Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

You might also like

You are on page 1of 21

Terpaan Pemberitaan Tentang Partai Demokrat Di Televisi, Persepsi Dan Orientasi Mahasiswa Terhadap Partai Demokrat (Studi Korelasi

Pengaruh Terpaan Pemberitaan di Media Televisi Metro TV Tentang Kasus Korupsi di Tubuh Partai Demokrat dengan Persepsi Mengenai Citra Partai Demokrat dan Orientasi Terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010 FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta) Nisya Annisa Yuristyar Totok Sarsito Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract This research aims to determine the correlation between news exposure influence in television media Metro TV about corruption cases in the Democratic Party with perception regarding the Democratic Partys Image and with orientation for the Democratic Party in the 2014 election, among the students of Communication Studies class of 2010, Faculty of Social Science and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta. This research included in explanatives research what aimed to explain the correlation between the variables studied. The data was collected using survey methods, and using questionnaires as data collection instruments. Sampling using purposive sampling technique and measured by Slovin formula that produces sample as much as 70 people. These data are analyzed using multiple testing techniques, including validity test, reliability test and hypotheses test. The result of the analysis stated that the questionnaires used in this study is valid and reliable. Correlation coefficient of Spearmans Rho Rank-Order Correlations of the correlation between the news exposure with the perception is found as much as 0.600. And the correlation coefficient between the news exposure with the orientation, is found as much as 0.694. Both of the correlation coefficient values was significant. Since both of the correlation coefficient values is positive, than the correlation between the variables is proportional. Keywords : Correlation Studies, Media Influence, News Exposure, Television, Perception, Party Image, Orientation

Pendahuluan Partai Demokrat merupakan partai muda yang dibentuk atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003. Pada Pemilu Legislatif 2009 Partai Demokrat menjadi pemenang telak dengan perolehan suara sebesar 21.703.137 atau 20,4 % dari total jumlah suara sah sebanyak 104.099.785 suara dan mendapatkan 150 kursi di DPR RI.1 Meski sebagai partai baru, Partai Demokrat memiliki strategi yang baik dalam menanamkan citra positif di benak masyarakat sehingga mampu mengantar partai tersebut pada kemenangan telak di Pemilu 2009. Banyak program Partai Demokrat yang mampu mengambil hati masyarakat Indonesia untuk memberikan dukungan terhadap partai tersebut. Salah satu program dari Partai Demokrat yang sangat terkenal adalah program pemberantasan korupsi. Namun sangat ironis, Partai Demokrat yang selalu mengunggulkan program pemberantasan korupsi tersebut, saat ini justru beberapa kadernya terlibat kasus korupsi Wisma Atlet. Salah satu kader yang terlibat adalah Muhammad Nazaruddin yang merupakan Bendahara Umum Partai Demokrat. Muhammad Nazaruddin telah dinyatakan sebagai terdakwa kasus suap Wisma Atlet dan divonis empat tahun sepuluh bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti melanggar pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU_No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.2 Kemudian Angelina Sondakh yang merupakan Wakil Sekretaris Jenderal I Partai Demokrat, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin.3 Selain itu beberapa petinggi Partai Demokrat seperti Ketua Umum Partai Demokrat yaitu Anas Urbaningrum, dan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallaranggeng, juga disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi Wisma Atlet dan telah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).4
1 2

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat/(2/19/2012/12:43) http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/ (5/29/2012/7:13) 3 http://www.surabaya post.co.id/(5/29/2012/2:50) 4 http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/ (5/29/2012/7:13)

