You are on page 1of 8

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada bayi usia 5-7 bulan
Dibi Cahyaningdiah *, Budi Utomo *, Adi Hidayat **
** Bagian * Pusat

Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT
A cross sectional study was performed in 1998 among infants 5 to 7 months of age in Indramayu regency, West Java, to define the prevalence of anemia and to investigate associated factors for anemia. Subject were part of the sample from the study on iron and zinc supplementation in infants. A heel prick sample of capilary blood was taken from 199 infants and the hemoglobin concentration was assayed using the Hemocue Bhemoglobin photometer. Data were analyzed using the EPI Info version 6.04 and important variables were analyzed with logistic regression using the SPSS-PC version 10.0. Hemoglobin concentrations ranging from 7.0 to 14.1 g/dL and the mean values was 10.45 1.25 g/dl. Overall the prevalence of anemia was 65.3% , ranging from 51,1% in infants of 5 months old to 80,0% in infants of 8 months old. The following factors were significantly associated with anemic infants age and paternal education. The multiple logistic regression showed that the risk of anemia in infants of 5 months old was 0,29 lower than infants of 7 months old (O.R.=0.29;95% confidence inteval O.R.=0.124 - 0,689). The risk of anemia in infants was 0.58 lower in father with higher education compared to those with lower education, but was statistically not significant (O.R.=0.58;95% confidence interval O.R.=0.315 - 1.075). Early anemia in infants of 5 to 7 months old was associated with the age of infants.(J Kedokter Trisakti 2001;20(1):1-8) Key words: Factors, hemoglobin, anemia, prevalence, infants age ABSTRAK Studi potong silang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang prevalensi anemia pada bayi-bayi berusia 5 - 7 bulan dan menyelidiki faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia. Studi dilakukan pada tahun 1998 di dua kecamatan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Subjek penelitian merupakan bagian dari studi eskperimental tentang suplementasi zat besi dan zeng pada bayi di wilayah yang sama. Sampel darah kapiler dikumpulkan dari 199 bayi dan konsentrasi hemoglobin diukur menggunakan Hemocue B-hemoglobin fotometer. Data dianalisis dengan menggunakan program EPI Info versi 6,04 dan analisis lanjut beberapa variabel penting menggunakan teknik statistik regresi logistik pada program SPSS-PC versi 10,0. Konsentrasi hemoglobin berkisar antara 7,0 sampai 14, 1 g/dl dan rata-rata sebesar 10,45 1,25 g/dl. Prevalensi anemia pada bayi besarnya 65,3% ; berkisar antara 51,1 % pada bayi berusia 5 bulan sampai 80,0% pada bayi berusia 7 bulan. Faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan anemia adalah umur bayi dan tingkat pendidikan ayah. Sedangkan tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan anemia. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan bahwa risiko terjadinya anemia pada bayi berusia 5 bulan 0,29 kali lebih kecil dibandingkan bayi berusia 7 bulan (O.R. 0,29; 95 % Confidence Interval O.R. = 0,1124 - 0,689). Risiko terjadinya anemia pada bayi yang ayahnya berpendidikan tinggi 0,58 kali lebih kecil dibandingkan bayi yang ayahnya berpendidikan rendah, tetapi secara statistik tidak bermakna (O.R.=0,58;95% Confidence interval O.R. = 0,315 - 1,075). Anemia yang terjadi pada bayi usia 5-7 bulan erat berhubungan dengan usia bayi. Kata kunci: Faktor-faktor, hemoglobin, anemia, prevalensi, usia bayi

PENDAHULUAN Anemia diperkirakan dialami sekitar 2,2 milyar penduduk di seluruh dunia, dan
1 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

sebagian besar menderita anemia defisiensi zat besi (ADB). Defisiensi zat besi pada sebagian besar masyarakat di dunia, diderita oleh bayi, anak balita dan ibu usia subur

