You are on page 1of 42

Wahyuddin

86

PENDAHULUAN
Pembangunan kapal berorientasi produk pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama yaitu proses desain dan pengkonstruksian. Proses desain mencakup desain awal (basic design), Desain fungsional (functional design), Desain Transisi (transition design) dan Desain Detail atau Desain Gambar Kerja (Detail Design). Pengkonstruksian atau perakitan kapal secara riil mencakup empat level manufaktur yaitu level fabrikasi, perakitan awal, perakitan blok dan penegakan blok (erection) sampai penyerahan (delivery). Salah satu item dalam proses desain adalah membuat rancangan blok kapal yang akan dijadikan patokan dasar dalam membuat desain produksi kapal. Rancangan blok kapal terdiri dari dua tahapan yaitu prarancangan blok dan optimasi rancangan blok kapal. Prarancangan blok atau rancangan blok awal berupa pendefenisian batasan blok dan jumlah blok sedangkan optimasi rancangan blok dilakukan dengan dengan mengoptimasi secara teknis rancangan blok dengan ketersediaan sumber daya galangan terutama peralatan material handling dan luas area pembangunan. Pendekatan metode pembelajaran yang dilakukan agar mahasiswa mampu membuat rancangan blok kapal adalah dengan menggunakan project based learning, yaitu membuat tugas rancangan blok lambung secara mandiri. Tugas dibuat runtut dan sistematis sehingga mahasiswa mampu memahami serta mengaplikasikan konsep PWBS dalam pembangunan kapal, terutama aspek pekerjaan HBCM, ZOFM dan ZPTM.

Wahyuddin

87

URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PROSES DESAIN BERORIENTASI PRODUK


Proses desain dalam pembangunan kapal berorientasi produk atau menggunakan pendekatan PWBS dapat dilihat pada gambar 76.

Gambar 5.1. Proses desain pembangunan kapal berorientasi produk (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 64)

Pada gambar 5.1 terlihat transformasi desain kapal menjadi desain untuk produksi mulai dari basic design yaitu rencana umum, konstruksi tengah kapal, prarancangan blok dan lain-lain yang diterjemahkan ke dalam functional design berupa gambar-gambar untuk lambung berupa bukaan kulit, seksi-seksi, konstruksi profil, rencana pola pemotongan, rencana fabrikasi dan assembly. Diagram-diagram

Wahyuddin

88

untuk geladak, akomodasi, permesinan dan kelistrikan berupa diagram perpipaan, rancangan sistem-sistem, dan diagram instalasi kabel. Transformasi berikut adalah membuat transition design berupa perencanaan dan gambar untuk lambung mencakup daftar komponen-komponen blok lambung, rancangan blok. Perencanaan dan gambar komposit mencakup tata letak perpipaan dan komponen, tata letak instalasi kabel. Transformasi paling akhir adalah detail design yaitu perancangan gambargambar kerja, untuk lambung mencakup rencana dimensi blok, rencana penegakan blok, rencana perakitan panel datar, rencana perakitan panel kurva, dan rencana pemotongan. Untuk permesinan dan kelistrikan mencakup gambar kerja

pemasangan pipa dan komponen, pemasangan perabot, serta pemasangan kabel dan rencana pemotongan kabel.

gambar kerja

Keluaran desain berorientasi produk dapat dilihat pada gambar 5.2 s/d 5.5.

Gambar 5.2. Keluaran/hasil tahapan basic design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/103)

Wahyuddin

89

Gambar 5.3. Keluaran/hasil tahapan functional design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/303)

Gambar 5.4. Keluaran/hasil tahapan transition design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/403)

Wahyuddin

90

Gambar 5.5. Keluaran/hasil tahapan detail design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/503)

METODE PENGEMBANGAN BLOK


Pada pembangunan kapal berorientasi produk atau sistem blok. Badan (lambung) kapal dibagi menjadi blokblok, dimana setiap blok merupakan seksi-seksi bidang yang dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi blok dengan segala perlengkapan dan instalasinya yang ada di dalam blok yang sudah dipasang sebelum blok blok tersebut diangkat dengan alat angkat (crane) ke Building Berth untuk diadakan penyambungan (erection), sehingga dapat mengurangi pekerjaan pada building berth. Sistem blok adalah suatu sistem yang membagi seluruh badan kapal menjadi beberapa bagian atau blok dan tiap-tiap blok dibuat pada suatu tempat yang terpisah dan bila tiap-tiap blok tersebut selesai maka blok-blok ini disambung. Pengembangan pembangunan kapal sistem blok terdiri dari dua metode yaitu: Metode seksi assembly. Metode berlapis.

Wahyuddin

91

Metode Seksi Assembly Metode ini difokuskan pada pengembangan erection pada arah vertikal dan penurunan ditetapkan untuk satu blok dari dasar ke upper deck. Gambar 5.6 memperlihatkan situasi penurunan blok pada hari kalender ke n setelah keel laying.

Gambar 5.6. Metode Perakitan Seksi Asembly (Sumber: PAL Indonesia, 2000, halaman 68)

keterangan : 1. n1 hari kalender keel laying: kamar mesin dan bagian bagian tangki parsial telah lengkap. 2. n2 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang kapal/stern dan bagianbagian tangki telah menyambung. 3. n3 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang/stern dan bagian depan/bow telah selesai atau lengkap. Kelebihan dari metode ini adalah : 1. Oleh karena pembangunannya ditetapkan bahwa satu tangki pada satu waktu, maka pemeriksaan tangki menjadi cepat dan penggunaan perlatan dan permesinaan untuk ditangki menjadi mudah. 2. Pelaksanaan grand assembly dari blok-blok didarat menjadi lebih mudah dan dapat diharapkan terjadinya peningkatan effesiensi yang tinggi, sebab adanya derajat keselamatan kerja yang tinggi. Kelemahan dari metode ini, yakni : 1. Karena pengembangan awal dari dasar kapal tidak memungkinkan waktu kosong antara pembangunan dari kapal-kapal berbeda tidak dapat diserap, sehingga menyulitkan untuk menyamaratakan beban pekerja.