Berbagai pemberitaan mengenai hal tersebut beredar di segala media massa, baik cetak maupun elektronik, termasuk media televisi Metro TV. Segala pemberitaan tersebut, tentu akan memberikan efek atau respon tertentu yang muncul dari individu yang terkena terpaan pesan dari media massa. Efek-efek yang muncul tersebut dapat memicu adanya pembentukan dan perubahan citra terhadap suatu hal. Citra bagi sebuah partai politik penting perannya dalam membangun persepsi masyarakat untuk mau ikut serta mendukung eksistensi partai tersebut dalam penyelenggaraan negara. Pemberitaan di media massa mengenai peristiwa-peristiwa seperti di atas tentunya dapat memperburuk citra Partai Demokrat di mata masyarakat. Hal ini dikarenakan segala bentuk informasi dan pemberitaan di media massa, memiliki peranan penting dalam membentuk persepsi masyarakat tentang suatu partai politik dan mempengaruhi orientasi serta perilaku politik masyarakat. Perilaku politik masyarakat akan tercermin dalam berbagai kegiatan politik, terutama dalam pemberian suara pada pemilihan umum. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Apakah terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan di Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan persepsi masyarakat mengenai citra Partai Demokrat di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta? b. Apakah terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan di Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan orientasi masyarakat terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta?

1. Telaah Pustaka A. Komunikasi massa Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.5 Menurut Carl I. Hovland sebagaimana dikutip oleh Deddy Mulyana, Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk merubah perilaku orang lain.6 Ilmu komunikasi meliputi intrapersonal communication, interpersonal communication, group communication, mass communication, intercultural communicatoin, dan sebagainya.7 Dari sekian banyak bidang dalam ilmu komunikasi, mass communication atau komunikasi massa berkembang setelah munculnya banyak penemuan yang berhubungan dengan penyampaian informasi kepada khalayak luas. Seperti penemuan mesin cetak untuk pembuatan buku cetak dan surat kabar, serta radio dan televisi. Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication).8 Komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifatsifat komponennya yaitu, komunikasi massa berlangsung satu arah, komunikator pada komunikasi massa melembaga, pesan pada komunikasi massa bersifat umum, media komunikasi massa menimbulkan keserempakan dan komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.9
5

Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1990. Hlm 9. 6 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010. Hlm 62 7 Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1990. Hlm 6 8 Ibid. Hlm 20 9 Ibid. Hlm 21-25

B. Media massa Komunikasi massa merupakan komunikasi dengan menggunakan media massa. Media massa sering diidentikkan dengan pers. Ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupun internet.10 Pers memiliki tugas dan fungsi dalam mewujudkan keinginan manusia untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi mengenai berbagai hal di sekitarnya dan di dunia. Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat menuliskan beberapa fungsi pers yaitu yang pertama adalah memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Kedua, fungsi pers sebagai kontrol sosial dengan melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah maupun perusahaan. Kemudian yang ketiga adalah memberikan interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Keempat, fungsi pers untuk menghibur masyarakat melalui humor, drama, dan musik. Selanjutnya fungsi kelima adalah fungsi regeneratif, yaitu menyampaikan warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fungsi yang keenam adalah fungsi pengawalan hak-hak warga negara. Lalu fungsi ketujuh adalah fungsi ekonomi dimana pers melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dan yang terakhir adalah fungsi swadaya, yaitu bahwa pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan.11
10

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2009. Hlm 17 11 Ibid. Hlm 27

Dalam kaitannya dengan politik, kehadiran media massa memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan politik pada khalayak luas. Media massa selalu dipandang memiliki pengaruh yang kuat terutama dalam membangun opini dan pengetahuan bagi khalayak.

C. Televisi Televisi merupakan salah satu media massa elektronik yang memiliki unsur audio dan visual. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan televisi adalah: Pesawat sistem penyiaran gambar obyek yang bergerak yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk penyiaran pertunjukan, berita dan sebagainya.12 Unsur suara serta gambar yang dimiliki televisi menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk memilih televisi sebagai media informasi. Onong Uchjana Effendy mengungkapkan bahwa: TV mempunyai daya tarik yang kuat tak perlu dijelaskan lagi. Kalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka TV selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton.13 Daya tarik tersebut menjadikan televisi sebagai media yang cukup berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Hal ini membuat segala macam pesan dan informasi yang disampaikan televisi menjadi begitu mudah tersampaikan kepada masyarakat luas, termasuk pesan-pesan dan informasi dalam berita politik. D. Pemberitaan

