You are on page 1of 8

STRATEGI PEMASARAN DAN PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Tunjung Sari
STIE AUB Surakarta

Abstract
Establishment of Islamic banks is driven by the desire to avoid riba in Islamic muamalahnya activities, establish Islamic ukhuwah among Muslims as well as emotional and physical wellbeing gained through muamalah activities in accordance with religious orders that have ridlo of Allah SWT. This study intends to examine the role and strategy of Islamic banking in Indonesia's economy the study uses literature by taking a sample of Bank Syariah Mandiri. Data collection techniques using the techniques of documentation and data analysis techniques using qualitative analysis Based on the results of the analysis can be concluded as follows: 1) Islamic Banking in the operations prioritizes consistency of application of Islamic principles with the use of noninterest system and the application of sharia service quality. Islamic Bank stands against the background of the people, especially Muslims desire is to perform activities based on the desire muamalah and gain emotional and physical well-being, and the desire to have alternative choices in the use of banking services is felt more appropriate; 2) In order to increase efficiency and customer service quality in reorganization in 2002 has been done, so the central office organizational structure changed from 10 to 13 divisions, 4 units staff specifically, the Board of Directors to be 1 and 2 units of work teams, with 23 branches and cash offices in 2001 to 30 branches, 4 offices branches and 13 cash offices in 2002. Business progress and harmony between the spiritual values is to be one of the hallmarks of Bank Syariah Mandiri to become one of the alternatives Bank for the implementation of banking in Indonesia. Keywords: Islamic banks, roles, strategies Pendahuluan embangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mem-perhatikan tantangan perkembangan global. Pembangunan yang terpusat dan tidak merata yang dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan social, politik, ekonomi yang demokratis dan berkeadilan. Fundamental pembangunan ekonomi yang rapuh, penyelenggaraan negara yang sangat birokratis dan cenderung korup serta tidak demokratis, telah menyebabkan krisis yang

mengancam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena itu reformasi di segala bidang dilakukan untuk bangkit kembali dan memperteguh kepercayaan diri atas paradigma baru Indonesia masa depan. Menengok kembali perjalanan bangsa Indonesia lalu, Pierre Van der Eng, seorang sejarawan Belanda menulis tentang strata ekonomi penduduk di jaman penjajahan. Pada tahun 1930, dua tahun setelah Sumpah Pemuda, 51,1 juta penduduk pribumi (Indonesia) yang merupakan 97,4% dari seluruh penduduk yang berjumlah 60,7 juta hanya menerima 3,6 juta gulden (0,54%) dari pendapatan nasional Hindia Belanda, penduduk Asia lain yang berjumlah 1,3 juta (2,2%) menerima 0,4 juta gulden (0,06%) sedangkan 241.000 orang

Eropa (kebanyakan Belanda) menerima 665 juta gulden (99,4%). Sangat njomplangnya pembagian pen-dapatan nasional inilah yang sulit diterima para pejuang perintis kemer-dekaan Indonesia yang bersumpah tahun 1928 di Jakarta. Kemerdekaan, betapapun sangat mahal harganya, harus dicapai karena akan membuka jalan ke arah perbaikan nasib rakyat dan bangsa Indonesia. Kini setelah Indonesia merdeka 58 tahun, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika jaman penjajahan, tetapi konglomerasi yang menciptakan ketimpangan ekonomi luar biasa, sungguh-sungguh meru pakah bom waktu yang kemudian meledak sebagai krismon 1997. Dalam 26 tahun (1971-1997) rasio pendapatan penduduk daerah terkaya dan daerah termiskin meningkat dari 5,1 (1971) menjadi 6,8 (1983) dan 9,8 (1997), dan Gini Rasio meningkat berturut-turut dari 0,18 menjadi 0,21 dan 0,24. Terbukti bahwa partumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun selama 3 dekade, 1966-1996) tidak diridhoi Allah SWT dan krismon diturunkan untuk mengingatkan bangsa Indonesia. Satu dasawarsa setelah krisis ekonomi, Indonesia perlahan mulai bangkit. Pertumbuhan ekonomi meningkat, sentrasentra produksi masyarakat kembali pulih memaksimalkan produksi. Bank-bank mengeluarkan kredit untuk menggerakkan perekonomian. Hal ini menjadi bukti peran lembaga-lembaga tersebut dalam pembangunan Indonesia. Bank adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah manusia yang merupakan suatu lembaga yang bergerak dalam bidang keuangan. Kata bank diambil dari bahasa Italia yaitu Banco yang berarti meja. Dulu para penukar uang melakukan pekerjaan mereka di pelabuhan-pelabuhan tempat kelasi kapal datang dan pergi, para pengembara dan wiraswastawan turun naik kapal. Menurut sejarah, para ekonom menamakan kegiatan pertukaran ini dengan nama bank. Pada dasarnya bank adalah lembaga perantara dan penyaluran dana antara pihak yang berlebihan dengan pihak

