You are on page 1of 5

Hipotesis,Tahun ke 5, No 1, Januari - April 2013

Latar Belakang Korban Bencana banjir yang terjadi di Kota Makassar setiap tahun meningkat. Pada bulan januari 2013 Korban Bencana banjir sebanyak 12.251 KK atau 47.028 jiwa dengan harta benda berupa rumah rusak ringan 10.879 unit, sekolah 7.702 unit. Pada Tahun 2012 sebanyak 654 KK atau 2397 jiwa Selain korban jiwa, bangunan dan harta benda juga menyebab kerusakan sarana dan prasarana fasilitas publik, jalan, sekolah dan memutuskan jalur transportasi, mengakibatkan pemadaman listrik, Mengangganggu aktivitas sehari-hari, Menganggu atau bahkan merusak perekonomian, Mencemari lingkungan dan mendatangkan gangguan kesehatan. Permasalahan bencana banjir di Kota Makassar sudah saatnya memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang sistematis. Kejadian banjir yang melanda beberapa kawasan Kota ini selama beberapa tahun

terakhir sebagai indikasi bahwa penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana sebagai upaya pencegahan bencana atau pengurangan resiko bencana akibat proses pembangunan yang terus digalakkan. Strategi penataan kawasan banjir akibat semakin kurangnya ruang terbuka hijau dan wilayah resapan air serta semakin luasnya wilayah genangan atau banjir, sementara di sisi lain kebutuhan terhadap ruang semakin meningkat, maka diperlukan pendekatan pengelolaan ruang wilayah secara bijaksana dengan mempertimbangkan data resiko kawasan rawan bencana, strategi pencegahan bencana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam lingkungan yang berkelanjutan, yang kemudian disebutkan dengan pendekatan penataan ruang yang ber-basis pengurangan resiko bencana.
100

Jusman

Batasan Masalah Analisis dalam artikel ini bersifat deskriptif lebih menekankan pada analisa SWOT dan spatial pengendalian Tata Ruang Kota Makassar berbasis pengurangan resiko bencana. Pembahasan utama dalam artikel ini adalah hambatan dan peluang penataan ruang kota Makassar yang berpengaruh teradap tingginya potensi banjir di kota Makassar serta analisa kemampuan pengendalian tata ruang Kota Makassar. Metodologi Studi Lokasi penelitian yaitu wilayah rawan bancana genangan/ banjir Kota Makassar. Wilayah ini berada di wilayah dengan elevasi 0-2 meter atau berada Koridor Daerah Aliran Sungai (DAS) Tallo yang meliputi Kecamatan Manggala, Panakukang, Rappocini, Tamalanrea, Biringkanaya dan Tallo; Sumber data yang digunakan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi mengenai topik yang dibahas. Pada penelitian ini data yang diperlukan meliputi data primer dan data sekuder. Data primer meliputi perda RTRW Kota Makassar Tahun 2005-2015, survey, investigasi lapangan dikawasan yang sering terjadi banjir dan bencana alam lainnya diwilayah sensitif. Data sekunder meliputi Peta wilayah genangan banjir, laporan tentang banjir, dan sebagainya Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis deskriptif evaluatif terhadap spatial tata ruang wilayah kota Makassar yang bersifat kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data spatial Araha pelaksanaan RTRW Kota Makassar Tahun 2005-2015, Arahan Struktur Penataan Ruang yang mendukung pengurangan resiko bencana di Kota Makassar, dan Peraturan Daerah terkait Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar, selanjutnya dilakukan analisa kemampuan pengendalian tata ruang Kota Makassar menggunakan metode SWOT. HASIL DAN PEMBAHASAN Landasan Normatif Penanggulangan Bencana Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa penanganan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi sedangkan Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Berdasarkan Undan-Undang Nomor 26 Tahun 27 Tentang Pentaraan Ruang bahwa Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Lebih lanjut mengenai ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Kemudian dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah, strategi penataan ruang harus didasarkan kepada arahan yang jelas dan terarah dalam menetapkan kawasan rawan bencana, kawasan budidaya (permukiman, perdagangan, pusat pemerintahan, pertanian, perkebunan, dll) berbasis bencana, pengembangan buffer zone di kawasan rawan bencana serta pengembangan infrastruktur yang mendukungnya. Hal ini juga perlu disertai dengan pedoman pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat selalu siap dan waspada apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. Karakteristik Bencana Banjir Kota Makassar Pengaruh Curah hujan Hampir setiap tahunnya beberapa bagian wilayah di Kota Makassar mengalami banjir. Banjir umumnya terjadi pada bulan Desember- Februari, yaitu pada saat curah hujan tertinggi pada setiap tahunnya.. Banjir besar yang pernah terjadi di antaranya adalah pada tahun 1967 dan tahun 1976, sedangkan pada tahun 1983 dan 1986 telah pula terjadi banjir yang walaupun tidak sebesar yang terjadi pada tahun 1976. Banjir yang cukup besar yang terjadi di Kota Makassar beberapa tahun terakhir ini adalah yang terjadi pada tahun 1999, tahun 2000 dan Tahun 2013, dimana sebagian besar wilayah kota mengalami kebanjiran. Perubahan peruntukan lahan DAS Wilayah Kota Makassar dilalui oleh 3 (tiga) muara sungai yang cukup besar sehingga membentuk sistem DAS diantaranya DAS Jeneberang, Tallo dan Pampang. Ketiga sistem aliran itu merupakan penampungan aliran air permukaan yang berasal dari
101