12 13

Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1984. Hlm 994 Onong Uchjana Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2003. Hlm 177

Berita yang dalam bahasa Inggris disebut news, kemungkinan sekali berasal dari bentuk jamak dari kata Inggris pertengahan (Middle English), yaitu newe, yang berarti sesuatu yang baru. Dapat dikatakan bahwa syarat utama sebuah berita adalah sifatnya yang baru, biasanya berita itu harus pula penting (importance) dan menarik (interesting).14 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat dalam bukunya Jurnalistik Teori dan Praktik, menuliskan: Berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang.15 Tidak semua peristiwa dapat dikategorikan sebagai berita yang layak untuk dimuat atau dipublikasikan kepada khalayak ramai. Berita memiliki sifatsifat istimewa yang juga disebut sebagai unsur-unsur layak berita. Di Indonesia unsur-unsur layak berita tersebut tercermin pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia yang berbunyi: Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. 16 Dari ketentuan yang ditetapkan oleh Kode Etik Jurnalistik itu menjadi jelas pada kita bahwa berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap (complete), adil (fair) dan berimbang (balanced). Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis disebut objektif. Dan, yang merupakan syarat praktis tentang penulisan berita, tentu saja berita itu harus ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current).17 Tidak semua peristiwa dapat dikategorikan sebagai berita. Dan tidak semua berita layak untuk diberitakan. Setiap berita memiliki nilai berita yang

14 15

Soewardi Idris. Jurnalistik Televisi. 1987. Remadja Karya. Bandung. Hlm 142 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2009. Hlm 40 16 Ibid. Hlm 47 17 Ibid.

membuat berita tersebut menjadi layak atau tidak untuk diberitakan. Untuk mengetahui nilai sebuah berita, kriteria atau unsur yang digunakan adalah: 1) Aktualitas (Timeliness) Berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh, bersamaan dengan berlalunya waktu, nilai suatu berita semakin berkurang. 2) Kedekatan (Proximity) Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik perhatian. Kedekatan yang dimaksud dapat berupa kedekatan geografis maupun emosional. 3) Keterkenalan (Prominence) Peristiwa yang terkait dengan seseorang atau sesuatu yang terkenal misalnya kematian tokoh terkenal, atau suatu peristiwa yang terjadi di tempat atau kondisi yang terkenal juga memiliki nilai berita yang tinggi. 4) Dampak (Consequence) Peristiwa yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat memiliki nilai berita tinggi. 5) Human Interest Dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati atau menggugah perasaan khalayak. Unsur-unsur yang dapat memikat hati khalayak tersebut yaitu ketegangan (suspense), ketidaklaziman (unusualness), minat Pribadi (personal interest), konflik (conflict), simpati (sympathy), kemajuan (progress), seks (sex), usia (age), binatang (animals), dan humor.18 E. Persepsi

18

Ibid. Hlm 64

Deddy Mulyana menuliskan bahwa: Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.19 Persepsi antara dua orang atau lebih mengenai suatu hal yang sama bisa berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan informasi yang diterima oleh masingmasing orang. Meskipun informasi yang mereka terima sama, namun pemahaman antara satu orang dengan orang yang lain bisa berbeda-beda tergantung pada bagaimana proses masing-masing individu dalam menerima informasi tersebut, mengolahnya, menyimpannya serta menghasilkannya kembali. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi manamakan proses pengolahan informasi ini sebagai komunikasi intrapersonal, yang meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.20 Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.21 Kesemuanya tadi merupakan suatu proses seseorang dalam menerima informasi berupa stimuli, mengolahnya, menyimpan, serta menghasilkannya kembali sebagai suatu respon. F. Citra Politik Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membentuk citra politik yang baik pada khalayak. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima,

19

Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010. Hlm 180 20 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1989. Hlm 55 21 Ibid.

baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media sosial dan media massa yang bekerja menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual.22 Citra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti gambar. Kemudian kata gambar berkembang menjadi kata gambaran sebagai padanan kata image dalam bahasa Inggris. Citra merupakan sesuatu yang abstrak dan komplek serta melibatkan aspek emosi (afeksi) dan aspek penalaran (kognisi).23 Dalam kaitannya dengan dunia politik, citra memiliki peranan dalam memberikan gambaran seseorang mengenai berbagai masalah politik. Anwar Arifin menuliskan: Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang tentang politik (kekuasaan, kewenangan, otoritas, kerjasama, konflik dan konsensus) yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya.24 Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian dan identifikasi dengan peristiwa, gagasan, tujuan atau pemimpin politik. Citra membantu memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya, tentang preferensi politik, dan tentang penggabungan dengan orang lain.25 Citra politik memiliki peran penting bagi berbagai elemen politik seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan partai politik, serta para politikus dan pemimpin politik sangat perlu membangun citra politik yang baik. Di antara semua lembaga politik tersebut, yang paling perlu melakukan upaya pencitraan adalah partai politik, karena partai politik itu berkompetisi atau bersaing dengan sejumlah partai lainnya, terutama dalam aktivitas memenangkan pemilihan umum yang berlangsung secara periodik.26

22

Anwar Arifin. Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011. Hlm 177 23 Ibid. Hlm 178 24 Ibid. 25 Dan Nimmo. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Remadja Karya. Bandung. 1989. Hlm 8 26 Anwar Arifin. Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011. Hlm 179

10

Menurut Dan Nimmo: Citra partai terdiri atas apa yang dipercaya rakyat tentang setiap partai politik utama, suka atau tidak suka terhadap mereka, dan apa yang diharapkan dilakukan oleh partai.27 Membangun citra partai melalui komunikasi politik dengan menggunakan media sosial maupun media massa memerlukan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan rakyat ingin mengetahui kesesuaian dirinya dengan ideologi, visi dan misi serta kinerja dan reputasi partai politik dan tokoh-tokohnya. Selain itu rakyat juga ingin mengetahui konsistensi dan integritas suatu partai politik. 28 Apabila suatu partai politik tidak melakukan kinerja yang baik, tidak mempunyai konsistensi dan integritas, maka citra yang melekat di benak rakyat akan menjadi buruk. Citra yang melekat di benak individu-individu itu akan tersimpan dalam kesadaran kolektif rakyat, sehingga semua perilaku partai politik terutama yang disiarkan berulang-ulang oleh media massa atau media sosial tidak akan terhapus begitu saja.29 Semua informasi mengenai perilaku partai politik yang didapatkan rakyat dari media massa dan media sosial tersebut, akan tersusun menjadi sebuah persepsi mengenai citra partai politik.

G. Pengaruh Media Massa (Teori Kultivasi) Terpaan pesan dan informasi dari media massa yang secara terus-menerus diterima oleh seseorang, lambat laun dapat menimbulkan efek-efek tertentu pada seseorang. Jalaluddin Rakhmat menjelaskan tiga efek pesan media massa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. Kemudian efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat
27 28

Dan Nimmo. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Remadja Karya. Bandung. 1989. Hlm 212 Anwar Arifin. Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011. Hlm 180 29 Ibid.

11

diamati yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.30 Dalam kajian ilmu komunikasi terdapat banyak teori tentang efek atau dampak media. Salah satu teori yang berkembang mengenai dampak media massa khususnya televisi adalah teori kultivasi (cultivation). Teori kultivasi dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap dan nilai-nilai seseorang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di University of Pennsylvania.31 Cultivation berarti penguatan, pengembangan, perkembangan,

penanaman atau pereratan. Maksudnya bahwa terpaan media (khususnya televisi) mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas sosial.32 Penelitian yang dilakukan oleh George Gerbner dan rekan-rekannya tentang teori pengembangan atau cultivation theory menyatakan bahwa televisi menghadirkan cara untuk memandang dunia.33 Secara ringkas Gerbner memberikan proposisi-proposisi tentang teori kultivasi sebagai berikut: 1. Televisi merupakan suatu media yang unik yang memerlukan pendekatan khusus untuk diteliti. 2. Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren, mainstream dari budaya. 3. Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.

