You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang masih belum memahami tentang pentingnya kesehatan. Mereka pada umumnya mengkonsumsi segala jenis makanan, seperti makanan tinggi lemak dan kolesterol tanpa diimbangi dengan olahraga atau aktifitas fisik untuk membakar lemak dan gaya hidup yang salah, seperti kebiasaan merokok dan minum alkohol ataupun mengkonsumsi narkoba yang kesemuanya itu dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Diantara masalah kesehatan tersebut akan mengakibatkan timbulnya penyakit Reumatik, Diabetes Mellitus, Jantung, Ginjal dan sebagainya (Moefty, 2009) Dari berbagai penyakit diatas diantaranya adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer C, Suzanne, 2001). Diabetes Mellitus mempunyai dua tipe yang pertama Diabetes Mellitus tipe I (IDDM) yaitu diabetes mellitus yang tergantung insulin dan yang kedua Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin. Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun dengan persentase 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Sedangkan pada kasus diabetes mellitus tipe II sering ditemukan pada usia lebih dari 30 tahun dengan persentase 90% - 95% seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas 20% (Smeltzer C. Suzanne, 2001).

Diabetes sudah merupakan suatu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidab diabetes diatas usia 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut.

BAB II STATUS PENDERITA

2.1 Identitas Penderita Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal MRS No. Register : Tn. S : 51 tahun : Laki-laki : Islam : Gedangan, Malang : Menikah : Jawa : 3 Oktober 2011 : 272370

2.2 Anamnesis 1. Keluhan Utama Luka pada kaki yang tidak sembuh-sembuh 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Kepanjen dengan keluhan luka yang tidak sembuhsembuh sejak 1 bulan yang lalu, luka tersebut didapat penderita saat berjalan di kebun akibat tidak memakai alas kaki. Luka tersebut terus membesar meskipun penderita sudah berobat ke mantri di desanya, selain itu pasien merasakan badan lemas sejak 1 bulan yang lalu. Badan lemas dirasakan secara mendadak dan sewaktu-waktu. Badan lemas dirasa sangat

mengganggu pasien. Pasien juga mengeluh sering kencing, banyak minum, sering lapar dan banyak makan dan ngemil sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua kakinya sering kesemutan. Kesemutan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir ini. Selain itu pasien juga mengaku sekarang berat badannya menurun. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ditemukan/disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat DM (+) kakak kandung

2.3 Anamnesis Sistemik 1. 2. Kulit: kulit gatal (-) Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman penglihatan berkurang (-) 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-) Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-) Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-) Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-) Leher: sakit tengkuk (-), kaku (-), gondok (-) Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-) Jantung & peredaran darah: berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ortopneu (-), paroxysmal nocturnal dipsneu (-), dipsnue deffort (-) 10. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), kembung (-)

11. 12.

Genitourinaria: BAK spontan (+), BAB spontan (+) Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (+/+), sakit kepala (-), pusing (-)

13. 14.

Psikiatrik: emosi stabil (+), mudah marah (-) Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan (-), nyeri kaki (+), nyeri otot (-), lemah (+)

15.

Ekstremitas atas dan bawah: bengkak (-), sakit (+) pada daerah luka, ujung jari, telapak tangan dan kaki dingin (-)

16. 17. 18. 19.

Endokrin: polidipsi (+), polifagi (+), poliuri (+) Darah: kepucatan (-), mudah kebiruan (-) Penyakit yang pernah diderita: TBC (-), alergi (-), asma (-), DM (-) Makanan: nasi/jagung (+), sayur (+), tahu (+), tempe (+), ikan (+), telur (+), susu (-) kwantitas: cukup

2.4 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup. 2. Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu : 140/90 mmHg : 82 x / menit : 20 x /menit : 36,5 oC

3. Kulit Turgor kulit lambat (-), ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-). 4. Kepala Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-). 5. Mata Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). 6. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-). 7. Mulut Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-). 8. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-). 9. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). 10. Leher JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-) 11. Dada Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-). (-),

