You are on page 1of 16

LAPORAN AKHIR RESPONSI PRAKTEK PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA PENENTUAN KADAR ETANOL DALAM MINUMAN ANKER BIR DENGAN

MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI GAS

Disusun Oleh

Disusun Oleh Kelompok A1: Siskawati (09613008) Arlina Farisza (09613009) Ryan Haryadi (09613011) Tiara Intan Tasrika Putri (09613013) Wulan Richardi Utami (09613015) Festy Rianata (09613018)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013

A. Tujuan 1. Untuk mengetahui cara menganalisa kadar etanol dengan menggunakan kromatografi gas 2. Untuk mengetahui kadar etanol yang terdapat pada salah sat merk minuman beralkohol yang beredar di pasaran 3. Untuk menghitung parameter validasi yaitu akurasi, LOD, dan LOQ

B. Latar Belakang Saat ini banyak produk minuman dengan campuran alkohol yang beredar di pasaran. Minuman beralkohol diproduksi secara fermentasi alkohol dari bahan yang mengandung gula menjadi etanol dan CO2(1). Permasalahannya adalah sering muculnya para produsen ilegal yang membuat minuman dengan kadar alkohol yang tinggi atau menyalahi aturan batas kadar alkohol yang telah ditentukan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengukur kadar etanol dalam sempel minuman beralkohol dengan menggunakan kromatografi gas. Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Jika senyawa tidak mudah menguap dan tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diferivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas. Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus anttara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi(2).

C. Dasar Teori 1. Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan analisis. Kegunaan umum kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organic yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Kromatografi gas dapat bersifat destruktif dan dapat bersifat nondestruktif tergantung pada detector yang digunakan. Kromatografi gas dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel padat, cair, dan gas.Sampel padat dapat diekstrasikan atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan kedalam sistem kromatografi gas demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik (syringe) yang ketat terhadap gas. Prinsip kromatografi gas yaitu teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solute akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Sistem peralatan kromatografi gas (GC) : 1. Kontrol dan penyedia gas pembawa; 2. ruang suntik sampel; 3. kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik; 4. sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder); serta 5. komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data.

1. Fase gerak Fase gerak pada GC juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif; murni/kering karena kalau tidak murni akanberpengaruh pada detektor; dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merahuntuk hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen). 2. Ruang suntik sampel Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume cairan yang diinjeksikan (biasanyaantara 0,1-3,0 L) akan segera diuapkan untuk selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam ukuran semprit saat ini tersedia di pasaan sehingga injeksi dapat berlangsung secara mudah dan akurat. Setelah dilakukan pemasukan sampel secara berulang, septum karet dapat diganti dengan mudah. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu: a) Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100 % sampel masuk kedalam kolom.

b) Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan. c) Injeksi tanpa pemecahan (splitless injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup. d) Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom. 3. Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada GC. Ada 3 jenis kolom pada GC yaitu kolom kemas (packing column), kolom kapiler (capillary column); dan kolom preparative (preparative column). Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 1,5 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Kolom kapiler sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikan efisiensi yang tinggi (harga jumlah pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks. Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semipolar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB WAX; CP-WAX; Carbowax20M)(6). 4. Detektor Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif

terhadap komponen-komponen yang terpisah diantara fase diam dan fase gerak. Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial, dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh GC disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam bentuk lain. 5. Komputer GC modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi signal detektor dan mempunyai beberapa fungsi antara lain: - Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas; suhu oven dan pemrograman suhu; serta penyuntikan sampel secara otomatis. - Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan grafik berwarna. - Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik. - Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu. 2. Alkohol Alkohol merupakan istilah umum dari etanol mempunyai efek yang menguntungkan dan merugikan bagi manusia. Etanol pada kadar rendah dan sedang berperan sebagai stimulan. Konsumsi etanol dalam jumlah sedang mempunyai efek protektif terhadap penyakit jantung iskemik. Konsumsi etanol yang berlebihan bisa menyebabkan kerusakan banyak organ, terutama otak dan hati (Anonim, 1999). Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1516/A/SK/V/81, pasal 1: Anggur, arak dan sejenisnya termasuk dalam jenis minuman keras dan harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk minuman keras. Minuman keras menurut menteri Kesehatan RI nomor 86/Menkes/Per/IV/77 adalah semua jenis minuman beralkohol tetapi bukan obat, meliputi minuman

keras golongan A, minuman keras golongan B, dan minuman keras golongan C. (Bowman dan Rand, 1980)

