You are on page 1of 136

Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan

RA

DRAF UNTUK DIEDARKAN

Analisis dalam dokumen ini menunjukkan bagaimana Kalimantan Timur berusaha menurunkan emisi gas-gas rumah kaca, dan pada saat bersamaan tetap membangun, terus menciptakan pertumbuhan ekonomi, dan sumber sumber penghidupan yang lebih baik bagi penduduknya yang beragam. Pengalaman kami menunjukkan bahwa rencana yang bersifat satu arah dari atas ke bawah (top-down), memerlukan proses integrasi yang ekstensif, sosialisasi dan berbagai perbaikan di lapangan. Banyak yang perlu dilakukan, khususnya untuk menyelaraskan prioritas yang muncul dari hasil analisis yang kompleks dengan prioritas yang sesungguhnya dianggap penting oleh masyarakat di tingkat akar rumput. Untuk menyelaraskan kedua prioritas itulah, draf ini diedarkan kepada para pakar, perwakilan masyarakat dan para pihak yang berkepentingan di semua kabupaten/kota di provinsi terkait. Kami mengharapkan adanya banyak perubahan dalam dokumen ini, dalam hal cara kami mengatur dan mengurutkan serta menyajikan prioritas tindakan, dalam usaha kami untuk menganalisis dan menyelaraskan perspektif top-down dengan perspektif yang lebih partisipatif, dari bawah ke atas (bottom-up). Draf ini diedarkan secara terbatas kepada para pemangku kepentingan, agar dapat dibahas dan untuk memperoleh masukan. Draf ini juga tidak dimaksudkan untuk dikutip serta tidak mewakili kebijakan resmi.

FT

RA

Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan

FT

D RA FT

Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih Ringkasan Eksekutif Pengurangan Emisi Upaya Pembangunan Berkelanjutan Faktor Pendukung Program Kaltim Hijau

RA
1. Konteks Pembangunan Kalimantan Timur 19 2. Strategi Pembangunan Kalimantan Timur Yang Berkelanjutan Dan Ramah Lingkungan 23 29 3. Strategi Sektor Sektor Kelapa Sawit Sektor Kehutanan 30 45 61 70 82 90 90 92 93 94 96 97 98 99 Sektor Pertanian Sektor Minyak Dan Gas Sektor Batu Bara 4. Strategi Kabupaten Balikpapan Berau Bontang Bulungan Kutai Barat Kutai Kertanegara Kutai Timur Malinau

FT
9 Penajam Paser Utara 101 11 11 Pasir 102 Samarinda Tarakan 103 103 104 107 111 112 112 13 14 17 5. Adaptasi Banjir Pesisir Banjir Daratan 108 Proyek-Proyek Percontohan 6. Implementasi Dan Faktor-Faktor Pendukung Tata Kelola Lembaga-Lembaga Perubahan Iklim Perencanaan Dan Kebijakan Tata Ruang 116 Mrv Dan Perhitungan Karbon Pelibatan Masyarakat 117 118 121 125 127 Pembiayaan Implementasi Sumber-Sumber

Kata Pengantar

Nunukan

100

RA

FT

Sejak tahun 1950, Kalimantan Timur telah mengurangi hutannya sebesar 35 persen (6,9 juta hektar).

Kata Pengantar

RA

Kesepakatan global terbentuk jauh lebih cepat dari respon global. Salah satu alasannya adalah keinginan negara berkembang agar sebelum tercapai sebuah perjanjian global yang melibatkan seluruh negara, hendaknya negara maju yang mengambil tindakan pertama untuk merespon perubahan iklim, karena fakta bahwa sebagian besar emisi yang telah dibuang ke atmosfer berasal dari negara-negara industri maju ini. Andaipun perjanjian yang diinginkan tersebut tercapai, ditambah pula seluruh negara maju mengurangi emisi mereka sampai pada tingkat yang sama dengan emisi tahun 1990 (sebagaimana target Protokol Kyoto), tetap tidak akan cukup untuk menghindari terjadinya perubahan iklim yang serius. Berbagai laporan ilmiah menyimpulkan bahwa negara berkembang kini juga bertanggung jawab atas emisi yang besar dan terus bertambah, sehingga mereka juga harus mengambil tindakan apabila ingin memitigasi perubahan iklim.

Indonesia yang memahami situasi ini memutuskan bertindak untuk memecahkan kebuntuan dan menciptakan momentum baru dalam perundingan global perubahan iklim. Di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia mempelopori beberapa kontribusi penting. Pertama, Indonesia menjadi tuan rumah untuk Konferensi Para Pihak ke-13 (Conference of Parties/COP-13) dari Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC), di Bali pada tahun 2007. Kedua, Indonesia menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam serangkaian pertemuan tingkat tinggi untuk menghadapi persoalan penurunan GRK dari sektor penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan kehutanan (LUULUCF), yang merupakan sumber utama emisi dalam negara-negara berkembang, tetapi bukan di negara-negara maju. Pada saat KTT G-20 di bulan September 2009 di Pittsburgh, Amerika Serikat, Presiden Yudhoyono secara sukarela menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen pada taget pengurangan emisi yang tinggi sesuai Bali Roadmap, yaitu sebesar 26 persen hingga tahun 2020. Target sukarela ini menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang besar pertama yang menjanjikan komitmen serupa itu. Indonesia kemudian menegaskan kembali komitmennya dalam putaran perundingan COP-15 di Copenhagen bulan Desember 2009, dan saat ini sedang mempersiapkan Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim, yang akan menjelaskan secara detil bagaimana Indonesia akan mencapai komitmen itu. Secara tradisional berkembang pemikiran bahwa mengurangi emisi karbon akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi, di mana pendanaan lingkungan dan bantuan internasional akan menyediakan semacam pembayaran kesejahteraan untuk mengkompensasi komunitas lokal yang menderita kerugian tersebut. Skenario ini tidak harus terjadi. Bahkan, skema untuk

FT

Dunia telah mencapai suatu kesepakatan global bahwa aktivitas manusia diyakini telah menimbulkan penumpukan karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca (GRK) lainnya secara pesat di atmosfer (di bawah 300 ppm pada masa pra-industri hingga mencapai 433 ppm tahun 2005), dan menyebabkan meningkatnya temperatur rata-rata global yang berdampak kepada perubahan iklim. Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) telah memperkirakan bermacam skenario tingkat emisi dan tingkat perubahan iklim masa depan; mulai dampak signifikan sampai katastropik, baik terhadap umat manusia, perekonomian global, maupun pada skala komunitas. Walaupun kesepakatan global itu mengakui adanya ketidakpastian mengenai skenario mana yang akan timbul, tetapi risiko-risiko yang ada dianggap cukup besar saat ini, sehingga dibutuhkan aksi global yang terkoordinasi untuk memitigasi perubahan iklim.

mengurangi emisi dari deforestasi dan perusakan hutan yang dimandatkan di Konferensi Perubahan Iklim Bali dua tahun yang lalu, dapat membantu Indonesia bergerak ke jalur pertumbuhan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Untuk negara yang demokratis dan terdesentralisasi seperti Indonesia, pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten merupakan jantung dari tantangan ini. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, di bawah kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak, dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) telah meluncurkan Strategi Pembangunan Ramah Lingkungan ini untuk memetakan rencana bagi Provinsi Kalimantan Timur. Rencana ini diharapkan dapat membuat Kalimantan Timur memelopori jalur pembangunan baru, yang menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan penurunan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Laporan ini mengevaluasi potensi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan di Kalimantan Timur dalam beberapa tahap. Pertama, laporan ini menguraikan penilaian berdasarkan fakta dari emisi GRK saat ini dan di masa depan untuk provinsi Kalimantan Timur kemudian memperhitungkan aksi-aksi potensial untuk menurunkan emisi, volume relatif dari tiap langkah penurunan tersebut, dan indikasi biaya (atau perolehan) dari tiap langkah yang diambil. Kedua, laporan ini kemudian mengidentifikasi bagaimana provinsi ini dapat bergerak ke kegiatan-kegiatan dengan nilai tambah yang lebih besar dan sektor rendah karbon baru sehingga pertumbuhannya di masa depan akan memiliki jejak karbon yang lebih rendah. Laporan ini juga mendeskripsikan tingkat ancaman perubahan iklim akibat peningkatan CO2e yang terjadi belakangan ini, dan di luar aksi-aksi global yang ada, strategi tersebut juga mengeksplorasi langkah-langkah adaptasi yang bertujuan untuk membuat Provinsi Kalimantan Timur lebih tahan terhadap perubahan iklim. Kalimantan Timur berharap untuk menjadi contoh tidak hanya di Indonesia tapi secara global, tentang bagaimana menggabungkan pengurangan emisi karbon dengan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah Kalimantan Timur dan DNPI tidak mengecilkan tantangan-tantangan dalam upaya pergeseran ke model pembangunan yang baru tersebut, tetapi kami berharap dapat mendorong daerah lain untuk mengenail potensi dari pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Seperti di belahan lain Indonesia, pendorong utama emisi adalah kegiatan-kegiatan yang kuat, berakar, seringkali berpusat kepada keuntungan besar, dan ditambah dengan kelemahan yang ada pada institusi-institusi negara ini. Bagaimanapun juga, perjalanan ini harus dimulai selangkah demi selangkah. Presiden Yudhoyono telah mengambil langkah pertama dengan kepemimpinan dan komitmen yang dibuatnya. Gubernur Kalimantan Timur, H. Awang Faroek Ishak telah mengambil langkah berikutnya dengan melakukan komitmen untuk membuat Kalimantan Timur menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan. Strategi ini menandai langkah maju lainnya.

RA

FT

Ucapan Terima Kasih

RA

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan DNPI juga mengucapkan terima kasih kepada Daemeter Consulting, McKinsey & Company, Universitas Mulawarman, The Nature Conservancy (TNC), dan World Wide Fund for Nature (WWF) atas dukungan analisisnya terkait studi ini. Pemerintah Kalimantan Timur dan DNPI juga ingin berterima kasih kepada lebih dari 100 staf pemerintah, sektor swasta, dan LSM yang telah memberikan kontribusi penting terhadap proyek ini dalam berbagai lokakarya dan rapat. Meskipun data dan masukan berasal dari banyak pemangku kepentingan dan sumber informasi, tetapi kesimpulan dan hasil yang dijabarkan dalam laporan ini menjadi milik eksklusif DNPI dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

FT

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan DNPI ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada the ClimateWorks Alliance, dan Pemerintah Norwegia, yang mendanai sebagian upaya pengembangan strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan bagi Provinsi Kalimantan Timur.

10

RA

FT

Visi kami untuk Kalimantan Hijau adalah juga melibatkan pengembangan baru, sektor ekonomi lingkungan yang berkelanjutan yang juga adil dan memenuhi keyakinan kami yakni mengembangkan Kalimantan Timur untuk semua.

11

Ringkasan Eksekutif

Dokumen ini juga menjabarkan rangkaian inisiatif yang komprehensif yang tertuju pada pembangunan perekonomian berbasis perubahan iklim. Kami mempertimbangkan langkahlangkah yang perlu kami ambil untuk melindungi masyarakat kami dari dampak perubahan iklim. Langkah-langkah pengurangan, langkah-langkah adaptasi dan peluang-peluang pembangunan merupakan satu kesatuan kerangka kerja strategi pembangunan sesuai iklim provinsi kami.

RA
PENGURANGAN EMISI

Lima inisiatif yang besar berkontribusi sebesar 75 persen dari semua peluang penurunan CO2e di provinsi. Dan sementara kelima inisiatif tersebut membutuhkan pendekatan yang berbeda, semua upaya tersebut memiliki kesamaan: meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. 1. Satu langkah terpenting yang dapat diambil untuk menurunkan emisi adalah menerapkan kebijakan nir-pembakaran. Upaya ini menghasilkan pengurangan terbesar dengan biaya terendah. Dengan melarang penggunaan pembakaran sebagai alat untuk membuka lahan, dengan menerapkan larangan ini, dan dengan menciptakan sistem peringatan dini dan pemadam kebakaran, dapat mencegah pembakaran hutan dan lahan gambut yang bersifat merusak. Kebijakan ini dapat menurunkan emisi di Kalimantan Timur sebesar 47 MtCO2e hingga tahun 2030, dengan biaya USD 0.40 per ton. Sejak perusakan hutan besar-besaran yang terjadi pada dekade 1980-an sampai akhir 1990an, kami telah belajar banyak tentang kerusakan yang disebabkan oleh pembakaran, dan juga tentang kesulitan-kesulitan praktis dalam mencegahnya. Penegakan hukum tetap merupakan tantangan terbesar. Kami juga belajar bahwa tekanan-tekanan ekonomi mendorong para petani, pemilik perkebunan, dan penambang untuk menggunakan pembakaran sebagai alat yang paling sering digunakan oleh para petani rakyat, dan dengan demikian upaya kami harus memberikan kepada mereka insentif dan cara yang jelas untuk menggunakan metode-metode alternatif pembukaan lahan.

2. Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi, secara keseluruhan merupakan peluang pengurangan terbesar kedua, dengan potensi untuk mencegah 34 MtCO2e emisi, dengan biaya USD 1.10 per ton. Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi akan memerlukan investasi yang relatif tinggi, lebih dari USD 100 per ha dan bahkan dapat lebih tinggi apabila diperlukan investasi yang besar dalam pembangunan jalan. Meskipun kontribusi ekonomi sektor kehutanan untuk Kalimantan Timur lebih sedikit dari sebelumnya, namun sektor tersebut tetap penting bagi banyak masyarakat kami yang paling terpencil. Praktik-praktik pembalakan yang buruk, yang seringkali dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, telah menyebabkan adanya tambahan lima ton karbon dari setiap satu ton karbon yang dihasilkan dari perdagangan kayu. Tambahan ini diemisikan oleh pohon yang rusak dan dibiarkan membusuk atau dibakar sebagai sampah.

FT

Kalimantan Timur memiliki sasaran yang dilandasi tekad kuat menjadi Provinsi yang Hijau. Tercakup di dalam sasaran ini adalah kontribusi kepada target penurunan emisi nasional Indonesia sebesar 26 persen pada tahun 2020. Visi kami Kalimantan Timur yang Hijau juga mencakup membangun sektor-sektor perekonomian ramah lingkungan berkelanjutan baru, yang juga adil dan sesuai dengan keyakinan kami dalam membangun Kalimantan Timur untuk semua.

12

RA

3. Reboisasi dan rehabilitasi sebagian hutan yang telah rusak akan memulihkan fungsi ekosistem dan juga menyerap karbon, sehingga mengurangi emisi sebesar 12 MtCO2e dengan biaya USD 2.60 per ton. Kawasan hutan yang dikelola Kementerian Kehutanan mencakup pula sekitar 1,5 juta ha lahan semi kritis yang telah rusak oleh karena praktik-praktik pembalakan yang tidak ramah lingkungan. Hutan-hutan tersebut dapat dipulihkan, dan pada akhirnya berfungsi sebagai wadah penyimpan karbon, tetapi untuk mewujudkannya, hutan-hutan tersebut harus dipisahkan untuk konservasi.

4. Rehabilitasi dan pengelolaan air lahan-lahan gambut yang telah dibuka sebelumnya, menawarkan kemungkinan pengurangan 18 MtCO2e dengan biaya rata-rata USD 0.50 per ton. Tanah-tanah gambut memainkan peranan penting dalam emisi karbon di provinsi kami, dan apabila kering dan rusak, tanah gambut dapat mengeluarkan CO2 selama bertahun-tahun. Pemahaman kami tentang kontribusi gambut terhadap emisi relatif baru, namun kami menyadari bahwa pengelolaan tingkat air lahan gambut kami dapat memotong emisi secara dramatis dan untuk lahan yang sudah dibuka masih dapat digunakan secara ekonomis. Selain tingginya emisi karbon akibat pembukaan hutan gambut, terdapat juga argumen tambahan misalnya pencegahan banjir dan melindungi keanekaragaman hayati yang tinggi, dan hal ini harus diperhitungkan dalam pemberian izin untuk memakai lahan-lahan alternatif selain gambut. 5. Penggunaan lahan kritis untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman, dan pertanian di kemudian hari akan membantu kami mengembangkan industriindustri penting tersebut dan pada saat yang sama menghasilkan penurunan emisi sebesar 24 MtCO2e dengan biaya USD 5.50 per ton. Lahan seluas 1.4 juta ha di provinsi Kalimantan Timur dikategorikan sebagai lahan yang sangat kritis atau lahan kritis. Lahan kritis juga mencakup berbagai kategori lahan, termasuk lahan yang ditinggalkan atau sedikit tertutup pohon atau bahkan yang sebagian besar tertutup oleh rumput alang-alang yang tidak berguna. Sekitar sepertiga dari lahan-lahan kritis tersebut dijumpai di ladang-ladang yang berdekatan seluas 500 ha dan lebih. Penggunaan wilayah-wilayah tersebut untuk perkebunan kelapa sawit atau kayu penghasil bubur kertas akan menghindari deforestasi hutan dengan ukuran yang sama. Satu langkah pertama untuk membantu perluasan perkebunan pada lahan kritis adalah pengembangan basis data lahan kritis provinsi, yang fokus pada tanah, tutupan hutan, tata guna dan kepemilikan lahan yang ada, serta dimensi-dimensi potensi ekonomi lainnya. Lahanlahan kritis perlu diidentifikasi secara khusus dalam proses perencanaan tata ruang, dan harus menjadi prioritas dibandingkan dengan wilayah-wilayah hutan dalam pemberian izin lokasi perkebunan. Subsidi untuk penggunaan lahan kritis dan/atau pajak karbon tinggi atas lahan hutan mungkin pula diperlukan untuk mendorong sektor swasta menggunakan lahan-lahan

FT

Kami perlu menyempurnakan perencanaan panen, dan praktik-praktik ekstraksi. Kami perlu mengubah perilaku para pembalak kami, dan hal ini memerlukan investasi yang besar pada kesatuan- kesatuan pengelolaan kehutanan di seluruh daerah di provinsi, serta investasi pada infrastruktur jalan dan penyaradan (skidding), baik dari pemerintah maupun dari perusahaanperusahaan kehutanan. Tidak kurang pentingnya, investasi pada teknologi penyaradan dan pelatihan para pekerja hutan juga diperlukan. Upaya-upaya tersebut di atas akan membutuhkan investasi yang relatif tinggi, yaitu sebesar USD 150 per ha, meskipun demikian industri kehutanan yang ramah lingkungan bisa menjadi sumber penghidupan yang penting bagi kami untuk tahun-tahun mendatang.

13

kritis. Mungkin pula diperlukan untuk memberikan kompensasi bagi para pemilik konsesi kelapa sawit untuk beralih dari lahan hutan ke lahan kritis. Dengan memperhitungkan semua batasan praktis tersebut, penggunaan lahan kritis yang tepat waktu dapat menyelamatkan sekitar 500.000 ha hutan di tingkat provinsi. Penggunaan lebih banyak lahan kritis dapat dicapai relatif cepat apabila penerbitan konsesi baru untuk penanaman kelapa sawit secara serentak ditangguhkan, sebagaimana telah diumumkan oleh Presiden sebagai bagian dari Kemitraan REDD+ Norwegia-Indonesia.

UPAYA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

RA

Seiring dengan upaya kami untuk mengurangi emisi, terdapat sejumlah inisiatif pertumbuhan pelengkap yang harus segera kami lakukan, sebagai bagian dari upaya pembangunan perekonomian yang berkelanjutan. Lima yang terbesar dari upaya-upaya tersebut dapat meningkatkan PDB sampai dengan Rp 68 triliun pada tahun 2030, dan dengan demikian meningkatkan pertumbuhan kami dari 3 persen per tahun menjadi 5 persen tanpa menambah emisi. Di sini ditekankan untuk memperoleh lebih banyak nilai tambah dari pengolahan sumber daya alam kami.

1. Pengembangan metana, coal-bed methane CBM akan menghasilkan persediaan baru gas alam yang dapat digunakan dalam jumlah besar, dan di waktu yang sama dapat mengurangi dampak negatif emisi metana dari tambang batu bara yang ada. Penggunaan CBM akan memastikan bahwa jaringan dan industri gas alam cair (liquefied natural gas LNG) dan gas alam kami di provinsi akan digunakan sepenuhnya karena menurunnya produksi di ladang-ladang minyak lepas pantai kami.

2. Mengembangkan pabrik-pabrik bubur kertas dan kertas terpadu. Penggunaan kayu yang saat ini dibuang sebagai limbah, peningkatan produktivitas areal hutan tanaman yang ada dan memulihkan produksi areal hutan tanaman yang tidak beroperasi akan meningkatkan pasokan kayu dari sumber daya yang ramah lingkungan hingga pada kondisi di mana provinsi mampu mengembangkan dua pabrik bubur kertas dan kertas terpadu, dengan kapasitas total sebesar 2,6 juta ton. Perbaikan dalam pengelolaan lahan dan pendekatan pembiayaan bertahap akan mengurangi risiko bahwa pabrik menciptakan kebutuhan akan penebangan kayu yang tidak ramah lingkungan. 3. Perbaikan pengelolaan hutan tanaman dapat menghasilkan tambahan Produk Domestik Bruto sebesar Rp 4,9 triliun. Sekitar 600.000 ha lahan yang telah dibuka untuk hutan tanaman tetapi saat ini tidak dikelola, dapat dimanfaatkan untuk produksi. Penyia-nyiaan lahan ini merupakan peninggalan praktik-praktik buruk di masa lalu oleh industri bubur kertas dan kertas. Meskipun demikian, melihat ke depannya, produksi kayu bubur kertas pada lahan yang telah dibuka merupakan hal yang ramah lingkungan, terutama dalam sinergi dengan inisiatif-inisiatif lain yang dijabarkan di sini. Perkebunan dengan siklus penanaman yang pendek merupakan hal yang bersifat karbon netral, tetapi dapat memberikan sumber penghidupan dan membentuk dasar bagi kegiatan yang memimili nilai tambah lebih tinggi. Di samping itu, kami perlu meningkatkan produktivitas perkebunan-hutan tanaman yang kami miliki sampai ke tingkat yang dicapai oleh perkebunan-perkebunan di Sumatera.