Wahyuddin

92

2. pekerjaan yang campur aduk akan sering terjadi sehingga akan memperbesar pengaruh buruk pada lingkungan kerja. 3. Karena pekerjaan pada dasar kapal, sekat melintang, pelat kulit, upper deck dan bagian yang lain dicampur atau dengan kata lain dikerjakan bersamaan maka ketebalan pelat dan ukurannya berbeda,sehingga hal ini akan menimbulkan kondisi naik dan turun dalam pembuatan distibusi pekerjaan untuk para pekerja akan menjadi sulit. Oleh karena itu keadaan nait dan turunnya dalam batas area dan pembagian pekeja lebih seperti yang sering terjadi selama tahap assembly.

Metode Berlapis ( Layered Method) Metode ini difokuskan pada perakitan pada arah memanjang dari blok permulaan, sehingga perakitannya dimulai dari blok dasr (bottom). Kemudian sekat melintang, sekat memanjang dan pelat kulit dapat dikembangkan. Gambar 5.7 memperlihatkan situasi penurunan blok hari ke n setelah keel laying.

Gambar 5.7. Metode perakitan berlapis (Sumber: PAL Indonesia,2000, halaman 67)

keterangan : 1. n1 hari kalender keel laying: perakitan dari bagian dasar. 2. n2 hari kalender setelah keel laying: perakitan bagian bawah dari sekat-sekat dan pelat kulit. 3. n3 hari kalender setelah keel laying: pengembangan bagian atas sekat-sekat dan pelat kulit dan perakitan upper deck. Kelebihan dari metode ini adalah :

Wahyuddin

93

1. Oleh karena suatu pertimbangan bahwa sejumlah pekerja akan terlibat pada saat pelaksanaan erection, maka waktu luang yang terjadi sebelum dan setelah peluncuran kapal dapat diatasi dengan cepat. metode ini sangat efektif untuk perakitan awal pada bagian dasar yang relatif melibatkan jumlah pekerja lebih besar. 2. Sebab pekerja-pekerja yang sama dapat terlibat dalam pekerjaan yang sama dalam suatu waktu/masa yang sudah pasti, penyempurnaan dalam efesiensi tidak diharapkan melalui spesialisasi. 3. Tidak ada pekerjaan kearah vertikal dan pekerjaan yang campur aduk dapat dihindari,sehingga lingkungan kerja dapat menjadi baik, kerja menjadi aman dan hal ini akan meningkatkan efesiensi besar. 4. Jika hanya metode pelapisan yang digunakan, maka secara sekwen lokasi-lokasi pekerja akan bergerak/berpindah dari dasar kapal ke sekat melintang dan sekat memanjang, pelat kulit dan akhirya ke upper deck, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan hanya beberapa pekerja saja dan hal ini

mempermudah untuk membagi rata pekerjaan. Oleh karena blok-blok yang sama dikerjakan dalam waktu yang sama, maka langkah untuk outomatisasi dan penggunaan permesinan pada tahap di assembly menjadi lebih mudah. Kelemahan dari metode ini , yakni : 1. Dibandingkan dengan perakitan kearah memanjang, maka penyelesaian pekerjaan kearah vertikal akan menjadi lambat, sehingga penyelesaian kompartemen kapal secara individual akan menjadi lambat dan inspeksi tangkitangki dan pekerjaan outfitting akan menjadi menurun. Secara umum keinginan untuk memperpendek waktu pembangunan dan peningkatan produksi tidap dapat diharapkan. 2. Derajad deformasi dari bentuk kapal menjadi besar, khususnya permintaan pada bagian depan (bow) dan belakang (stern) kapal akan bertambah besar sehingga ketepatan akhir dari kapal akan menjadi jelek.

TATA KODE (CODING SYSTEM)


Ratusan atau puluhan jumlah blok kapal yang sudah dibagi-bagi agar dapat diurus dan diatur selama pembangunan (seperti pemesanaan material, perencanaan jadwal kerja, jadwal kerja perakitan, perencanaan tenaga, pengendalian material,

Wahyuddin

94

suku cadang dan lain-lain), maka semua blok perlu diberi suatu nama dengan membuat tata kode. Kode/Nama menjadi key primer dalam membedakan entitasentitas blok, sub-blok, panel, dan komponen-komponen dalam suatu kapal. Penamaan atau pengkodean blok dibuat berdasarkan pada singkatansingkatan, yang sesuai dengan nama konstruksinya dan nomor urut sesuai dengan konstruksinya. Sebagai contoh penamaan/pengkodean blok yang digunakan oleh galangan PT. PAL Indonesia (persero) Surabaya:
NOMOR BLOK UNTUK BLOK SISI DEPAN DARI SEKAT DEPAN KAMAR MESIN