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi Perkusi : ictus cordis tak kuat angkat : batas kiri atas batas kanan atas batas kiri bawah : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra : SIC II Linea Para Sternalis Dextra : SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra (batas jantung terkesan normal) Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo : Statis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri sama dengan kanan : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (rh -/-, wh -/-) Dinamis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri sama dengan kanan : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (rh -/-, wh -/-) 12. Abdomen

Inspeksi Palpasi Perkusi

: dinding perut datar : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-). : tympani

Auskultasi : bising usus (+) normal 13. Ektremitas Palmar eritema (-/-), terdapat ulkus pada ektremitas bawah sinistra akral dingin 14. Sistem genetalia Dalam batas normal. Oedem - - -

2.5 Pemeriksaan Penunjang 2.5.1 Laboratorium Tanggal 4 Oktober 2011


Jenis pemeriksaan Hb Hitung Leukosit Hitung Jenis Laju Endap Darah Trombosit PCV/HCT GDP GD 2 Jam PP SGOT SGPT Ureum Hasil 11,5 13.980 3/1/2/43/43/8 7 226.000 35 278 559 31 49 30 Nilai normal 12-16 g/dL 4-11 ribu sel/cmm 1-5/0-1/3-5/54-62/15-35/3-7 20 /jam 150-400 ribu/mm3 35-47 % 70-115 mg/dL < 140 mg/dl L: < 43 P: < 36 U/L L: < 43 P: < 36 U/L 20-40 mg/dL

Kreatinin

0.71

L: 0,6-1,1 P:0,5-0,9 mg/dL

Tanggal 6 Oktober 2011


Jenis pemeriksaan GDP GD 2 JPP 187 263 Hasil Nilai normal 70-115 mg/dl < 150 mg/dl

Tanggal 8 Oktober 2011


Jenis pemeriksaan GDP GD 2 JPP 181 233 Hasil Nilai normal 70-115 mg/dl < 150 mg/dl

Tanggal 11 Oktober 2011


Jenis pemeriksaan GDP GD 2 JPP 131 265 Hasil Nilai normal 70-115 mg/dl < 150 mg/dl

2.6 Resume Berdasarkan anamnesa didapatkan: Pasien mengalami luka sekitar 1 bulan yang lalu dan tidak kunjung sembuh. Selain itu pasien mengeluh badannya lemas sejak 1 bulan yang lalu. Badan lemas dirasakan secara mendadak dan sewaktu-waktu. Badan lemas dirasa

sangat mengganggu pasien. Pasien juga mengeluh sering kencing, banyak minum, sering lapar dan banyak makan dan ngemil sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua kakinya sering kesemutan. Kesemutan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir ini. Selain itu pasien juga mengaku sekarang berat badannya menurun. Berdasarkan Pemeriksaan fisik didapatkan: Pasein tampak lemah, kesadaran composmentis (456), dan kedua kaki terasa kesemutan. Berdasarkan Pemeriksaan penunjang didapatkan: Darah lengkap terdapat peningkatan gula darah puasa, dan 2 jam pp DM tipe II

2.7 Working Diagnosa DM tipe II Differential diagnose DM tipe I 2.8 Penatalaksanaan 1. Non Medikamentosa a. Edukasi tentang penyakitnya b. Tirah baring c. Terapi diet d. Rawat luka 2. Medikamentosa a. IVFD : Infus NS 20 tpm b. Humulin R 12-12-12

10

c. Humulin N 0-0-0-12 d. Ranitidin 2x1 IV e. Cefotaxim 3x1 IV 2.9 Follow Up : Tn. S