4. Percepatan eksplorasi minyak dan gas juga penting untuk memperlambat kemunduran dalam sektor minyak dan gas, yang masih merupakan kontribusi

FT

14

RA
FAKTOR PENDUKUNG

5. Peningkatan produktivitas sektor pertanian kami juga penting. Hasil dari pertanian non kelapa sawit mencapai sekitar 25 persen di bawah standar nasional. Insentif kepada para petani, infrastruktur yang lebih baik, dan pengembangan skema plasma inti inovatif dibutuhkan untuk meningkatkan sinergi antara pertanian perkebunan dengan para petani rakyat dan peningkatan layanan penyuluhan pertanian dapat membantu meningkatkan produktivitas. Hanya dengan mencapai angka rata-rata nasional akan menambahkan sekitar 2,9 triliun kepada PDB provinsi pada tahun 2030, dan memberikan keuntungan kepada penduduk perdesaan.

Terdapat tiga tingkat tindakan yang diperlukan dari pemerintah untuk dapat merealisasikan peluang pengurangan emisi dan mendorong kegiatan ekonomi yang dijabarkan secara singkat di atas, dan secara lebih rinci pada halaman-halaman selanjutnya. Tiga tingkat tindakan tersebut mungkin merupakan rangkaian tindakan terpenting yang diperlukan, karena tanpa pengaturan yang tepat dari mitigasi perubahan iklim dan pembangunan yang berkelanjutan, kami tidak akan berhasil. Pertama, banyak hal yang perlu dilakukan semata-mata adalah dengan menegakan aturan-aturan yang ada dengan lebih baik. Selama lebih dari sepuluh tahun kami telah mengalami dampak-dampak buruk dari pembakaran lahan gambut dan hutan, dan berjuang untuk mengatasinya. Peraturan kehutanan dan pertambangan kami memiliki banyak kebijakan dan praktik terbaik. Tantangan yang jelas adalah dalam hal melaksanakan aturan-aturan yang kami miliki, dan dalam mengklarifikasi serta menyelesaikan ambiguitas atau tumpang tindih yang menghambat pelaksaan regulasi yang lebih baik. Meskipun kami dapat berharap untuk menarik bantuan tambahan dari luar untuk menunjang penurunan emisi, tetapi akan sangat ideal bila tata kelola hutan yang baik juga menghasilkan penurunan emisi dan peningkatan kesejahteraan.

Kedua, terdapat peluang yang jelas untuk menyesuaikan dan mereformasi rejim regulasi dan penegakan hukum, agar lebih sesuai dengan realitas perekonomian saat ini dan tantangan pembangunan yang berkelanjutan. Unsur-unsur peraturan yang ada saat ini tentang kehutanan, sebagai satu contoh, tidak memberikan insentif kepada para pembalak kami untuk mengikuti praktik-praktik yang ramah lingkungan. Peraturan pemerintah tentang investasi energi juga perlu diperbarui agar lebih sesuai dengan persyaratan industri coal-bed methane. Laporan ini merekomendasikan sejumlah reformasi dan penyesuaian tambahan, baik dalam sistem-sistem provinsi kami, atau dalam sistem-sistem nasional atau daerah. Sebagian besar upaya yang dibutuhkan pada laporan ini termasuk mengklarifikasi dan merasionalisasi sistem pengelolaan tata ruang. Lahan harus dikelola berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan hidup dan ekonomi, dan bukan pada klasifikasi birokratis yang tidak merefleksikan kebenaran di lapangan. Menciptakan sistem pengelolaan lahan yang baru tidak

FT

terbesar dalam perekonomian. Ladang-ladang minyak yang kami miliki sudah tua dan menghadapi penurunan produksi. Masih terdapat perkiraan potensi sumber daya gas yang besar di Provinsi Kalimantan Timur, namun demikian kegiatan eksplorasi telah menurun sebagaimana dengan yang terjadi di seluruh Indonesia oleh karena ketidakpastian dalam peraturan. Kami hendak mendorong lebih banyak eksplorasi bahan bakar minyak dengan bekerja bersama BP MIGAS agar lebih ramah investor dan dengan secara langsung memfasilitasi perizinan dan keamanan daerah.

15

RA
--

Terakhir, dalam beberapa kasus kami tidak perlu membangun sistem yang benar-benar baru untuk mengatasi tantangan-tantangan perubahan iklim. Sebagai contoh, kami perlu mulai membangun sistem dan metode untuk mengukur perubahan emisi di provinsi. Sistem MRV yang baik untuk mengukur perubahan emisi merupakan dasar yang penting bagi sistem REDD atau REDD+ yang dapat diukur. Meskipun insentif REDD bukan merupakan salah satu dari langkah-langkah pengurangan emisi yang terpenting pada agenda kami, tetapi insentif tersebut tetap penting dan berpotensi untuk langsung menyalurkan dana kepada mereka yang melindungi hutan, dibandingkan manfaat dari eksploitasi hutan. Skema ini merupakan fungsi baru yang harus diciptakan oleh pemerintah kami, dengan memanfaatkan hasil baik yang dilakukan oleh pemerintah lain, mitra pembangunan dan lembaga swadaya masyarakat di seluruh dunia.

Analisis menunjukkan bahwa kami dapat mencapai pertumbuhan dan mengurangi emisi karbon. Pengalaman mengatakan bahwa hal ini sulit, tetapi juga memberikan kami keyakinan bahwa banyak hal dapat dicapai, jika melihat catatan pembangunan provinsi dalam beberapa puluh tahun terakhir. Merealisasikan perubahan ini juga akan membutuhkan sumber keuangan yang signifikan, dan kami memperkirakan untuk menurunkan emisi kami melalui inisiatif-inisiatif tersebut akan membutuhkan biaya antara USD 3.10 per ton CO2e terkurangi. Biaya ini akan meningkat seiring dengan waktu, dari USD 20-30 juta di tahun 2012 ke USD 370-570 di tahun 2030. Kalimantan Timur memiliki masyarakat yang sangat beragam, seperti juga kekayaan dan keragaman lingkungan alam kami, dari hutan dan pegunungan sampai pantai dan laut, membentang sepanjang rute perdagangan Asia Tenggara. Untuk berkembang, kami harus memiliki penggerak dan kreativitas dari semua anggota masyarakat. Pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan berarti kreativitas dan penggerak ini dibangun berdasarkan rasa hormat terhadap warisan alam yang diberikan oleh Tuhan.

FT

dapat diselenggarakan sendiri oleh pemerintah provinsi atau oleh salah satu kementerian tunggal, namun harus menjadi jantung sasaran utama dari peningkatan produktivitas lahan kami. Terkadang kurangnya transparansi dan perizinan merupakan cerminan sederhana dari kerumitan klaim-klaim yang saling tumpang tindih, termasuk juga yang tradisional tentunya. Jadi beriringan dengan seluruh usaha untuk merasionalisasikan basis data rencana dan geografis kami, kami harus menetapkan proses penyelesaian klaim yang sangat sensitif, responsif, dan melibatkan masyarakat setempat dan di saat yang sama, cepat dan tegas.

16

RA

FT

Hutan memberikan ekologi yang sangat penting dan layanan lingkungan seperti perlindungan pengaliran air, keanekaragaman hayati, habitat bagi spesies yang tak terhitung jumlahnya.

17

Program Kaltim Hijau

Program ini diresmikan pada acara tingkat provinsi yang bertema Inisiatif Daerah Dalam Mengantisipasi Pemanasan Global and Mitigasi Perubahan Iklim yang diadakan pada bulan Desember 2009 di Balikpapan. Program Kaltim Hijau memiliki empat tujuan:

Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kalimantan Timur secara menyeluruh, mencapai keseimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan aspek-aspek lingkungan.

RA
a) Melaksanakan pembangunan beremisi rendah karbon;

Mengurangi ancaman ekologi dan perubahan iklim, antara lain banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan di wilayah Kalimantan Timur.

Mengurangi polusi dan perusakan kualitas ekosistem terestrial, air, dan udara di Kalimantan Timur. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran institusi dan masyarakat Kalimantan Timur akan pentingnya konservasi sumber daya alam sehingga harus digunakan dengan bijaksana. Deklarasi Kaltim Hijau yang disepakati oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten se-Kalimantan Timur mengenali betapa pentingnya tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meliputi lima komitmen:

b) Mengintegrasikan target-target pembangunan berkelanjutan Daerah; c) Menganalisis dan mereformasi kebijakan pembangunan yang ada saat ini sepantasnya;

d) Mendorong penelitian yang diperlukan di tingkat daerah untuk menanggulangi isu perubahan iklim dengan mendukung jaringan universitas dan perguruan tinggi (terutama dalam bidang kehutanan); dan e) Mendukung upaya-upaya mitigasi dalam kerja sama dengan lembaga internasional. Strategi Pembangunan Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan ini telah dibuat sebagai bagian dari Program Kaltim Hijau dan merupakan rencana aksi untuk mencapai visi ini.

FT

Pemerintah Kalimantan Timur telah membentuk Program Kaltim Hijau, yang merupakan kerangka kerja provinsi ini untuk pembangunan berkelanjutan dan penurunan emisi gas rumah kaca.

18

RA

FT

kita harus melepaskan dorongan dan kreativitas dari semua anggota masyarakat kita.

19

Kalimantan Timur telah mencapai rekor pembangunan ekonomi yang mengesankan bagi rakyatnya. Kalimantan timur merupakan provinsi dengan PDB terbesar kedua di Indonesia dan ekonominya telah mencapai jumlah yang cukup besar pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 103 triliun.1 Semenjak tahun 2000, tingkat kemiskian provinsi telah turun 10 persen per tahun, sedangkan konsumsi per kapita telah naik 12 persen per tahun. Ini mencerminkan pola pembangunan jangka panjang Kalimantan Timur; sejak tahun 1970an Kalimantan Timur telah meningkatkan usia harapan hidup rakyatnya dari 56 ke 71 tahun, menurunkan tingkat buta huruf dari 50 persen ke 4 persen dan telah menambah pusat kesehatan masyarakat dari hanya 50 ke lebih dari 850.

D
1

RA

Sebagian besar pembangunan ini dipicu oleh eksploitasi sumber daya alam yang berlimpah. Eksploitasi, penebangan, penambangan, dan pemrosesan minyak, gas, kayu, batu bara dan deposit mineral lainnya di Kalimantan Timur berkontribusi atas lebih dari 80 persen PDB di awal tahun 1980-an dan dua per tiga di tahun 2008. Minyak telah menjadi andalan bagi ekonomi Kalimantan Timur sejak tahun 1980-an ketika Indonesia menjadi negara ketiga yang mengeksplorasi dan memproduksi minyak secara komersial. Penemuan deposit minyak dan gas yang besar pada tahun 1960-an dan 1970-an telah mengubah provinsi Kalimantan Timur yang memiliki kilang Gas Alam Cair (LNG) terbesar di Indonesia di Bontang, dan memiliki pengolahan minyak terbesar kedua di Indonesia yang berada di Balikpapan. Sejak tahun 1950, Kalimantan Timur telah menurunkan tutupan hutannya hingga 35 persen (6,8 juta ha). Kalimantan Timur memiliki 25 persen dari seluruh deposit batu bara Indonesia dan diperkirakan memiliki deposit emas sekitar 60 juta ton yang belum dieksploitasi. Pembangunan ekonomi Kalimantan Timur masih merupakan hal yang sangat penting bagi hampir 260,000 jiwa yang hidup di bawah garis kemiskinan. Walaupun Provinsi Kalimantan Timur telah membukukan perolehan yang mengesankan dalam hal standar hidup, sembilan persen dari populasi masih memiliki pendapatan kurang dari Rp 225.000 perbulan yang merupkan garis kemiskinan provinsi. Desentralisasi telah meningkatkan pertanggungjawaban dan tekanan kepada para bupati dan gubernur untuk memperluas peluang-peluang ekonomi dan meningkatkan pendapatan. Walaupun populasi pekerja provinsi telah menyusut sejak tahun 2000, menciptakan lapangan kerja yang baru masih merupakan hal yang penting secara politik, karena tingkat pengangguran berada di nilai 11 persen pada tahun 2008. Begitu juga dengan pendapatan, masih memiliki ruang untuk meningkat; penduduk Kalimantan Timur secara rata-rata hanya membelanjakan Rp 420.000 per bulan untuk keperluan rumah, makanan dan kebutuhan dasar. Di bawah skenario pertumbuhan bisnis seperti biasa, perekonomian Kalimantan Timur hanya akan tumbuh pada tingkat sedang yaitu 3 persen per tahun, karena sumber pertumbuhan baru seperti pertambangan batu bara, kelapa sawit dan jasa sebagian akan diimbangi penurunan yang terjadi pada sektor minyak dan gas (GAMBAR 1). Kontribusi PDB dari minyak dan gas telah menurun sebesar satu persen per tahun dalam beberapa tahun terakhir ini, dan diperkirakan akan terus menurun karena tingkat produksi yang
PDB riil dalam harga konstan 2000. Kecuali terdapat informasi lain, seluruh nilai PDB dalam laporan ini adalah dalam harga riil (konstan 2000) dan bukan harga-harga nominal.

FT

1. Konteks Pembangunan Kalimantan Timur

20

Gambar 1

Perekonomian Kalimantan Timur digerakkan oleh sektor minyak dan gas, namun saat ini sektor tersebut sedang menurun, sedangkan batu bara, kelapa sawit dan jasa sedang bertumbuh dengan pesat
Pertumbuhan PDB Riil, 1983-2008 IDR Triliun, Harga Konstan 2000 +3% p.a. 89 91 86 88 94 97 99 103 Pertanian Kelapa sawit Kehutanan Batu bara & pertambangan

42 43 43 44 43 44 35

RA
SUMBER: BPS

1983 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 2000 01 02 03 04 05 06 07 2008

Gambar 2

Ekonomi Kalimantan Timur akan beralih kepada batubara, jasa, dan kelapa Tk. sawit
Perkiraan kontribusi sektoral terhadap PDB riil di bawah skenario BSB Triliun rupiah, Harga konstan 2000 Pertumbu han/tahun 2000-2008 Persen 8 12 -3 15 Tk. Pertumbuhan per/tahun dari tahun 2008-2020 Skenario BSB Persen 3 5 -1 5

D
140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2008 10
12 14 16
SUMEBR: Analisis Tim

150

FT
73 76 76 79 82 +5% p.a. 64 67 55 47 50 49 Pertanian Kelapa sawit/ Tanaman Industri Kehutanan Batu bara & pertambangan Konstruksi Manufaktur

Konstruksi Manufaktur Jasa/lainnya

Minyak dan gas

Turun menjadi 3% sesuai dengan rata-rata Indonesia sebesar 3% Area perkebunan mencapai 1 juta ha hingga tahun 2025 Penurunan berkurang seiring dengan kenaikan HTI Produksi batu bara akan menurun seperti tren nasional karena kendala lahan dan infrastruktur

6-7 Jasa/lainnya

6-7

Pertumbuhan historis yang tinggi akan dipertahankan sesuai dengan tren nasional dan sektor yang kurang berkembang

Minyak&Gas

-1

-2

Penurunan terus berlanjut seiring dengan menuanya usia ladang dan diasumsikan tidak terdapat penemuan ladang baru yang besar

18 2020

21

menurun pada ladang-ladang minyak Kalimantan Timur yang semakin tua. Karena minyak dan gas berkontribusi hampir 50 persen atas perekonomian Kalimantan Timur, hal tersebut di atas bertindak layaknya sebuah rem atas seluruh pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur. Kedepannya, pertumbuhan ekonomi provinsi akan semakin dipengaruhi oleh sektor-sektor seperti pertambangan batu bara, kelapa sawit dan jasa. Pembangunan mengarah pada sumber emiter yang cukup besar, diperkirakan 250 MtCO2 emisi akan dilepaskan untuk tahun 2010, membuat Kalimantan Timur sebagai emiter ketiga terbesar di Indonesia. Sektor-sektor yang hanya menyumbang sepersepuluh PDB provinsi berkontribusi atas 68 persen emisi total; sektor seperti pertanian, kehutanan, dan perkebunan kelapa sawit menghasilkan sebagian besar emisi Kalimantan Timur melalui deforestasi, perusakan hutan, pembakaran dan pengeringan lahan gambut kaya karbon. Kalimantan Timur menyimpan (atau menyerap) 4,2 miliar ton karbon (setara 15,4 miliar ton CO2) di dalam hutan dan lahan gambutnya. Perubahan penggunaan pada lahan-lahan tersebut di atas berisiko untuk melepaskan emisi jauh lebih besar dibandingkan sektor-sektor yang sebelumnya dianggap sebagai penghasil emisi tinggi, seperti manufaktur, produksi dan pengolahan minyak dan gas. Emisi akan terus tumbuh di bawah skenario bisnis seperti biasa, diperkirakan mencapai 303 MtCO2 di tahun 2020 dan 331 MtCO2 di tahun 2030, total kenaikan 32 persen. Seiring dengan pembangunan ekonomi yang beralih ke sektor-sektor bernilai tambah yang lebih tinggi, intensitas karbonnya (CO2 yang dikeluarkan untuk sekian nilai PDB) akan menurun. Namun emisi mutlaknya berdampak pada perubahan iklim dan ini akan meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan lahan hutan oleh sektor kelapa sawit, kehutanan dan pertambangan batu. Pembangkit listrik baru dan peningkatan sektor transportasi akan memberikan pertumbuhan emisi yang signifikan, namun masih relative kecil bila dibandingkan dengan emisi total.