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

sebagai akibat kehamilan dan menstruasi. (1) Anemia pada penderita dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan fisik yang terhambat, gangguan perkembangan mental, kecerdasan berkurang, produktivitas kerja menurun, dan gangguan fungsi reproduksi. 1) Faktor-faktor yang dapat menimbulkan defisiensi zat besi adalah kurangnya persediaan zat besi pada makanan dan buruknya absorpsi zat besi sebagai akibat adanya tanin dalam minuman teh dan fitat dalam sayuran yang dikonsumsi.
(2)

METODE Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di dua kecamatan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat yang letaknya kurang lebih 200 km dari Jakarta. Dua kecamatan ini dipisahkan sejauh 50 kilometer oleh lima kecamatan lain. Rancangan penelitian Penelitian cross-sectional dilakukan untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian. Faktor-faktor risiko yang merupakan variabel bebas dan variabel tergantung anemia pada bayi dikumpulkan pada saat yang sama. Pemilihan dan besar sampel Sampel penelitian ini merupakan bagian dari sampel yang dipilih untuk rancangan penelitian eksperimental yang bertujuan menilai pengaruh pemberian zat besi dan seng terhadap pertumbuhan serta kadar Hb bayi. Jumlah bayi berusia 5-7 bulan untuk penelitian eksperimental tersebut adalah 800. Bila prevelansi anemia pada bayi diperkirakan sebesar 0,25 dan tingkat kepercayaan yang digunakan besarnya 95%, kesalahan yang dapat ditolerir besarnya 5%, dan jumlah bayi berusia 5-7 bulan di dua kecamatan pada tahun 1997 adalah 900, maka besar sampel yang diperlukan adalah 225 bayi. (8) Bayi yang berusia 5-7 bulan dan secara dominan diberikan air susu ibu (ASI) serta tidak ditemukan kelainan kongenital dipilih sebagai sampel. Pada awal penelitian, terdapat 200 bayi berusia 5-7 bulan yang orang tuanya bersedia memberikan sampel darah kapiler. Semua bayi tersebut merupakan sampel penelitian ini. Pengumpulan dan pengolahan data Data dikumpulkan oleh petugas pengumpul data sebanyak 22 orang mulai bulan Desember 1997 sampai dengan bulan Mei 1998. Pada awalnya tim peneliti melakukan survei untuk mengidentifikasi bayi yang berusia < 6 bulan selama bulan November 1997. Persetujuan secara lisan diminta kepada orang tua/pengasuh subjek penelitian.

Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia tahun 1995 menunjukan bahwa, prevalensi anemia (Hemoglobin /Hb < 11,0 g/dl) pada anak balita besarnya 34% pada lakilaki dan 48% pada perempuan. (3) Bayi yang lahir normal memiliki cadangan zat besi yang cukup untuk mencegah terjadinya defisiensi zat besi pada empat bulan pertama kehidupannya. Volume darah akan meningkat pada periode ini dan konsentrasi zat besi juga sedikit meningkat. Konsekuensinya, ADB pada empat bulan pertama kehidupan jarang ditemukan. (4) Pada usia 12 bulan, berat badan bayi besarnya tiga kali berat badan lahir dan total zat besi hanya meningkat sebanyak 70% antara usia 4 - 12 bulan. (4) Tidaklah mengherankan ADB banyak ditemukan pada bayi berusia antara 6 - 24 bulan dengan prevalensi berkisar antara 25 - 40%.5) Anemia merupakan akibat dari berbagai proses patologis yang berkaitan dengan metabolisme zat besi dan nutrisi. (6) Saat ini Indonesia masih berada dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan. Krisis ini menyebabkan banyak bayi, anak balita dan ibu hamil mengalami gangguan gizi. ADB dapat dialami pada usia masih muda saat bayi belum mencapai usia duabelas bulan dan dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental yang ringan dan sedang. 7) Gangguan ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dan memerlukan perhatian pemerintah umumnya dan petugas kesehatan khususnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi anemia dan faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada bayi berusia 5 - 7 bulan.
2 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang sudah diuji coba terlebih dahulu. Data yang dikumpulkan meliputi usia bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu, pendidikan ibu dan ayah, jumlah anak balita yang dilahirkan, panjang dan berat badan bayi serta kadar Hb. Berat badan bayi diukur menggunakan timbangan badan digital dari Seca dengan kepekaan sebesar 0,1 kg dan kalibrasi dilakukan setiap hari. Panjang badan diukur menggunakan ukuran panjang yang terbuat dari kayu sesuai dengan standar WHO dengan tingkat kepekaaan sebesar 0,1 cm. Sampel darah kapiler diperoleh dari daerah tumit yang dikumpulkan oleh seorang analis. Tetesan darah yang keluar dimasukkan ke dalam mikrokuvet untuk menentukan kadar Hb. Pengukuran kadar Hb ditentukan menggunakan portable Hemocue B hemoglobin photometer (Hemocue AB, Angelholm, Sweden) (9) berdasarkan metode azidmethemoglobin dan ketelitiannya diverifikasi menggunakan sampel kontrol yang disediakan alat tersebut. Metode hemocue sebanding dengan standar sianmethemoglobin baik validitas maupun reliabilitasnya. (10,11) Definisi anemia pada bayi adalah kadar Hb < 11,0 g/dl. (12) Indikator antropometri (panjang badan, berat badan dan umur) dihitung menggunakan rujukan internasional dari WHO/NCHS. 13) Program Epi Info 6.04 digunakan untuk melakukan transformasi ukuran antropometri panjang badan /umur (height-for-age/HA), berat badan/umur ( weight-for-age/(WA) dan berat /panjang badan (weight-for-height /WH) menjadi nilai Z. (14) Ukuran antropometri yang rendah menurut standar WHO adalah bila nilai Z < -2,00 Standar Deviasi (SD). (13) Status gizi dikatakan buruk bila nilai Z < -2,00. Data yang diperoleh diolah secera elektronik menggunakan program Epi Info versi 6.04. (14)