UD 1 W
LOKASI PEMBAGIAN: SISI SAYAP SINGKATAN DARI GELADAK TERATAS RUANG PALKA

Pada tabel 5.1 diperlihatkan nama blok dan nama singkatan. Tabel 5.1 Nama blok dan Nama Singkatan
NO 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 NAMA BANGUNAN 2 Cargo hold bottom shell Cargo hold bilge strake Cargo hold side shell Cargo hold bilge shell Cargo hold topside tank side shell Cargo hold bottom structure (single bottom) Cargo hold bottom structure (double bottom) Cargo hold bilge structure Cargo hold bilge hopper Cargo hold side shell structure Cargo hold upper deck Cargo hold topside tank bottom Cargo hold transverse bulkhead Cargo hold transverse bulkhead hopper Cargo hold longitudinal bulkhead Cargo hold 2nd deck Cargo hold 3rd deck Cargo hold 4th deck Cargo hold partial deck Cargo hold cell guide structure Cargo hold CR box gir Cargo hold hold hatch coaming Cargo hold bulwark Engine room bottom shell NAMA SINGKATAN 3 BS GS SS GS GB BC DB GC GC SS UD UH TB HP LB 2D 3D 4D PD CE CB HT BU ABS

Wahyuddin

95
NAMA BANGUNAN 2 Engine room side shell Engine room bottom structure (single bottom) Engine room bottom structure (double bottom) Engine room ship shell structure Engine room transverse bulkhead Engine room 2nd deck Engine room 3rd deck Engine room 4th deck Engine room upper deck Engine room partial deck Engine room boiler deck Engine room longitudinal bulkhead Main engine base Auxiliary machinery base After-peak structure (stren structure) Stem structure shell Stem frame Rudder Poop deck Poop shell Bulwark Bridge deck Boat deck Lower brigde deck Middle brigde deck Upper bridge deck Captains deck Navigation deck Officers deck Compass deck A deck, B deck, C deck, etc Funnel structure Bow (fore) bottom shell Bow (fore) side shell Bow (fore) bottom structure Bow (fore) side shell structure Bow (fore) structure Bow (fore) transverse bulkhead Bow (fore) longitudinal bulkhead Bow (fore) upper deck Bow (fore) 2nd floor structure Bow (fore) bulwark, bow chock Forecastle deck Forecastle shell Mast, post Radar mast Deck crane post Cargo hold independent ladders Breakwater Gangway NAMA SINGKATAN 3 ASS ABC ADB ASS ATB A2D A3D A4D AUD APD ABD ALB ME AM AP APS SF RD PP PS ABU BR BO LBR MBR UBR CAP NV OFF CO AD,BD,CD FU FBS FSS FBC FSS FP FTB FLB FUD F2D FBU, BW FC FS MT RMT DC LD BKW GW

NO 1 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74

Wahyuddin

96
NAMA BANGUNAN 2 Elevator trunk Boom Fairleader foundation Bollard Deck House After deck house After cargo hold bottom shell After cargo hold side shell After cargo hold bottom structure After cargo hold side shell structure After cargo hold partial deck After cargo hold 4th deck After cargo hold 3rd deck After cargo hold 2nd deck After cargo hold upper deck After cargo hold transverse bulkhead After cargo hold longitudinal bulkhead After cargo hold cell guide structure After cargo hold CR box gear After cargo hold hold hatch coaming Fore deep tank bottom shell Fore deep tank side shell Fore deep tank single bottom structure Fore deep tank double bottom structure Fore deep tank side shell structure Fore deep tank transverse bulkhead Fore deep tank longitudinal bulkhead Fore deep tank upper deck NAMA SINGKATAN 3 ET BOM FLD BLD DH ADH HBS HSS HDB HSS HPD H4D H3D H2D HUD HTB HLB HCE HCB HHT DBS DSS DBC DDB DSS DTB DLB DUD

NO 1 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102

Sumber: PAL Indonesia, 2000 halaman 60-62. Lamb Thomas (1985), mengembangkan struktur pengklasifikasian dan sistem pengkodean untuk pembangunan kapal dengan nama Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS). SCSS menggunakan 17 digit nomor, nomor-nomor ini bervariasi tergantung dari produk, sebagai contoh untuk produk struktur pelat menggunakan 17 digit, tetapi pada produk perakitan awal hanya menggunakan 11 digit. Digit pertama sampai sepuluh digunakan untuk mengklasifikasi desain, sedangkan digit sebelas sampai tujuh belas digunakan untuk mengklasifikasi proses. Struktur SCSS adalah sebagai berikut: FIRST DIGIT (digit pertama) SHIP GROUP Pembagian kapal kedalam sistem-sistem utama, sebagai rujukan dapat menggunakan pendekatan SWBS dari Angkatan Laut Amerika

Wahyuddin

97 Serikat.

SECOND DIGIT

BASE PRODUCT Pembagian produk dasar yang biasa digunakan galangan, sebagai contoh plate dan seksi-seksi, dll.

THIRD DIGIT

TYPE Pembagian produk dasar berdasakan variasi tipenya, sebagai contoh seksi berbentuk datar, sudut, channel, tee dll.

FOURTH DIGIT

MATERIAL Pendefenisian material berdasarkan persyaratan spesifikasi dan kualitas. SIZE CLASSIFICATION LENGTH

FIFTH DIGIT

Digit keenam sampai kesepuluh digunakan mengklasifikasikan secara berbeda bergantung keadaan sebagai mana berikut: SIXTH DIGIT FOR PLATE WIDTH FOR SECTIONS - WEB DEPTH SEVENTH DIGIT FOR PLATE THICKNESS FOR SECTIONS - FLANGE WIDTH EIGHTH DIGIT FOR PLATE SHAPE FOR SECTIONS - WEB THICKNESS NINTH DIGIT FOR PATE - HOLES AND SLOTS FOR SECTIONS - FLANGE THICKNESS TENTH DIGIT FOR PLATE - EDGE PREPARATION FOR SECTIONS - END CUT

Digit kesebelas sampai dengan ketujuhbelas digunakan mengklasifikasi proses fabrikasi dan pengisntalan/pemasangan produk-produk untuk membangun kapal , adalah sebagai berikut: ELEVENTH DIGIT PRE-PROCESSING TREATMENT Identifikasi berbagai macam pekerjaan/kegiatan perbaikan persiapan proses untuk semua produk.