Nama

Diagnosis : DM tipe 2 Tabel Follow Up


No. 1 Tanggal 3 Oktober 2011 S Badan lemas (+), kaki kesemu tan (+) O T : 140/80 mmHg RR : 18 x/menit N : 84 x/menit S : 36,5C A Diagnosa DM tipe II P Terapi Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring. 3. Rawat luka Medikamentosa: a. IVFD : Infus NS 20 tpm b. Humulin R:8-8-8 c. Humulin N:8 d. Ranitidin 2x1 IV Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring. 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD : Infus NS 20 tpm 2. Humulin R:8-8-8 3. Humulin N:8 4. Ranitidin 2x1 IV Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring. 3. Rawat luka Medikamentosa: 1.IVFD : Infus NS 20 tpm 2.Humulin R:8-8-8 3. Humulin N:8 3. Ranitidin 2x1 IV Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring. 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2X1 IV

4 Agustus 2011

Badan lemas (+), kaki kesemu tan (+)

T : 130/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 82 x/menit S : 36,3C

DM tipe II

5 Oktober 2011

Badan lemas (-), kaki kesemu tan (+)

T : 130/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 86 x/menit S : 36,4C

DM tipe II

GDP GD2JPP

6 Oktober 2011

Badan lemas (-), kaki kesemu tan (+)

T : 140/80 mmHg RR : 18 x/menit N : 80 x/menit S : 36C

DM tipe II

GDP GD2JPP

11

3. Insulin R=8-8-8 Insulin N=0-0-0-8

7 Oktober 2011

Badan lemas (-), kaki kesemu tan (+)

T : 130/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 80 x/menit S : 36C

DM tipe II

GDP GD2JPP

8 Oktober 2011

Badan lemas (-), kaki kesemu tan (+)

T : 130/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 80 x/menit S : 36C

DM tipe II

9 Oktober 2011

kaki kesemu tan (+)

T : 120/80 mmHg RR : 16 x/menit N : 88 x/menit S : 36C

DM tipe II

10 Oktober 2011

kaki kesemu tan (+)

T : 140/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 84 x/menit S : 36C

DM tipe II

11 Oktober 2011

Tidak ada keluha n

T : 120/70 mmHg RR : 20 x/menit N : 88 x/menit S : 36C

DM tipe II

Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2x1 IV. 3. Insulin R=12-1212 Insulin N=0-0-0-12 Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2x1 IV. 3. Insulin R=12-1212 Insulin N=0-0-0-12 Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2x1 IV. 3. Insulin R=12-1212 Insulin N=0-0-0-12 Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2x1 IV. 3. Insulin R=12-1212 Insulin N=0-0-0-12 Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2x1 IV.

12

10

12 Oktober 2011

Tidak ada keluha n

T : 130/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 90 x/menit S : 36C

DM tipe II

3. Insulin R=12-1212 Insulin N=0-0-0-12 Non medikamentosa: 1. Diet. 2. Tirah baring 3. Rawat luka Medikamentosa: 1. IVFD NS 20 tpm. 2. Inj. Ranitidin 2x1 IV. 3. Insulin R=12-1212 Insulin N=0-0-0-12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

13

3.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long, 1996) Diabetes mellitus adalah penyakit karena kekurangan hormon insulin sehingga glukosa tidak dapat diolah tubuh dan kadar glukosa dalam darah meningkat lalu dikeluarkan kemih yang menjadi merasa manis (Ahmad Ramali, 2000) Diabetes mellitus adalah masalah yang mengancam hidup atau kasus darurat yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut (Mariyinn E. Donges, 2000). Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C. Suzanne, 2001). 3.2 Etiologi Diabetes Mellitus Ada beberapa hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit diabetes, diantaranya:

1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus (Yunir, 2007)

2. Obesitas (Kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.

3. Faktor Genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes

14

mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil (Yunir, 2007)

4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan


Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.

5. Penyakit dan infeksi pada pankreas


Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkena diabetes mellitus.

6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas.

3.3. Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006

15

Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional (Yunir, 2007). American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam:

1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin. 2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. 3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ). 4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama masa kehamilan.