Hipotesis,Tahun ke 5, No 1, Januari - April 2013

sebagian wilayah Kabupaten Gowa dan Maros. DAS Tallo yang bermuara Wilayah Pesisir kota Makassar melalui Kecamatan Kec.Manggala, Panakukang, Rappocini, Kec. Tallo, Kec. Tamalanrea, dan Kec. Biringkanaya. Meluasnya wilayah pemukiman di area DAS Tallo dan DAS Jeneberang menyebabkan tingginya aliran air permukaan yang bersumber dari limpahan curah hujan serta terkendalanya proses inpiltrasi ke dalam tanah akibat terhalang perkerasan jalan dan atap bangunan. Peningkatan aliran permukaan inilah yang menyebabkan banjir dan melanda beberapa wilayah di Kota Makassar dan terjadi semaki meluas. Pengaruh Pasang Surut dan Pemanasan Global Pengaruh pasang surut air laut juga sangat besar terhadap sistem pembuangan utama kota diantaranya Sungai Tallo, Sungai Pampang, Kanal Sinrijala, Kanal Jongaya serta Kanal Panampu. Apabila curah hujan turun bersamaan dengan terjadinya pasang naik air laut, maka sistem aliran air yang melalui drainase kota akan terhambat sehingga menimbulkan banjir dan genangan pada wilayah tertentu yang ketinggiannya di bawah permukaan laut (dibawah elevasi 0). Pengaruh elevasi Permukaan Ketinggian Kota Makassar bervariasi antara 0 25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20 C sampai dengan 32 C. Kota Makassar di terkenal sebagai kota pantai dengan panjang pantai 35 km dan berbatasan dengan Selat Makassar, topografi wilayah Kota Makassar sebagian besar berupa dataran dengan kemiringan lereng antara 0 8 % atau elevasi 0-30%. Elevasi 0-2 meter mencapai 66% dari total luas wilayah kota Makassar, elevasi 2-5 meter mencapai 14% dari total kota Makassar dan elevasi 20-30 meter hanya mencapai 1,1% dari seluruh total kota Makassar. Ini menujukkan bahwa kota Makassar adalah kota cukup datar dan dikategorikan hampir seluruh wilayah Kota Makassar wilayah Rawan Banjir. Sistem drainase Adapun dari seluruh luas wilayah kota (175 Km2), hanya sekitar 54 % (96 Km2) yang dapat terkendalikan limpasan air permukaannya melalui sistem drainase kota. Wilayah tersebut terutama berada pada bagian barat Kota Makassar, sedangkan sebagian wilayah timur lainnya (Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala dan Panakukkang) masih mengalami permasalahan karena belum adanya pengen-dalian banjir yang sistematis. Akibatnya sering ter-jadi bencana banjir di kawasan permukiman pada