Wahyuddin

98 CUTTING Identifikasi proses pemotongan

TWELFTH DIGIT

THIRTEENTH DIGIT

FORMING Identifikasi proses pembentukan

FOURTEENTH DIGIT

CONNECTION TYPE Identifikasi jenis/tipe sambungan digunakan untuk mengklasifikasikan produk.

FIFTTEENTH DIGIT

WORK POSITION Identifikasi posisi-posisi pekerjaan untuk menyambung/menyatukan produk.

SIXTEENTH DIGIT

WORK STATION Identifikasi stasiun-stasiun kerja atau bengkelbengkel dimana produk diinstalasi atau dibuat.

SEVENTEENTH DIGIT

EQUIPMENT USED Identifikasi jenis peralatan/perlengkapan yang digunakan di statiun kerja untuk membuata atau menginstal produk.

Gambar 5.8. memperlihatkan detail sistem kode dan contoh penggunaan SCSS sebagai mana terlihat pada gambar 5.9.

Wahyuddin

99

Gambar 5.8. Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 102)

Wahyuddin

100

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 103)

Wahyuddin

101

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 104)

Wahyuddin

102

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 105)

Wahyuddin

103

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 106)

Wahyuddin

104

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 107)

Wahyuddin

105

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 108)

Wahyuddin

106

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 109)

Wahyuddin

107

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 110)

Wahyuddin

108

Gambar 5.8. Lanjutan Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 111)

Wahyuddin

109

Gambar 5.9. Contoh Aplikasi Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS) (Sumber: Lamb Thomas, 1986, halaman 114)

Wahyuddin

110

SPESIFIKASI MATERIAL
Material-material yang digunakan dalam pembangunan kapal umumya didiskusikan pemakaiannya terutama pada perakitan badan kapal, outfitting dan pengecatan. Oleh karena kompleksnya persyaratan sebuah bangunan kapal sehingga material yang digunakan pun bervariasi. Saat ini kebanyakan kapal dibuat dari logam. Logam yang paling dominan digunakan adalah baja ( steel) dengan berbagai tingkatan (grade), untuk pertimbangan berat atau stabilitas kapal kadang-kadang digunakan aluminium di bangunan atas. Secara umum baja dibagi menjadi tiga tipe/jenis, yaitu pearlitic, martensitic dan austenitic. Baja pearlitic atau mild steel atau baja lunak memiliki sifat yang umumnya mudah untuk di olah, ditangani dan di las. Baja martensitic atau higher-strength steels atau baja keras mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari baja lunak. Baja jenis ketiga adalah austenitic steels, pembuatannya kebanyakan dipadukan dengan elemen-elemen seperti nikel dan mangan. Bajabaja ini, termasuk baja tahan karat atau stainless steels, yang sifatnya tahan terhadap proses pengkaratan tetapi sama dengan baja keras membutuhkan penanganan/perlakuan khusus untuk pengelasan. Isi/sifat baja, sebagai struktur logam, harus mensyaratkan empat kategori yaitu: Kuat dan daya tahan tinggi. Tidak mudah retak. Kekuatan patah baik. Tahan terhadap korosi. Jenis baja yang digunakan pada pembangunan kapal-kapal niaga yaitu baja karbon rendah, baja karbon sedang atau ordinary-strength steel. Baja

karbon tinggi dan paduan baja juga digunakan. Baja-baja ini dapat digunakan tetapi sifatnya harus sama atau paling tidak sama dengan baja sedang,yaitu kekuatan besar/baik, ketahanan terhadap pengkaratan baik, dan tidak mudah patah. Sifat-sifat baja dinyatakan dengan variasi tingkatan atau grade yang komposisinya tergantung proses pembuatannya . Struktur-struktur baja yang digunakan untuk perakitan konstruksi kapal yang bersifat komersial di Amerika Serikat disertifikasi oleh American Bereau of Shipping (ABS), di Indonesia dengan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan lain-

Wahyuddin

111 lain. Pada gambar 5.10 diperlihatkan variasi tingkatan baja sedang menurut ABS rules.

Gambar 5.10. Persyaratan baja sedang untuk struktur badan kapal (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 113)

Berdasarkan ukuran dan bentuknya material yang digunakan pada pembangunan kapal yaitu pelat, pipa, profil dan lain-lain. Material ini umunya dibuat berdasarkan spesifikasi standar ABS, ASTM, BSI, JIS, LRS dan BKI. Pada gambar 5.11 diperlihatkan spesifikasi standar untuk material pelat baja (steels plate). Gambar 5.12 memperlihatkan spesifikasi ukuran untuk material pelat baja.