D. Metode 1. Alat dan Bahan Alat : - Seperangkat alat kromatografi gas - Pipet ukur 1ml (1 buah), 5 ml ( 2 buah ) dan 10 ml ( 3 buah ) - Mikropipet - Gelas beker 100 ml ( 3 buah) - Labu takar 100 ml ( 3 buah ) dan 250 ml ( 2 buah) - Pipet tetes ( 3 buah ) - Pro pipet ( 2 buah ) - Hairdryer Bahan : - Sample bir Anker bir - Standar Acetonitril - Aquadest Kondisi Alat - Fase diam : kolom kapiler HP5 Siloksan - Gas pembawa : Helium(3) - Suhu kolom : 60-100 C - Suhu injektor : 250C - Detektor : MS

2. Cara Kerja a. Pembuatan Kurva Baku Disiapkan larutan standar etanol dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 % menggunakan labu takar 10 ml. Ditambahkan 0,1 ml standar internal asetonitril ke dalam masing-masing labu takar kemudian tambahkan aquabides hingga tanda batas. Standar diinjeksikan ke dalam alat GC. Dicatat waktu retensi dan luas puncak komponen alkohol yang dianalisis(3).

b. Preparasi dan Penetapan Kadar Sample Diambil sample yang diduga mengandung alkohol sebanyak 5 ml. Ditambahkan 0,1 ml standar internal asetonitril kemudian ditambahkan aquabides hingga tanda batas. Sample diinjeksikan ke dalam alat GC sebanyak 3x replikasi. Dicatat waktu retensi dan luas uncak komponen alkohol yang dianalisis(3). c. Penetapan Akurasi 100% Diambil 5 ml sample ditambahkan dengan 0,1 ml standar intenal asetonitril dan 0,2 ml standar etanol kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml ad dengan aquabides hingga tanda batas. Larutan diinjeksikan ke dalam alat GC. Dicatat waktu retensi dan luas uncak komponen alkohol yang dianalisis(3).

E. Perhitungan 1. Pembuatan kurva baku (menggunakan labu 10 ml) Konsentrasi 2% V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100% = 10 ml x 2% V1 = 10 ml x 2% / 100 % M2 = 0,2 ml Diambil 0,2 ml standar etanol ditambah 2 ml standar internal asetonitril ad aquabides sampai tanda batas Konsentrasi 4% V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100% = 10 ml x 4% V1 = 10 ml x 4% / 100 % M2 = 0,4 ml Diambil 0,4 ml standar etanol ditambah 2 ml standar internal asetonitril ad aquabides sampai tanda batas Konsentrasi 6% V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100 % = 10 ml x 6 % V1 = 10 ml x 6% / 100%

V1 = 0,6 ml Diambil 0,6 ml standar etanol ditambah 2 ml standar internal asetonitril ad aquabides sampai tanda batas Konsentrasi 8% V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100 % = 10 ml x 8 % V1 = 10 ml x 8% / 100% V1 = 0,8 ml Diambil 0,6 ml standar etanol ditambah 2 ml standar internal asetonitril ad aquabides sampai tanda batas 2. Konsentrasi sample yang digunakan V1 x M1 = V2 x M2

5ml x 4,9 % = 10 ml x M2 M2 = 5 ml x 4,9% / 10 ml V1 = 2,45 %

Hasil Percobaan 1. Identifikasi komponen dalam larutan standar etanol Larutan Standar etanol 2% Etanol Asetonitril Etanol Murni Asetonitril murni 2,158 2,208 Waktu retensi

2. Resolusi Larutan (%) Waktu retensi komponen 1(tr1) 2 2,158 Waktu retensi komponen 1(tr2) 2,208 0,060 0,075 0,74 Lebar peak komponen 1(w1) Lebar peak komponen 2 (w2) R

= 0,1 / 0,135
= 0,74

3. Efisiensi Kolom Larutan (%) 2 Waktu retensi (tr) 2,158 Lebar Peak (w) 0,060 Efisiensi Kolom (N) 20697,62 Panjang Kolom (L) 30 cm 1,45 x 10-3 HETP