Analisis statistik Langkah awal menyajikan gambaran berbagai karakteristik reponden yang penting , prevalensi anemia, rata-rata kadar Hb dan variabel-variabel yang dianggap sebagai faktor risiko anemia. Selanjutnya dilakukan analisis biavariat antara berbagai faktor risiko (umur bayi, jenis kelamin, usia ibu, pendidikan ayah dan ibu, jumlah anak balita yang dilahirkan, berat dan panjang badan) dengan anemia. Uji chi-square digunakan bila faktor risiko merupakan data deskret, dan faktor risiko yang merupakan data kontinyu menggunakan uji korelasi Pearson. Tahap berikutnya dilakukan analisis variabel ganda regresi logistik dengan anemia sebagai variabel tergantung dan faktorfaktor risiko yang bermakna sebagai variabel bebas. Analisis variabel ganda ini dilakukan untuk mengetahui risiko terjadinya anemia pada berbagai faktor risiko yang bemakna. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS versi 10,0 pada tingkat kemaknaan sebesar 0,05. (15) HASIL Dari 200 bayi berusia 5-7 bulan yang bersedia diambil darah kapilernya, satu tidak dapat diperiksa karena pada saat pengumpulan darah sudah pindah ke daerah lain di luar lokasi penelitian. Analisis dilakukan berdasarkan 199 bayi yang berhasil ditentukan kadar Hbnya. Usia bayi rata-rata 6,1 0,74 bulan, terdiri dari berusia 5 bulan banyaknya 45 (22,6%), 6 bulan 89 (44,7%) dan 7 bulan 65 (32,7%). Prevalensi anemia besarnya 65,3% dan kadar Hb berkisar antara 7,0 - 14,1 g/dl dengan rata-rata sebesar 10,45 1,25 g/dl. Gambaran variabel-variabel lainnya seperti jenis kelamin, pendidikan ayah dan ibu, ratarata usia ibu, jumlah anak balita yang dilahirkan, rata-rata berat dan panjang bayi dapat di lihat pada Tabel 1. Tingkat pendidikan ayah dan ibu umumnya Tidak Sekolah, Tidak Tamat

