Professional Documents
Culture Documents
Komersialisasi Perguruan Tinggi eksistensi sebuah Perguruan Tinggi dilihat dari kuantitas mahasiswanya bukan kualitasnnya. Nah ini jelas sudah terlihat faktanya bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi komoditi bisnis semata. Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi anak bangsa, harapan kami semoga komersialisasi pendidikan tinggi tidak menjadi sebuah komoditi bisnis semata, akan tetapi menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak kita dan Juga Bangsa Indonesia.
Komersialisasi Perguruan Tinggi Ketidaksiapan PTN kita menjadi faktor penyebab kenapa PTN yang sudah terlanjur diprivatisasi (PT BHMN) kelimpungan dan pontang-panting mencari sumber pendanaan untuk bisa tetap beroperasi normal. Dan yang menyedihkan, pengguna jasa pendidikan tinggi-lah yang menjadi korban. Melirik privatisasi di negara maju Di Amerika Serikat, Inggris dan Jepang, institusi pendidikan tinggi juga terus didorongkalau tidak boleh dikatakan wajib-untuk menyerap dana yang lebih besar di luar anggaran negara. Tetapi dengan mempertimbangkan endowment fund dan fasilitas riset yang dimiliki oleh PTN yang akan di privatisasi. Kecukupan dana abadi dan fasilitas riset dari sebuah PTN sebelum diprivatisasi menjadi prasyarat mutlak sebuah PTN untuk bisa tetap bertahan dan produktif setelah diprivatisasi. Karena mereka tidak akan menggantungkan sepenuhnya sumber pendanaan pada pengguna jasa pendidikan tinggi. Universitas Havard misalnya, memiliki dana abadi sekitar $29.2 milyar, MIT memiliki dana abadi lebih dari $8.5 milyar dan Universitas Yale telah berhasil meningkatkan dana abadinya menjadi sebesar $18 milyar. Sementara Universitas Cambridge memiliki endowment fund sekitar 4.1 milyar, sedikit lebih besar dari Universitas Oxford. Dana abadi inilah yang kemudian digulirkan oleh universitas tadi dalam bentuk investasi-investasi yang keuntungannya dipergunakan untuk mendanai berbagai aktifitas riset dan belajar mengajar di PT. Baik itu investasi yang bersentuhan dengan bisnis berbasis inovasi teknologi maupun investasi lainnya. Yang pada akhirnya mampu mengurangi ketergantungan mereka pada dana dari anggaran negara dan pengguna jasa pendidikan tinggi. Sebagai contoh MIT, PT ini telah berhasil meraup keuntungan sampai 23% pertahun dari total investasi dana abadinya, Universitas Yale telah mencetak return sebesar 17% pertahun dari total investasinya, dan Universitas Cambridge meraih keuntungan pertahun sekitar 8% serta telah memberikan kontribusi bagi total revenue unversitasnya sebesar 6%, atau sekitar 575 juta. Soal fasilitas riset, kita tidak perlu ragukan lagi.Fasilitas riset disana telah terbukti mampu memproduksi berbagai sains baru serta invoasi teknologi yang mampu membuka bisnis dan market baru ditingkat global.Bahkan mampu bersaing dengan sebuah negara dalam ikut menjadi penggerak perekonomian dunia. Privatisasi di tanah air memang harus dilakukan agar tidak terlalu membebani anggaran negara,tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan kesiapan perguruan tinggi kita. Kalau tidak, privatisasi di Indonesia hanya akan jadi ajang komersialisasi pendidikan tinggi!
Kesimpulan:
Pengesahan RUU BHP menjadi UU BHP seolah memberikan legitimasi pada aksi komersialisasi yang selama ini terjadi dan dilakukan oleh PT yang sudah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Masing-masing PT memiliki kebijakan tersendiri untuk menerima mahasiswa baru. Secara umum program penerimaan mahasiswa baru tersebut bernama Seleksi Penelusuran Minat dan Kemampuan. Kemampuan di sini tidak identik dengan kemampuan akademis, tetapi lebih mengarah pada kemampuan finansial. Dengan begitu peguruan tinggi hanya menjadi mesin pencetak uang semata. Bukan lagi untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka pemerintah seharusnya berpikir ulang tentang keputusannya mengubah Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara. Dan jika memang benar dunia pendidikan kita telah terjangkiti penyakit kapitalisme yang semuanya diukur bedasarkan uang dan modal, maka benar juga kalau calon mahasiswa baru yang miskin dilarang berkuliah. Dengan begitu pendidikan adalah hak setiap warga kaya dan negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan masyarakat kaya. Masyarakat yang miskin dan tidak punya uang hanya pelengkap dan penonton setia dalam orasi politik dan bualan-bualan kampanye.