RA
Persentase
Kelapa sawit/ tanaman industri Pertanian Kehutanan Batu bara & Pertambangan 100% = 103 Triliun rupiah 1 4 5 20 27 21 46 20 Minyak & Gas Konstruksi Manufaktur Jasa/lainnya 2 3 14 8

FT
Gambar 3
251 Juta Ton CO2e 1.26 Juta Pekerja 12 18 6 2 3

Lima sektor yang penting bagi PDB dan emisi CO2e : Pertanian, kelapa sawit, kehutanan, batu bara dan minyak & Gas

6 7

45

19
1 PDB 2008

8
Emisi CO2e tahun 2010

2 Lapangan kerja tahun 2008

SUMBER: BPS Kaltim; Analisis tim

22

Gambar 4

Emisi CO2 diperkirakan akan tumbuh dari 251 ke 331 GtCO2e antara tahun 2010 dan 2030
Proyeksi emisi 1, Juta ton CO2e 331 6 18 303 9 21 16 20 22 11 Jasa Manufaktur BBM dan Pengolahan Konstruksi Pertambangan

2 4

20 20

35
50 52

68
2010

RA
2020
1 Hanya terdiri dari emisi langsung tiap sektor SUMBER: Kurva Biaya Pengurangan GRK Indonesia

2 Emisi dari kehutanan dan kelapa sawit berdasarkan atas pendekatan emisi netto, yaitu termasuk penyerapan

Gambar 5

Emisi tidak terdistribusi secara merata, di mana tiga kabupaten terbesar menyumbang lebih dari 50% emisi total
Emisi bruto dari kabupaten-kabupaten di Kalimantan Timur terbagi atas 5 sektor penindustrian utama MtCO2e
52 45 40 31

D
Porsi dalam emisi total Kalimantan Timur; Persen

FT
45 56
74 76 Kehutanan2 58 61 Pertanian

251

73

70

Kelapa Sawit2

2030

Sekto lain Pertambangan Minyak & Gas Kehutanan Pertanian Kelapa sawit

21

18 12 8 7 6 6 3 Samarinda

2 Tana Tidung

0 Tarakan

Kutai Kutai KerBarat tanagara

Nunukan Kutai Timur

Berau

Bulungan Paser

Bontang Malinau Panajam BalikPaser papan Utara

20.5

18.2

16.4

12.9

8.5

7.3

4.8

3.2

2.8

2.6

1.4

0.8

0.5

0.1

SUMBER : Kaltim Hijau, Wetlands International, Statistik Kalimantan Timur tahun 2009, DNPI Kurva Biaya Pengurangan GRK Indonesia

23

RA

2. Strategi pembangunan Kalimantan Timur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan

Kalimantan Timur berkomitmen untuk beralih ke jalur pembangunan berbasis perubahan iklim. Bagi provinsi yang sedang mengembangkan perekonomian seperti Kalimantan Timur, penduduknya tidak akan memilih opsi menurunkan emisi jika hal ini akan menahan pertumbuhan ekonominya, dan strategi ini dapat menghindari pilihan itu. Prinsip utama strategi pembangunan ini adalah baik pembangunan ekonomi dan mitigasi CO2 dapat dikuatkan secara bersama. Strategi pertumbuhan rendah karbon Kalimantan Timur menyatukan pertumbuhan dengan mitigasi perubahan iklim yang berpusat kepada: 1) menurunkan jejak karbon dari sektor ekonomi terkait, 2) beralih kepada kegiatan-kegiatan bernilai tambah lebih tinggi dan kegiatan-kegiatan rendah karbon baru, dan 3) bekerja untuk membuat ekonomi dan infrastruktur memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim. Mencapai pembangunan yang selaras dengan iklim, memerlukan perubahan besar pada struktur perekonomian Kalimantan Timur, perencanaan penggunaan lahan, dan kebijakan pemerintah. Diperlukan pola pikir baru yang terfokus pada pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan jangka panjang di dalam pemerintahan, masyarakat bisnis, dan sektor nirlaba. Pada akhirnya perubahan-perubahan ini akan memerlukan pembiayaan tambahan. Seperti yang disebutkan di atas, sasaran utama strategi pertumbuhan rendah karbon adalah untuk memastikan bahwa masyarakat Kalimantan Timur tidak mengurangi emisi dengan mengorbankan pertumbuhan ekonominya. Pembiayaan tambahan dibutuhkan untuk menanggung investasi besar saat transisi ke jalur pembangunan selaras iklim. Sebagian pembiayaan kemungkinan besar akan disediakan oleh pemerintah pusat, sebagian oleh badan donor internasional, dan sebagian lainnya langsung oleh sektor swasta karena perusahaan melihat peluang untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Sampai tahun 2030, Kalimantan Timur dapat menurunkan jejak karbon dari perekonomiannya sampai 50 persen, dari skenario bisnis normal. Penurunan terutama ini dihasilkan oleh lima sektor utama: kelapa sawit, kehutanan, pertanian, tambang batu bara, dan minyak dan gas. Total 20 inisiatif pada sektor-sektor tersebut dapat menurunkan emisi provinsi ini sebanyak 184 MtCO2 (penurunan tambahan sebesar 13,2 MtCO2e dapat dicapai dengan

FT

Arah pembangunan rendah emisi ini dihambat oleh fakta dimana 14 kabupaten Kalimantan Timur memiliki profil emisi dan ekonomi yang sangat berbeda, di mana tiga kabupaten menyumbang 55 persen total emisi CO2 provinsi. Kutai Kertanegara, Kutai Barat dan Nunukan menyumbang 55 persen emisi total provinsi, terutama karena pengeringan dan pembakaran lahan gambut seluas 800.000 ha yang terdapat di ketiga kabupaten tersebut, ditambah deforestasi tahunan sebesar 60.000 ha. Kota-kota seperti Tarakan, Bontang, Samarinda, dan Balikpapan hanya berkontribusi atas 10 persen dari emisi total, namun perekonomian mereka sangat berbeda, di mana Bontang and Balikpapan merupakan pusat minyak dan gas utama, dan Samarinda dan Tarakan didominasi oleh sektor jasa (termasuk administrasi publik untuk kota Samarinda yang merupakan ibu kota provinsi). Baik Berau dan Malinau merupakan daerah besar, dan merupakan kabupaten-kabupaten yang memiliki tutupan hutan yang besar. Malinau adalah bagian dari kawasan yang disebut Jantung Borneo/ Heart of Borneo, yang merupakan kawasan hutan lindung, sehingga emisinya hanya sepertiga emisi Berau walaupun areanya 30 persen lebih luas. Sama seperti itu, produk hutan non-kayu dan kehutanan berkontribusi atas 40 persen PDB Malinau, sedangkan sektor terbesar di Berau adalah batu bara dan pertambangan dengan kontribusi 40 persen atas PDB. Oleh karena itu, kebijakan tunggal untuk semua bagi pertumbuhan rendah karbon provinsi akan menjadi tidak praktis, mengingat begitu berbedanya realitas perekonomian dan emisi yang dihadapi kabupaten-kabupaten di Kalimantan Timur.

24

Gambar 6

Pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan merupakan sebuah pendekatan holistik di mana pertumbuhan ekonomi, mitigasi CO2, dan adaptasi berjalan beriringan
Kerangka kerja pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan Elemen kunci
Mitigasi CO2 Memperkirakan besar emisi saat ini dan mendatang Menilai potensi pengurangan teknis dan kelayakannya serta biaya implementasi tiap inisiatif mitigasi Pembangunan ekonomi Menganalisis kekuatan dan kelemahan daya saing Mengeksplorasi sumber-sumber pertumbuhan baru (yang memberikan emisi rendah karbon )

Mitigasi CO2

Pertumbuhan ekonomi

Faktor pendukung kelembagaan

RA
SUMBER: DNPI Tim pertumbuhan rendah karbon; analisis tim

kegiatan-kegiatan yang berpusat kepada sektor lainnya seperti konstruksi) dengan biaya rata-rata USD 2.0 hingga 3,1 per tCO2e terkurangi. Hal ini mencerminkan penurunan sebesar 60 persen dari tingkat emisi, seperti yang diperkirakan dalam skenario bisnis-seperti-biasa tahun 2030. Lima inisiatif pengurangan menyumbang 75 persen dari keseluruhan potensi penurunan emisi CO2 di Kalimantan Timur. Kelima inisiatif ini memfokuskan pada efisiensi penggunaan lahan. Penurunan maksimum yang dapat dihasilkan inisiatif-inisiatif ini adalah 135 MtCO2 hingga tahun 2030, walaupun sejumlah tantangan perlu diatasi terlebih dahulu untuk mencapai hasil tersebut. Seluruh inisiatif pengurangan yang diuraikan dalam Tabel 1 ini dibahas secara lebih rinci pada Bab 3, Strategi Sektor. Kalimantan Timur dapat meningkatkan PDB dari tingkat bisnis normal 3 persen per tahun menjadi 5 persen per tahun tanpa meningkatkan emisi, yaitu dengan bergerak menuju kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan mendorong sektor-sektor intensif karbon. Kalimantan Timur mempunyai ekonomi yang relatif beragam, khususnya jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi di luar rantai Sumatera-Jawa-Bali yang padat penduduk. Namun demikian, dengan populasi hanya sekitar 2 juta jiwa, Kalimantan Timur hanya memiliki pasar local yang kecil. Sebagian dari sumber daya alamnya yang melimpah dikirim dalam bentuk bahan mentah ke Jawa, Sumatra dan luar negeri, ke tempat di mana bahan mentah tersebut diubah menjadi barang-barang bernilai tambah tinggi (mis. kayu-kayu batangan di kirim ke pabrik di Sumatra dan manufaktur perabotan di Jawa). Kalimantan Timur mempunyai peluang untuk menangkap lebih banyak pada sektor pengolahan hilir sehingga meningkatkan kontribusi PDB yang diperoleh provinsi dari sumber daya alamnya. Lima inisiatif ekonomi berikut ini dapat meningkatkan PDB hingga Rp 50 triliun pada tahun 2030, setara dengan Rp 10 juta per individu. Inisiatif-inisiatif tersebut antara lain mengembangkan sumber coal-bed methane yang baru, meningkatkan produktivitas

FT
Adaptasi masa depan

Pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan

Menganalisis ancaman-ancaman iklim saat ini dan Mengeksplorasi tindakan-tindakan adaptasi dan
memperkirakan total biaya realisasi

Adaptasi

Faktor-faktor pendorong kelembagaan Mengembangkan strategi untuk faktor-faktor pendorong penting (mis. pemantauan dan evaluasi, perencanaan tata ruang, pelibatan masyarakat) Menghitung biaya total untuk merealisasikan peluang-peluang tersebut

25

Dalam skenario BSB, emisi CO2 akan mencapai 331 MT hingga tahun 2030, walaupun demikian, melalui jalur pertumbuhan berkelanjutan angka ini dapat diturunkan hingga 60 persen
331
16 11

Gambar 7

22

20 56 76

61

70

Pertanian

Kelapa sawit

RA
Emisi bruto tidak memperhitungkan penyerapan dari hutan terkelola dan perkebunan kelapa sawit SUMBER: Analisis tim

Porsi emisi, 18.5 persen

Hutan dan Industri hutan

pertambangan

21.0

22.9

16.8

FT
13

184

-60%

134

BBM & pengolahan

Manufaktur

Jasa

Konstruksi

Total

Inisiatif utama

Bukan inisiatif utama

Emisi setelah pengurangan

6.1

4.8

3.2

6.7

100

Kalimantan Timur memiliki potensi untuk menurunkan emisi CO2 hingga 184 MtCO2e sampai dengan tahun 2030 dengan biaya rata-rata USD 2.00 3.10 per ton CO2e terkurangi
Estimasi biaya tinggi Estimasi biaya rendah

Gambar 8

D
50 40 30 Meminimalisir kebocoran metana 20 10 0 -10 -20 -30 -28.5 -15.6 0 -3.0 10 -6.4 20

Biaya penurunan USD per tCO2e

Pertanian nil pembakaran

Reboisasi

Pembelian kembali konsesi kelapa sawit 28.5 17.1 10.8 14.0 9.8

0 0.2 0.2 30

0.6

0.7 0.7 50

1.1 60

1.1 70

1.1 80 90 100

1.3 110 120

3.1 130

4.0 140

8.9

40

150

160

170

180

190

Potensi penurunan MtCO2e per tahun Rehabilitasi gambutkehutanan pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi Lahan kritis kelapa sawit

1 Biaya kemasyarakatan dengan menggunakan diskon sebesar 4% 2. Lebar tiap batang mewakili volume penurunan potensial. Tinggi tiap batang mewakili biaya untuk merealisasikan tiap inisiatif penurunan SUMBER : Kurva Biaya Pengurangan GRK Indonesia

26

Gambar 9

Beralih ke kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah lebih tinggi dan sektor rendah karbon dapat mempercepat pertumbuhan PDB riil Kalimantan Timur dari 3% ke 5% Tk
Perkiraan PRB riil Kalimantan Timur Triliun rupiah
280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2005

Pertumbuhan Per Tahun

PDB per kapita tahun 2030 Juta rupiah

RA
10 15 20 25
SUMBER : analisis tim

sektor-sektor yang kurang dimanfaatkan (khususnya hutan tanaman dan pertanian), dan mengembangkan kegiatan-kegiatan hilir seperti pabrik bubur kertas dan kertas dan pengolahan CPO. Tiap inisiatif diuraikan secara lebih rinci dalam bab tentang strategi sektor. Peningkatan pertumbuhan ini memerlukan penjagaan untuk memastikan bahwa hal tersebut tidak memicu sumber emisi lain. Contohnya, dengan meningkatkan produktivitas HTI dan konsesi kelapa sawit, dapat membuat HTI dan konsesi kelapa sawit lebih menarik bagi para investor dan dengan demikian mendorong pengembangan konsesi-konsesi baru di lahanlahan hutan apabila langkah-langkah seperti REDD tidak tersedia untuk mencegah hal tersebut. Sama seperti di atas, mengembangkan kapasitas tambahan pemrosesan bubur kertas dan kertas tanpa terlebih dahulu memastikan pasokan akasia yang ramah lingkungan dapat mempercepat deforestasi, karena peningkatan kebutuhan kayu tebang yang tidak ramah lingkungan yang terjadi saat ini. Jaminan keuangan, tahapan yang tepat, dan perencanaan ruang yang bijaksana diperlukan untuk memastikan peralihan kepada pertumbuhan PDB berkelanjutan yang ramah lingkungan. Meskipun PDB merupakan indikator yang penting dan nyata, PDB bukanlah satusatunya ukuran yang penting bagi masyarakat Kalimantan Timur. Slogan resmi kami yaitu Membangun Kalimantan Timur untuk Semua mengenali situasi di mana terlalu banyak hasil pemanfaatan sumber daya alam provinsi hanya menguntungkan beberapa perusahaan dan perorangan dan sebaliknya tidak menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat kebanyakan. Menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan pedesaan, dan mengurangi kesenjangan juga merupakan bagian penting dari strategi pembangunan berkelanjutan kami. Selain menurunkan emisi CO2e, kami memiliki sasaran lingkungan yang penting untuk menurunkan polusi, memelihara sumber daya alam, melindungi sektor perikanan, melindungi dan menjaga daerah aliran sungai untuk mengurangi banjir. Kalimantan Timur merupakan rumah bagi keanekaragaman penting yang ingin kami lindungi,

FT
5% Bisnis seperti biasa 3% 2030

Strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan

44.6

33.2

27

5 INISIATIF PENGURANGAN TERATAS


5 Inisiatif Pengurangan Teratas Kebijakan nir pembakaran Uraian Pengurangan MtCO2, 2030 47 Biaya USD per tCO2 0.35 hingga 1.35

Tabel 1

Melarang pembakaran sebagai alat untuk mempersiapkan lahan, membentuk unit pemadam kebakaran, dan memastikan penindakan yang tegas dan hukuman yang berat atas pelanggaran sehingga dapat menurunkan emisi dari pembakaran gambut dan hutan Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi, misalkan jalur penyaradan (skidding), penggunaan derek, dan perencanaan panen dapat memindahkan kayu komersial namun tidak menimbulkan kerusakan yang besar pada biomasa non komersial. Hal ini dapat menurunkan emisi dari deforestasi secara signifikan. Kesatuan pengelolaan hutan diharuskan untuk mengawasi pembalakan, dengan komposisi 1 petugas hutan mengawasi 15.000 ha konsesi kayu alam. Pemanfaatan lahan kritis dalam perluasan lahan pada perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman dan pertanian dapat memungkinkan terjadinya ekspansi dengan emisi lebih rendah dengan menghindari deforestasi untuk konsesi-konsesi baru

Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi

Pemanfaatan lahan kritis

RA
Rehabilitasi lahan gambut yang sudah dibuka Reboisasi

Menurunkan emisi dari pembusukan gambut pada kawasankawasan pertanian dapat dicapai dengan menyesuaikan dan memelihara tinggi air pada tingkat yang tepat melalui sistem dam dan menerapkan praktik-praktik terbaik budidaya padi. Merehabilitasi lahan yang rusak sebagian dan melakukan reboisasi, akan memulihkan fungsi ekosistem dan juga menyerap karbon

TABEL 2: 5 INISIATIF PDB TERATAS


5 inisiatif PDB teratas

FT
34 0.40 hingga 1.50 24 2.6 hingga 9.8 18 0.20 hingga 0.70 2.0 hingga 3.1 12

Tabel 2
PDB, Tr. rupiah di tahun 2030 27.9 (10%)

Uraian

D
Membangun pabrik bubur kertas dan kertas yang berkapasitas 2,6 juta ton Memperbaiki pengelolaan hutan tanaman Mempercepat eksplorasi minyak dan gas Meningkatkan produktivitas pertanian

Mengembang-kan dan memanfaatkan coal-bed methane

Mendukung pengembangan eksplorasi dan produksi cadangancadangan coal-bed methane di Kalimantan Timur dan disalurkan ke Bontang LNG, jaringan gas dalam negeri atau fasilitas hilir tambahan. Membangun dua pabrik bubur kertas dan kertas terpadu yang berkapasitas 2,6 juta ton

10.7 (5%)

Mengaktifkan konsesi kayu seluas 600.000 ha yang saat ini tidak aktif supaya dapat mulai berproduksi. Memberikan insentif bagi investasi pada hutan tanaman yang ada yang berhasil meningkatkan hasil seperti di perkebunan-perkebunan terbaik di Sumatra. Mendorong lebih banyak eksplorasi minyak dengan melobi regulator industri supaya dapat lebih ramah investor dan dengan memfasilitasi izin dan keamanan lokal Mensubsidi petani inti dan menggunakan layanan penyuluhan untuk meningkatkan hasil hingga 20 persen sesuai dengan rata-rata Indonesia

4.9 (2%)

4.71 (2%)

3.20 (1%)

28

yang terutama adalah hewan dan tanaman langka dan indah, seperti orangutan, macan tutul, dan lumba-lumba sungai. Pada akhirnya, Kalimantan Timur ingin dikenal sebagai provinsi hijau dan menjadi kontributor penting bagi upaya Indonesia untuk menjadi pemimpin global dalam mengatasi perubahan iklim. REDD (Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Perusakan) adalah kerangka kerja baru yang dapat membantu baik untuk menurunkan emisi dan juga meningkatkan PDB. REDD+ adalah mekanisme internasional untuk memitigasi perubahan iklim global dengan menciptakan pembayaran untuk mencegah hutan dan lahan gambut yang akan dikonversikan dari kondisi alamiahnya, misalnya, untuk digunakan sebagai perkebunan. Pada kenyataannya, inisiatif-inisiatif pengurangan tersebut di atas dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari strategi REDD+; menurunkan perusakan hutan melalui teknik-teknik pembalakan yang lebih baik, menghentikan praktek-praktek pembakaran untuk pembukaan lahan, merehabilitasi lahan-lahan gambut kritis, mereboisasi lahan, dan menggunakan lahan kritis dan bukan lahan hutan untuk pertanian. REDD+ dapat menjadi kerangka kerja terpadu yang kuat untuk inisiatif-inisiatif tersebut. Sebagai contoh, setelah konsesi dialihkan dari lahan hutan ke lahan kritis, pembayaran REDD dapat digunakan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat dan perusahaan-perusahaan lokal untuk melindungi lahan hutan. Apabila tidak demikian, lahan hutan akan berisiko untuk mendapatkan konsesi berbeda yang diterbitkan untuk lahan hutan tersebut di masa mendatang kecuali lahan tersebut ditetapkan ulang sebagai lahan yang dilindungi.

RA

Skema pembelian kembali konsesi, di mana konsesi dibeli dari pemilik izin konsesi untuk mencegah pembakaran hutan harus menjadi langkah terakhir karena sangat mahal. Apabila konsesi perkebunan akasia pada lahan hutan tidak dapat dipindahkan ke lahan kritis atau dikurangi luasannya melalui perbaikan panen, maka opsi satu-satunya untuk menghindari deforestasi adalah dengan membeli kembali konsesi secara penuh. Cara pembayaran untuk skema pembelian kembali masih sedang dikerjakan. Untuk situasi di mana kompensasi diberikan untuk mengganti pengeluaran yang sudah terjadi atau pengeluaran masa lalu, biaya untuk skema ini bisa jadi tinggi, namun masih masuk akal jika dalam basis biaya per ton terkurangi. Namun bila diminta untuk memberikan kompensasi kepada pemegang konsesi dan masyarakat setempat atas seluruh pendapatan yang akan hilang di masa depan, maka biayanya akan menjadi sangat tinggi. Pembelian kembali kembali konsesi untuk konsesi kelapa sawit dan akasia masing-masing adalah USD 26 per t CO2e dan USD 12 per t CO2e, menggunakan metodologi biaya peluang penuh. REDD+ masih dalam pengembangan, dan undang-undang yang mengatur, dan mengizinkan proyek-proyek REDD+ masih sedang dirancang. Namun demikian, negara-negara donor yang menghadiri konferensi tingkat tinggi UNFCC di Kopenhagen pada bulan Desember 2009 menjanjikan USD 3.5 miliar untuk memulai skema-skema REDD+, yang menegaskan pentingnya opsi pengurangan ini. REDD+ sangat mungkin memberikan pendanaan yang besar untuk proyekproyek pencegahan deforestasi. Walaupun demikian, pendanaan tapi menjadi terealisasi dalam skala besar apabila negara-negara maju telah menetapkan sistem penjualan emisi (yang juga dikenal dengan sistem cap-and-trade) dan sektor swasta menjadi sumber pendanaan REDD utama. Strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan milik Kalimantan Timur berhubungan dengan strategi perubahan iklim Indonesia pada tingkat nasional. Janji Presiden Yudhoyono untuk menurunkan emisi total Indonesia hingga 26 persen terhadap lintasan skenario bisnis seperti biasa tahun 2020 akan memberikan dampak yang luar biasa kepada perencana ekonomi dan bisnis negeri ini, terutama bagi provinsi-provinsi berimisi tinggi seperti Kalimantan Timur. Seluruh provinsi diminta untuk memasukkan rencana realisasi pengurangan emisi. DNPI berusaha untuk memastikan bahwa tiap provinsi mengikuti strategi-strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan yang sama, sehingga data dan rekomendasi yang ada di dalam strategi tersebut dapat dengan mudah disatukan ke dalam sebuah Rencana Pertumbuhan Rendah Karbon Nasional.