yang kekurangan. Dalam pereko-nomian modern, bank telah menun-jukkan peranan yang penting dan berhasil dengan baik dalam penyaluran dana masyarakat. Istilah bank syariah ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia yang sebagian penduduknya memeluk agama islam. Lahirnya bank ini berawal dari adanya kehendak sebagian masyarakat untuk melaksanakan transaksi perbankan sejalan dengan prinsip syariah. Didirikannya bank Islam ini karena dilatar belakangi oleh keinginan masyarakat islam untuk menghindari riba dalam kegiatan muamalahnya, menjalin ukhuwah islamiah antara sesama muslim serta memperoleh kesejahteraan lahir batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agama sehingga mendapat ridlo dari Allah SWT (Karnaen dan Syafii, 1992:6). Konsep itulah yang membuat perbankan syariah memiliki nilai lebih dibanding perbankan konvensional. Nilai lebih ini terbukti mampu menjadi mesin pendorong yang efektif bagi perkem- bangan perbankan syariah, sebab nilai lebih itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi perkembangan syariah dimata masya-rakat. A. Perumusan Masalah Masalah yang hendak dibahas dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah strategi perbankan syariah dalam menjalankan usahanya di Indonesia? 2. Bagaimanakah peran perbankan syariah dalam perekonomian Indonesia? B. Pembahasan 1. Perkembangan Bank Syariah Mengamati perkembangan bank syariah, pada mulanya dasar hukum yang di gunakan untuk mendirikan bank di Indonesia adalah Undang-Undang no 14 tahun 1967. Bulan juni tahun 1983 terdapat deregulasi dalam bidang perbankan yang diberikan peluang pada bank-bank untuk menentukan sendiri tingkat bunganya, sedangkan pada tahun 1992 landasan hukum yang digu-nakan

berubah menjadi Undang-Undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan (hanya mengenal bank bagi hasil , Dual Banking System). Baru pada tahun 1998 terdapat Undang-Undang no 10 tahun 1998 yang berisi tentang perbankan yang didalamnya sudah mengatur perbankan syariah dengan lebih jelas, dan pada tahun 1999 berisi Undang-Undang no 23 tahun 1999 yang menjelaskan bahwa Bank Indonesia memberikan kewenangan untuk pengaturan bank syariah (Hermawan, 2004:6). Berlakunya Undang-Undang perbankan berdasarkan prinsip syariah tersebut, maka secara resmi telah dilegitimasi keberadaan Dual Banking System atau system perbankan ganda yaitu perbankan berdasarkan konvensional dan berdasarkan prinsip syariah (Dhani Gunawan Idat, 2003:99). Sejalan dengan adanya perubahan UndangUndang yang terjadi dari tahun 1967 sampai dengan tahun 1999 tentang perbankan, yang mana telah memberikan amanat kepada bank Indonesia untuk merekomendasikan penga-turan dan pengawasan perbankan berdasarkan prinsip syariah. Salah satu contoh bank yang melandaskan kepada prinsip syariah adalah Bank Syariah Mandiri. Bank syariah dalam menjalankan usahanya mengutamakan konsistensi penerapan prinsip syariah dengan menggunakan sistem non bunga dan penerapan kualitas pelayanan syariah. Sistem non bunga bank syariah dalam istilah ekonomi diartikan dengan pembagi laba, secara definisi diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai suatu perusahaan (Muhammad, 2001:22). Menurut Didin Hafiduddin, salah seorang anggota Dewan Syariah Nasional menyatakan bahwa konsep setiap transaksi sistem bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah sedikitnya ada tiga syarat yang harus di penuhi (Republika, 27 Agustus 2002). Pertama, akad bagi hasil harus jelas, didalamnya dinyatakan secara jelas, apa usaha yang