3 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

Tabel 1. Jumlah bayi, distribusi dan kadar-rata-rata berbagai karakteristik penting pada bayi berusia 5-7 bulan Variabel Jumlah bayi Umur bayi 5 bulan 6 bulan 7 bulan Rata-rata umur bayi (bulan) Jenis kelamin bayi Laki-laki Perempuan Rata-rata umur ibu (th) Pendidikan ayah Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SMU Perguruan Tinggi/ Akademi Pendidikan ibu Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SMU Perguruan Tingi/Akademi Jumlah anak balita yang dilahirkan 1 2 3 Rata-rata panjang badan bayi (cm) Rata-rata berat badan bayi (kg) Prevalensi anemia Rata-rata kadar Hb (g/dl) Status gizi berdasarkan baku WHO/NCHS Z-skor untuk Berat Badan/Umur < -2,00 Z-skor untuk Berat Badan/Umur - 2,00 Z-skor untuk Panjang Badan/Umur < -2,00 Z-skor untuk Panjang Badan/Umur -2,00 N (%) 199 45 (22,6) 89 (44,7) 65 (32,7) 6,10 0,74 99 (49,8) 100 (50,2) 27,18 6,65 31 (15,6) 71 (35,7) 45 (22,6) 24 (12,1) 25 (12,6) 3 (1,5) 41(20,6) 63 (31,7) 66 (37,2) 18 (9,0) 10 (5,0) 1 (0,5) 157 (78,9) 34 (17,1) 8 (4,0) 64,49 2,51 6,96 0,91 130 (65,3) 10,45 1,25 15 (7,6) 183 (92,4) 25 (12,6) 173 (87,4)

SD dan Tamat SD masing-masing sebesar 15,6%, 35,7%, 22,6% dan 20,6%, 31,7%, 37,2%. Status gizi buruk menurut standar WHO Z-skor < -2,00 berdasarkan berat badan/umur besarnya 7,6% dan panjang badan/umur sebesar 12,6%. Hubungan antara anemia dengan berbagai faktor risiko dapat di lihat pada Tabel 2. Uji Chi-square menunjukkan bahwa umur bayi dan pendidikan ayah berhubungan secara bermakna dengan anemia. Pada usia 5 bulan
4 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

prevalensi anemia besarnya 51,1%, dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Pada usia 6 bulan prevalensi anemia adalah 61,8 % dan menjadi 80,0% pada usia 7 bulan. Bila tingkat pendidikan ayah adalah Tidak Sekolah dan Tidak Tamat SD prevalensi anemia pada bayinya besarnya 72,5%, lebih tinggi bila dibandingkan bayi yang ayahnya berpendidikan Tamat SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi/Akademi (57,7%). Analisis korelasi Pearson memberikan hasil yang

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

konsisten, yaitu umur bayi berhubungan secara bermakna dengan kadar Hb (r=-0,216, p = 0,002). Semakin besar umur bayi konsentrasi Hb akan semakin menurun. Prevalensi anemia pada ibu yang berpendidikan Tidak Sekolah dan Tidak Tamat SD besarnya 70,2 %, lebih tinggi dibandingkan ibu yang berpendidikan Tamat SD, SLTP, SMU, Perguruan Tinggi/Akademi sebesar 60,0%, tetapi analisis uji chi-square mendapatkan tingkat pendidikan ibu berhubungan secara tidak bermakna

dengan anemia pada bayinya ( 2=2,227, p=0,131). Status gizi bayi baik berdasarkan berat badan/umur maupun panjang badan/umur tidak berhubungan secara bermakna dengan anemia dengan nilai p masing-masing sebesar 0,663 dan 0,563. Jenis kelamin bayi dan jumlah anak balita yang dimiliki ibu ternyata tidak berhubungan secara bermakna dengan anemia.

Tabel 2. Hubungan berbagai faktor risiko dengan anemia pada bayi 5-7 bulan Faktor risiko Anemia P ** Ya Tidak Umur bayi (bulan) 5 6 7 Jenis kelamin bayi Laki-laki Perempuan Pendidikan ayah* Rendah Tinggi Pendidikan ibu* Rendah Tinggi Jumlah anak balita 1 2-3 Status gizi berdasarkan Berat badan/Umur < -2,00 -2,00 Staus gizi berdasarkan Panjang badan/Umur < -2,00 -2,00 Umur bayi (bulan) Umur ibu (th) Panjang badan bayi (cm) Berat badan bayi (kg)