FT

29

3. Strategi Sektor

RA
Pengurangan berdasarkan sumber, MtCO2e tahun 2030
Kelapa sawit Pertanian Pembelian kembali Pengelkonsesi olaan air POME 0.0 0.0 0.0 0.5 1.9 2.6 0.0 0.3 0.0 0.4 0.0 0.0 0.2 0.0 6.0 0.0 0.3 0.0 0.6 0.7 1.8 0.3 0.0 2.8 0.0 0.1 0.0 0.0 0.0 6.8 0.0 0.2 0.0 0.2 0.4 0.7 0.7 0.2 0.2 0.1 0.3 0.0 0.1 0.0 3.1 Kehutanan Nil pemba- Lahan karan kritis 0.0 1.5 0.0 1.2 4.7 3.4 2.7 0.0 0.8 0.2 1.0 0.0 0.0 0.0 15.6 0.0 1.0 0.0 0.2 1.2 1.9 3.4 0.2 1.5 0.1 1.8 0.0 0.0 0.0 11.4 Pening katan panen 0.0 0.3 0.0 0.2 0.4 0.8 0.8 0.1 0.2 0.1 0.3 0.0 0.1 0.0 3.3 Kebijakan nil Rehabilipembaka tasi ran gambut RIL1 0.0 0.6 0.9 1.5 1.9 4.6 1.0 0.0 7.2 0.0 0.4 0.4 0.0 0.0 18.5 0.0 0.2 0.3 0.4 0.5 1.3 0.3 0.0 2.1 0.0 0.1 0.1 0.0 0.0 5.4 Balikpapan Berau 0.0 4.7 0.0 2.5 8.7 1.8 6.3 4.7 1.5 2.6 1.2 0.0 0.0 0.0 34.0 0.1 3.9 0.0 2.4 4.0 2.7 3.1 0.6 2.8 0.8 2.4 0.0 0.9 0.1 23.8 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 2.5 0.5 0.0 4.0 0.0 0.2 0.2 0.0 0.0 10.0 Bontang Bulungan Kutai Barat Kutai Kertanegara Kutai Timur Malinau Nunukan Panajam Paser Utara Pasir Samarinda Tana Tidung Tarakan Kalimantan timur 1 pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi 2 Termasuk penggunaan lahan kritis (13.9 MtCO2e) dan skema pembayaran REDD (9.8 MtCO2e) SUMBER : Analisis tim

Kalimantan Timur memiliki peluang yang besar untuk menurunkan emisinya saat ini dan meningkatkan PDBnya. Bagi Kalimantan Timur, penting untuk melihat strategi pembangunan berkelanjutan pada setiap sektor utama perekonomian dan tidak hanya melihat secara keseluruhan. Hal ini sebagian disebabkan oleh karena para pemangku kepentingan penting di provinsi dikelompokkan ke dalam sektor-sektor perekonomian berbeda (misalnya, perusahaan kelapa sawit versus perusahaan pertambangan batu bara) dan sebagian disebabkan oleh karena pemerintah administratif kami diselenggarakan secara per sektor, seperti tanaman industri dan kehutanan, dan tidak berdasarkan atas pendorong-pendorong fisik emisi seperti deforestasi. Apabila setiap sektor perekonomian utama memiliki strategi pembangunan berkelanjutan, kami akan dapat melibatkan para pemangku kepentingan mengenai pelaksanaannya. Kami berharap bahwa dengan memiliki inisiatif yang dapat menurunkan jejak karbon dari kegiatan saat ini dan juga meningkatkan PDB dari kegiatan-kegiatan bernilai tambah lebih tinggi, perusahaan-

FT
0-1 1-2 2-5 5+
Total
Menurunkan pelepaEfisiensi san gas proses metana Total

Jika seluruh sektor dan inisiatif dijumlahkan, Kalimantan Timur memiliki potensial untk beralih ke model pembangunan yang lebih selaras dengan iklim, di mana dapat menurunkan emisi provinsi hingga 60 persen dan meningkatkan pertumbuhan PDB dari 3 menjadi 5 persen per tahun hingga tahun 2030. Untuk mengubah aspirasi tersebut di atas menjadi target dan realisasi akan membutuhkan investasi yang signifikan dalam pengembangan kapasitas, penegakan hukum, teknologi dan perlengkapan, lebih melibatkan komunitas berbasis hutan dan perbaikan rencana tata ruang. Kemajuan dalam bidang tersebut di atas akan menentukan kecepatan Kalimantan Timur untuk beralih ke model pembangunan yang selaras dengan iklim. Tiap kabupaten akan memberikan kontribusi yang berbeda ke dalam sasaran-sasaran tersebut sesuai dengan potensi dan profil emisi mereka. Tiap strategi kabupaten dijelaskan secara detil dalam Bab 4.

Sebaran penurunan CO2e potensial berdasarkan kabupaten


PertamMinyak bangan & gas batu bara
Menghen tikan penamba Reklangan masi ilegal

Gambar 10

Menceg bilitasi kan nil Zero ah gam- pemba Reboi- Flaring, defokaran sasi Proses restasi2 but

Reha- Kebija

0.0 0.8 0.1 0.4 2.3 1.7 1.4 0.0 0.4 0.1 0.5 0.0 0.0 0.0 7.7

0.1 0.9 0.0 0.6 2.0 2.8 3.2 0.6 0.5 0.4 1.1 0.1 0.2 0.0 12.5

0.3 0.8 0.1 1.4 0.2 0.0 2.7

0.67 0.9 0.34 0.4 1.90 2.4 2.41 3.0 1.39 2.9 0.04 0.1 0.56 0.7 0.30 0.6 0.21 0.3 0.06 0.1 0.02 0.0 8.11 11.3

0.16 0.1 0.08 0.1 0.46 0.5 0.58 0.6 0.34 0.4 0.01 0.0 0.13 0.1 0.07 0.1 0.05 0.1 0.01 0.0 0.00 0.0 -2.01 2.0

0.05 0.2 0.03 0.0 0.14 0.2 0.18 0.3 0.10 1.5 0.00 0.0 0.04 0.1 0.02 0.3 0.02 0.0 0.00 0.0 0.00 0.0 -1.56 2.6

0.09 0.3 0.05 0.1 0.26 0.4 0.33 0.6 0.19 2.8 0.01 0.0 0.08 0.1 0.04 0.5 0.03 0.0 0.01 0.1 0.00 0.0 2.90 4.8

0.5 16.2 2.6 12.2 33.2 34.5 31.5 6.8 25.0 6.3 9.8 1.0 1.5 0.1 184

30

perusahaan dan masyarakat yang bekerja dalam sektor tersebut akan mendukung pembangunan berkelanjutan karena mereka secara langsung akan merasakan manfaatnya. Bab ini meninjau kembali setiap sektor tersebut berdasarkan urutan situasi usaha seperti biasanya saat ini, peluang pengurangannya, proyek-proyek percontohan, potensi peningkatan PDB, dan kebijakan-kebijakan (atau perubahan-perubahan kebijakan) yang diperlukan untuk melakukan perubahan dalam tiap-tiap sektor. Kelapa sawit Kehutanan Pertanian Batu bara Minyak dan gas

Sektor kelapa sawit

D
2 3 4

RA
Konteks saat ini

Dokumen ini menganalisis kelapa sawit terpisah dari semua tanaman pertanian lain, karena sektor kelapa sawit2 sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian Kalimantan Timur dan juga karena kelapa sawit merupakan pokok dari profil dan peluang pengurangan emisi CO2enya. Indonesia adalah penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, namun demikian Kalimantan Timur baru memulai pembangunan sektor tersebut. Meskipun kelapa sawit hanya berkontribusi atas kurang dari 1 persen PDB saat ini, konsesi kelapa sawit saat ini bertambah secara pesat. Kelapa sawit adalah sektor penting terlepas dari kontribusi PDBnya karena merupakan salah satu dari beberapa kegiatan yang sangat menguntungkan di wilayah-wilayah pedesaan, sehingga menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan dan pendapatan yang dibutuhkan bagi masyarakat pedesaan dan menyeimbangkan kesenjangan antara pedesaan dengan perkotaan. Meskipun tanaman kelapa sawit sangat efisien dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti rapa, dan proses aktual menanam, memanen, dan menggiling kelapa sawit menghasilkan emisi yang relatif sedikit, namun perluasan sektor terkait ke hutan dan lahan gambut menghasilkan emisi yang besar dan telah menjadikan sektor kelapa sawit sebagai penghasil emisi terbesar di provinsi. Kami telah berhasil mengidentifikasi inisiatif-inisiatif untuk menurunkan lebih dari 60 persen emisi usaha seperti biasa kelapa sawit, dengan menggunakan basis lahan kami secara lebih efisien. Daripada melakukan perluasan wilayah ke wilayah hutan, pembangunan perekonomian dapat dicapai melalui intensifikasi pertanian, penggunaan lahan kritis secara lebih baik, dan berpindah ke rantai nilai yang selanjutnya yaitu ke pengolahan minyak kelapa sawit. Namun demikian, perubahan-perubahan ini memerlukan kebijakan pendukung, pelatihan, dan sumber daya keuangan yang mendukung.

Kelapa sawit sangat menguntungkan di Indonesia sehingga mendapat julukan emas cair. Kelapa sawit adalah tanaman yang sangat menguntungkan dengan perolehan3 tahunan berkisar antara USD 1,000 per ha per tahun4 di perkebunan rakyat independen sampai dengan lebih dari USD 3,000 per ha per tahun di perkebunan milik swasta yang besar (GAMBAR 11). Perolehan yang tinggi ini telah menjadikan kelapa sawit sebagai tanaman perkebunan terpenting di Kalimantan Timur, dengan kontribusi PDB lebih dari Rp 1 triliun pada tahun 2008. Kelapa sawit khususnya penting untuk menurunkan kemiskinan di wilayah-wilayah pedesaan Kalimantan Timur; lebih dari 40.000 petani rakyat telah menanam sekitar 85.000 ha kelapa sawit. Sektor
Minyak kelapa sawit menggambarkan sektor industri secara keseluruhan, meskipun minyak kelapa sawit digunakan untuk menggambarkan operasi-operasi hulu dalam perkebunan, seperti penanaman Elaeis guineensis (kelapa sawit Afrika) Pada harga rata-rata minyak kelapa sawit mentah (CPO) sebesar USD 700 per ton Pada harga rata-rata minyak kelapa sawit mentah (CPO) sebesar USD 700 per ton

FT

31

tersebut nampaknya memiliki masa depan yang cerah karena kebutuhan dunia diperkirakan meningkat, didorong oleh pertumbuhan pasar ekspor yang besar seperti Cina dan India. Budi daya kelapa sawit meluas secara pesat, tumbuh hingga lebih dari 35,000 ha per tahun. Saat ini sekitar 465,000 ha5 lahan ditanami kelapa sawit. Target resmi kami, yang tercatat pada tahun 2008 adalah untuk melipattigakan kontribusi PDB sektor tersebut dari tahun 2008 sampai dengan 2025,6 di mana memerlukan tambahan lahan seluas 790,000 ha penanaman dan investasi pada pengolahan CPO bernilai tambah. Dengan demikian, PDB dari kelapa sawit diperkirakan bertumbuh sebesar 7.6 persen per tahun sampai dengan tahun 2020, mencapai Rp 1.8 triliun dalam skenario bisnis seperti biasa. Kelapa sawit bertumbuh pesat secara mutlak tetapi bahkan lebih mengesankan ketika dibandingkan dengan produk pertanian lain, yang diperkirakan memiliki angka pertumbuhan yang sedang yaitu 3 persen per tahun, atau dengan kehutanan, yang diharapkan terus mengalami penurunan sebesar 3 persen per tahun. Meskipun PDB kelapa sawit masih di bawah bayang-bayang sektor minyak, gas, dan batu bara provinsi, kelapa sawit tetap memberikan kontribusi yang penting terhadap pertumbuhan, penciptaan lapangan pekerjaan, dan keadilan. Kelapa sawit menghasilkan emisi yang besar, yaitu 57 MtCO2e pada tahun 2010, dan diperkirakan meningkat menjadi 67 MtCO2e pada tahun 2030 oleh karena perluasan perkebunan yang pesat secara terus-menerus.

RA
Rata-rata keuntungan tahunan dari kelapa sawit dan penggunaan lahan lainnya USD/ha

Emisi netto sektor kelapa sawit yang sebesar 57 MtCO2e pada tahun 2010 menjadikannya sebagai sumber emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar provinsi. Perkebunan kelapa sawit memerlukan lahan yang besar; di Kalimantan Timur, lahan tersebut sebagian besar berasal dari hutan dan wilayah lahan gambutnya karena selain hutan dan wilayah lahan gambut memberikan

FT
Gambar 11
Kelapa sawit

Keuntungan perkebunan kelapa sawit yang jauh lebih tinggi daripada perkebunan lain telah mengakibatkan perluasan lahan yang sangat pesat

Pertumbuhan 2004-08 di area penanaman ha Kelapa sawit Perkebun an kayu Ubi 683 14,518 12,840 -91 237,984 221,200

D
3,340 2,100

2,000

960 480 28 19
Ubi

Karet Padi Jagung

Perkebun Perkebun Perkebu- Petani an skala an skala nan rakyat besar-inti1 besarkayu bu- mandiri petani bur kertas rakyat 2 plasma

Karet

Lahan padi

1 Dikelola oleh swasta atau perusahaan milik negara; pusat konsentrasi perbukan mencakup min. 80% area perkebunan 2 Dikelola oleh petani rakyat, swasta, atau perusahaan inti milik negara yang menyediakan bantuan teknis SUMBER: APP, Grieg-Gran 2006, BPS Kalimantan Timur, Kementerian Kehutanan, Analisis tim

5 6

Dinas Perkebunan Kalimantan Timur Bappeda Kalimantan Timur

32

sedikit pendapatan tambahan dari kayu tetapi yang lebih penting lagi adalah menawarkan lebih sedikit kesulitan dalam hal isu kepemilikan lahan. Berkomunikasi, bernegosiasi, dan mengakomodasi masyarakat tentang lahan untuk konsesi kelapa sawit merupakan proses yang panjang dan terkadang mahal. Sebaliknya, karena perpindahan penduduk ke hutan lahan gambut utuh lebih kecil, maka dengan demikian terdapat lebih sedikit tantangan terkait hak atas lahan. Sehingga, para pembudi daya kelapa sawit berkata bahwa cara tercepat untuk mengelola perkebunan kelapa sawit adalah dengan mendapatkan izin untuk membuka lahan hutan. Namun, praktik-praktik perluasan ke hutan dan lahan gambut inilah yang menghasilkan emisi sangat tinggi pada sektor terkait. Sebagian besar emisi kelapa sawit berasal dari perkebunan yang dibuka di atas lahan gambut. Lahan gambut memiliki tanah yang penuh air bersifat asam, yang pada kondisi kering, 60 persennya adalah karbon dalam bentuk unsur organik yang telah terakumulasi selama ribuan tahun. Apabila lahan gambut dikeringkan untuk penanaman kelapa sawit, lahan gambut tersebut akan terisi dengan udara dan mulai beroksidasi dan membusuk. Pembusukan lahan gambut yang perlahan tetapi terus-menerus diperkirakan menghasilkan emisi sebesar 17 MtCO2e pada 2030, sementara oksidasi karbon gambut yang lebih cepat melalui pembakaran diperkirakan mencapai rata-rata 26 MtCO2e per tahun. Sumber emisi kedua terbesar terkait industri kelapa sawit adalah deforestasi yang timbul selama konversi wilayah hutan menjadi perkebunan. Karena konversi (setidaknya sebagian) wilayah hutan diperkirakan akan terus berlangsung sampai dengan tahun 2030, emisi tahunan sebesar 22.4 MtCO2e dari deforestasi akan juga sama. Perusahaan-perusahaan besar biasanya menggunakan teknik-teknik mekanik untuk pembukaan dan persiapan lahan; namun demikian, banyak petani rakyat masih menggunakan teknik-teknik tebang dan bakar, yang juga menghasilkan emisi dalam jumlah besar.

D
7

RA

Di luar kebutuhan sektor akan lahan, emisi kelapa sawit relatif kecil. Emisi dari limbah pengilangan minyak kelapa sawit (palm oil mill effluent POME)7 saat ini berkontribusi atas lebih dari 1 MtCO2e. Meskipun hanya seperlima dari emisi penggunaan lahan, emisi dari proses pemanenan dan pengilangan masih tetap besar. Sebagai contoh, total emisi POME mencapai setengah emisi seluruh sektor transportasi provinsi. Total emisi kelapa sawit diperkirakan meningkat sebesar 1 persen per tahun dan mencapai 67 MtCO2e pada tahun 2030 di bawah skenario bisnis seperti biasa (GAMBAR 14) Emisi dari deforestasi terkait kelapa sawit diperkirakan tetap konstan, tetapi emisi secara keseluruhan diperkirakan meningkat karena lebih banyak lahan gambut dibuka untuk perkebunan kelapa sawit baru. Perkebunan kelapa sawit baru pada lahan gambut di kabupaten/kota Nunukan, Kutai Kertanegara, dan Kutai barat (ditunjukkan oleh izin-izin lokasi di sana) akan menghasilkan emisi tambahan yang besar dari pembusukan gambut. Di samping itu, emisi dari pembakaran gambut diperkirakan meningkat, karena lebih banyak lahan gambut yang dijadikan lahan budi daya dan karena para petani rakyat terus menggunakan pembakaran sebagai alat utama mereka untuk persiapan dan penyuburan lahan. Emisi tahunan dari pembakaran gambut akan berfluktuasi, karena tingkat kebakaran keseluruhan dan rata-rata wilayah yang terbakar selama peristiwa pembakaran berhubungan dengan curah hujan tahunan, ketinggian air tanah, dan lamanya musim kering. Perkiraan-perkiraan tersebut didasarkan atas asumsi global bahwa perkebunan kelapa sawit akan mencakup wilayah seluas kurang lebih 1,25 juta ha pada tahun 2030, yang berdasarkan pada proyeksi target Propeda resmi kami dari tahun 2025 ke tahun 2030. Rencana ini menunjukkan perluasan tambahan seluas 790.000 ha dari 465.000 ha yang telah ditanami (GAMBAR 15). Namun demikian, kabupaten/kota telah mengeluarkan lebih dari 3,2 juta ha izin lokasi, yang akan
Limbah pengilangan minyak kelapa sawit yang tidak diolah melepaskan sejumlah besar gas metana sebagi hasil dari pembusukan anaerobik

FT

33

Konsesi kelapa sawit pada lokasi lahan gambut di Nunukan dan Tana Tidung

Gambar 12

RA

FT
12

Konsesi kelapa sawit yang berekspansi ke lahan hutan di Bulungan dan Berau

Gambar 13

D
13

34

Potensi Pengurangan

RA

Lebih dari 43 MtCO2e dari total 67 MtCO2e emisi kelapa sawit dapat dikurangi setiap tahun sampai tahun 2030 tanpa mengurangi pertumbuhan PDB sektor terkait. Hal ini dapat dicapai pertama-tama dengan menetapkan rencana yang jelas untuk kelapa sawit terkait produksi CPO dari pada luas area yang akan ditanami dan dengan menggunakan pertambahan produktivitas untuk menggantikan perluasan konsesi. Selanjutnya, kita dapat menurunkan karbon akibat deforestasi. Opsi pertama kami adalah untuk menggunakan lahan-lahan kritis yang kita miliki untuk konsesi-konsesi baru dan menggunakan pendekatan pertukaran lahan untuk konsesi-konsesi yang sudah ada, yang berada pada lokasi yang memiliki tutupan hutan. Apabila lahan-lahan kritis tersebut telah dimanfaatkan, mekanisme keuangan (pembayaran REDD) dapat digunakan untuk membeli kembali konsesi hutan yang tersisa. Terakhir, kami bertujuan untuk meminimalisir emisi dari lahan-lahan produktif dengan mengajukan kebijakan nir pembakaran dan memperbaiki pengelolaan air di lahan-lahan gambut yang telah dibuka. Kelima inisiatif utama yang tersebut di atas dapat menghasilkan penggunaan lahan provinsi yang lebih efisien dan produktif (GAMBAR 16). Pencegahan pembakaran gambut dengan menerapkan kebijakan nir pembakaran yang ketat dan nyata memiliki potensi untuk menurunkan emisi kelapa sawit hingga 15.6 MtCO2e dengan biaya yang relatif rendah, di bawah USD 1 pe tCO2e terkurangi. Merealisasikan penurunan emisi dari inisiatif ini akan membutuhkan perlengkapan teknis (dan insentif finansial) supaya petani rakyat dapat beralih ke pembukaan lahan secara manual, mengembangkan sistem peringatan dini berbasis status risiko kebakaran, memasang sistem satelit dan deteksi kebakaran berbasis lapangan, memperkuat pemadam kebakaran, memastikan terdapat penindakan yang tegas dan hukuman berat atas pelanggaran, dan terakhir membangun kesadaran publik mengenai biaya kemasyarakatan dan keuangan akibat pembakaran hutan di Provinsi Kalimantan Timur. Potensi teknis maksimum penurunan CO2e melalui kebijakan nir pembakaran dapat mencapai 26 MtCO2e per tahun bila seluruh pembakaran akibat penanam kelapa sawit berhasil ditekan. Walaupun demikian, kami menyadari bahwa ini akan memerlukan investasi besar pada infrastruktur dan program pencegahan kebakaran pada medan yang sangat besar dan sulit. Sehingga, strategi ini menggunakan perkiraan pengurangan yang lebih konservatif yaitu sebesar 15.6 MtCO2e, yang dapat dicapai dengan memfokuskan kepada titik panas yang sudah pernah ada pada Provinsi Kalimantan Timur. Menggunakan lahan kritis yang ada untuk perluasan perkebunan kelapa sawit dapat memberikan pengurangan sebesar 11.4 MtCO2e per tahun hingga tahun 2030. Kalimantan Timur memiliki area lahan yang luas yang sudah rusak akibat deforestasi, perusakan hutan yang terjadi pada masa lampau, dan kebakaran besar yang terjadi pada tahun 1980-an sampai dengan 1990-an. Lahan seluas 1,4 juta ha dikategorikan sebagai lahan sangat kritis dan kritis, dengan tersisa kurang dari 10 persen dan 30 persen masing-masing. Sebagian besar lahan sangat kritis dan kritis ditumbuhi oleh Imperata cylindrica (alang-alang) dan spesies rumput atau semak lain sebagai vegetasi utama mereka dengan nilai karbon yang rendah. Lahan-lahan kritis ini memerlukan jumlah pupuk yang kurang lebih sama (terutama batu fosfat) dengan lahan hutan dan

FT

melipattigakan perkiraan di atas apabila semuanya dikonversikan sepenuhnya ke kelapa sawit. Kami belum menggunakan hal tersebut di atas sebagai baseline kami, namun demikian, karena rencana Propeda kami telah menetapkan sasaran yang jelas dan kabupaten/ kota tidak memiliki kewenangan tunggal untuk menerbitkan konsesi-konsesi kelapa sawit; izin HGU diterbitkan oleh Kantor tanaman perkebunan Provinsi dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Di samping itu, perluasan menjadi 3,2 juta ha sampai dengan tahun 2030 bukanlah hal yang realistis karena hal tersebut mengimplikasikan bahwa produksi kelapa sawit akan bertumbuh tujuh kali lipat dari 9,9 juta ton yang merupakan 50 persen dari total produksi minyak kelapa sawit mentah Indonesia saat ini. Atau dari sudut pandang pelaksanaan, saat ini tidak terdapat infrastruktur yang memadai untuk menyokong pengembangan ini dan perluasan ini akan memerlukan 400.000 sampai dengan 600.000 pekerja, yang mencapai sekitar 30 persen dari penduduk usia kerja saat ini.