di garap, keuntungan maupun kerugian yang di tanggung bersama apabila terjadi kagagalan. Namun tidak boleh menjanjikan keuntungan yang pasti dimuka, yang diperbolehkan adalah perkiraan keuntungan. Penanggungan resiko kerugian yang disebabkan oleh pengelola, maka kerugian di tanggung oleh pengelola itu sendiri, dan apabila kerugian disebabkan oleh factor alam maka di tanggung bersama-sama. Kedua, obyek usaha harus jelas, transparan, tidak ada unsur gharar (tipuan) dan tidak boleh spekulasi. Ketiga, pengawasan. Langkah ini untuk memantau jalannya usaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat terdeteksi sejak dini. Kehadiran sistem non bunga bank syariah atau sistem bagi hasil sudah lama diinginkan oleh masyarakat terutama mereka yang mengerti tentang system bunga yang justru sebenarnya menyulitkan masyarakat sendiri. Bank syariah berdiri dengan latar belakang keinginan masyarakat terutama umat Islam yaitu untuk melakukan kegiatan berdasarkan muamalah dan keinginan memperoleh kesejahteraan lahir batin, serta keinginan untuk mempunyai alternatif pilihan dalam mempergunakan jasa perbankan yang dirasakan lebih sesuai (Karnaen dan Syafii, 1992:6). Masyarakat sudah lama menggunakan sistem bunga bank syariah konvensional, sistem bunga yang nampaknya menjadi andalan sistem perbankan konvensional ini kelihatannya sangat menjanjikan keuntungan. Namun faktanya belum-lah tentu terbukti, sedang dalam agama islam sendiri sistem bunga masih dalam perdebatan yang cukup seru, berkaitan dengan apakah sistem nin halal atau haram atau antara keduanya yaitu subhat. Organisasi-organisasi keagamaan di Indonesia masih mempertentangkan kahalalan sistem bunga bank konvensional, tetepi kebanyakan dari organisai keagamaan tersebut mengharamkan bunga bank (Republika, 9 April 2002).

Selain konsisten dalam penerapan prinsip syariah dengan menggunakan sistem non bunga bank syariah, masyarakat juga menginginkan pelayanan yang berkualitas berdasarkan syariah dari bank syariah tersebut. Kondisi itu mengakibatkan bank syariah dituntut untuk mengoptimalkan pelayanan kepada nasabah agar kepuasan dapat tetap terjaga. Menurut Sunardi (2003), usaha untuk menjaga kepuasan nasabah ini perlu dilakukan karena: pertama, nasabah akan merasa loyal kepada bank sehingga bank dapat mempertahankan nasabah nya tidak beralih kepada bank lainnya. Kedua, nasabah akan menceritakan menge-nai pelayanan bank yang memuaskan kepada orang lain yang pada akhirnya merupakan sarana promosi yang efektif (Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1 Maret 2003) 2. Sebuah Contoh: Bank Syariah Mandiri Lahirnya Undang-undang no 10 tahun 1998, tentang perbankan pada bulan November 1998, telah memberi peluang sangat baik bagi tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia.Undang-Undang tersebut memungkinkan bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau dengan dual banking system yaitu dengan membuka cabang khusus syariah. PT Bank Susila Bakti (BSB) yang sahamnya dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi adalah salah satu bank yang beroperasi melalui suntikan modal dan rekapitulasi. Dalam prosesnya, ada beberapa alternatif yang pernah ditempuh diantaranya yaitu: pertama, mencari investor luar negeri dan mengubahnya. Terlaksananya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim dan