Wahyuddin

112

Gambar 5.11. Spesifikasi standar untuk material pelat baja (Sumber: www.consteel.com.sg, produts hand book, 2000, pg 130)

Wahyuddin

113

Gambar 5.12. Spesifikasi ukuran material pelat baja lunak (Sumber: www.consteel.com.sg, produts hand book, 2000, pg 134)

Wahyuddin

114

OPTIMASI RANCANGAN BLOK KAPAL


Tujuan utama dari metode pembangunan blok kapal adalah suatu upaya bagaimana agar beban pembangunan kapal pada building berth (dock) dapat lebih ringan dan waktu pembangunannya dapat lebih singkat. Dari suatu lambung kapal dibagi menjadi beberapa puluh atau beberapa ratus blok (tergantung dari ukuran blok) dan dirakit pada bengkel assembly. Pembagian blok tersebut mengacu dari perhitungan yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan dari unit-unit assembly, dengan kata lain pembagian blok (block division) ini akan menentukan banyaknya jumlah unit-unit blok yang akan diloading/ diturunkan. Oleh karena itu, mengapa beberapa blok

pembangunannya dilaksanakan secara kombinasi dalam bentuk suatu Grand Assembly, yaitu proses assembly di darat dan erection di building berth/graving dock, sehingga dalam hal ini unit-unit assembly akan berbeda dengan unit-unit erection.

Gambar 5.13. Kategori bentuk-bentuk blok (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1984, halaman 9)

Meskipun ada banyak tipe blok-blok yang sangat dipengaruhi dari ukuran dan bentuknya, namun tipe/bentuk blok-blok tersebut secara umum dapat dikelompokkan/ dikategorikan seperti terlihat pada gambar 5.13.

Wahyuddin

115 Pembagian blok tersebut didasarkan pada pembangunan sesuai shipbuilding line chart (SBLC) atau jadwal induk, yaitu lama waktu

pembangunan, metode pembangunan, spesifikasi kapal, gambar-gambar rancang bangun/basic design (gambar rencana umum, gambar potongan melintang di tengah-tengah kapal, gambar sekat melintang kapal dan beberapa gambar-gambar lain yang sesuai dengan kontrak dan kapasitas peralatan dari galangan kapal tersebut. Blok-blok tersebut biasanya dibagi dan dihitung dengan ukuran yang sesuai untuk mendapatkan keadaan-keadaan sebagai berikut: 1. Titik awal dimulainya erection. 2. Kapasitas crane di bengkel assembly dan di bengkel erection. 3. Keadaan-keadaan pada tahap assembly. 4. Keadaan-keadaan permukaan pelat pada waktu pemutaran blok di bengkel. assembly. 5. Keadaan-keadaan selama pembangunan di dok/ building berth. 6. Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan outfitting. 7. Dan lain-lain. Beberapa keadaan ini kadang-kadang satu dengan yang lainnya saling bertentangan, sehingga tidak semua keadaan yang optimum tersebut dapat selalu ditemukan. Kesulitan-kesulitan di dalam pembagian blok terletak pada kebutuhan untuk memilih antara memenuhi atau mengabaikan kondisi-kondisi tersebut di atas, disesuaikan dengan kepentingan galangan atau bangunannya.

Titik Awal Erection Langkah pertama dalam pembagian/ division adalah menetapkan blok mana yang akan diturunkan lebih dahulu untuk setiap kontruksi. Oleh karena setiap galangan menggunakan metode-metode pembangunan yang berbeda, maka ada beberapa kegiatan yang demikian tadi dan masing-masing dinamakan sebagai: 1. Erection dengan satu titik (one point erection). 2. Erection dengan lebih dari satu titik (multiple point erection). 3. Pembangunan secara berlapis. 4. Assembly seksi. 5. Dan lain-lain.

Wahyuddin

116 Titik dimulainya erection ditentukan oleh gambaran utilitas dari setiap galangan. Biasanya dalam kaitannya dengan keinginan untuk mengawali pekerjaan outfitting di bagian buritan kapal (stern part) dan kamar mesin, maka ditentukan satu titik awal erection-nya di bagian blok kamar mesin atau bagian dari blok kamar mesin tersebut di bagian sisi depan. 1. Keputusan ini akan memberi kelonggaran waktu pelaksanaan pekerjaan outfitting lebih awal di bagian belakang kapal (stern section) dan di kamar mesin. 2. Keputusan ini memberikan kesetaraan distribusi jam orang untuk divisi produksi, dan penggunaan arah dari kegiatan-kegiatan kritis (critical path) selama waktu pembangunan berjalan. 3. Penempatan blok secara sederhana dan stabil (bisa memindahkan bulkhead). KAPASITAS CRANE Kapasitas Crane Pada Area Assembly Dalam galangan kapal besar crane-crane, ban berjalan (conveyor) dan alat-alat transportasi yang digunakan di area assembly mempunyai kapasitas yang lebih dari pada berat blok-blok yang direncanakan, sehingga pembatasan pembagian blok relatif kecil. Galangan-galangan kapal yang ada saat ini saling mengembangkan ukuran kapal-kapal yang akan dibangun dan telah mengijinkan peningkatan berat blok, sehingga kapasitas crane di area assembly menjadi faktor utama. Dalam hal ini, perlu mempertimbangkan kondisi-kondisi cara pengangkatan dengan bermacam-macam crane, ketinggian peng-angkatan, dan faktor-faktor lain dalam menentukan berat blok-blok dan dimensinya yang maksimum.