35

Emisi GRK dari sektor kelapa sawit diperkirakan akan meningkat dalam skenario bisnis seperti biasa
Emisi GRK saat ini dan mendatang yang berasal dari sektor kelapa sawit MtCO2e +1% p.a. 62 57 1 13 2 1
0

Gambar 14
Lainnya Proses Pembusukan gambut Pembakaran Deforestasi Penyerapan

22

22

RA
-2 -4 -3 2010 2020 2030 400,000 390,406 464,189
Ditanami-HGU1 Disetujui - HGU Ekspansi tambahan 1
SUMBER: Dinas Perkebunan Kaltim, Wawancara Ahli, analisis tim

SUMBER: BPS Kaltim; WWF Indonesia, Dinas Kehutanan Kaltim, Kementerian Kehutanan Indonesia, Dinas Perkebunan Kaltim, Team analysis

FT
3 1
1

67

16

17

24

26

22

22

Faktor pemicu emisi terbesar adalah deforestasi dan pembakaran Perubahan emisi dipicu oleh pembukaan lahan oleh petani rakyat menggunakan metode pembakaran dan penamanam pada area lahan gambut luas

Ekspansi terbesar diperkirakan akan terjadi di 3 kecamatan Kutai dan Pasir


Area kelapa sawit saat ini dan mendatang di Kalimantan Timur dalam skenario bisnis seperti biasa ha 1,254,595 Malinau Tana Tidung Panajam Paser Utara Bulungan Nunukan Berau Pasir Kutai Barat Kutai Kertanagara Kutai Timur
Area kelapa sawit BSB di tahun 2030

Gambar 15

1 Berdasarkan porsi area perkebunan saat ini, ekspansi yang disetujui dan izin lokasi yang telah diterbitkan

36

Konsesi kelapa sawit memperluas areanya ke dalam area-area hutan

RA

FT

37

Emisi dari sektor kelapa sawit memiliki beberapa faktor pemicu


Emisi1 Pembakaran gambut 26 Mt CO2e Uraian

Gambar 16

Pembakaran dalam perkebunan kelapa sawit pada (lahan

kritis) lahan gambut dilakukan untuk pembukaan lahan awal dan juga untuk membersihkan alang-alang dan sampah dan pembersihan residu kelapa sawit di akhir siklus rotasi

Deforestasi2

Pembusukan gambut

17 Mt CO2e

RA
SUMBER : BPS Kaltim; Analisis tim

Buangan dari pengolahan kelapa sawit

3 Mt CO2e

1 Emisi di tahun 2030 berdasarkan skenario bisnis seperti biasa 2 Asumsi bahwa hingga tahun 2030 area hutan terdeforestasi adalah seluas 790,000 ha; asumsi rata-rata tutupan hutan adalah sebesar 70%

membutuhkan biaya yang kurang lebih sama untuk pengembangan di luar potensi pendapatan satu kali (one-off revenues) dari menjual kayu dari lahan hutan. Menggunakan lahan kritis untuk perluasan kelapa sawit tidak hanya akan mencegah emisi, tetapi bahkan dapat menghasilkan penyerapan karbon netto, selama tingkat karbon awal di bawah 40 tCO2e per ha Hanya area-area lahan kritis yang luas yang menarik secara ekonomi bagi investor perkebunan kelapa sawit swasta. Sekitar 40 persen lahan yang dikategorikan sebagai lahan sangat kritis dan kritis (sekitar 550,500 ha dari total 1.4 juta ha) terdiri atas lahan lahan yang berdekatan yang memiliki luas 500 ha atau lebih besar dari 500 ha. Prinsip yang biasa digunakan untuk memperkirakan area yang dibutuhkan untuk konsesi kelapa sawit yang akan menarik secara ekonomi adalah 5.000 ha. Kami telah fokus pada area-area lahan kritis yang memiliki luas 500 ha atau lebih besar, di mana kami yakin lahan-lahan tersebut dapat disatukan atau digabungkan dengan menggunakan upaya yang tepat. Dengan demikian, area-area ini dapat digunakan untuk budi daya kelapa sawit dan mengindari deforestasi pada lahan hutan yang memiliki luas yang sama. Supaya lahan kritis dapat dimanfaatkan, harus dikembangkan basis data lahan kritis yang akan mengidentifikasi lokasi, tipe tanah, pemilik lahan, dan saat ini lahan tersebut digunakan sebagai apa. Lahan kritis juga harus dimasukkan ke dalam proses perencanaan tata ruang, dan lahan kritis tersebut seharusnya menjadi prioritas di atas lahan hutan dalam hal penerbitan izin lokasi kelapa sawit. Selain daripada itu, insentif finansial dalam bentuk subsidi atas penggunaan lahan kritis dan/atau pajak karbon yang tinggi pada lahan hutan akan membantu dalam upaya untuk mendorong sektor swasta menggunakan lahan-lahan kritis tersebut. Inisiatif ini perlu dihubungkan dengan pembayaran REDD klasik atau klasifikasi ulang di bawah rencana tata ruang untuk memastikan konsesi hutan aslinya tidak diubah di masa depan oleh kegiatan lainnya.

FT
Saluran yang digunakan untuk mengeringkan gambut supaya
kelapa sawit dapat dibudidaya juga untuk transportasi Tandan Buah Segar (TBS) mengakibatkan pembusukan karbon yang tersimpan di material organik gambut

22 Mt CO2e

Konversi hutan alami, baik yang terencana maupun tidak

dengan menggunakan pembukaan lahan mekanis dan pembakaran (petani rakyat) berdampak pada emisi netto yang signifikan bahkan setelah memasukan ke dalam perhitungan faktor karbon yang ditahan oleh perkebunan selanjutnya yang dikembangkan

Buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit (POME)

yang sebelumnya tersimpan dalam kolam besar sebelum dibuang, dalam keadaan kurang oksigen dapat menyebabkan pembusukan anaerob sehingga melepas gas metana dalam jumlah besar

38

D
8

RA

Emisi dari lahan gambut yang mengalami pembusukan dapat diturunkan melalui pelaksanaan sistem pengelolaan air dan upaya-upaya rehabilitasi gambut, yang dapat menghasilkan pengurangan sebesar 7.1 MtCO2e. Pengelolaan air membatasi kedalaman pengeringan lahan gambut, contohnya dari 100 cm sampai dengan 70 cm. Meskipun praktikpraktik terbaik masih diteliti, sistem bendungan dan selokan dapat mengelola kedalaman air di perkebunan kelapa sawit dengan lebih baik. Praktik-praktik tersebut perlu didasarkan atas penilaian kondisi hidrologis secara keseluruhan di sekitar kubah gambut; karena kubah-kubah gambut merupakan sistem terpadu, memperbaiki pengelolaan air di satu wilayah, tengah dalam misalnya, tidak akan produktif apabila pengeringan berlanjut di tempat lain, misalnya di lingkar luar dangkal.9 Langkah-langkah tersebut membutuhkan biaya yang relatif rendah yaitu kurang dari USD 1 per tCO2e yang terkurangi. Di samping itu, pengelolaan air yang baik dapat membantu mengurangi risiko banjir pada musim basah dan kekeringan pada musim kering dan dengan demikian menghasilkan hasil panen yang lebih tinggi.

Peningkatan panen dapat bertindak baik sebagai langkah pengurangan (3.3 MtCO2e) serta sebagai alat untuk meningkatkan kontribusi perekonomian sektor. Terkait pengurangan, peningkatan panen akan memungkinkan penggunaan wilayah perkebunan yang lebih kecil untuk mencapai target produksi CPO yang sama, dan dengan demikian berpotensi menurunkan luas wilayah yang dikelola, dengan asumsi terdapat perencanaan yang baik. Apabila Kalimantan Timur mencapai tingkat panen yang sama dengan rata-rata nasional Indonesia, Kalimantan Timur dapat mencapai produksi sebesar 3.8 juta ton minyak kelapa sawit mentah10 dengan 100,000 ha lahan perkebunan yang lebih rendah daripada tingkat panen saat ini. Peningkatan panen secara tertutup tidak akan menyebabkan penurunan perluasan perkebunan; pada kenyataannya, peningkatan tersebut dapat mendorong perluasan karena kelapa sawit menjadi lebih menguntungkan. Dengan demikian, peningkatan panen harus dilakukan sehubungan dengan perencanaan yang tegas tentang penggunaan lahan untuk kelapa sawit, target-target yang ditetapkan berdasarkan target produksi dan tidak berdasarkan pada lahanlahan yang tidak ditanami, dan pembayaran REDD klasik untuk melindungi hutan untuk tidak menjadi lahan perluasan kelapa sawit. Menghindari emisi dari deforestasi dan perusakan hutan melalui skema pembelian kembali konsesi dapat memberikan pengurangan sebesar 3,2 MtCO2e setiap tahun. Gagasan di balik pembelian kembali konsesi adalah bahwa penduduk setempat dan para pemegang konsesi akan dibayar untuk tidak memulai atau melanjutkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat menimbulkan deforestasi atau perusakan hutan. Meskipun pembayaran REDD+ dapat
Biaya kemasyarakatan tidak mencakup biaya transaksi (misalnya, pembayaran kompensasi untuk hak penggunaan lahan masyarakat), yang mungkin besar, terutama karena sejumlah besar masyarakat petani rakyat akan terlibat 9 Kubah-kubah gambut berada di pusat sistem hidrologis koheren dan normalnya adalah wilayah-wilayah dengan ketebalan gambut tertinggi, yang mengendalikan arus air dalam lahan gambut 10 Tingkat produksi dalam kondisi bisnis normal di Kalimantan Timur pada angka panen saat ini adalah 3,8 juta ton CPO berasal dari produksi dari lahan seluas 1,25 juta ha.

FT

Menggunakan lahan kritis merupakan peluang untuk menurunkan emisi dengan biaya yang relatif rendah, dengan biaya kemasyarakatan8 kurang dari USD 10 per tCO2e yang terkurangi. Biaya langsung budi daya kelapa sawit pada lahan kritis kurang kurang lebih sama besarnya dengan biaya menanam pada lahan hutan. Konsesi hutan memang menawarkan pendapatan satu kali dari pemanenan kayu di awal pembukaan lahan, yang dapat menutup modal untuk mendirikan perkebunan. Namun demikian, hal ini bukan pendorong utama perusahaanperusahaan kelapa sawit; pada kenyataannya, banyak yang melaporkan bahwa kecuali terdapat perusahaan kayu rekanan, perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi kesulitan untuk menjual kayu yang pada akhirnya masyarakat akan mengambil kayu-kayu tersebut. Perusahaanperusahaan tersebut melaporkan bahwa biaya terbesar dari lahan kritis adalah waktu dan kompensasi tidak langsung yang dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan dengan sejumlah besar penetap pada lahan-lahan terkait.

39

Biaya untuk menurunkan emisi karbon dalam sektor kelapa sawit, terlepas dari pembelian kembali konsesi perkebunan, adalah relatif murah apabila dihitung berdasarkan per ton CO2e terkurangi. Namun demikian, mengingat besarnya total pengurangan yang diperoleh, total biaya mencapai tingkat yang sangat tinggi yaitu sampai dengan USD 200 juta per tahun (GAMBAR 17). Proyek-proyek percontohan

RA
Penurunan emisi per tCO2e biayanya relatif murah
High cost estimate Low cost estimate Reduction cost1 USD per tCO2e 30 25 20 15 10 5 0 -5 0 -10 -15 -20 -25 -30 28.5 8.9 0.2 2 4 0.6 6 8 10 12 1.1 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 9.9 Reduction potential2 MtCO2e per year

Proyek percontohan akan membantu mengidentifikasi dan mengatasi tantangantantangan yang ada saat ini dan menunjukkan kombinasi kuat dari penurunan emisi dan pertumbuhan ekonomi. Proyek percontohan harus dikembangkan untuk mencapai penurunan emisi secara cepat dan signifikan bersamaan dengan pembangunan ekonomi lebih lanjut. Proyek percontohan harus diseleksi bersama dengan pemangku kepentingan setempat dan berdasarkan atas beberapa kriteria, termasuk potensi pengurangannya begitu juga tingkat dukungan dari para pemangku kepentingan yang memiliki hak guna tanah dan hak milik tanah. Kami telah mengidentifikasi percontohan awal yang berdasarkan pada potensi pengurangan. Tiga proyek percontohan yang direkomendasikan adalah: bekerja sama dengan 10 pemegang izin lokasi kelapa sawit terbesar di provinsi agar mereka memindahkan lokasinya ke lahan kritis;

FT
Gambar 17
Estimasi biaya rendah

menjadi bagian dari inisiatif-inisiatif di atas, pembayaran pembelian kembali konsesi hanya akan berfokus pada pembelian kembali konsesi kelapa sawit, apabila tidak terdapat opsi lain untuk merelokasi perkebunan kelapa sawit, pembelian kembali konsesi bisa menjadi sangat mahal apabila pemegang konsesi dan masyarakat setempat bersikeras untuk meminta kompensasi atas seluruh biaya peluang yang hilang dari perkebunan kelapa sawitnya yang hilang. Kasus semacam itu berbiaya sebesar USD 16,000 sampai dengan USD 21,000 per ha atau USD 19 sampai dengan USD 28 per tCO2e yang terhindar tergantung dari hasil panen kelapa sawit dan emisi terhindari. Dengan demikian, pendekatan ini sebaiknya hanya diterapkan pada wilayah-wilayah di mana masih terdapat peluang alternatif untuk pembangunan perekonomian, atau untuk mencegah konversi wilayahwilayah dengan nilai karbon dan konservasi yang tinggi, seperti hutan primer dan kawasan lahan gambut atau wilayah-wilayah peninggalan budaya bagi masyarakat adat.

Sumber pendanaan yang signifikan dibutuhkan untuk menurunkan emisi yang berasal dari sektor kelapa sawit Estimasi biaya tinggi
namun mengingat besarnya potensi pengurangan total, biaya tahunannya akan menjadi signifikan

low cost estimate high cost estimate

Projected implementation costs USD millions


35 12 23 0

194

112

65

37

75
39 13 4 3 1

129

26
plantation buy out peat Water yield Total Cost improvement management rehabilitation - oil palm - oil palm - oil palm 4 5 6

Zero burning Use - oil palm degraded land - oil palm 1 2

1 utilizing a 4% discount rate 2 The width of each bar represents the volume of potential reduction. The height of each bar represents the cost to capture each reduction initiative 2

SUMBER : JP Morgan, EMRP Masterplan, Kementerian Kehutanan, Wetlands International, Analisis tim

40

mengimplementasikan kebijakan nir pembakaran pada area yang secara historis rawan terbakar; dan meningkatkan standar pengelolaan air pada lahan gambut dengan lima pemegang konsesi kelapa sawit terbesar. Proyek-proyek percontohan yang diusulkan dapat menghasilkan 375 MtCO2e emisi yang dapat terhindari sampai dengan tahun 2030. Hanya dengan meningkatkan penggunaan lahan kritis saja dapat menghindari terjadinya deforestasi seluas 250.000 ha. Penurunan emisi langsung dari kebijakan nir pembakaran dan pengelolaan air akan relatif kecil dengan emisi tahunan terhindari masing-masing adalah sebesar 14 MtCO2e dan 2 MtCO2e; namun demikian, akumulasi emisi yang dapat terhindari akan menjadi besar yaitu masing-masing 280 MtCO2e dan 40 MtCO2e pada tahun 2030. Pertangguhan izin-izin baru di wilayah-wilayah hutan dan lahan gambut merupakan kebijakan nasional yang diusulkan11 dan dapat mempercepat proyek-proyek percontohan di atas. Potensi PDB

Gambar 18

RA
Perkiraan PDB riil Kalimantan Timur Triliun rupiah
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0 2005
SUMBER : analisis tim

Kontribusi PDB dari kelapa sawit tumbuh akibat perluasan konsesi, namun terdapat potensi meningkatkan pertumbuhan lebih besar dari pertumbuhan skenario bisnis normal, dengan meningkatkan produktivitas dan menjalankan lebih banyak kegiatankegiatan hilir. Kontribusi perluasan perkebunan kelapa sawit terhadap PDB akan naik tiga kali lipat saat ini dalam skenario bisnis normal. Meningkatkan panen dan mengembangkan produksi hilir dapat memberikan PDB sebesar Rp 1,1 triliun pada tahun 2030, setara dengan 60 persen perkiraan PDB kelapa sawit dalam bisnis seperti biasa (GAMBAR 17 GAMBAR 18).

Termasuk transfer dana untuk REDD, PDB dari kelapa sawit dapat meningkat menjadi 2.8 triliun rupiah hingga tahun 2030 Tingkat

D
10 15 20 25
1 Termasuk pembayara REDD atas berkurangnya konversi lahan

11 Pada tanggal 28 Mei 2010, kemitraan REDD+ antara Indonesia dan Norwegia diumumkan, dimana Norwegia menjanjikan USD 1 Miliar untuk program-program kesiapan REDD+ dan sebagai kontribusi atas penurunan emisi yang telah terbukti. Pada saat yang sama, Indonesia menjanjikan penangguhan konsesikonsesi baru pada lahan hutan dan lahan gambut

FT
Strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan1 10% Bisnis seperti biasa 8% 2030

Pertumbu han Per Tahun

41

Kotak 1 membahas mengenai pendekatan 10 langkah untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit di Kawasan Harapan Sawit Lestari, Kalimantan Timur.

RA
Interval panen dilakukan dengan interval tujuh hari Saluran drainanse dan buangan di dalam kebun yang tepat Penerapan teratur program pupuk standar
12 BPS data statistik kelapa sawit Indonesia tahun 2009

Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit di Kawasan Harapan Sawit Lestari di Kalimantan Timur

FT

Hasil kelapa sawit dapat ditingkatkan sampai 9 persen. Hasil CPO rata-rata di perkebunan Kalimantan Timur saat ini mencapai 3,1 ton per ha, masih di bawah rata-rata Indonesia yang sebesar 3,5 ton minyak kelapa sawit mentah per ha.12 Angka hasil yang lebih rendah sebagian disebabkan oleh kesuburan tanah alam yang lebih rendah daripada provinsi-provinsi lain, misalnya tanah vulkanis di Sumatera, dan juga disebabkan oleh input yang lebih baik seperti pupuk, dan praktik pengelolaan lahan yang lebih baik di perkebunan-perkebunan tersebut. Pertani tradisional di Kalimantan Timur memiliki produktivitas yang rendah dibandingkan perkebunan. Meningkatkan hasil di Kalimantan Timur sehingga sama dengan rata-rata Indonesia akan menyebabkan produksi naik 9 persen dari luas perkebunan kelapa sawit yang ada, yang akan memberikan kontribusi tambahan yang besar terhadap PDB. Peningkatan hasil dapat juga dilihat sebagai cara untuk menurunkan permintaan untuk mengkonversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, yang dapat menghasilkan emisi lebih rendah daripada proses konversi. Namun demikian, peningkatan hasil produksi tidak berhubungan langsung dengan lapangan kerja baru, karena sifat padat karya di perkebunan kelapa sawit lebih berkaitan dengan luas wilayah yang ditanami daripada hasil produksi.

