitis (infeksi peritoneum).

2)

Lebih banyak protein yang hilang dari tubuh selama berlangsungnya prosesdialisis peritoneal. 2.8

Asuhan Keperawatan 2. 8 .1

PengkajianPengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan sebeum perumusandiagnose keperawatan serta intervensi keperawatan pada klien. Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan tindakan CAPD antara lain:Sebelum dialisaa)

Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alas an perawatan dirumah sakit. b)

Ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan.c)

Fistula tersumbat bekuan.d)

Pembuatan fistulae)

Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah,jumlah cairan yangdiijinkan, obat obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa, jumlah haluaran urin.f)

Kaji kepatenan fistula bila ada. Bilapaten, getaran ( pulsasi ) akanterasa desiran akan terdengar dengan stetoskop di atas sisi. Tak adanya pulsasi dan bunyi desiran menandakan fistulatersumbat.g)

Kaji terhadapmanifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhantentang dialisa : Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan dialisa terakhir

R ales, pernafasan cepat pada saat istirahat,peningkatan sesak nafasdengan kerja fisik maksimal.i)

Kelelahan dan kelemahan menetap. j)

Hipertensi beratk)

Peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya kalium. Kemungkinan perubahan EKG pada adanya hiperkalemia. Sesudah dialisaKaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan selama dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik denganmenggunakan anti koagulan selama tindakan menempatkan pasien padaresiko perdarahan dari sisi akses dan terhadap perdarahan internal.2. 8 .2

Diagnosa Keperawatan1)

Kekurangan volume cairan b.d efek ultrafiltrasi selama CAPD2)

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan pengembangan diafragma3)

R esiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasisekunder terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vascular,emboli udara,ketidaktepatan konsentarsi / suhu dialisat4)

Kurang pengetahuan b.d penyakit dan kebutuhan untuk CAPD2. 8 .3

Intervensi Keperawatan1)

Kekurangan volume cairan b.d efek ultrafiltrasi selama dialysisKriteria Hasil: kekurangan volume cairan dapat teratasi dengan baik Intervensi:a.

Kaji TTV : BB, masukan dan haluaran pradialisis. b.

Kaji derajat penumbunan cairan dalam jaringan pradialisis Tentukan ketepatan derajat dan ketepatan ultrafiltrasi untuk tindakan.d.

Jelaskan pada klien tentang kondisi klien serta tindakan yang akandilakukane.

Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi.f.

Periksa kadar kalsium, natrium, kalium, CO2 pradialisis.g.

Kolaborasikan dengan tim medis untuk tindakan kolaboratif h.

Pantau konmdisi klien secara berkala setelah tindakan.2)

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan pengembangan diafragmaKriteria hasil : menunjukan pola pernapasan efektif dengan bunyinafas jelas, GDA dalam batas normal.Intervensi:a.

Kaji TTV ; RR

b.

Jelaskan pada klien terjadinya pola nafas tidak efektif c.

Awasi frekuensi / upaya pernapasan.penurunan kecepatan infuse bila ada dispnea.d.

Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.e.

Libatan keluarga dalam proses pelaksanaan tindakan pada klienf.

Berikan analgesic sesuai indikasi.g.

Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian analgesic padaklienh.

Pantau keefektifan tindakan yang telah diberikan pada klien.3)

R esiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasisekunder terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vascular,emboli udara,ketidaktepatan konsentarsi / suhu dialisat Kriteria Hasil: cidera tidak terjadi pada klien selama tindakandilakukan.Intervensi:a.

Kaji kondisi yang memberikan kondisi resiko terhadap cidera b.

Pastikan semua alat berbahaya ditempatkan secara amanc.

Mempertahankan lingkungan steril selama pemasukan kateter.d.

Melakukan radiografi dada setelah pemasukan kateter kevenasubklavia.e.

Amati tanda pneumothorak, ketidakteraturan jantung, perdarahanhebat, dan periksa bunyi nafas bilateral.f.

Ganti balutan kateter secara rutin sesuai kebijakan unit.g.

Pastikan bahwa detektor udara telah terpasang dan berfungsi baik selama dialisis.h.

Bantu klien dalam perawatan (baik bantu langsung atau pengawasan) sehingga terhindar dari cidera.4)

Kurang pengetahuan b.d penyakit dan kebutuhan untuk dialysisKriteria hasil: menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang konsep penyakit serta tindakan yang diberikanIntervensi:a.

Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang fungsi ginjaldan alasan dialysis. b.

Kaji kesiapan untuk belajar.c.

Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar termasuk alasan pasien kehilangan fungsi ginjal: tanda dangejala yang b.d kehilangan fungsi ginjal.d.

Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan takut dan ansietas e.

Berikan informasi yang sama pada keluarga sehingga keluarga paham tentang kondisi klienf.

Libatkan keluarga dalam memberikan pemahaman pada klieng.

Anjurkan klien untuk melakukan sharing dengan tenaga kesehatanterkait proses penyakit serta tindakan yang diberikanh.

Beri semangat pada klien untuk proses pembelajarannya.2. 8 .4

Implementasi KeperawatanPada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yangtelah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlumengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan sertamendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk,2000)2. 8 .5

EvaluasiPada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan dengan CAPDadalah, mengacu pada criteria hasil yang hendak dicapai yakni apakahterdapat :1)

Kurang volume cairan2)

Pola nafas tidak efektif apakah telah teratasi3)

R esiko tinggi cidera masih ada atau tidak 4)

Peningkatan pengetahuan pada klien dan keluarga telah tercapai atau belum.

BAB III PENUTUP 3 .2

Kesimpulan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialisis peritonealambulatorik kontinyu merupakan suatu bentuk metode pencucuian darah denganmenggunakan peritoneum (selaput yang melapisis perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki are permukaan yang luas dan kaya akan pembuluhdarah. Zat-zat dari perut dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum kedalam rongga perut. Prinsip kerja dari CAPD cukup sederhana

. Dialisis Peritonealdiawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) kedalam rongga perut melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Ketikadialisat berada di dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akandibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisatmelalui selaput rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses perpindahan ini disebut Difusi. Cairan dialisat mengandungdekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan untuk menarik kelebihan air, proses penarikan air ke dalam cairan dialisat ini disebut Ultrafiltrasi.

3 .2 Saran 1.

Perdalam pengetahuan serta konsep tentang CAPD dengan buku penunjangdan studi lapangan.

2.

Update informasi kesehatan terutma tentang CAPD dengan sering membuka jurnal kesehatan terbaru untuk mengupdate ilmu yang telah kita dapat

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. K eperawatan Medikal Bedah , Cetakan I. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.Iqbal et al. Outcome of Peritoneal Dialysis and Hemodialysis in Elderly Patientswith Diabetes: Early Experience from Bangladesh. Advances in Peritoneal Dialysis 2005;21: 8 59 .Lynda Juall, Carpenito & Moyet. 2001. Buku S aku Diagnosa K eperawatan ,Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.Makalah Pelatihan. 2002. Fresenius Fundamentals in Peritoneal Dialysis. Fresenius Medical Care . Makalah Pelatihan. 2002. Ginjal Peritoneal Dialysis & Bagaimana K erjanya ,Fresenius Medical Care.Marilynn E. Dongoes. 2000. Rencana Asuhan K eperawatan , Edisi 3, Cetakan I.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Price & Wilson. 1 99 5. Patofisiologi , Edisi 4, Cetakan I. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran, EGC

You might also like