Kapasitas Crane Di Tempat Pembangunan Kapal Di galangan-galangan besar dan modern , dok-doknya dilengkapi dengan goliath crane atau gantry crane yang bisa memindahkan blok-blok melebihi kapasitas dari crane dok yang biasanya ada, sehingga berat maksimum blok yang akan diangkat dapat disesuaikan dengan berat pembagian blok. Dalam hal ini jarang kapasitas crane menjadi faktor pembatas pembuatan blok di area

Wahyuddin

117 perakitan. Faktor utama biasanya berat maksimum dari blok-blok raksasa di area grand assembly. Pada galangan-galangan yang mempunyai banyak jib crane disekitar tempat pembangunan kapal, perlu sebuah diagram tata letak ( layout) crane yang akurat dan mempertimbangkan kapasitas angkatnya. Harus ada perhatian khusus masalah keamanan ketika menggunakan dua crane atau lebih untuk mengangkat sebuah blok dengan memperhitungkan titik gravitasinya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan crane kaitannya dengan rancangan blok badan kapal, yaitu: 1. Dicoba membuat blok-blok sebesar kapasitas crane yang diijinkan. 2. Yakinkan bahwa berat bermacam-macam blok kurang lebih sama. 3. Hati-hati mempertimbangkan kapasitas alat-alat transportasi (crane, forklift, dsb) dari area assembly (perakitan). 4. Yakinkan bahwa pelaksanaan merubah posisi/ membalik, memindahkan dan mengangkat blok-blok tersebut adalah mudah.

KONDISI PEMBANGUNAN DAN ROTASI PADA BASIS ASSEMBLY Pertama, untuk menjaga akurasi blok dalam fabrikasi, perlu membuat bentuk blok sehingga blok-blok itu tidak deformasi selama assembly. Kedua, suatu metode pembagian yang perlu membuat penguat utama ketika pemindahan dan pembalikkan blok-blok tidak diijinkan. Ini tidak perlu merubah ukuran blok-blok sebaliknya pengikatan sebuah struktur terpisah mungkin memperkuat sebuah blok, sehingga penguat tidak diperlukan. Ini suatu yang harus dipertimbangkan secara hati-hati pada gambar. Contoh, apabila deck beam dibagi oleh sebuah bulkhead, deck beam mungkin memerlukan penguat ketika pemindahan atau pembalikan tanpa diikat bulkhead. Dalam hal seperti ini, perencanaan harus dibuat mengikat bulkhead ke deck sehingga tidak perlu membuat penguat. Sebagai suatu kondisi untuk rotasi pada pelat permukaan, bentuk dari blok-blok dalam seksi pararel harus dibuat semirip mungkin, sehingga sejumlah dari keperluan kerja untuk setiap blok kurang lebih adalah rata. Sama adalah benar untuk struktur-struktur seksi haluan dan seksi buritan, yaitu blok-blok yang bentuknya semirip mungkin harus dirakit pada basis yang sama. Ini membuat pemerataan dari sejumlah keperluaan pekerjaan untuk setiap blok menjadi mudah.

Wahyuddin

118 Dalam beberapa hal, supaya memperbaiki penggunaan rasio dari basisbasis assembly, dimensi-dimensi maksimum dari blok-blok ditetapkan

sebelumnya sehingga blok-blok akan tetap dalam mengatur dimensi dasar. Sebagai suatu hasil, ini perlu membagi blok-blok sehingga bertemu kondisikondisi ini. Lebih jauh, dari konsep perpindahan sebanyak mungkin pekerjaan erection ke pekerjaan lapangan (yard), ini lebih menguntungkan untuk membuat blok-blok sebesar mungkin, tetapi jika blok-blok dibuat terlalu besar kemudian rasio pelaksanaan di lapangan akan jatuh/ rendah. Untuk mengatasi problem-problem seperti di atas, maka blok-blok yang telah selesai di tempat assembly tersebut dipindahkan ke tempat grand assembly yang dekat dengan tempat pembangunan kapal atau dok/building berth. Dimana blok-blok tersebut selanjutnya dirakit menjadi bentuk blok-blok yang lebih besar lagi. 1. Ini harus mempermudah menjaga bentuk dan akurasi blok-blok. 2. Akurasi dapat diperbaiki dengan melaksanakan single-line butts (pada pelat kulit dan stiffenery in line). 3. Blok-blok harus dibuat sampai mendekati bentuk persegi, sehingga usaha untuk menjaga akurasi bentuk-bentuk blok lebih sederhana dan selain itu kemungkinan masih ada dead space kecil dalam tahap proses assembly ini. 4. Blok-blok harus dibagi sesuai dengan fasilitas welding automatis dan automatisasi keselamatan kerja di assembly. 5. Bentuk-bentuk blok dan ukurannya sedapat mungkin harus dibuat agar dapat tertutup secara bersama-sama, sehingga jumlah dari pekerjaan dapat diatur secara merata (panjang dari blok harus terdiri dari beberapa panjang tangki atau beberapa jarak gading). 6. Hindari bentuk pembagian blok yang memerlukan penguat pada saat diankat dengan crane. 7. Bentuk dan ukuran dalam pembagian blok harus tetap benar (pas) terhadap equipment dan kapasitas (ukuran) mesin-mesin dari berbagai macam bengkel yang memprosesnya. 8. Harus diperhatikan dengan mempertimbangkan ketinggian kemampuan daya angkat crane, pembalikan blok-blok dan cara keluar dari bengkel pada saat menentukan ukuran-ukuaran blok tersebut.

Wahyuddin

119 9. Agar dipersiapkan sarana untuk tempat penyimpanan blok sementara ( block stock) dan bila mungkin agar blok-blok tersebut ditumpuk. 10. Bila blok-blok tersebut disubkontrakkan, agar diyakinkan bahwa kapasitas pabrik dari subkontraktor dan rute penyerahan blok-blok tersebut dapat dilaksanakan dengan kondisi yang singkat.