16

3.4 Patofisiologi Diabetes mellitus

Diabetes mellitus

tipe I (IDDM) disebabkan oleh genetik, faktor

imunologi, lingkungan, virus. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat pankreas untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa dari makan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tidak tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut keluar dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik). Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan (polidipsi). Defisiensi insulin juga

mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (poligfagia) akibat

17

menurunannya simpanan kalori. Gejala lain dari tipe diabetes mellitus mencakup kelelahan dan kelemahan. Diabetes mellitus tipe II (NDDM) belum diketahui penyebabnya dengan pasti namun ada beberapa faktor risiko yaitu usia, obesitas, herediter, diit tinggi lemak rendah karbohidrat dan kurang gerak badan. Diabetes mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada orang yang terkena diabetes mellitus tipe II dimana produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan, maka selalu mengalami kekurangan glukosa dan glukosa tersebut menumpuk di pembuluh darah sehingga ginjal tidak mampu menyerap glukosa yang harusnya di saring oleh ginjal, keluar melalui urine atau disebut glukosaria sehingga mengakibatkan diuresis osmotik (pengeluaran cairan dan elektrolit). Jika tidak ditangani segera akan menyebabkan dehidrasi dimana dari dehidrasi akan mengakibatkan syok hipovolemik.

3.5 Manifestasi klinik Diabetes mellitus Adapun manifestasi klinik pada penyakit diabetes mellitus yaitu : 1) Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial (peningkatan kadar glukosa dalam darah sesudah makan, glukosuria (glukosa muncul

18

dalam urine), diuretik osmosis (pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan), polidipsi (peningkatan rasa haus), penurunan berat badan, kelelahan dan kelemahan, nafas bau keton serta hiperventilasi, nyeri abdomen, mual, muntah, perubahan kesadaran, koma. 2) Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria

(peningkatan dalam berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus), bila terjadi luka pada kulit, lama sembuhnya 3.6 Diagnosa Diabetes mellitus Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga digunakan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa vena dan kapiler Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaaan glukosa darah

19

sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM karena lebih mudah diterima oleh pasien serta murah. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM , hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl. Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200mg/dl. Namun TTGO dalam prakteknya sangat jarang dilakukan (Moefty, 2009). Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitive. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

20

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Moefty, 2009). Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT

21

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu. Sumber : Sudoyo, Aru W, 2006.

3.7 Komplikasi Diabetes mellitus Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi tiga kategori yaitu: 1) Komplikasi akut Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HONK (hiperosmolar non ketotik). a) Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berlebihan. b) Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. c) Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK) yaitu keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. 2) Komplikasi jangka panjang a) Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh arteri koroner,

22

pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler perifer disebabkan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah. b) Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan juga terdapat 3 stadium utama neuropati yaitu Retinopati non proliferatif dan retinopati praproliferatif dan retinopati proliferatif. 3) Komplikasi oftalmologi Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas lensa mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah meningkat sehingga meningkat. Glukoma terjadi dengan frekuensi yang agak lebih tinggi pada populer diabetik. Kelumpuhan ekstra okuler jadi akibat neuropati diabetik, neuropati dikarenakan kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres terjadi kebocoran protein darah ke dalam urine dan neropati dabetik menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensori motor) otonom dan spinal. 3.7 Penatalaksanaan Diabetes mellitus Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus. Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes.

23

1. Jangka

pendek,

hilangnya

keluhan

dan

tanda

diabetes

melitus,

mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. 2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.


Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku (Moefty, 2009) Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titikkerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada gambar 2.

24

Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.

Terapi Nonfarmakologi Beberapa terapi nonfarmakologi dengan cara merubah gaya hidup yang dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes, antara lain: Terapi gizi medis
Yaitu pengaturan pola makan dan acupan gizi pada makanan. Diantaranya karbohidrat yang diberikan pada pasien diabetes tidak lebih dari 55-56% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Dan pembatasan asupan lemak.

Latihan Jasmani
Yaitu meningkatkan aktivitas jasmani dengan cara melakukan aktivitas minimal otot skeletal lebih dari yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan

25

kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetes, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari.

Edukasi
Yaitu melakukan edukasi tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus-menerus, serta melakukan apa yang telah dianjurkan dari edukasi yang didapatkannya.