Kotak 1

Hasil kelapa sawit di Kalimantan Timur masih di bawah potensi sebenarnya, melihat kondisi tanah, iklim dan material penanaman yang tersedia. Proyek Praktik Pengelolaan Terbaik yang diterapkan Kawasan Harapan Sawit mengilustrasikan bahwa peningkatan hasil yang mengesankan pada perkebunan Kelapa Sawit dapat dicapai dengan pendekatan 10 langkah terarah: Pemulihan bibit secara sempurna dengan melakukan kontrol ketat terhadap kegiatan-kegiatan pemanenan untuk menghindari bibit yang gagal panen. Terdapat akses yang memadai ketika memanen (jalur di dalam perkebunan, jembatan yang bisa dilalui dengan berjalan kaki, akses jalan) Pemeliharaan berkesinambungan atas kondisi kanopi yang tepat dengan memotong daun palem ketika panen dan memangkas sebanyak dua kalil dalam setahun Pengelolan tutupan tanah tidak hanya untuk menyediakan tutupan tanah yang cukup namun juga supaya para pemanen dan pekerja kebun lainnya dapat leluasa bergerak Peningkatan fosfor di tanah supaya subur cukup dengan memberikan satu kali stok fosfat reaktif sebesar 1 t per ha Aplikasi pemberian tandan buah kosong (empty fruit bunch-EFB) (40 t per ha)

Usaha yang tidak berkesudahan oleh manajemen untuk memaksimalkan panen dengan mengeliminasi rintangan-rintangan lapangan Mengikuti pendekatan di atas, produksi tandan buah segar pada sebuah perkebunan percobaan meningkat secara pesat yaitu sebesar 4 t per ha setelah melakukan pemulihan bibit secara sempurna. Peningkatan tambahan produksi tandah buah segar sebesar 2 t per ha merupakan hasil dari pengelolaan agronomi yang lebih baik dan dapat mencapai 35 t per ha pada tahun 2007. (Fairhurst, McLaughlin (2009) Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan pada Lahan Kritis di Kalimantan)

42

Gambar 19

RA
SUMBER: ICF, analisis tim

Bahan bakar nabati bisa menjadi peluang yang cukup baik karena permintaannya meningkat pesat, khususnya di Eropa. Uni Eropa baru-baru ini telah menetapkan kriteria-kriteria baru yang harus dipenuhi perkebunan-perkebunan kelapa sawit apabila bermaksud untuk mengekspor CPO atau bahan bakar nabati ke Eropa. Kriteria-kriteria tersebut selaras dengan pemikiran kami saat ini terkait pemanfaatan lahan kritis yang lebih baik. Pelaksanaan selanjutnya dari kriteriakriteria tersebut dapat membuka pasar dan memberikan keuntungan kompetitif yang lebih besar dari provinsi-provinsi lain di Indonesia. Penting agar kami menyediakan penjagaan untuk memastikan bahwa pemrosesan hilir yang lebih besar tidak menyebabkan peningkatan kebutuhan akan minyak kelapa sawit yang menyebabkan peningkatan deforestasi untuk konsesi-konsesi baru. Hal ini dapat dihindari sebagian dengan

Kalimantan Timur perlu memperbaiki infrastrukturnya supaya dapat menarik investasi hilir

13 Oleochemicals digunakan dalam produk-produk sabun seperti deterjen, pasta gigi, shampoo, dan sabun muka

FT

Kebutuhan untuk menambah pelabuhan yang mempunyai kapasitas penanganan CPO karena infrastruktur ini hanya terdapat di Balikpapan dan Bontang

Terdapat beberapa peluang untuk melakukan investasi pada manufaktur produkproduk turunan CPO, yang berkisar dari minyak makan dan bahan bakar nabati sampai ke oleochemicals.13 Sebagian besar pembicaraan kami dengan para calon investor telah mengesampingkan manufaktur hilir minyak makan, karena perusahaan-perusahaan lebih memilih untuk memrosesnya dekat dengan pasar dan konsumen mereka. Kami juga mencoba untuk fokus pada peningkatan oleochemical, tetapi menurut para investor, terdapat sejumlah hambatan peraturan dan pajak menghalangi investasi baru di bidang ini. Meskipun Malaysia menggunakan kebijakan bea ekspor yang berbeda untuk memajukan produk-produk minyak kelapa sawit olahan lebih dari minyak kelapa sawit mentah, tidak demikian dengan Indonesia. Di samping itu, kurangnya pelabuhan laut yang memiliki kemampuan penanganan minyak kelapa sawit olahan dan buruknya jalan untuk memungkinkan transportasi yang cepat ke kilang-kilang yang terletak di pusat, juga menjadi halangan dalam manufaktur hilir (GAMBAR 19). Kami menetapkan bahwa perbaikan infrastruktur sebagai syarat untuk menarik investasi lebih lanjut dalam pengolahan hilir.

Jarak angkut 100 km sekitar pelabuhan Jarak angkut 100 km sekitar pelabuhan dengan kapasitas penanganan CPO

Jaringan jalan yang ada saat ini harus diperluas untuk mempercepat transportasi CPO ke kilang-kilang di pesisir pantai

Fasilitas tambahan pelabuhan di sungai-sungai besar harus dipertimbangkan supaya CPO dapat diolah di pedalaman

43

mengatur waktu pembangunan fasilitas hilir yaitu setelah seluruh langkah dan kebijakan pengurangan yang telah ditetapkan sudah dilaksanakan. Menempatkan unit pengolahan di dekat konsesi kelapa sawit yang terletak di lahan kritis juga akan membantu karena biaya transportasi akan mendukung konsesi terdekat dengan sumber. Pada akhirnya, mewajibkan fasilitas pemrosesan hilir untuk hanya menggunakan minyak kelapa sawit ramah lingkungan yang bersertifikat (RSPO) dapat memitigasi risiko-risiko tersebut (Kotak 2).

Meja Bundar Kelapa Sawit Lestari (Roundtable of Sustainable Palm Oil-RSPO)


Meja Bundar Kelapa Sawit Lestari terdiri atas para penanam kelapa sawit, pengusaha manufaktur hilir, institusi keuangan dan LSM. Pada tahun 2007, setelah proses yang konsultasi begitu lama, akhirnya berhasil menerbitkan lebih dari seratus prinsip dan kriteria yang dapat menjamin produksi kelapa sawit yang lestari. Meskipun sebagian besar penanam dan produsen kelapa sawit Indonesia adalah anggota RSPO, hanya beberapa perusahaan seperti WILMAR dan Cargill, yang beberapa perkebunannya telah mendapatkan sertifikat resmi RSPO.

Kotak 2

Kebijakan dan lembaga yang dibutuhkan

RA

Melaksanakan inisiatif-inisiatif ini untuk menurunkan emisi dan meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit memerlukan perubahan besar dari praktik-praktik bisnis biasa. Empat reformasi kelembagaan dan kebijakan akan menjadi sangat penting untuk mencapai potensi pengurangan dari sektor minyak kelapa sawit (GAMBAR 20).

Perencanaan tata ruang holistik dan terpadu diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan untuk kelapa sawit. Perencanaan tata ruang: Pendekatan perencanaan tata ruang Kalimantan Timur yang ada tidak memperhitungkan kriteria perubahan iklim atau ekologis. Sebagai contoh, wilayah-wilayah hutan dialokasikan untuk penggunaan non- kehutanan (Areal Penggunaan Lain, APL), sementara wilayah-wilayah lahan kritis yang luas dalam kawasan hutan secara sah ditetapkan (dan dengan demikian dikelola) sebagai wilayah hutan permanen. Ke depan, diperlukan pendekatan perencanaan tata ruang yang lebih luas yang mencakup faktor lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Sasaran utama pendekatan perencanaan tata ruang yang baru adalah untuk menetapkan wilayah-wilayah kritis (termasuk ukuran wilayah, jenis tanah, kesesuaian untuk berbagai penggunaan lahan, kepemilikan lahan, dan penggunaan lahan saat ini) di luar dan di dalam kawasan hutan. Hal ini akan mendorong penggunaan lahan kritis sebagai prioritas untuk pembangunan perekonomian. Kawasan hutan permanen seharusnya ini terdiri atas hutan-hutan yang pada kenyataannya masih tersisa. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang harus dilakukan dalam kerja sama yang jauh lebih erat antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kehutanan Indonesia, dan masyarakat setempat. Perencanaan tata ruang harus dilakukan dalam kerja sama yang jauh lebih erat antara Bappeda, Kementerian Kehutanan Indonesia, dan masyarakat setempat. Penyertaan masyarakat setempat dalam proses perencanaan tata ruang dan perekonomian harus mematuhi serangkaian standar yang dikenal sebagai persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal (free, prior, and informed consent FPIC). Pendekatan ini telah dikembangkan untuk menghargai hak-hak masyarakat asli dan dapat mengurangi atau mencegah konflik sosial yang berkaitan dengan penggunaan lahan di suatu wilayah. Penegakan hukum diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan dan perubahan dilaksanakan sepenuhnya. Saat ini, sedikitnya 60 konsesi kelapa sawit di provinsi Kalimantan Timur beroperasi tanpa serangkaian izin sah (Kotak 3). Penting bagi pembangunan sektor kelapa sawit di masa mendatang agar peraturan-peraturan yang ada tentang izin, penggunaan pembakaran untuk pembukaan lahan, dan pembukaan lahan yang tidak sah ditegakkan secara ketat. Tanpa ditegakkannya peraturan-peraturan tersebut, opsi dengan biaya terendah dan tercepat untuk mendirikan konsesi kelapa sawit adalah dengan membayar uang suap untuk

FT

44

menanam pada lahan hutan. Kami memiliki komitmen terhadap kebijakan anti korupsi nasional dan dengan demikian pelaksanaan harus memiliki konsekuensi yang tegas dan jelas. Upaya kami juga akan membantu memperoleh kepercayaan konsumen internasional dan memajukan citra dan integritas produk-produk turunan minyak kelapa sawit yang diproduksi di Indonesia.

Gambar 20

Menjalankan faktor pendorong utama diperlukan agar pengurangan emisi pada sektor kelapa sawit dapat berhasil

1 tata ruang

Perencanaan

Penegakan hukum

RA
Pembangunan 3 kapasitas 4 Perubahan regulasi

Pengembangan kemampuan dibutuhkan untuk mendukung perubahan perilaku yang diperlukan. Penurunan emisi harus seiring dengan peningkatan produktivitas sehingga tiap pemangku kepentingan memperoleh manfaat dari upaya mereka untuk menurunkan emisi. Kami menyadari bahwa Kalimantan Timur perlu memberikan pelatihan dan bantuan teknis kepada para petani rakyat, serta memberikan akses kepada mereka untuk mendapatkan komponenkomponen yang diperlukan untuk mengembangkan kelapa sawit, seperti pupuk yang murah dan bibit unggul yang akan menghasilkan panen yang lebih baik, biaya produksi yang lebih rendah, dan pendapatan yang lebih tinggi. Perubahan regulasi juga diperlukan untuk mendukung perubahan dalam sektor kelapa sawit. Saat ini, konsesi yang diberikan telah melampaui total wilayah lahan provinsi terlepas dari kawasan hutan lindung. Ini disebabkan oleh terdapat berbagai badan dan tingkat pemerintahan yang terlibat dalam proses perizinan konsesi tanpa perangkat basis data atau koordinasi yang memadai. Memberikan mandat dan otoritas tambahan kepada Bappeda untuk menelusuri dan memberikan persetujuan akhir bagi konsesi-konsesi baru dapat membantu mengurangi duplikasi izin konsesi di provinsi dan dengan demikian membantu mengurangi konflik penggunaan lahan. Secara umum, pengambilan keputusan tersebut ditekan sampai ke tingkat pemerintahan paling kecil, karena pemerintah daerah memiliki pengetahuan yang lebih mendasar dan sikap tanggap yang lebih besar kepada para pemangku kepentingan daerah. Namun demikian, kebutuhan untuk mengkoordinir berbagai kantor pemerintah yang menerbitkan izin serta untuk mengoptimalkan lahan di seluruh Kalimantan Timur, memerlukan upaya koordinasi dari pusat. Meskipun terdapat potensi proses birokratis yang sedikit lebih panjang, namun hal ini tidak menjadi masalah.

FT
Uraian Menyesuaikan dan menegakan regulasi tentang misalnya penggunaan api,
mengenai pengetahuan teknis untuk mendukung metode nil pembakaran dan meningkatkan hasil perkebunan kelapa sawit mereka

Mengembangkan perencanaan tata ruang baru untuk mengidentifikasi area yang

dilarang dan lahan kritis dengan karbon, keanekaragaman hayati dan nilai ekonomi yang rendah yang dapat digunakan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit di masa mendatang, karena perencanan ruang saat ini didasarkan pada aksesibilitas Mengembangkan basis data lahan kritis, termasuk tingkat kerusakan, kepemilikan lahan, hak penggunaan lahan dan tingkat kecocokan untuk ditanami kelapa sawit

pembalakan liar, untuk menurunkan emisi akibat lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit

Mengembangkan layanan penyuluhan yang memadai bagi petani rakyat kelapa sawit

Perubahan regulasi diperlukan untuk memastikan perluasan yang lestari, misalnya


lembaga independen lintas-kabupaten pemberi izin untuk menghindari adanya tumpang-tindih konsesi dan meminimalisir konflik sosial, mewajibkan, dan menegakkan penerapan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sebelum memulai pembukaan lahan

45

Kebijakan untuk mengurangi keruwetan perizinan dan kelambanan birokrasi yang dihadapi para investor kelapa sawit, dapat mewujudkan manfaat kompetitif nyata untuk bagi Kalimantan Timur dalam upaya menarik investasi baru.

Kasus Izin Kelapa Sawit dan Konsumsi Area Terkait


Izin untuk konsesi kelapa sawit secara umum diberikan oleh kepala pemerintah daerah dan operator memerlukan tiga tahap signifikan untuk secara legal mengelola konsesi. Sekarang, target resmi disahkan dalam rencana strategi jangka panjang untuk memiliki 1 juta hektar perkebunan kelapa sawit pada tahun 2025

Kotak 3

Izin Lokasi (IL) adalah penentuan batas awal suatu perkebunan, diterbitkan oleh kepala kabupaten (Bupati atau Walikota) berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Provinsi. Sekarang, izin lokasi untuk perkebunan kelapa sawit meliputi area seluas 3.2 juta ha di mana 400,000 ha berlokasi di kawasan lahan gambut. Dalam enam bulan terakhir, area untuk Izin lokasi meningkat hingga lebih dari 350,000 ha.

RA
Sektor Kehutanan

Izin Usaha Perkebunan (IUP) diterbitkan oleh Gubernur bila kondisi perkebunannya melintasi daerah yang berbeda atau oleh Bupati atau Walikota dan membutuhkan dilakukannya Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). Walaupun Izin Lokasi dan IUP resminya saling berhubungan dan keduanya dibutuhkan, banyak perusahaan beroperasi hanya dengan salah satu izin tersebut. Hak Guna Usaha (HGU) diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional dan merupakan langkah akhir supaya dapat secara sah mengoperasikan konsesi kelapa sawit. Perkebunan yang telah disetujui dan aktif dengan HGU sekarang meliputi sekitar 465,000 ha, sedangkan HGU yang telah diterbitkan namun belum aktif ada sekitar 300,000 ha lagi.

Hutan selalu merupakan sumber daya penting bagi Kalimantan Timur: kayu yang bernilai ekonomis, dikumpulkan melalui pembalakan yang sah, perkebunan industri menyediakan spesies pohon akasia, kayu putih, jati dan lainnya. Masyarakat memanen hasil-hasil hutan non kayu, dan hutan menyediakan layanan ekologis dan lingkungan hidup yang penting seperti perlindungan batas air, keanegarakaman hayati, habitat bagi spesies dalam jumlah yang tak terhitung. Sejak tahun 1960-an, hutan-hutan produksi Kalimantan Timur telah mengalami tingkat pembalakan yang terlalu tinggi, yang mengakibatkan kerusakan. Angka pembalakan yang tinggi tersebut tidak dapat digantikan karena cadangan kayu yang bernilai sudah terkuras habis dan pertumbuhan pohon tidak memadai untuk mengganti pohon-pohon yang telah ditebang. Dengan demikian, sektor kehutanan telah mengalami kemerosotan sejak pertengahan tahun 1990-an baik secara relatif maupun mutlak dalam perekonomian Kalimantan Timur. Dengan pengecualian dua konsesi resmi FSC, konsesi-konsesi pembalakan Kalimantan Timur tidak memenuhi praktik-praktik terbaik internasional untuk pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi (reduced impact logging RIL). Praktik pembalakan yang tidak ramah lingkungan dan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman dan pembusukan lahan gambut di dalam kawasan hutan, menimbulkan perkiraan emisi netto tahunan sebesar 45 MtCO2e yang menjadikan sektor kehutanan penghasil emisi ketiga terbesar di provinsi ini. Penurunan emisi kehutanan yang signifikan dapat terealisasi melalui pelaksanaan praktikpraktik RIL, penggunaan secara lebih efisien wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai hutan tanaman, pengelolaan air yang lebih baik dalam konsesi kehutanan yang ada di wilayah gambut, dan pertangguhan pemberian konsesi baru yang terletak di lahan gambut. Peningkatan produktivitas hutan-hutan tanaman yang ada dan dengan RIL dalam konsesi pembalakan akan

FT

46

memungkinkan pasokan kayu yang ramah lingkungan untuk menyokong industri hilir yang telah diperluas, dan akan menciptakan 40.000 sampai dengan 60.000 lapangan kerja yang tersedia di daerah dan memberikan kontribusi mencapai Rp 20 triliun ke dalam PDB provinsi. Konteks saat ini Industri kehutanan telah mengalami kemerosotan perlahan selama lebih dari sepuluh tahun. Namun demikian, kehutanan masih tetap sektor terbesar Kalimantan Timur dalam hal penggunaan lahan, yang meliputi wilayah seluas lebih dari 7,5 juta ha. Kontras dengan wilayah yang terbentang luas, kontribusi ekonomi sektor kehutanan14 terhadap PDB relatif kecil yaitu sekitar Rp 2,1 triliun saat ini. Kontribusi terhadap PDB ini telah menurun secara terus-menerus sejak akhir tahun 1990-an ketika saat itu mencapai puncaknya pada Rp4 triliun (GAMBAR 21). Kemerosotan pada sektor kehutanan disebabkan oleh karena sejarah pembalakan berlebih serta rendahnya produktivitas perkebunan. Banyak hutan produksi (Hak Pengusahaan Hutan, HPH) mengalami pembalakan berlebih atau pembalakan liar di masa lampau dan saat ini hanya dapat memasok kayu gelondongan bernilai tinggi dalam jumlah sedikit. Lebih jauh lagi, hutan-hutan tanaman di Kalimantan Timur (Hutan Tanaman Industri, HTI) pernah berada pada tingkat produktivitas yang sangat rendah, sebagai akibat dari praktikpraktik pengelolaan yang buruk seperti misalnya pemanfaatan budi daya hutan yang tidak efisien. Produktivitas dan pemanfaatan HTI pun telah diperlambat oleh kebutuhan kayu yang lebih rendah daripada yang diperkirakan (khususnya kayu bubur kertas) di Kalimantan Timur, karena rencana perluasan dan investasi lebih lanjut dalam kapasitas pemrosesan hilir belum terealisasi. Emisi netto kehutanan mencapai angka yang signifikan yaitu sekitar 45 MtCO2e. Empat faktor utama terkait penggunaan lahan merupakan pendorong emisi yang berasal dari sektor kehutanan; perusakan hutan karena pembalakan liar, deforestasi akibat dari konversi hutan menjadi hutan tanaman, pembusukan gambut akibat pembalakan dan konversi pada lahan gambut, dan pembakaran yang digunakan untuk pembukaan lahan dan pemberisahan puing (GAMBAR 22). Sektor kehutanan juga merupakan penyerap CO2e terbesar di Kalimantan Timur, yang menyerap 34 MtCO2e pada tahun 2010. Praktik pengelolaan hutan produksi (HPH) di Kalimantan Timur adalah sumber emisi tunggal terbesar di sektor kehutanan yaitu sebesar 34 MtCO2e per tahun. Teknik-teknik pembalakan saat ini menyebabkan kerusakan sampingan yang besar juga ditambah dengan oleh matinya banyak pohon yang tertimbun ketika kayu ditebang dan dikeluarkan dari hutan. Emisi dari kerusakan sampingan ini beberapa kali lipat lebih banyak dibandingkan emisi dari kayu yang ditebang. Kerusakan semacam ini sering terjadi karena praktik-praktik pembalakan tidak ramah lingkungan, perencanaan panen yang kurang, pelatihan para pekerja hutan yang kurang, ketidakmampuan dalam pengelolaan, dan penggunaan teknik penyaradan yang tidak tepat. Semua faktor di atas menyebabkan rendahnya pertumbuhan pohon-pohon yang tersisa. Teknikteknik pembalakan yang buruk dapat menyebabkan kerugian netto sebesar 30 persen dari stok karbon awal sebuah hutan selama siklus pembalakan. Perluasan wilayah hutan tanaman di tahun-tahun belakangan ini telah menyebabkan dikonversikannya hutan alam dalam ukuran yang besar, yang menyebabkan emisi sebesar 24 MtCO2e pada tahun 2010. Konversi hutan alam primer dan sekunder menjadi hutan tanaman menyebabkan hilangnya karbon netto sampai dengan 70 persen dari stok karbon awal hutan, menjadikan konversi sebagai sumber emisi terbesar kedua dari sektor kehutanan. Emisi dari pembusukan gambut relative keccil dibandingkan provinsi lain di Kalimantan, tetapi masih menghasilkan emisi sebesar 13 MtCO2e pada tahun 2010. Lahan-lahan gambut di Kalimantan Timur sebagian diambilalih oleh hutan tanaman dan konsesi pembalakan. Tanah gambut di wilayah-wilayah ini rusak akibat dari pengeringan untuk kegiatan pembalakan dan pemanenan. Karena wilayah lahan gambut yang rusak meningkat dengan adanya konsesikonsesi baru, emisi diperkirakan mencapai 17 MtCO2e pada tahun 2030.
14 terlepas dari produk kayu dan manufaktur bubur kertas dan kertas