30 31

Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Remadja Karya. Bandung. 1989. Hlm 249 Dennis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta. 1996. Hlm 319 32 Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010. Hlm 285 33 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. Theoris of Human Communication, terj. Mohammad Yusuf Hamdan. Salemba Humanika. Jakarta. 2009. Hlm 424

12

4. Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu untuk berpikir dan bertindak dari golongan-golongan sosial yang besar dan heterogen. 5. Teknologi baru (seperti VCR) memperluas daripada mengelakkan jangkauan pesan televisi.
6. Analisis

kultivasi memfokuskan pada penstabilan yang meluas dan

penyamaan akibat-akibat.34 Menurut teori ini, televisi mampu menciptakan sindrom dunia makna, artinya bagaimana seseorang memaknai dunia dipengaruhi oleh pemaknaan televisi. Sindrom tersebut dapat dilihat dari hasil riset kultivasi yang dilakukan Gerbner.35 Selain Gerbner, Nancy Signorielli juga melakukan sebuah penelitian tentang pengaruh tindak kekerasan pada tayangan televisi terhadap pandangan pemirsa tentang dunia. Littlejohn dan Foss dalam bukunya Theoris of Human Communication menuliskan penelitian yang dilakukan oleh Signorielli, tentang sindrom dunia yang kejam. Ia menganalisis tindak kekerasan pada lebih dari 2000 program televisi anak-anak termasuk 6000 karakter utama antara tahun 1967 dan 1985. Penelitian Signorielli menyatakan bahwa ada banyak tindak kekerasan yang ditampilkan di televisi. Selanjutnya penelitian Signorielli mencoba untuk menentukan pengaruh tindak kekerasan di televisi pada pemirsa. Signorielli meneliti orang-orang pada lima kesempatan antara tahun 1980 dan 1986 mengenai pandangan mereka tentang keadaan dunia. Penemuannya menunjukkan bahwa penonton kelas berat cenderung memandang dunia sebagai sesuatu yang lebih kelam dan lebih jahat daripada yang dilakukan oleh penonton kelas ringan, dan penonton kelas berat lebih cenderung tidak mempercayai orang lain daripada yang dilakukan oleh penonton kelas ringan.36
34

Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010. Hlm 285 35 Ibid. Hlm 286 36 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. Theoris of Human Communication, terj. Mohammad Yusuf Hamdan. Salemba Humanika. Jakarta. 2009. Hlm 424

13

2. Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai tipe penjelasan atau

menerangkan (explanatory research) karena fokus penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel dengan menguji hipotesis yang diajukan. Menurut Kriyantono, dalam penelitian ini, peneliti menghubungkan atau mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti. Jenis penelitian ini juga sering disebut sebagai jenis riset korelasional dan komparatif.37 Penelitian ini menggunakan metode survei eksplanatif asosiatif dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Sampel yang digunakan adalah jenis sampling nonprobabilitas, yaitu purposive sampling. Dalam purposive sampling, orang-orang yang dijadikan sampel mencakup orangorang dalam populasi yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang sudah ditentukan peneliti berdasarkan tujuan penelitian.38 Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin. Data-data penelitian dianalisis dengan beberapa teknik pengujian, meliputi uji validitas, uji reliabilitas dan uji hipotesis.

3. Sajian dan Analisis Data A. Penyajian Data Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel yang akan diukur korelasionalnya. Variabel yang pertama adalah terpaan pemberitaan di Metro TV mengenai kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, kemudian yang kedua adalah persepsi mahasiswa terhadap citra Partai Demokrat, dan yang ketiga orientasi mahasiswa terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014. Ketiga variabel tersebut diukur melalui pertanyaan dan pernyataan yang memiliki pilihan jawaban dengan skala Likert berjenjang lima, dengan nilai berkisar dari angka 1-5 sebagai patokan kecenderungan terpaan, persepsi dan orientasi dari terlemah hingga terkuat. Setelah diperoleh data dari kuesioner, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
37

Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010. Hlm 69 38 Ibid. Hlm 158

14

adalah mengetahui tinggi rendahnya penyajian jawaban para responden dari beberapa pertanyaan dan pernyataan yang berkaitan dengan ketiga variabel. Peneliti membuat pengklasifikasian data dengan lima kategori. Untuk variabel pertama, semakin tinggi kategori berarti semakin tinggi terpaan pemberitaan yang menerpa responden, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel I Terpaan Pemberitaan di Metro TV Mengenai Kasus Korupsi di Tubuh Partai Demokrat n=70 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah Frekuensi 4 48 16 2 0 70 Persentase 5,71% 68,57% 22,86% 2,86% 0 100%

Sumber: Data kuesioner diolah

Kemudian untuk variabel kedua, semakin tinggi kategori berarti semakin besar pembentukan persepsi negatif terhadap citra Partai Demokrat, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel II Persepsi Mahasiswa Terhadap Citra Partai Demokrat n=70 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah Frekuensi 7 49 13 1 0 70 Persentase 10% 70% 18,57% 1,43% 0 100%

Sumber: Data kuesioner diolah

Dan untuk variabel ketiga, semakin tinggi kategori berarti semakin tinggi orientasi yang menunjukkan bahwa Partai Demokrat tidak dapat meraih kemenangan pada Pemilu 2014, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

15

Tabel III Orientasi Mahasiswa Terhadap Partai Demokrat Pada Pemilu 2014 n=70 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah B. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menguji benar atau tidaknya hipotesis yang telah disusun. Terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini. Hipotesis yang pertama adalah : Ho1 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan persepsi masyarakat mengenai citra Partai Demokrat di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ha1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan persepsi masyarakat mengenai citra Partai Demokrat di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sedangkan hipotesis yang kedua adalah : Ho2 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan orientasi terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ha2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan Frekuensi 11 41 16 2 0 70 Persentase 15,71% 58,57% 22,86% 2,86% 0 100%

Sumber: Data kuesioner diolah

16

orientasi terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Untuk membuktikan kebenaran kedua hipotesis tersebut, peneliti menggunakan teknik statistik untuk riset eksplanatif yang bertujuan menjelaskan hubungan antara dua atau lebih variabel. Teknik statistik tersebut adalah teknik analisis Spearmans Rho Rank-Order Correlations atau Tata Jenjang Spearman, dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: rs (rho) 1 6 d N : koefisien korelasi spearman : angka konstan : angka konstan : perbedaan antara pasang jenjang : sigma atau jumlah : jumlah individu dalam sampel

Dalam penelitian ini, penghitungan korelasi Tata Jenjang Spearman menggunakan alat bantu program SPSS For Windows Version 19, dengan taraf signifikansi yang ditentukan adalah 0,05. Hasil penghitungan korelasi antara ketiga variabel disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel IV Hasil Uji Hipotesis
Correlations Spearman's rho Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N persepsi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N orientasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). terpaan terpaan 1.000 . 70 .600** .000 70 .694** .000 70 persepsi .600** .000 70 1.000 . 70 .551** .000 70 orientasi .694** .000 70 .551** .000 70 1.000 . 70