Bapindo) kedalam PT Bank Mandiri (persero) pada tanggal 31 Juli 1999, rencana perubahan BSB menjadi Bank Syariah dengan nama Bank Syariah Sakinah Mandiri diambil alih oleh PT Bank Mandiri (persero) dengan mengubah namanya menjadi Bank Syariah Mandiri. Bank Syariah selaku pemilik baru mendukung sepe-nuhnya dan melanjutkan rencana perubahan BSB menjadi Bank Syariah sejalan dengan keinginan Bank Mandiri untuk membentuk unit Syariah yang disertai dengan penambahan modal. Langkah itu ditandai pula dengan perubahan anggaran dasar yang mengubah nama PT Bank Susila Bakti (BSB) menjadi PT Bank Syariah Sakinah Mandiri melalui akta notaris : Ny. Macharani M.S.SH, no 29 pada tanggal 29 Mei 1999. Kemudian dilakukan perubahan kembali menjadi PT Bank Syariah Mandiri seperti tercatat dalam akta Notaris Sujtipto, SH, no 23 pada tanggal 8 September 1999. Pada tanggal 25 Oktober 1999, melalui surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia (BI) no 1/24/kep. GBI/1999 diperoleh pengukuha tentang perubahan Kegiatan Usaha Bank BSB menjadi bank beroperasi yang berdasarkan Prinsip Syariah. Disusul kemudian dengan surat keputusan Deputi Gubernur Senior BI no 1/1/kep. DGS/1999 untuk mengubah nama menjadi PT Bank Mandiri (Persero). Senin tanggal 21 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999 merupakan hari pertama beropera-sinya PT Bank Syariah Mandiri. Kelahiran Bank Syariah Mandiri merupakan buah usaha bersama dari perintis Bank Syariah Mandiri. Di Bank Susila Bakti yang didukung oleh pemilik yaitu Manajemen Bank Mandiri yang memandang pentingnya keha-

diran Bank Syariah dilingkungan Bank Mandiri. Bank Syariah Mandiri kemudian hadir sebagai bank yang mengkombinasika ideal-isme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi opera-sinya. Harmoni antara kemajuan usaha dan nilainilai rohani inilah yang menjadi salah satu keung-gulan Bank Syariah Mandiri untuk menjadi salah satu bank alternatif bagi pelaksanaan perbankan di Indonesia. a. Tata Kerja PT Bank Syariah Mandiri Tata kerja PT Bank Syariah Mandiri terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Penasehat Direksi, Divisi dan kantor-kantor cabang. Dewan Direksi terdiri dari Presiden Direktur dan Direktur Bidang yaitu Direktur Bidang Pemasaran Korporasi, Kepatuhan dan Manajemen Resiko, Direktur Bidang Trasury dan Internasional, dan Direktur Bidang Human Resources Peren-canaan dan Operasi. Dalam rangka efisiensi dan peningkatan kualitas layanan nasabah dalam tahun 2002 telah dilakukan reorgani-sasi, sehingga struktur organisasi kantor pusat berubah dari 10 menjadi 13 divisi, 4 unit kerja staff khusus, Direksi menjadi 1 unit kerja dan 2 Tim kerja, dengan 23 kantor cabangdan kantor kas pada 2001 menjadi 30 kantor cabang, 4 kantor cabang pembantu, dan 13 kantor kas pada 2002. b. Strategi PT. Bank Syariah Mandiri Untuk meningkatkan profesialisme dan produktifitas pegawai, telah dilaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan sebagai pembekalan pegawai baru dan peningkatan kemampuan pegawai secara umum, guna mendukung

operasional bank yang terus berkembang. Pemberian reward berupa bonus tahunan berdasarkan prestasi kerja, berupa biaya naik haji, beasiswa S2, dan peningkatan kesejahteraan melalui badan usaha koperasi pegawai Bank Syariah Mandiri sakinah. Kebijakan pengelolaan sumber daya insani difokuskan kepada pembinan dan pengembangan pegawai profesional yang didasari akhlaqul karimah dengan merupakan budaya perusahaan, sebagai mana terangkum dalam SIFAT (Shidiq, Istiqomah, Fathonah, Amanah, dan Tabliqh). Pada tahun 2003 Bank Syariah Mandiri menetapkan Strategi Dasar Aggressivve Maintenance, yang tertumpu pada bidang, meliputi bidang pengelolaan pembiayaan dana masyarakat, fee base income, pendukung, good corporate govermance, dan permodalan. Dengan langkah strategi tersebut, PT. Bank Syariah Mandiri diharapkan dapat tumbuh sekurangnya 86,96% pada akhir tahun 2003 dengan tingkat kesehatan tetep pada predikat bank SEHAT. c. Produk dan Jasa PT. Bank Syariah Mandiri Berpegang teguh pada konsep menjadi Bank Syariah Mandiri terpercaya pilihan mitra usaha, Bank Syariah Mandiri menawarkan produk : Tabungan Syariah Mandiri (Mudharabah), adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu yang disepakati. 1) Tabungan Haji dan Umroh MABRUR (Mudharabah al muflaqah), membantu masyarakat muslim dalam merencanakan ibadah haji dan umroh. Dana yang