Terapi Farmakologi Tabel 5. Obat Hipoglemik Oral yang Tersedia di Indonesia


Generik Biguanid Metformin Metformin XR Tiazolidin/ glitazone Roziglitazon Pioglitazon Sulfonilurea Klorpropamid Gibenklamid Glipizid Glikazid Glukidon Glimepirid Nama Dagang Glucophage Glumin GlucophageXR Glumin-XR Avandia Actos Deculin Diabenese Daonil Euglukon Minidiab GlucotrolXL Diamicron DiamicronMR Glurenorm Amaryl Gluvas Amadiab Metrix NovoNorm Starlix Glucobay Glucovance Avandamet Mg/tab 500-850 500 500-750 500 4 15,30 15,30 100-250 2,5-5 5-10 5-10 80 30 30 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 0.5,1,2 120 50-100 250/1,25 500/2,5 500/5 2mg/500mg 4mg/500mg Dosis Harian 250-3000 500-3000 500-2000 4-8 15-30 15-45 100-500 2,5-15 5-20 5-20 80-240 30-120 30-120 0,5-6 1-6 1-6 1-6 1,5-6 360 100-300 24 24 24 24 1 1 1 1 3 3 3 1-2 4mg /1000mg 8mg /1000mg 12 2 Lama Kerja 6-8 6-8 24 24 24 24 24-36 12-24 10-16 1216** 10-20 Frek/ hari 1-3 2-3 1 1 1 1 1 1 1-2 1-2 1 1-2

Glinid Penghambat Glukosidase Obat kombinasi Tetap

Repaglinid Nateglinid Acarbose Metformin + Gibenklamid Metformin + Rosiglitazon

(Sudartawan Soegondo, 2007. Buku Ajar Penyakit dalam Edisi keempat Jilid III).

26

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin. 2. Terapi Insulin Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral. pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan

27

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda: 1. Insulin kerja cepat. Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan. 2. Insulin kerja sedang. Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.

28

Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. 3. Insulin kerja lambat. Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
o o

Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya Aktivitas harian penderita Kecekatan penyakitnya penderita dalam mempelajari dan memahami

o o

Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

29

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga. Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya. Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak

(sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi. Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh

30

dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan. Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata. 3.9 Pencegahan Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu: Pencegahan sekunder: semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikimia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan sekunder: menemukan pengidap DM sedini mugkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. Pencegahan tersier: semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi: o Mencegah timbulnya komplikasi

31

o Mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ o Mencegah kecacatan tubuh

32

BAB IV PENUTUP

Telah dilaporkan laporan kasus seorang penderita perempuan (71 tahun) dengan diagnosis DM type 2, telah dirawat di ruang Penyakit Dalam kelas III RSUD KANJURUHAN KEPANJEN dari tanggal 3 Oktober 2011 sampai 8 Oktober. Pasien datang dengan keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan yang lalu, selain itu pasien juga mengeluh badan lemas sejak 1 bulan. Pasien mengaku banyak minum, banyak makan, dan sering kencing sejak 6 bulan. Kedua kakinya sering kesemutan, terutama 1 minggu terakhir ini. Pasien juga mengaku berat badannya sekarang menurun. Hasil Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar glukosa darah puasa, dan 2 jam PP. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Etiologinya bisa disebabkan oleh DM type I, DM type II, DM type lain, dan DM gestational. Manifestasi klinis penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

33

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit. Diagnosis dari DM dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Sedangkan pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

34

DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association, 2009 Ardy Moefty, dr., Patogenesis Dan Penatalaksanaan DM Tipe 1, Bagan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD RS Hasan Sadikin Bandung, 26 November 2009. Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19 Gustaviani, R. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, p:1857-1859 http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2094446mekanisme-terjadinya-diabetes/#ixzz1PmiprcMK Perkeni 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 Reno Gustaviani, 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keempat Jilid III). Soegondo, S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, p:1860-1863 Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006 Yunir, E dan Suharko, S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, p:1864-1867

35

You might also like