Sumber: Data kuesioner diolah

17

Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh rhoxy untuk penghitungan korelasi, antara terpaan pemberitaan dengan persepsi sebesar 0,600. Dan nilai rhoxy untuk penghitungan korelasi, antara terpaan pemberitaan dengan orientasi diketahui sebesar 0,694. Kemudian nilai rhoxy antara persepsi dengan orientasi diketahui sebesar 0,551. Nilai-nilai koefisien korelasi antara ketiga variabel tersebut dikonsultasikan dengan nilai r tabel dengan taraf kepercayaan () sebesar 0,05 dan jumlah populasi (N) sejumlah 70 responden (derajat kebebasan, df = 68), yaitu sebesar 0,235. Karena ketiga nilai koefisien korelasi (rhoxy) lebih besar daripada nilai r tabel (rhoxy > 0,235), maka dapat disimpulkan bahwa hubungan bivariat masing-masing dari ketiga variabel tersebut adalah signifikan. Besarnya nilai korelasi adalah antara -1 hingga 1. Nilai korelasi sebesar -1 menunjukkan hubungan negatif yang sempurna. Nilai korelasi sebesar 0 menunjukkan tidak ada hubungan sama sekali. Dan nilai korelasi sebesar 1 menunjukkan hubungan positif yang sempurna. Untuk nilai koefisien korelasi yang pertama (antara terpaan pemberitaan dengan persepsi) hasil yang muncul adalah sebesar 0,600. Dengan demikian Ho1 ditolak dan Ha1 diterima. Kemudian untuk nilai koefisien korelasi yang kedua (antara terpaan pemberitaan dengan orientasi) diketahui sebesar 0,694. Dengan demikian Ho2 ditolak dan Ha2 diterima. Berdasarkan skala kekuatan hubungan yang ditetapkan oleh Burhan Bungin39, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dengan kekuatan hubungan yang mantap, antara variabel independen dengan variabel dependen pertama. Dan juga terdapat hubungan yang signifikan, dengan kekuatan hubungan yang mantap, antara variabel independen dengan variabel dependen kedua. Karena hasil koefisien korelasi bersifat positif, maka hubungan antar variabel berbanding lurus, atau dapat dikatakan, semakin tinggi terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai
39

Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta. 2006. Hlm 184

18

Demokrat, maka semakin besar pembentukan persepsi negatif terhadap citra Partai Demokrat dan semakin tinggi orientasi atau pandangan bahwa Partai Demokrat tidak dapat meraih kemenangan pada Pemilu 2014. Kesimpulan 1. Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,600. Dengan demikian Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, dengan persepsi mengenai citra Partai Demokrat di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,694. Dengan demikian Ho2 ditolak dan Ha2 diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, dengan orientasi terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Nilai kedua koefisien korelasi dari uji hipotesis di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mantap diantara variabel independen dengan variabel dependen pertama, dan variabel dependen kedua. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat memiliki pengaruh terhadap persepsi mengenai citra Partai Demokrat, dan juga berpengaruh pada orientasi terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Nilai kedua koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa, semakin tinggi terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, maka akan semakin besar pembentukan persepsi negatif mengenai citra Partai Demokrat, dan akan semakin tinggi orientasi atau pandangan bahwa Partai Demokrat tidak dapat meraih kemenangan pada
19

Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Saran Kasus korupsi yang melibatkan suatu Partai Politik, dapat berpengaruh terhadap penurunan citra Partai, terlebih lagi apabila kasus korupsi tersebut mencuat di berbagai media massa, dan diberitakan secara terus-menerus kepada masyarakat luas. Pemberitaan negatif tentang Partai tersebut tentunya akan mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai citra Partai tersebut. Oleh karena itu, Partai Politik sebaiknya senantiasa mengarahkan dan mengingatkan para kadernya, untuk menghindari tindak korupsi yang dapat merugikan negara sekecil apapun, sehingga citra dan nama baik Partai Politik dapat selalu terjaga. Daftar Pustaka Arifin, Anwar. (2011). Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-TujuanStrategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Bungin, Burhan. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana. Effendi, Onong Uchjana. (1990). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Idris, Soewardi. (1987). Jurnalistik Televisi. Bandung: Remadja Karya. Kriyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kusumaningrat, Hikmat & Purnama Kusumaningrat. (2009). Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika. McQuail, Dennis. (1996). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.

20

Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nimmo, Dan. (1989). Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Remadja Karya. Rakhmat, Jalaluddin. (1989). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya. Tim Penyusun Kamus. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat/(2/19/2012/12:43) http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10bulan-penjara/(5/29/2012/7:13) http://www.surabaya post.co.id/(5/29/2012/2:50) http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10bulan-penjara/(5/29/2012/7:13)

21

You might also like