23 (51,1) 55 (61,8) 52 (80,0) 68 (68,7) 62 (62,0) 74 (72,5) 56 (57,7) 73 (70,2) 57 (60,0) 103 (65,6) 27 (64,3)

22 (48,9) 34 (38,2) 13 (20,0) 31 (31,3) 38 (38,0) 28 (27,5) 41 (42,3) 31 (29,8) 38 (40,0) 54 (34,4) 15 (35,7)

0,005

0,322

0,028

0,131

0,873

9 ( 60,0) 120 (65,6)

6 (40,0) 63 (34,4)

0,663

15 (60,0) 10 (40,0) 114 (65,9) 59 (34,1) Kadar Hb (g/dl) Kadar Hb (g/dl) Kadar Hb (g/dl) Kadar Hb (g/dl)

0,563 r = -0,216 (p=0,002)*** r = -0,070 (p=0,319) r = -0,312 (p=0,065) r = -0,07 (p=0,329)

*Rendah = Tidak Sekolah dan Tidak tamat SD Tinggi = Tamat SD, SLTP, Perguruan Tinggi/Akademi ** Uji Chi-square *** Uji korelasi Pearson

Tabel 3 memperlihatkan model regresi logistik dengan anemia sebagai variabel tergantung dan umur bayi serta tingkat pendidikan ayah
5 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

sebagai variabel bebas. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko terjadinya anemia pada bayi berusia 5 bulan 0,29 kali lebih kecil

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

dibandingkan bayi berusia 7 bulan (Odd Rasio /O.R.=0,29;95 % Confidence Interval O.R.=0,124 - 0,689). Dan pada bayi berusia 6 bulan, risiko terjadinya anemia adalah 0,41 kali lebih kecil dibandingkan bayi berusia 7 bulan (O.R.=0,415;95% Confidence Interval O.R.=0,196 - 0,878). Pada bayi yang ayahnya

berpendidikan Tamat SD, SLTP, SMU, Perguruan Tinggi/Akademi risiko terjadinya anemia 0,58 kali lebih kecil dibandingkan bayi yang ayahnya berpendidikan Tidak Sekolah dan Tidak Tamat SD yang secara statistik tidak bermakna (O.R.=0,582;95% Confidence IntervalO.R.=0,315-1,075).

Tabel 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia hasil analisis regresi logistik ganda Faktor Pendidikan ayah tinggi Umur bayi 5 bln Umur bayi 6 bln Constant B -0,541 -1,229 -0,879 -0,229 S.E. 0,313 0,437 0,382 0,188 Wald 2,992 7,223 5,300 2,536 df 1 1 1 1 Sig 0,084 0,005 0,021 0,111 Exp (B) 0,582 0,293 0,415 0,714

PEMBAHASAN Sampai saat ini masih belum banyak informasi yang dapat diperoleh tentang prevalensi anemia pada bayi di Indonesia. Prevalensi anemia pada bayi berusia 5 sampai 7 bulan masih sangat tinggi ( 65,3%), dan hasil yang diperoleh studi ini berbeda dengan hasil S.K.R.T. tahun 1995 yang mendapatkan prevalensi anemia pada balita sebesar 34 48%. Namun hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Yordania yang mendapatkan prevalensi anemia pada bayi berusia 3 - 12 bulan sebesar 72%. (16) Tingginya prevalensi anemia dapat terjadi sebagai akibat kekurangan zat besi. Walaupun banyak faktor nutrisi dan nonnutrisi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, hanya ADB yang merupakan gangguan nutrisi yang dapat menimbulkan prevalensi anemia yang tinggi. (17) Untuk dapat menentukan adanya ADB, di samping pemeriksaan konsentrasi Hb seharusnya dilakukan pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu konsentrasi ferritin dalam serum dan protoporfirin dalam eritrosit atau menilai respons Hb setelah diberikan suplementasi zat besi. (18,19) Usia bayi berhubungan secara bermakna dengan anemia, dan bayi yang berusia lebih tinggi mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya ADB karena kebutuhan zat besi akan semakin meningkat berkaitan dengan
6 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