RA

FT

47

Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB menurun sejak tahun 1990an baik secara mutlak maupun relatif PDB dari sektor kehutanan
(sumbu sebelah kiri) PDB dari sektor kehutanan sebagai bagian dari toal PDB (sumbu sebelah kanan) PDB Riil Triliun rupiah Kontribusi relatif terhadap PDB persen

Gambar 21

3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0 1.5 1.8 1.6 2.5

2.7 2.7

2.5 2.6 2.5 2.4

1.7

RA
SUMBER : Biro Pusat Statistik

1983 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 2000 01 02 03 04 05 06 07 2008

FT
3.2 3.2 3.2 2.8 3.0 3.1 2.9 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0 2.7 2.6 2.4 2.4 2.3 2.2 2.1

3.5

3.4

6.5

Emisi yang berasal dari sektor kehutanan disebabkan oleh beberapa hal
Emisi Mt CO2e 34 Uraian

Gambar 22

Perusakan hutan

Rencana aktivitas-aktivitas pembalakan saat ini akan

D
Deforestasi Pembusukan Gambut Pembakaran

menyebabkan hilangnya karbon secara permanen di hutan produksi Kalimantan Timur Pembalakan liar memberikan kontribusi signifikan terhadap perusakan hutan, walaupun demikian, besarnya dampak yang ditimbulkan masih belum jelas

24

Konversi hutan alami baik yang terencana maupun

yang tidak terencana menghasilkan emisi netto yang signikan bahkan setelah memperhitungkan penyerapan yang dilakukan oleh tanaman gambut supaya dapat memindahkan kayu dan peralatan pembalakan mengakibatkan terjadinya pembusukan pada bahan organik gambut

17

Saluran drainase yang digunakan untuk mengeringkan

13

Pembakaran digunakan tidak hanya untuk konversi

lahan tapi juga untuk membersihkan lahan dari residu kayu di akhir siklus rotasi

SUMBER : Kementerian Kehutanan Indonesia; Dinas Kehutanan; Wetlands International; Van der Werf et al 2008; Analisis Tim

48

Gambar 23

Perkebunan kayu yang terencana di hutan alami Kutai Barat and Pasir
Kutai Barat

Hutan Tanaman Industri Mangrove dan Nipa Hutan Rawa Gambut Dalam Hutan Rawa Gambut Dangkal Hutan Rawa Hutan Dataran Rendah

RA
Hutan Sub Pegunungan Hutan Pegunungan Hutan non-alami/non-hutan Badan Air Hutan Tanaman Industri Mangrove dan Nipa Hutan Rawa Gambut Dalam Hutan Rawa Gambut Dangkal Hutan Rawa Hutan Dataran Rendah Hutan Sub Pegunungan Hutan Pegunungan Hutan non-alami/non-hutan Badan Air

FT
Pasir
25 26

Gambar 24

Beberapa perkebunan kayu terletak pada kawasan gambut dalam di Nunukan dan Tana Tidung

49

Untuk menekan emisi tersebut, hutan-hutan di Kalimantan Timur adalah sumber utama wadah penyerap karbon. Berdasarkan publikasi ilmiah dan asumsi angka pertumbuhan yang berbeda yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan, diperkirakan bahwa hutan-hutan sekunder dan hutan-hutan tanaman di Kalimantan Timur menyerap 37 MtCO2e setiap tahunnya saat ini, di mana sekitar 24 MtCO2e diserap oleh hutan alam sekunder. Dalam skenario bisnis yang normal (GAMBAR 25), emisi netto dari kehutanan akan tumbuh dari 45 menjadi 71 MtCO2e hingga tahun 2030. Emisi dari perusakan hutan di dalam konsesi pembalakan akan berlanjut dengan kecepatan yang kurang lebih sama dengan emisi dari konversi hutan menjadi hutan tanaman yang terjadi terus-menerus. Apabila telah dikeringkan, lahan gambut akan mengalami kerusakan selama bertahun-tahun, dan dengan demikian emisi dari pembusukan gambut sebagai akibat dari pengeringan diperkirakan akan meningkat dan kerusakan karena pembakaran juga diperkirakan meningkat pada lahan gambut yang baru dibuka. Di samping itu, penyerapan dari hutan-hutan sekunder dan hutan-hutan tanaman di Kalimantan Timur akan menurun menjadi hanya 19 MtCO2e pada tahun 2030 karena luas keseluruhan wilayah hutan berkurang dan hutan tanaman mencapai akhir dari siklus rotasi mereka. Potensi pengurangan

RA

Sektor kehutanan berpotensi menjadi wadah penyerap karbon netto seiring waktu. Sektor kehutanan itu unik; potensi pengurangannya lebih besar daripada perkiraan tingkat emisi brutonya di masa mendatang. Potensi pengurangan ini terdiri atas pelaksanaan pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi di hutan produksi (HPH), pengelolaan air yang lebih baik dan rehabilitasi lahan gambut, dan reboisasi. (GAMBAR 26). Metode pembalakan dengan dampak yang dikurangi (RIL) adalah peluang pengurangan terbesar dan dapat menghasilkan 34 MtCO2e hingga tahun 2030. Metode pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi bisa menjadi hal yang menarik bagi perusahaan-perusahaan swasta karena mengizinkan penebangan kayu komersil dalam jumlah yang sama. Namun demikian, pengenalan teknik-teknik pemanenan yang baru memerlukan investasi dalam pelatihan, modal awal, dan pemantauan. Saat ini, sebagian besar hutan produksi atau HPH berada dalam kondisi tidak terkendali karena berada di bawah kendali Kementerian Kehutanan, yang di tingkat Provinsi kekurangan staf untuk memantau konsesi. Membentuk kesatuan-kesatuan pengelolaan hutan (KPH) di provinsi untuk meningkatkan pemantauan dapat menjadi alat yang tepat untuk memperluat pemantauan dan pengendalian, dan memperbaiki perencanaan dan praktik-praktik pemanenan, khususnya terkait penyaradan.16 Investasi pada jalan dan infrastruktur penyaradan yang diperlukan untuk mengurangi jarak penyaradan dan dengan demikian mengurangi kerusakan yang ditimbulkan selama pembalakan hutan-hutan yang tersisa. Investasi tambahan
15 Lembaga Sumber Daya Dunia (2001) Kondisi Hutan: Indonesia 16 Penyaradan (skidding) adalah proses menarik satu atau beberapa kayu gelondong yang sudah ditebang dengan menggunakan misalnya buldoser ke wilayah yang dapat diakses oleh sarana transportasi lain misalnya sungai dan jalan utama.

FT

Pembakaran dalam batas-batas hutan produksi, khususnya pada tanah gambut, merupakan sumber emisi signifikan lain, yaitu sekitar 11 MtCO2e pada tahun-tahun belakangan ini. Jumlah titik panas berubah dari tahun ke tahun karena pembakaran sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan faktor cuaca lainnya. Namun demikian, api menyebar melalui wilayah-wilayah kritis, sehingga emisi tersebut diperkirakan meningkat menjadi 13 MtCO2e pada tahun 2030 dalam skenario bisnis normal dalam hal meningkatnya perusakan hutan. Di samping emisi, pembakaran juga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, dengan merusak kayu yang dapat dijual. Lembaga Sumber Daya Dunia (The World Resource Institute) memperkirakan kerugian finansial yang disebabkan oleh pembakaran yang memporakporandakan Kalimantan pada tahun 1997 dan 1998 mencapai sekitar USD 3 sampai 5 miliar.15 Di samping itu, pembakaran juga merusak lingkungan serta kesehatan masyarakat kami, menyebabkan tingginya tingkat penyakit pernapasan dan biaya-biaya tidak langsung.

50

Gambar 25

Emisi GRK yang berasal dari sektor kehutanan diperkirakan akan meningkat pada skenario bisnis seperti biasa
Emisi Gas Rumah Kaca di sektor kehutanan, saat ini dan masa mendatang MtCO2e +2% p.a. 69 16 34 1

AWAL Lainnya Kebakaran Pembusukan gambut Perusakan Deforestasi Penyerapan

45 11 13 34
24

RA
-37

2010

SUMBER: BPS Kaltim; WWF Indonesia, Dinas Kehutanan Kaltim, Kementerian Kehutanan Indonesia, Analis Tim

Gambar 26

Sektor Kehutanan Kalimantan Timur secara teknis dapat mencapai karbon netral pada tahun 2030
Emisi Bruto Bisnis Seperti Biasa tahun 2030, emisi netto setelah dilakukan inisiatif pengurangan, dan faktor pendorong pengurangan emisi dari sektor kehutanan MtCO2e

D
34
Perusa kan hutan

17

24

Deforestasi

Pembusukan gambut

SUMBER : Kurva Biaya Penguranan GRK Indonesia

FT
71
0

12

13

17 34

24

24

-18

-19

Pendorong utama emisi adalah deforestasi dan perusakan, namun perubahan emisi disebabkan terutama oleh berkurangnya kapasitas penyerapan hutanhutan di Kalimantan Timur

2020

2030

88

Emisi Pengurangan

13
34

14 10 8 19 13 -9 Kebakaran Emisi netto Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi Pemanfaatan lahan kritis Pembeli an kembali konsesi Kebijakan Pengelola Reboisas an air dan i nil pembaka rehabilitasi lahan ran gambut Emisi setelah pengurangan

51

dalam hal teknologi penyaradan dan pelatihan para pekerja hutan juga diperlukan. Biaya pelaksanaan relatif rendah dibandingkan dengan potensi pengurangan, yaitu sekitar USD 0.5 sampai dengan USD 2.5 per ton CO2e terkurangi. Namun untuk perusahaan-perusahaan kayu, diperlukan investasi sekitar USD 50 sampai USD 250 per ha. Memanfaatkan lahan kritis untuk perluasan hutan tanaman akan menghasilkan pengurangan sebesar 13.9 MtCO2e. Menggunakan lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan untuk perluasan harus menjadi prioritas bagi hutan tanaman di masa mendatang apabila mungkin. Bila tidak sesuai untuk rehabilitasi, lahan-lahan kritis di dalam kawasan hutan harus digunakan untuk perluasan hutan tanaman di masa mendatang. Namun demikian, untuk lahanlahan kritis lain, praktik perencanaan yang baru diperlukan untuk memilih jenis penggunaan lahan yang memiliki nilai ekonomi tertinggi bagi Kalimantan Timur.

RA

Memanfaatkan skema pembelian kembali konsesi dapat menghasilkan pengurangan sebesar 9,8 MtCO2e. Penggunaan skema pembelian kembali konsesi adalah opsi terakhir karena biayanya yang tinggi. Pendekatan ini menargetkan para pemilik lahan atau pemegang konsesi dan membayar mereka untuk tidak memulai kegiatan ekonominya, seperti mengkonversi hutan menjadi hutan tanaman bubur kertas. Tanpa memberikan substitusi seperti untuk lahan kritis atau peningkatan produktivitas, maka para pemegang konsesi perlu diberikan kompensasi atas biaya peluang perkebunan yang hilang (dengan asumsi bahwa semua izin telah diterima). Pendekatan ini membutuhkan biaya yang relatif tinggi, yaitu sekitar USD 9 sampai USD 14 per tCO2e tak terhindari dalam kasus akasia dan bahkan lebih mahal untuk kayu yang lebih bernilai seperti kayu jati atau meranti. Skema kompensasi yang menanggung biaya dan pengeluaran yang hanya terjadi di masa lampau akan menghasilkan biaya ton karbon terhindari yang lebih rendah. Meningkatkan panen di hutan tanaman dapat mengurangi pembukaan hutan, tetapi hanya apabila disertai oleh langkah-langkah pengawasan. Angka pertumbuhan di HTI Kalimantan Timur berada di bawah hasil panen dari praktik terbaik yang dicapai di bagian-bagian lain Indonesia. Pada tahun 2008, target-target pemanenan untuk hutan-hutan tanaman penghasil bubur kertas menurut Dinas Kehutanan Provinsi menunjukkan angka pertumbuhan tahunan sekitar 20 meter kubik per ha. Contoh-contoh praktik terbaik di Sumatera mencapai angka pertumbuhan tahunan untuk pohon akasia (Acacia mangium) sebesar 40 meter kubik per ha. Mengingat perbedaan dalam hal kesuburan tanah, maka angka pertumbuhan target yang lebih konservatif yaitu 25 sampai 30 meter kubik per ha nampaknya lebih masuk akal. Meningkatkan produktivitas akan memungkinkan terjadinya peningkatan produksi dengan lebih sedikit konversi hutan: sekitar 150.000 ha lebih rendah daripada dalam skenario bisnis seperti biasa dan menghasilkan penghindaran emisi sebesar 120 MtCO2e selama jangka waktu 20 tahun. Meningkatkan angka pertumbuhan dapat juga dicapai dengan menggunakan metode budi daya hutan intensif seperti penjarangan, teknik-teknik penanaman yang lebih baik, pemilihan bibit yang lebih baik, dan teknik-teknik penyemaian bibit yang telah disempurnakan. Namun demikian, peningkatan produktivitas sendiri belum tentu menghasilkan perluasan HTI yang lebih rendah; pada kenyataannya, peningkatan produktivitas dapat menjadikan sektor terkait lebih menarik dan meningkatkan investasi serta perluasan. Peningkatan produktivitas perlu disertai dengan langkah-langkah tambahan untuk melindungi hutan yang ada, misalnya pembayaran REDD+ apabila penurunan deforestasi dapat dibuktikan. Pengurangan sebesar 12,5 MtCO2e dapat dicapai melalui reboisasi dan rehabilitasi hutan. Hutan-hutan rusak dapat direboisasi dan direhabilitasi dengan penanaman-penanaman baru dan menghasilkan kenaikan dalam hal penyerapan karbon. Terdapat sekitar 1,5 juta ha lahan agak kritis berada di dalam kawasan hutan; wilayah-wilayah ini memiliki tutupan hutan sebesar 50 sampai 60 persen, dan dengan demikian tidak boleh memakai skema konversi (pertukaran) lahan dengan konsesi kayu melainkan harus sepenuhnya direboisasi. Kami telah meluncurkan program reboisasi Satu Orang Lima Pohon untuk melibatkan seluruh provinsi dalam reboisasi serta meningkatkan kesadaran. Untuk mencapai potensi pengurangan 12,5 MtCO2e, sekitar

FT

52

35 juta sampai 40 juta pohon perlu ditanam setiap tahunnya untuk memulihkan kerusakan yang disebabkan oleh praktik-praktik pembalakan tidak ramah lingkungan. Reboisasi dan rehabilitasi hutan hanya menghasilkan penyerapan karbon apabila lahanlahan yang ditanami kembali dipisahkan untuk konservasi. Hutan tanaman dianggap netral karbon karena hampir seluruh karbon yang diserap selama pohon bertumbuh hilang ketika pohon tersebut ditebang; dengan demikian penanaman kembali untuk hutan tanaman tidak menghasilkan pengurangan emisi yang permanen. Reboisasi dan rehabilitasi hutan membutuhkan biaya yang relatif tinggi sekitar USD 2 sampai USD 5 per tCO2e. Namun demikian, melaksanakan regenerasi alam (apabila pohon-pohon yang tersisa memiliki potensi cukup) melalui penyiangan atau teknikteknik lain untuk meningkatkan kelangsungan hidup semaian dapat mengurangi biaya secara signifikan dan harus menjadi opsi yang dipilih untuk rehabilitasi apabila memungkinkan. Inisiatif-inisiatif pengelolaan air dan rehabilitasi lahan gambut dapat menghasilkan pengurangan sebesar 17 MtCO2e. Sasaran utama program ini adalah meminimalisir pengeringan pada konsesi penebangan kayu di lahan gambut, menjadi 50 sampai 70 cm di bawah permukaan gambut. Angka pertumbuhan tinggi akasia dimungkinkan pada ketinggian ini; pengeringan lebih lanjut akan menghasilkan emisi yang lebih tinggi dari pembusukan gambut, sementara pengeringan yang lebih rendah akan menyebabkan penurunan hasil. Pengeringan menjadi 50 sampai 70 cm di bawah permukaan masih memungkinkan bagi transportasi kayu bubur kertas pada saluran-saluran drainase. Pengelolaan air yang tepat memerlukan penilaian kondisi hidrologis di sekitar kubah-kubah gambut dan konstruksi bendungan dan pintu air untuk mengatur tingkat air untuk memungkinkan bagi transportasi kayu yang telah ditebang. Di samping itu, pengelolaan air dapat membantu mengurangi risiko banjir pada musim hujan dan mencegah risiko kekeringan pada musim kering, peristiwa-peristiwa yang seringkali mengurangi hasil dan dengan demikian menyebabkan kerugian finansial. Pengelolaan air membutuhkan biaya yang relatif rendah, dengan biaya terkait di bawah USD 1 per tCO2e terkurangi. Meskipun pemulihan lahan gambut melalui pengelolaan air membutuhkan biaya yang rendah, menanam kembali lahan-lahan gambut yang rusak relatif mahal dengan biaya sebesar USD 200 sampai USD 1.100 per ha, atau USD 2 sampai USD 5 per ton CO2e yang diserap. Pengembangan regenerasi alam tutupan pohon yang ada dapat mengurangi biaya penanaman kembali secara signifikan dan harus diterapkan apabila mungkin. Pencegahan dan penanganan kebakaran dapat menghasilkan pengurangan sebesar 8 MtCO2e per tahun hingga tahun 2030. Pencegahan pembakaran gambut memiliki potensi pengurangan emisi yang signifikan dengan biaya relatif rendah yaitu kurang dari USD 1 per tCO2e terhindari. Penurunan emisi yang besar dapat dicapai dengan melaksanakan kebijakan nir pembakaran untuk mencegah merambahnya kebakaran ke area perkebunan dan konsesi pembalakan, menyediakan perlengkapan yang tepat dan praktis (dan, apabila perlu, insentif finansial) untuk memadamkan kebakaran, mengembangkan sistem peringatan dini yang tepat berdasarkan status risiko kebakaran dan deteksi kebakaran berbasis lapangan, pemadam kebakaran, memastikan pelaksanaan yang tegas dan hukuman berat terhadap pelanggaran peraturan, dan membangun kesadaran masyarakat terhadap akibat-akibat ekonomi dan sosial pembakaran hutan. Biaya untuk menurunkan emisi karbon sektor kehutanan, di luar pembelian kembali konsesi perkebunan, relatif murah apabila dihitung berdasarkan ton CO2e terhindari dengan biaya rata-rata sebesar USD 1 sampai USD 2. Namun demikian, mengingat besarnya pengurangan keseluruhan yang dicapai, total biaya mencapai tingkat yang besar sampai dengan USD 190 juta per tahun (Gambar 27). Proyek-proyek percontohan Proyek-proyek percontohan telah ditetapkan untuk lima inisiatif pengurangan di seluruh provinsi, yang dapat menghasilkan penurunan emisi tahunan sebesar 34 MtCO2e.

RA

FT

53

Dibutuhkan Sumber daya keuangan yang signifikan supaya dapat menurunkan emisi pada sektor kehutanan Perkiraan biaya tinggi
Perkiraan biaya rendah

Gambar 27

Biaya untuk menurunkan emisi kehutanan per tCO2e terhindari relatif rendah

namun melihat ukuran potensi pengurangan tahunan total, biayanya menjadi signifikan

low cost estimate

Reduction cost1 USD per tCO2e 30 25 20 15 10 5 0.2 0 -5 0 5 -10 -15 -20 -25 -30

0.6 10 15

1.1 20 25 30 35 40

1.3 45 50 55 60

3.1 65 70

1 utilizing a 4% discount rate 2 The width of each bar represents the volume of potential reduction. The height of each bar represents the cost to capture each reduction initiative

RA

SUMBER: JP Morgan, EMRP Masterplan, Kementerian Kehutanan, Wetlands International, Analisis tim

Proyek-proyek percontohan yang akan dilaksanakan memerlukan penyaringan lebih lanjut untuk memperhitungkan kriteria-kriteria penting seperti dukungan dari perusahaan-perusahaan dan masyarakat yang terlibat dan potensi manfaat keanekaragaman hayati. Daftar pertama proyekproyek percontohan potensial telah ditetapkan untuk menargetkan peluang-peluang yang memberikan pengurangan terbesar dengan penurunan emisi yang cepat dan signifikan serta memberikan pembangunan perekonomian lebih lanjut (GAMBAR 28).17 Potensi kelompok proyek percontohan terbesar adalah untuk melaksanakan RIL pada 10 konsesi pembalakan terbesar. Konsesi-konsesi tersebut mencakup wilayah seluas lebih dari 1,7 juta ha, dan berfokus pada kerja sama dengan perusahaan-perusahaan terkait untuk melaksanakan RIL di dalam konsesi-konsesi tersebut sehingga dapat menurunkan emisi sampai sekitar 12 MtCO2e per tahun dan pada saat yang sama masih mempertahankan volume panen sekurang-kurangnya pada tingkat saat ini. Tujuh konsesi yang teridentifikasi untuk proyek percontohan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan swasta, dan tiga konsesi dimiliki oleh badan usaha milik negara PT Inhutani. Pengelolaan air pada perkebunan dan konsesi pembalakan yang aktif dan rehabilitasi gambut pada perkebunan dan konsesi yang terlantar, dapat dicontohkan di Nunukan. Kawasan Nunukan memiliki areal lahan gambut dalam terluas di provinsi. Aksi-aksi untuk melindungi dan meminimalisir perusakan lahan gambut dalam tersebut bersifat mendesak, karena hampir seluruh wilayah telah tercakup (tetapi belum dikembangkan) dalam berbagai konsesi (GAMBAR 29). Tindakan yang efektif terhadap lahan gambut di Nunukan dapat menghasilkan penurunan emisi yang signifikan untuk sektor kehutanan sampai dengan 4 MtCO2e per tahun.