= 16 (2,158)2 / (0,060)2 = 20697,62

HETP = L/N = 30 / 20697,62 = 1,45 x 10-3

4. Data perhitungan Larutan (%) tr etanol Luas area etanol (A) Luas area ACN (B) Rasio AUC etanol:ACN (A:B) Kadar sample setelah diencerkan 2x Std EtOH 2 Std EtOH 4 Std EtOH 6 Std EtOH 8 Sample 1 Sample 2 Sample 3 2,158 2,158 2,157 2,157 2,157 2,158 2,158 256916 484085 859863 951206 315296 304895 299013 423181 415433 440120 363233 443238 397296 355029 Rata-rata RSD 0,6071 1,165 1,954 2,619 0,711 0,767 0,840 4,874 5,202 5,630 4,874% 5,202% 5,630% 5,235% 7,239% Kadar Sample (%)

a. Kadar Sample LR I (kadar vs luas area) a = 23355,5 b = 122932,4 r = 0,978 y = 122932,4x + 23355,5

Sampel 1 (y= 315296) y =122932,4x + 23355,5 315296 =122932,4x + 23355,5 x = 2,375% Sampel 2 (y = 304895) y =122932,4x + 23355,5 304895 = 122932,4x + 23355,5 x = 2,290%

Sampel 3 ( y = 299013) y =122932,4x + 23355,5 299013 = 122932,4x + 23355,5 x = 2,242%

Rata-rata kadar = 2,302% Kadar sample = kadar rata-rata x faktor pengenceran = 2,302% x 2 = 4,604% LR II (kadar vs rasio luas area etanol:asetonitril) a = -0,1199 b = 0,341 r = 0,998 y = 0,341x 0,1199

Sampel 1 (y = 0,711 ) y = 0,341x 0,1199 0,711 = 0,341x 0,1199 x = 2,437% Sampel 2 (y = 0,767) y = 0,341x 0,1199 0,767 = 0,341x 0,1199 x = 2,601% Sampel 3 (y = 0,84) y = 0,341x 0,1199 0,84 = 0,341x 0,1199 x = 2,815% Rata-rata kadar = 2,6176% Kadar sample = kadar rata-rata x faktor pengenceran = 2,6176% x 2

= 5,235 %

b. LOD dan LOQ No 1 2 3 4 x 2 4 6 8 y 256916 484085 859863 951206 y1 269220,3 515085,1 760949,9 1006814,7 y-y1 -12304,3 -31000,1 98913,1 -55608,7 (y-y1)2 151395798,5 961006200 9783801352 3092327516 =1,399.1010 x rata-rata = 5 b = 122932,4 n-2 = 2 LOD = 3,3 (83636,12/122932,4) = 2,245 LOQ = 10 (83636,12/122932,4) = 6,803 c. Akurasi 6995000000 (y-y1)2 /n-2

= = 125, 393%

F. Pembahasan Pada responsi praktikum ini dilakukan analisis kandungan alkohol dalam minuman angker bir dengan menggunakan kromatografi gas. Prinsip dari kromatografi gas yaitu pemisahan campuran senyawa yang sifatnya mudah menguap menggunakan gas sebagai fase gerak yang mendorong campuran senyawa melewati fase diam untuk dipisahkan dan diidentifikasi oleh suatu detektor yang kemudian ditampilkan dalam suatu kromatogram oleh pencatat atau recorder.