diinvestasikan nasabah tidak dapat ditarik kecuali untuk melunasi BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) atau dalam kondisi darurat yang harus dibuktikan oleh nasabah calon haji yang ber-sangkutan. 2) Deposito Syariah Mandiri (Mudharabah), simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. 3) Giro Syariah Mandiri (Wadiah), simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kuitansi atau alat perintah bayar lainnya. Giro Valas 4) Dan jasa-jasa Bank Syariah Mandiri lainnya meliputi: a) Mudharabah (pembiayaan atas dasar jual beli dimana harga jual didasarkan atas harga beli yang diketahui bersama ditambah margin keuntungan bagi abank yang telah disepakati). Margin Keuntungan adalah selisih harga jual dengan harga beli yang disepakati. b) Muhasabah (pembiayaan secara total atau seratus persen dari kebutuhan modal nasabah yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri kepada nasabah). c) Musyarakah (pembiayaan bersama/ kongsi, dimana Bank Syariah Mandiri dan nasabah masing-masing

berdasarkan kesepakatan memberikan kontribusi dana sesuai kebutuhan modal usaha) d) Pembiayaan Kontruksi dan Manufaktur dengan prinsip Baialtisna (nasabah selaku pembeli atau pemesan memberikan order atau pesanan barang dan uang muka kepada bank. Selanjutnya bank Syariah Mandiri, selaku penjual, dengan janji akan mengirimkan barang pesanan tersebut pada waktu dan tempat yang telah ditentukan dimasa yang akan datang), e) Ijarah Muntahiyah (Akad antara bank (muajjir) dengan nasabah (mustajir) untuk menyewa suatu barang atau obyek sewa (majur) milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan di akhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah. f) Hawalah (pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. C. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bank syariah dalam menjalankan usahanya mengutamakan konsistensi penerapan prinsip syariah dengan menggunakan sistem non

bunga dan penerapan kualitas pelayanan syariah 2. Bank syariah berdiri dengan latar belakang keinginan masyarakat terutama umat Islam yaitu untuk melakukan kegiatan berdasarkan muamalah dan keinginan memperoleh kesejahteraan lahir batin, serta keinginan untuk mempunyai alternatif pilihan dalam mempergunakan jasa perbankan yang dirasakan lebih sesuai. 3. Harmoni antara kemajuan usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri untuk menjadi salah satu bank alternatif bagi pelaksanaan perbankan di Indonesia. 4. Dalam rangka efisiensi dan peningkatan kualitas layanan nasabah dalam tahun 2002 telah dilakukan reorganisasi, sehingga struktur organisasi kantor pusat berubah dari 10 menjadi 13 divisi, 4 unit kerja staff khusus, Direksi menjadi 1 unit kerja dan 2 Tim kerja, dengan 23 kantor cabangdan kantor kas pada 2001 menjadi 30 kantor

cabang, 4 kantor cabang pembantu, dan 13 kantor kas pada 2002. DAFTAR PUSTAKA Arif Anang. 2004. Membangun Loyalitas Nasabah Bank Syariah. www.google_search.com //html/article/php Bank Syariah Mandiri. 2006. Short Course Bank Syariah Mandiri. Yogyakarta: Praktisi Bank Syariah. Bank Indonesia. 2003. Perbankan Syariah. Jakarta. Dhani Gunawan Idat. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Indonesia. Bandung. CV Jemmars. Fatwa MUI. 2003. Bunga Bank. Departemen Agama RI Hermawan, Nasrullah. 2004. Akuntansi yang Islami (Syariah) Sebagai Model Alternatif Dalam Pelaporan Keuangan. Jurnal Bank Indonesia Karnaen dan Syafii, 1992. Akuntansi Syariah (Arah, Prospek, dan Tantangan), UII Press. Yogyakarta Muhammad Syafii. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank dan Asuransi Syariah, UII Press, Yogyakarta

You might also like