KONDISI-KONDISI FABRIKASI PADA BUILDING BERTH 1. Penghematan waktu untuk menurunkan blok. Bentuk blok harus disesuaikan dengan perlengkapan yang dapat menghemat waktu penggunaan crane pada saat menurunkan blok-blok tersebut. Oleh karena itu, blok-blok harus dibagi sedemikian rupa sehingga tetap stabil pada saat diturungkan 2. Sederhanakan cara penempatanya. Diusahakan penempatanya blok dapat dipercepat dan bentuk lambung dijaga agar tetap tepat/akurat. Sebab pembagian blok tersebut dapat

mengakibatkan pengaruh pada hasil pengukuran pada hasil ukuran utama kapal (misalnya panjang, lebar dan tinggi kapal), sehingga harus

dipertimbangkan benar secara hati-hati pada saat perencanaan. 3. Penghematan kerja da dalam blok/building berth. Dalam kaitanya untuk menghemat kerja di dalm dok/building berth, maka pekerjaan yang diperlukan untuk penyambungan-penyambungan blok harus dapat dikurangi dan jumlah dari potongan-potongan yang menyertainya harus dikurangi. Metode yang lainnya adalah dengan membangun blok-blok yang lebih besar yang masih memungkinkan. 4. Ciptakan lingkungan kerja yang baik. Diusahakan untuk menghilangkan penyambungan-penyambungan blok yang sulit dilaksanakan pada dok/building berth, misalnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan posisi overhead, bekerja ditempat yang sangat tinggi, di tempat yang sempit, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, bila penyambungan-penyambungan berada di lokasi sumur bilga ruang muat kapal (hold bilge well) dari kapal cargo atau di dalam tangki kecil (small tank) di dalam dasar ganda dari kamar mesin, maka sangat sulit bagi pekerja untuk di dalam ruang tersebut atau bola memungkinkan agar di beri ventilasi yang mencukupi. Oleh karena itu, dengan penyesuaian posisi-posisi

Wahyuddin

120 penyambungan, maka akan memungkinkan untuk diutilisasikan bagianbagian dari bangunan lambung kapal untuk suatu pekerjaan di lantai/ floor, sehingga peralatan scaffolding menjadi tidak diperlukan lagi. Hal-hal yang demikian tadi akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati pada saat melakukan pembagian blok-blok tersebut. Secara umum dalam optimasi rancangan dan perakitan blok badan kapal, mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Berat dari pada blok-blok tersebut harus dibuat merata dan pertimbangan yang dibuat adalah bahwa bentuk dari pada blok-blok yang mirip dibuat berulang-ulang. 2. Yakinkan bahwa proses penurunan blok tersebut sederhana. 3. Gunakan sistem sambungan dengan sistem satu garis lurus/ single line butt. 4. Yakinkan bahwa derajat kebebasan yang diijinkan sangat tinggi dalam sekuens penurunan blok-blok tersebut. 5. Yakinkan bahwa penenpatan blok-blok tersebut dapat dilakukan secara independen/ mandiri disesuaikan dengan keadaan di sekitar blok-blok tersebut. 6. Pastikan untuk menggunakan mesin las automatis. 7. Pastikan bahwa semua panjang pengelasan di dok/ building berth adalah pendek. 8. Hindarkan pekerjaan pengelasan lurus/butt welding untuk penyambunganpenyambungan blok di konstruksi bagian dalam dan gunakan fillet welding bila memungkinkan sebagai metode campuran (sandwiching method). 9. Pastikan bahwa proses pengaturan dan bongkar pasang dari scaffolding mudah. 10. Pastikan bahwa dalam pembuatan pembagian blok tersebut sudah dengan mempertimbangkan memberi ruang, sehingga bagian dari bangunan blok tersebut dapat digunakan untuk penempatan scaffolding (atau dicoba untuk membuat part-patr yang demikian tadi secara tetap). 11. Hindarkan dalam rencana pembagian blok ini dari cara menempatkan scaffolding di sisi belakang deck. 12. Jangan menempatkan posisi penyambungan-penyambungan dalam lokasi yang berdekatan.

Wahyuddin

121 13. Blok-blok yang berbentuk kubus seperti F.P Tank, A.P Tank dan stern frame yang cenderung mempunyai ruang kerja sempit perlu dicoba dulu untuk dibuat agar memungkinkan orang bisa bekerja dengan leluasa. 14. Pilihlah posisi-posisi dimana tangki-tangki dan ruang-ruang muat bisa sejak awal sudah tetap/ pasti. 15. Cobalah untuk membuat semua pekerjaan dalam posisi datar/flat. 16. Jangan menempatkan lapisan-lapisan blok dari bottom shells pada launching way. 17. Hindarkan gangguan antara lapisan-lapisan blok dari kulit dasar/bottom shells dan keel blocks.