Digunakan kromatografi gas karena senyawa yang akan di analisis bersifat mudah menguap dan kadarnya kecil sehingga sangat cocok digunakan kromatografi gas. Kelebihan dari kromatografi gas di antaranya dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Selain itu keuntungan menggunakan kromatografi gas adalah analisa cepat, resolusi baik, bahkan komponen dengan titik didih berdekatan mampu dipisahkan dimana pemisahan dengan destilasi biasa tidak dapat dilakukan. Pada percobaan ini digunakan standar internal asetonitril. Digunakan standar internal karena jika analisis menggunakan GC lebih baik menggunakan standar internal. Standar internal berfungsi sebagai factor pengoreksi untuk menstabilkan analit (etanol). Hal ini disebabkan karena analit yang digunakan adalah etanol yang memiliki rentan polaritas yang cukup luas, dan sangat mudah menguap (tergolong pelarut universal) dengan adanya asetonitril diharapkan dapat menstabilkan etanol dalam proses analisis. Jika tidak ditambahkan standar internal maka analit (etanol) akan bercampur dengan senyawa lain. Kurva kalibrasi dibuat menggunakan empat seri kadar yaitu 2% , 4% , 6% dan 8%. Pembuatan seri kadar ini bertujuan untuk membuat range kadar alkohol yang dapat diterima. Sample yang digunakan yaitu angker bir memilki kadar tertera dalam kemasan yaitu 4,9%. Sample kemudian diencerkan sebanyak 2x pengenceran. Selain itu, dilakukan pula uji validasi akurasi yang bertujuan untuk membandingkan hasil analisis dengan data yang sebenarnya. Pembuatan larutan untuk akurasi diambil dari larutan standar 2% karena sample dengan kadar 4,9% diencerkan sebanyak 2 kali sehingga diasumsikan kadarnya mendekati 2%. Suhu yang digunakan saat pembacaan hasil dengan kromatografi gas adalah 60-100oC. Diatur pada suhu tersebut dikarenakan titik didih etanol dan asetonitril berada pada rentang 60-100oC. Etanol memiliki titik didih 78,5 o C dan asetonitril yang mempunyai titik didih 82oC. Perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh mengakibatkan peak yang dihasilkan berdekatan, namun masih bisa dibedakan dengan jelas.

Dari hasil pengukuran diperoleh hasil bahwa kadar etanol dalam sampel angker bir adalah 5,235% sedangkan kadar yang tercantum dalam kemasan adalah 4,9%. Meskipun tidak sesuai dengan kadar yang tercantum dalam kemasan, hasil pengukuran ini dikatakan baik karena nilai yang diperoleh telah mendekati nilai yang tertera pada kemasan. Pada percobaan ini juga dilakukan validasi metode perhitungan LOD, LOQ, akurasi, dan uji kesesuaian sistem. Hasil pengukuran Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) diperoleh nilai LOD = 2,245 % dan nilai LOQ = 6,803%, makna dari LOD bahwa konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat terdeteksi 2,245 % Sedangkan makna dari LOQ adalah konsentrasi terendah dari analit dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang diterima dalam kondisi percobaan yang ditetapkan sebesar 6,803%. Jadi hasil nilai LOD dan LOQ cukup baik karena nilainya berada dibawah seri kadar yang telah dibuat, selain itu nilai tersebut juga memenuhi syarat bahwa nilai LOD harus lebih kecil daripada nilai LOQ. Akurasi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen poerolehan kembali (recovery) analit yang

ditambahkan.nilai akurasi dari hasil percobaan ini dalah 125,393%. Nilai tersebut tidak memenuhi syarat yang terdapat dalam literatur, karena akurasi dinilai menggunakan persen recovery yang diterima apabila nilainya diantara 98% - 102% dan nilai RSD < 1%. Untuk uji kesesuaian sistem, dilakukan pengukuran nilai efisiensi kolom dan resolusi. Nilai efisiensi kolom yang didapat dari percobaan ini adalah 20697,62. Efisiensi kolom menunjukan banyaknya pemisahan yang terjadi di dalam kolom. Sedangkan nilai resolusi dari percobaan ini adalah 0,74 , hasil ini dikatakan tidak baik karena untuk taraf kepercayaan 95%, nilai resolusi yang baik adalah >1,5. Jika nilai resolusi kurang dari 1,5 maka puncak dari masing-masing analit akan saling tumpang tindih.

DAFTAR PUSTAKA 1. Belitz, H.D., Grosch, w., 1987, Food Chemistry, Springer-Verlag, 642 2. Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pusaka Pelajar, Yogyakarta, 420. 3. Brill, S.K., Wagner, M.S., 2012, Alcohol Determination in Beverages Using Polar Capillary Gas Chromatography-Mass Spectroscopy and An Acetonitrile Internal Standard, Concordia Collage Journal of Analytical Chemistry, 3:6-12

You might also like