pertumbuhan bayi sedangkan asupan makanan secara relatif mengandung kadar zat besi yang rendah. Mengingat pada saat krisis ekonomi ini makanan yang mengandung zat besi yang tinggi seperti susu, daging merupakan makanan yang tidak mudah dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, tidaklah mengherankan tingginya prevalensi anemia pada bayi yang berusia 7 bulan. Semakin tinggi usia bayi terbukti prevalensi anemia semakin besar. Informasi dari studi lain menunjukan bahwa pemberian ASI merupakan cara paling baik untuk mencegah terjadinya anemia pada bayi berusia < 6 bulan. (18) Pada studi ini semua bayi diberikan ASI dan hasil yang diperoleh tidak banyak berbeda , prevalensi anemia paling rendah didapatkan pada bayi berusia 5 bulan. Risiko terjadinya anemia pada bayi berusia 5 bulan lebih kecil dibandingkan bayi berusia 7 bulan. Status gizi bayi usia 5 - 7 bulan baik berdasarkan berat badan/umur maupun panjang badan/umur tidak berhubungan secara bermakna dengan anemia. Hubungan antara status gizi dan anemia lebih nyata dengan semakin meningkatnya usia, pada bayi berusia 25 - 35,9 bulan status gizi berdasarkan panjang badan/umur berhubungan secara bermakna dengan anemia. Bayi berusia 25 - 35,9 bulan dengan status gizi buruk ber-dasarkan panjang badan/umur (stunting) mempunyai risiko lebih

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

besar untuk mengalami anemia dibandingkan bayi dengan status gizi baik. (20) Tingkat pendidikan ibu ternyata tidak berhubungan secara bermakna dengan anemia pada bayi. Penelitian pada anak berusia 6 - 35 bulan juga mendapatkan hasil yang sama, tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan secara bermakna dengan anemia. (20) Hasil yang tidak berbeda didapatkan oleh Sherrif (21), pada bayi berusia 8 dan 12 bulan tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan secara bermakna dengan konsentrasi Hb. Pada usia 18 bulan pendidikan ibu yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi Hb. Tidak konsistensinya penelitian untuk membuktikan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan anemia menunjukkan masih banyak faktor lain yang berperan untuk terjadinya anemia, walaupun harus diakui ibu berperan penting terhadap status kesehatan anaknya. Hasil studi ini menunjukkan bahwa justru tingkat pendidikan ayah yang berhubungan secara bermakna dengan anemia pada bayi. Hubungan ini belum banyak dilaporkan para peneliti dan hasil studi ini menunjukkan tingkat pendidikan ayah tidak kalah penting dengan tingkat pendidikan ibu untuk memelihara kesehatan bayinya. Model regresi logistik menunjukkan usia bayi yang paling erat hubungannya dengan anemia sedangkan tingkat pendidikan ayah berhubungan dengan anemia yang secara statistik tidak bermakna (O.R.. =0,58;95% Confidence interval 0,315 - 1,075). Anemia pada bayi dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan fisik yang terhambat, gangguan perkembangan mental, kecerdasan berkurang, produktivitas kerja menurun, dan gangguan fungsi reproduksi. (1,5) Berbagai upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada bayi dan memperbaiki konsentrasi Hb pada bayi dengan tujuan mencegah terjadinya kehilangan generasi yang berkualitas di masa mendatang. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan ASI pada bayi secara teratur, memberikan penyuluhan kepada ibu agar memberikan makanan tambahan yang bergizi tinggi kepada bayinya, fortifikasi zat besi pada susu penganti ASI (bagi bayi yang membutuhkan), fortifikasi zat besi pada makanan yang seringkali diberikan
7 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