wilayah tersebut , misalnya Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Hamzi, Bung, Antara, Perumnas Antang, Asal Mula dan CV Dewi. Tersumbatnya beberapa Drainase Kota yang menuju ke laut berdampak terjadinya genangan dibeberapa ruas jalan kota Makassar. Di kecamatan wajo terdapat tujuh saluran utama, masing-masing saluran ini hampir tidak berfungsi dengan baik disebabkan adanya pemasangan berupa grill oleh pihak PT. PELINDO dan adanya sampah domestik yang menutup saluran sehingga menambah tingginya genangan di Jalan Nusantara dan Sulawesi. Tekanan Penggunaan Lahan Genangan air atau banjir yang menimpa kota Makassar pada Tanggal 1-15 Januari 2013 yang meliputi Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala dan Panakukkang dengan luas genangan mencapai lebih 2000 ha. Salah satu sumber dampak adalah tingginya desakan perubahan fungsi lahan dari eksisting lahan resapan air menjadi kawasan pemukiman. Sedimentasi Pendangkalan yang terjadi pada muara sungai Tallo dan Jeneberang yang diakibatkan dari limbah buangan industri yang sudah tidak lagi terkontrol pada anak-anak sungai Tallo dan Longsoran Bawakaraeng yang menyebabkan pendangkalan pada sungai Jeneberang dan pencemaran pada sumber air baku PDAM yang ada di sungai ini serta pendangkalan pada pantai losari dan pelabuhan Makassar. Semua ini menjadi contoh nyata dan menjadi catatan penting bahwa ruang-ruang sungai perlu dilindungi dan mendapat perhatian dari pemerintah Kota Makassar. Sistem perijinan, pengawasan dan penertiban Pengendalian pemanfaatan ruang Kawan Rawan Banjir (KRB) dilakukan melalui kegiatan : perijinan, pengawasan dan penertiban. Perijinan merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang KRB yang bertujuan untuk menyeleksi permohonan kegiatan pemanfaatan ruang atau investasi yang sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan. Pengawasan pemanfaatan ruang KRB bertujuan untuk memastikan pemanfaatan ruang KRB sesuai dengan rencana tata ruang KRB. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh kelembagaan yang ditetapkan dan peran masyarakat. Penertiban pemanfaatan ruang KRB bertujuan agar penyimpangan pemanfaatan ruang di KRB dapat dicegah dan diantisipasi. Kegiatan penertiban dilakukan melalui perumusan kebijakan dan mekanisme sistem perijinan.
102

Jusman

Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir (KRB), dilaksanakan dengan tujuan untuk meminimalkan dampak bencana. Dalam rangka mendukung hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk memperkuat kelembagaan di masing-masing tingkat pemerintahan dalam lingkup kawasan, baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota, serta mengoptimalkan peran masyarakat. Untuk melaksanakan tugas dalam pengendalian pemanfaatan ruang KRB, maka perlu ditetapkan lembaga yang akan mengurus KRB. Lembaga yang diusulkan adalah yang memiliki fungsi dan tanggung jawab dalam bidang pengendalian bencana banjir dan lingkungan hidup. Lingkup tugas lembaga ini meliputi 3 (tiga) kegiatan, yaitu: kegiatan perijinan, pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Pengendalian kawasan yang telah terbangun Penjelasan lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, pasal 20 menyebutkan Mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana, dilakukan melalui: a.perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada analisis risiko bencana; b.pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan; dan c.penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, baik secara konvensional maupun modern. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan sebagaimana dimaksud, wajib menerapkan aturan standar teknis bangunan yang ditetapkan oleh instansi/lembaga berwenang. Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan yang dimaksud, wajib menerapkan aturan standar teknis pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan yang ditetapkan oleh instansi/lembaga berwenang. Tantangan Kota Makassar dalam Pengendalian Kawasan Berdasarkan hasil survey, analisa data, pengamatan terhadap berbagai faktor mengenai Pengendalian Kawasan Rawan Banjir Kota Makassar, berikut ini dilakukan analisa SWOT untuk mengklasifikasikan kekuatan, peluang, tantangan dan kelemahan kota Makassar dalam Pengendalian Kawasan Banjir, yaitu : Kekuatan (strength) Beberapa kekuatan (strength) yang dapat digunakan antara lain, sebagai berikut : 1)Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