HUBUNGAN-HUBUNGAN DENGAN OUTFITTING Secara konvensional, pekerjaan outfitting telah berubah dari semula dikerjakan di dok/building berth menjadi dikerjakan di dalam bengkel-bengkel, dan dalam kaitannya untuk mendapatkan efisiensi kerja, telah dilaksanakan pekerjaan outfitting sejak awal di blok-blok. Oleh karena itu, dalam tahun-tahun yang baru saja lewat, oleh karena kebutuhan dan untuk perbaikan sistem di masa datang pada pekerjaan outfitting, pmbangunan yang merata dan upaya untuk melaksanakan pekerjaan outfitting sejak dini, maka telah dilaksanakan metode unit outfitting sebagai upaya untuk meningkatkan effesiensi dari sistem block outfitting yang konvensional. Pada saat menentukan pembagian blok, maka hubungan-hubungan antara pembagian blok dengan block outfitting dan unit outffiting harus dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga dapat diperoleh effesiensi yang cukup tiinggi tidak hanya pada konstruksi lambung saja tetapi juga pada pekerjaan outfitting dapat dilakukan dengan secara rasional. Dengan kata lain, hal ini diperlukan untuk mempertimbangkan pembagian blok dari sudut pandang pembangunan secara keseluruhan. Pada beberapa unit outfitting yang besar, bagian dari kulit, pilar-pilar dan bagian-bagian yang datar dari konstruksi lambung dimasukkan dalam unit-unit outfitting, dan menjadi bagian dari outfitting. Lebih jauh, pondasi-pondasi mesin yang terpisah di dalam kamar mesin akan dijadikan satu sebagai blok-blok yang terpisah, dan unit-unit outfitting akan diturunkan sebagai blok-blok,sehingga mengakibatkan unit outfitting menjadi bertambah besar.

Wahyuddin

122 1. Bagian dari stren dan kamar mesin merupakan bagian yang paling berat dari outfitting. 2. Dicoba untuk memasukkan block outfitting sebanyak mungkin. 3. Dicoba untuk menyiapkan unit outfitting, dan dibuat pertimbangan agar unitunit outfitting tersebut tidak rusak selama blok-blok tersebut diturunkan. 4. Yakinkan bahwa outfitting di kapal disiapkan. Pada gambar 5.14 sampai dengan 5.16 memperlihatkan rancangan blok kapal.

Gambar 5.14. Prarancangan blok kapal (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 205)

Wahyuddin

123

Gambar 5.15. Tampilan isometri rancangan blok kapal PD-214 versi Hudong Shipyard (Sumber: Bunch M.Howard, 1987, halaman 31-16)

Wahyuddin

124

Gambar 5.16. Tampilan isometri rancangan blok kapal PD-214 versi Avondale Shipyard (Sumber: Bunch M.Howard, 1987, halaman 31-17)

Wahyuddin

125 DIMENSI DAN BERAT BLOK Setelah rancangan blok telah selesai direncanakan, selanjutnya adalah mendefenisikan dimensi dan menentukan berat blok. Pendekatan dalam menentukan dimensi blok sama saja dengan teknik-teknik yang digunakan dalam sistem accuracy control. Berat blok ditentukan dengan mengakumulasi seluruh berat komponen pembentuk struktur kapal. Berat komponen pembentuk struktur kapal dapat ditentukan dengan persamaan 1 berikut: Berat (kg) = Volume Komponen (m3) x Massa jenis Baja (kg/m3)........(1)

Gambar 5.17. Formula perhitungan berat pelat datar dan profil L (Sumber: Butler Don, 2000, pg 30)

Pada gambar 5.17 diperlihatkan formula untuk menentukan berat komponen kapal, misalnya pelat datar dan profil L. Pelat datar: Volume pelat datar = Panjang (L) x Lebar (W) x tinggi (Th) Berat pelat datar Profil L: Volume pelat datar = L x (W 1 + W 2) x Th Berat pelat datar = Volume pelat datar x Massa jenis baja (SG) Massa jenis baja adalah sebesar 7850 kg/m 3 atau 7,85 ton/m3 tetapi untuk keperluan praktis biasanya sebesar 8 ton/m3. = Volume pelat datar x Massa jenis baja (SG)

Wahyuddin

126

PENUTUP
SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Jelaskan hasil/keluaran dari tahapan desain awal (basic design) 2. Apa perbedaan antara metode pengembangan blok seksi assembly dengan metode berlapis. 3. Sebutkan dan jelaskan jenis material baja yang biasa digunakan dalam pembangunan kapal? 4. Mengapa kapasitas alat angkat dan luas area pembangunan digunakan untuk mengoptimasi secara teknis rancangan blok kapal?. 5. Berapa besarnya massa jenis baja?

TUGAS MAHASISWA PROJECT BASED LEARNING 1 2 TUJUAN TUGAS IV URAIAN TUGAS a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan Merancang Pembagian Blok Kapal Rancangan Pembagian Blok Kapal Membuat laporan 1. Merancang sistem tata kode blok kapal. 2. Menelusuri data spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran. 3. Merencanakan panjang sambungan blok. 4. Menggambar pembagian blok awal kapal. 5. Mengoptimasi rancangan blok berdasarkan sumber daya 6. Menentukan dimensi dan berat blok awal kapal. 7. Menyusun skenario perakitan. 8. Menarik simpulan c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan Studi pustaka Diberikan tugas untuk direncanakan blok kapal berdasarkan pendekatan produk. Teori desain produksi orientasi system dan produk. Katalog spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran. Teori mekanika teknik, ilmu bahan, teknologi pengelasan dan gambar teknik. Ketepatan waktu penyelesain Ketepatan analisa. Kemampuan mengaplikasikan program

3.

Kriteria Penilaian

Wahyuddin

127 komputer dalam menggambar. Kemampuan mengkomunikasikan hasil rancangan. Sistematika sajian dan Kemutahiran literatur Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan

DAFTAR BACAAN
Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), Butterworth-Heinemann, Oxford. Bruce George J, 1987, Ship Design for ProductionSome UK Experience, NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the Peoples Republic Of China,NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011. Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME Journal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202213. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc =GetTRDoc.pdf. PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapal Baru; Perencanaan Produksi Untuk Manajer, PT.PAL Indonesia, Surabaya. Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.

You might also like