kepada bayi seperti makanan tambahan, mempromosikan makanan yang mengandung zat besi yang tinggi (seperti daging), makan makanan yang banyak mengandung vimanin C (vitamin C meningkatkan absorpsi zat besi) dan pemberian suplementasi zat besi. KESIMPULAN Prevalensi anemia pada bayi berusia 5 - 7 bulan masih sangat tinggi, dan semakin meningkat dengan makin bertambahnya usia bayi. Tingginya prevalensi anemia berhubungan secara bermakna dengan usia bayi dan tingkat pendidikan ayah, sedangkan tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan anemia pada bayi. Ternyata usia bayi berperan penting terhadap anemia, risiko anemia pada bayi berusia 7 bulan lebih besar dibandingkan bayi berusia 5 dan 6 bulan. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada ibu-ibu yang sangat kooperatif dan mengijinkan bayinya mengikuti penelitian ini. Tidak lupa kepada UNICEF yang memberikan dana untuk kelangsungan studi ini dihaturkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. National strategies for overcoming micronutrient malnutrition. Geneva : World Health Organization; 1991. Scrimshaw N. Iron deficiency. Sci Am 1991;265:46-52. Departemen Kesehatan R.I. Survei kesehatan rumah tangga 1995. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I.; 1997. Schultink W, Gross R. Iron deficiency alleviation in developing countries. Nut Res Rev 1996;9:281 - 93. Booth IW, Aukett MA. Iron deficiency anaemia in infancy and early childhood. Arch Dis Child 1997;76:549-54. Bruce MC. The anemias. In: Nelson WS, editor. Textbook of pediatrics. 15 th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1996. p. 1378 - 80.

2. 3.

4.

5.

6.

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

.d o

c u -tr a c k

.c

Cahyaningdiah, Utomo, Hidayat

lic

to

bu

N
w

O W !
.d o

c u -tr a c k

.c

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Pollit E. Early iron deficiency anemia and later mental retardation. Am J Clin Nutr 1999;69: 45. Lwanga SK, Tye CK, Ayeni O. Examples of sample size determination. In: Teaching health statistics. 2nd ed. Geneva: World Health Organization;1999. p. 76 - 8. Hemocue AB. Hemocue blood hemoglobin photometer : operating manual. Angelholm, Sweden : Hemocue AB. Johns WL, Lewis SM. Primary health screening by haemoglobinometry in tropical community. Bull WHO 1989;67:627-33. Hidayat A, Muljadi W, Utomo B. Reliabilitas penggunaan metode hemocue dalam mengukur kadar hemoglobin. M I Kedt Gigi FKG Usakti 2000; 41 : 75 - 80. Center for Disease Control. CDC criteria for anemia in children and child-bearing aged women. Morbidity and Mortality Weekly Report 1989;38:400-4. World Health Organization. Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Geneva : World Health Organization; 1995. Center for Disease Control and Prevention. Epi Info, version 6.04. Geneva: World Health Organizaztion; 1995. Norusis MJ. SPSS version 10.0. Chicago: SPSS. Inc. 1999.

16. Kilbride J, Baker TG, Parapia LA, Khoury SA. Incidence of iron-deficiency anaemia in infants in a prospective study in Jordan. Eur J Haematol 2000;64:231-1. Available from URL: http://ncbi.nlm.nih.gov/. 17. Yip R. Iron deficiency: contemporary scientific issues and international programmatic approaches. J Nutr 194;124:1479S-90S. 18. Dalman PR, Reeves JD, Driggers DA, Lo EYT. Diagnosis of iron deficiency: the limitations of laboratory tests in predicting response to iron treatment in 1-year-old infants. J Pediatr 1981;98:376-81. 19. Stoltzfus RJ, Chwaya HM, Albonico M, Schulze KJ, Lorenzo S, Tielsch JM. Serum ferritin, erythrocyte protoporphyrin and hemoglobin are valid indicators of iron status of school children in a Malaria-holoendemic population. J Nutr 1997;127:293-8. Available from URL : http://www.nutrition.org/ 20. Hassan K, Sullivan KM. Yip R, Woodruff BA. Factors associated with anemia in refugee children. J Nutr 1997;127:2194-8. Available from URL : http://www. nutrition.org/. 21. Sherrif A, Emond A, Hawkins N, Golding J. Hemoglobin and ferritin concentrations in children aged 12 and 18 months. Arch Dis Child 1999;80:153-7. Available from URL: http://www.adc.bmjjournals.com/cgi/content/fu ll/.

8 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001-Vol.20, No.1

w
w

w
w

You might also like