2)Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang 3)Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 4)Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 5)Terbentuknya BPBD Kota Makassar sebagai badan yang berfungsi Badan koordinasi, komando dan pelaksana Penanggulangan bencana berdasarkan Peratuan Walikota Makassar Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Makassar. 6)Perda No Daerah No 2 Tahun 2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Makassa. Peluang (Opportunities) Beberapa peluang (opportunities) yang dapat dimanfaatkan, antara lain sebagai berikut : 1)Mengurangi ancaman bencana sudah menjadi komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; 2)Telah berkembangnya kapasitas organisasi masyarakat dan organisasi non pemerintah seperti SAR, PMI, TAGANA dan sebagainya; 3)Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kondisi daerah yang aman bencana; 4)Penerapan Otonomi Daerah. 5)Persetujuan melakukan Hibah Langsung Tantangan (Threats) Beberapa tantangan (threats) yang perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut : 1)Belum disahkanya atau masih dilakukan pembahasan draft rencana tata ruang kota Makassar 2015-2025 2)Kepedulian dan ketangguhan masyarakat yang masih harus ditingkatkan; 3)Kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana masih harus ditingkatkan; 4)Penyusunan SOP dan Protap belum ditetapkan sebagai peraturan daerah atau peraturan walikota. 5)Dis-harmonisasi Tupoksi antara lembaga yang menangani penanganan penanggulangan bencana ditingkat Kota; 6)Kebijakan sektor yang kurang berorientasi kepada upaya penanggulangan bencana; 7)Meningkatnya jumlah penduduk urban yang mendesak pertumbuhan kawasan perumahan. 8)Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengenai upaya pengurangan resiko genangan dan banjir.

103

Hipotesis,Tahun ke 5, No 1, Januari - April 2013

Kelemahan (Weakness) Beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan antara lain, sebagai berikut: 1)Penataan Ruang Kota Makassar belum berbasis mitigasi dan kebencanaan. 2)Belum tersusunnya RDTR Kawasan Lindung rawan bencana. 3)Belum tersusunnya Zoning Regulatioan Kawasan Rawan Bencana. 4)Pengendalian pembangunan yang tidak mendukung upaya pengurangan resiko bencana masih lemah. 5)Pemberian Ijin Lokasi, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) belum menyesuaikan data wilayah rawan bencana dan RTBL pada wilayah terdampak. 6)Ringannya sanksi terhadap seseorang dan badan usaha yang melanggar tata ruang. 7)Sistem drainase yang belum terkoneksi dengan saluran utama dan banyak yang tertutup dengan sedimen dan sampah. 8)Sarana dan prasarana kerja yang terbatas; 9)Masih Terbatasnya informasi daerah rawan bencana. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat ditarik kesimpulan dan disampaikan saran sebagai berikut. 1.Rencana tata ruang, dan proses penataan ruang secara keseluruhan di Kota Makassar, sejauh ini belum mampu sepenuhnya memenuhi harapan terwujudnya ruang wilayah yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Hal ini ditunjukan oleh masih adanya permasalahan terkait pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kawasan yang cukup rentan terhadap bencana, konversi pemanfaatan lahan yang tidak terkendali, dan inefisiensi pengaturan fungsi ruang. 2.Indikasi jumlah Korban Bencana banjir dan luas genangan/banjir yang terjadi di Kota Makassar serta kerugian setiap tahun meningkat, sehingga diperlukan pengendalian tata ruang yang berbasis kebencanaan, seperti Penyusunan Rencana Detail

Tata Ruang (RDTR) yang memasukkan pertimbangan mitigasi kawasan rawan bencana, peraturan zonasi (zoning regulation) khusus wilayah sempadan atau Penyusunan RTBL pada kawasan yang terbangun (micro zoning) untuk pengurangan resiko bencana, serta penyusunan Peraturan walikota atau Peraturan daerah tentang Sistem perijinan, pengawasan dan penertiban kawasan rawan banjir. 3.Pemerintah Kota Makassar perlu melakukan upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang tetap sesuai tujuan yaitu mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Pemerintah Kota Makassar, 2006, Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015. Republik Indonesia, 2002. Undang Undang Nomor 28 Tahun 202 tentang Bangunan Gedung. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134. Republik Indonesia, 2007. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tetang Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68. Republik Indonesia, 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Republik Indonesia, 2007. Undang Undang Nomor 24Tahun 2007 tetang Penanggulangan Bencana. United Nations, 2009. Risk and poverty in a changing climate. 2009 Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction. ISDR (2009) Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction. United Nations, Geneva, Switzerland. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, tentang edoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir. Republik Indonesia, 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang World Bank, 2005. Natural Disaster Hotspots, A Global Risk Analysis. Washington, DC: Disaster Risk Managemet Series, 2005.

104

You might also like