17 Dua konsesi yang sudah memiliki sertifikat FSC yaitu PT. Sumalindo dan PT. Intracawood belum dipertimbangkan sebagai percontohan,namun demikian, konsesi-konsesi tersebut bisa dijadikan model untuk kegiatan-kegiatan pembalakan yang lestari masa depan

FT
high cost estimate High cost estimate Low cost estimate

Projected implementation costs USD millions

110

190

37

63

14.0

4.0

73

75

80

85

90

95

100

24

Reduction potential2 MtCO2e per year

10

31 10 21

16

127

Reduced Impact Logging 1

Degraded land forestry 2

Replantation forestation buyout forestry 3 4

Zero burning forestry 5

Annual cost peat reWater habilitation management - forestry - forestry 6 7

54

Gambar 28

Proyek-proyek percontohan yang telah teridentifikasi dapat menurunkan emisi tahunan hingga 34.4 Mt CO2e
Uraian
Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi

AWAL

MtCO2e

Pengurangan1

Percontohan RIL berdasarkan pada sistem perencanaan panen yang baru, tata letak penyaradan dan teknologi panen pada 3 konsesi ternesar di tiap kabupaten Implementasi pemberdayaan satuan pengelolaan hutan di seluruh wilayah propinsi, dimana satu orang bertanggung jawab mengawasi 10,000 ha area hutan

12.0

Lahan kritis

Pembelian kembali konsesi

Lahan gambut di Nunukan

Gambar 29

RA
Reboisasi
SUMBER: Analisis Tim

1 Jika 100 persen dari pengurangan teknis berhasil diimplementasi 2 Dengan pendanaan umtuk REDD dari Internasional dan dalam negeri yang memadai

Proyek percontohan pengelolaan air dan rehabilitasi gambut pada konsesi kayu dan pembalakan di Nunukan dapat mencegah terjadinya emisi Hutan yang masih utuh sebanyak 4 MtCO2e
Gambut

D
17 7
10
* 2005 data

10 4
6

Emisi tahun 2030

Pengelolaan air

Sisa emisi

FT

Mengembangkan proyek percontohan untuk membangun lahan perkebunan pada lahan kritis di Berau, Kutai Barat, Kutai Kertanegara dan Kutai Timur dengan dukungan TNC, WWF dan GTZ, untuk menangkap potensi hingga sekitar 50 persen dari total wilayah lahan kritis

7.4

Mengembangkan proyek percontohan di Berau dan Kutai Barat, untuk mencegah emisi yang terjadi saat ini akibat perusakan hutan dan konsesi yang tidak aktif

3.01

Rehabilitasi lahan gambut yang kering dan kritis yang terletak pada area konsesi Melaksanakan pengelolaan air di konsesi yang aktif

4.0

Rehabilitasi lahan yang hampir kritis di Kutai Kertanegara, Kutai Timur dan Kutai Barat untuk memulihkan layanan ekosistem dan penyerapan karbon

8.0

Konsesi pembalakan* Kabupaten lain Nunukan Perkebunan kayu*

7 3 4

Metodologi untuk pengelolaan air saat ini masih dalam proses evaluasi Hasil-hasil ilmiah baru mungkin dapat mengubah tingkat / besaran peluang pengurangan
32

SUMBER: Atlas Interaktif Hutan Indonesia WRI, Wetlands International, Analisis Tim

55

Pembayaran REDD harus terfokus pada area hutan yang memiliki risiko tertinggi
Area hutan berisiko tinggi di Malinau

Hutan Alami pada lahan yang digunakan sebagai pertanian

Gambar 30

Area hutan berisiko tinggi di Berau

RA
Potensi PDB

Proyek-proyek percontohan lain mencakup penggunaan lahan kritis di dalam kawasan hutan yang digunakan sebagai hutan tanaman. Kabupaten seperti Malinau atau Berau, memiliki tutupan hutan yang besar dan belum terganggu, namun hutan-hutan tersebut berada di bawah ancaman berat untuk skema pembayaran REDD. Proyek yang terakhir tersebut dapat juga menjadi bagian dari proyek percontohan nasional yang akan diluncurkan pada tahun 2011 sesuai dengan kemitraan REDD+ antara Norwegia dan Indonesia yang ditandatangani pada tanggal 28 Mei 2010. Semua proyek percontohan potensial yang dijelaskan di atas tidak akan memperlambat pertumbuhan perekonomian; pemegang konsesi akan diizinkan untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan ekonomi mereka.

Kemerosotan ekonomi pada sektor kehutanan di Kalimantan Timur dapat diputarbalikkan dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan investasi dalam kegiatan-kegiatan hilir. Langkahlangkah ini akan meningkatkan PDB sektor kehutanan hingga Rp16 triliun sampai dengan tahun 2030 (GAMBAR 31). Inisiatif-inisiatif yang telah dijelaskan sebelumnya akan menurunkan emisi dari kegiatan-kegiatan pembalakan dan pemanenan kami saat ini, tetapi upaya-upaya tersebut harus disertai dengan upaya-upaya untuk menarik nilai lebih besar dari kegiatan-kegiatan tersebut. Saat ini, banyak dari kayu yang ditebang melalui pembalakan ditinggalkan sebagai sampah di hutan: sementara kayu-kayu tersebut sebenarnya dapat diolah lebih lanjut. Setelah hutan dikonversikan menjadi perkebunan, terdapat berbagai peluang untuk meningkatkan produktivitas dalam konsesi terkait. Dan pada akhirnya, banyak kayu di Kalimantan Timur diekspor ke Sumatera dan Jawa untuk diolah menjadi produk-produk bernilai lebih tinggi seperti bubur kertas atau perabotan. Kalimantan Timur memiliki peluang untuk mengambil bagian yang lebih besar dari pertambahan nilai hilir ke depannya. Meningkatkan pemanfaatan kayu dapat menghasilkan PDB tambahan sebesar Rp 0,7 triliun. Saat ini, kegiatan-kegiatan pembalakan menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Perusahaan-perusahaan pembalakan saat ini menjual kayu tersebut kepada kepada parbik kayu

FT
33

56

Gambar 31

Perbaikan panen HTI, dan meningkatkan produksi bernilai tambah dapat meningkatkan PDB sektor kehutanan hingga Rp 19.3 triliun pada tahun Tk 2030
Perkiraan PDB riil Kalimantan Timur IDR Triliun
20
Pertumbuhan/ Tahun

15

10

RA
0 2005

10

SUMBER : Analisis Tim

lapis dan pernis dalam negeri atau untuk aplikasi-aplikasi kayu solid lainnya. Para pembeli ini hanya tertarik pada kayu-layu gelondongan berdiameter besar. Dengan demikian banyak kayu yang memiliki berdiameter kecil (misalnya bagian atas pohon) dan sisa-sisa kayu ditinggalkan di hutan setelah pohon-pohon ditebang. Pendekatan yang lebih efisien adalah menggunakan sepenuhnya pohon-pohon yang telah ditebang dan dengan demikian memperoleh pendapatan yang lebih besar dari wilayah lahan terkait. Pendekatan yang umum di Eropa, Amerika Utara, dan Brazil adalah menggunakan kayu berdiameter besar untuk aplikasi-aplikasi bernilai tinggi (sebagaimana yang telah dilakukan di Kalimantan Timur), tetapi kemudian menjual kayu berdiameter kecil dan sisa kayu untuk aplikasi-aplikasi bernilai lebih rendah seperti bubur kertas dan kertas, manufaktur papan, dan produksi serpihan kayu dan butiran kayu (GAMBAR 32). Angka pertumbuhan pada hutan-hutan tanaman di Kalimantan Timur dapat ditingkatkan secara signifikan dan perkebunan-perkebunan yang terbengkalai dapat diupayakan agar kembali berproduksi. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, angka pertumbuhan perkebunan industri kayu bubur kertas di Kalimantan Timur adalah lebih rendah dibandingkan dengan standar praktik terbaik di bagian-bagian lain Indonesia. Angka pertumbuhan tahunan mencapai sekitar 20 meter kubik per ha, sementara sampai dengan 40 meter kubik per ha dapat dicapai di bagian-bagian lain Indonesia. Mempertimbangkan perbedaan dalam kualitas tanah, ditargetkan angka yang lebih terjangkau yaitu 25 sampai 30 meter kubik per ha. Peningkatan hasil juga dapat dicapai dengan mengupayakan agar perkebunan-perkebunan yang terbengkalai kembali berproduksi. Saat ini, hutan-hutan tanaman bubur kertas di Kalimantan Timur mencakup wilayah sekitar 800.000 ha, yang sebagian besarnya didirikan pada tahun 1990-an. Sesuai dengan peraturan-peraturan lingkungan hidup saat ini, sekitar 160.000 ha harus dipisahkan untuk konservasi alam (misalnya perlindungan DAS dan koridor -koridor margasatwa) sementara sisanya dapat digunakan untuk tujuan ekonomi. Secara teori, wilayah seluas 640.000

FT
Strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan 5% Bisnis seperti biasa -1% 15 20 25 2030

57

Dengan memanfaatkan pohon secara penuh dapat meningkatkan nilai dari kegiatan pembalakan dan mengurangi limbah dari kegiatan panen
Tidak dimanfaatkan

ILUSTRATIF

Gambar 32

RA
Pemanfaatan secara konvensional
SUMBER : Institute of Forest Utilization Freiburg, Analisis Tim

ha ini dapat menghasilkan volume tahunan sekitar 23 juta meter kubik,18 lebih dari cukup untuk memasok industri produk hutan cukup besar. Namun demikian, pada kenyataan saat ini hanya 165,000 ha yang ditanami, sementara sisanya kritis, dan dibiarkan terbengkalai. Produktivitas yang rendah dan angka penanaman yang rendah ini menunjukkan bahwa tingkat panen tahunan Kalimantan Timur hanya mencapai 0,7 juta meter kubik. Konversi hutan alam menjadi perkebunan yang terus-menerus terjadi sebenarnya bukan hal yang diperlukan untuk mengembangkan sektor terkait. Daripada memperluas kawasan penanaman, sebenarnya fokus harus diberikan untuk meningkatkan hasil dan memastikan bahwa wilayah yang dipisahkan untuk hutan tanaman industri dimanfaatkan sepenuhnya. Menyadari bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan produksi kayu tahunan yang ramah lingkungan dan meningkatkan kontribusi ekonomi dari hutan produksi hingga sepuluh kali lipat. Manufaktur Hilir (Rp 8,5 triliun): Terdapat beberapa peluang bagi industri untuk menggerakan hilir ke bisnis-bisnis produksi bernilai tambah yang lebih tinggi. Berdasarkan perkembangan pasar di masa mendatang, peluang terbesar nampaknya terdapat pada produksi bubur kertas dan kertas dan butiran kayu, yang idealnya berlokasi saling berdekatan supaya biaya logistik, bahan mentah dan energi menjadi lebih rendah. Peluang tambahan perusahaan relung (niche companies) terdapat pada produksi perabotan bernilai tinggi (GAMBAR 33). Bubur kertas dan kertas: Produksi Indonesia dalam sektor bubur kertas dan kertas telah terbukti berkelas dunia berdasarkan rekam jejak yang dimilikinya. Pabrik-pabrik bubur kertas di Sumatera merupakan tempat-tempat produksi terbesar dan berbiaya terendah dunia. Pabrikpabrik tersebut sangat kontroversial dari sudut pandang lingkungan hidup karena pasokan yang tidak memadai dari perkebunan dikompensasikan secara besar-besaran dengan kayu yang ditebang dari hutan -hutan alam. Produksi bubur kertas yang ramah lingkungan di Kalimantan

18 Dengan asumsi bahwa perkebunan-perkebunan ditanami spesies Acacia maginum dan Eucalyptus species

FT
Kayu pernis, kayu pelapis - serbuk kayu Kayu pernis, kayu pelapis - serbuk kayu Pemanfaatan penuh

Pelet Kayu Kayu bubur kertas

58

Gambar 33

Manufaktur hilir dapat meningkatkan nilai ekonomi sektor kehutanan, meskipun pasokan kayu harus berasal dari sumber daya yang lestari
Uraian Bubur ker1 tas dan kertas

Dibutuhkan perkebunan selauas 300,000 ha untuk menghasilkan 2 juta ton bubur kertas pasar kayu keras (hardwood market pulp) Permintaan bubur kertas diperkirakan akan meningkat secara konstan di Cina dan India 2 juta ton bubur kertas memiliki nilai USD 1.5 miliar pada harga pasar saat ini dan dapat menghasilkan sekitar100,000 lapangan pekerjaan Pelet kayu dapat dihasilkan dari residu industri bubur kertas dan kayu lapis Kelebihan uap dan listrik dari pabrik bubur kertas sekitar akan membuat produksi pelet memiliki harga dengan daya saing yang tinggi Permintaan yang konstan berasal dari Eropa dan terdapat potensi peluang di Cina dan Jepang

Pelet 2 kayu

Perabotan 3 bernilai tinggi

RA

Timur akan menjadi kompetitif secara global mengingat biayanya yang rendah dan memiliki kelebihan dari lokasinya bila dibandingkan dengan pasar-pasar bubur kertas India dan Cina. Sebagaimana dijelaskan di atas, wilayah hutan tanaman industri di Kalimantan Timur cukup besar untuk memasok lebih dari 20 juta meter kubik kayu bubur kertas apabila dikelola dengan praktik-praktik internasional terbaik. Volume ini akan memenuhi seluruh kebutuhan produksi pabrik bubur kertas perusahaan Kertas Nusantara di Berau, yaitu sekitar 6 juta meter kubik per tahun, serta menyediakan 2 juta ton bubur kertas pasar lainnya. Menciptakan pasar bubur kertas akan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB Kalimantan Timur dan juga memberikan peluang kerja yang besar bagi masyarakat kami (GAMBAR 34). Harga bubur kertas pasar pulih dengan cepat dari penurunan selama krisis ekonomi tahun 2009 dan saat ini hampir mencapai nilai USD 800 per ton yang dikirimkan ke Eropa atau Amerika Utara. Pada tingkat harga ini, produksi 2 juta ton bubur kertas pasar dapat menghasilkan pendapatan sebesar USD 1.6 miliar per tahun. Jumlah pegawai yang diperlukan untuk menjalankan sebuah pabrik bubur kertas dan perkebunanperkebunan terkait juga besar. Pabrik-pabrik bubur kertas di Sumatera mempekerjakan antara 30.000 sampai 50.000 pegawai untuk produksi 1 juta ton bubur kertas. Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sebelum memperbesar kapasitas produksi kertas dan bubur kertas. Meningkatkan permintaan kayu tanpa sebelumnya memastikan pasokan yang ramah lingkungan hanya akan menyebabkan peningkatan pembalakan berlebih dan deforestasi. Terdapat beberapa pilihan untuk memastikan bahwa pabrikpabrik bubur kertas dan kertas hanya menggunakan kayu dari perkebunan-perkebunan yang ramah lingkungan. Pinjaman investasi untuk pabrik-pabrik dapat disalurkan melalui IFC atau organisasi lain yang telah memiliki prosedur pengawasan yang baik. Menetapkan waktu pengembangan pabrik kertas dan bubur kertas untuk memulai konstruksi setelah perkebunan yang lestasi selesai ditanami merupakan langkah lainnya. Bahkan memilih lokasi

FT

Perabot bersertifikat FSC dapat menyediakan peluang ekspor bernilai tinggi bagi HPHHPH di Kalimantan Timur Namun, harga premium bagi produk bersertifikat masih belum pasti

Investasi pada manufaktur hilir tidak dapat mendahuluui investasi pada sumber kayu lestari atau bersertifikat, baik yang berasal dari perkebunan baru yang terletak di lahan kritis atau dari peningkatan produktivitas dari perkebunan yang sudah adaplantations

59

yang tepat akan membantu; karena transportasi memberikan kontribusi biaya yang besar bagi pabrik bubur kertas dan kertas, menetapkan lokasi perluasan pada wilayah lahan kritis akan menjadikan hutan-hutan tanaman sekitar lahan kritis sebagai sumber yang dipilih dari sudut pandang komersil.

Di harga pasar saat ini, tambahan bubur kertas sebanyak 2 juta ton akan menghasilkan pendapatan sebesar USD 1.5 miliar per tahun dan akan menciptakan peluang kerja yang signifikan
AWAL

Gambar 34

Pergerakan harga bubur kayu keras USD/t


1,100 1,000 900 800 700 600 500 400 300

RA
25 10 15 Pabrik bubur kayu
SUMBER: RISI; Analytical cornerstone; APRIL; analisis tim

Butiran kayu: Butiran kayu untuk produksi bioenergi merupakan pasar yang berkembang pesat di Eropa dan pasar-pasar maju lainnya. Terdapat pula peluang-peluang di dalam negeri, khususnya karena peningkatan jumlah pembangkit tenaga listrik skala kecil yang terdesentralisasi di Indonesia. Mengingat sumber-sumber pasokan kayu yang ramah lingkungan (sisa dari kegiatan pembalakan dan pabrik penggergajian atau perkebunan biomassa) dan lokasi yang berdekatan dengan pabrik bubur kertas, yang akan memungkinkan dilakukannya sinergi dari logistik kayu dan kelebihan uap dan listrik, butiran kayu bersifat kompetitif bahkan untuk ekspor ke Eropa. Pabrik yang cukup besar dengan kapasitas 200.000 ton dapat menghasilkan pendapatan sekitar USD 20 sampai USD 25 pada harga pasar saat ini dengan tingkat pengembalian investasi (return on investment ROI) antara 16 sampai 22 persen.

Produksi perabotan bernilai tinggi: produksi berbagai perabotan berbahan kayu bermutu tinggi, adalah pilihan para produsen kayu lapis atau pernis berskala kecil dan menengah, karena tidak memerlukan investasi yang besar seperti pada industri bubur kertas dan kertas, yang didasarkan atas volume produksi yang besar. Terdapat peluang baik pada pasar internasional maupun dalam negeri, tetapi logistik yang kompleks membuat pasar lokal lebih menarik dari sudut pandang laba. Secara keseluruhan, Kalimantan Timur berada pada kedudukan yang baik untuk mengembangkan industri kehutanan dengan beberapa peluang di industry hilir. Mencapai hasil yang tinggi dan memanfaatkan sumber daya kayu dengan lebih baik akan memungkinkan Kalimantan Timur untuk memberikan dasar yang diperlukan untuk menarik investasi dalam industri kehutanan. Namun demikian, kami akan berupaya untuk memastikan bahwa setiap perubahan yang terjadi di sektor kehutanan adalah perubahan yang ramah lingkungan. Apabila

20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10

FT
Pabrik bubur kayu dan perkebunan terkait dapat menyediakan peluang kerja yang signifikan Jumlah lapangan kerja pada industri bubur kertas potensial Thousand people
Eropa barat Amerika Serikat Kisaran rendah Kisaran tinggi

Harga bubur kertas dari kayu keras menunjukan tren harga yang meningkat

60 30

85 40

30

45

Perkebunan

Total lapangan kerja

60

pasokan yang memadai dari sumber-sumber yang ramah lingkungan tidak dapat dicapai, kami tidak akan mengejar perluasan pada manufaktur hilir karena hal tersebut akan menyebabkan deforestasi dan perusakan hutan lebih lanjut, sebagaimana telah terjadi di provinsi lain. Kebijakan dan lembaga yang dibutuhkan Beberapa pendukung penting diperlukan untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif yang telah ditetapkan untuk menurunkan emisi dan meningkatkan PDB di sektor kehutanan. Telah ditetapkan empat pendukung penting. Keempat pendukung tersebut meliputi pendekatan perencanaan tata ruang yang baru, perubahan dan penegakan peraturan, pengembangan kapasitas agar berhasil melaksanakan praktik-praktik kehutanan ramah lingkungan, dan pelaksanaan sistem pemantauan, pelaporan dan verifikasi yang dapat diandalkan dan terbaru, yang akan didukung oleh kesatuan- kesatuan pengelolaan hutan yang baru. Perencanaan tata ruang: Pendekatan perencanaan tata ruang Kalimantan Timur yang ada tidak memperhitungkan kriteria perubahan iklim atau ekologis. Sebagai contoh, wilayah-wilayah hutan dialokasikan untuk penggunaan non kehutanan (Areal Penggunaan Lain, APL), sementara wilayah-wilayah lahan kritis yang luas dalam kawasan hutan secara sah ditetapkan (dan dengan demikian dikelola) sebagai wilayah hutan permanen. Akan diperlukan pendekatan perencanaan tata ruang yang lebih luas yang mencakup faktor lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Sasaran utama pendekatan perencanaan tata ruang yang baru adalah untuk menetapkan wilayah-wilayah kritis (termasuk ukuran wilayah, jenis tanah, kesesuaian untuk berbagai penggunaan lahan, kepemilikan lahan, dan penggunaan lahan saat ini) di luar dan di dalam kawasan hutan. Hal ini akan medorong penggunaan lahan kritis sebagai prioritas untuk pembangunan perekonomian. Kawasan hutan permanen seharusnya ini terdiri atas hutan-hutan yang pada kenyataannya masih tersisa. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang harus dilakukan dalam kerja sama yang jauh lebih erat antara Bappeda, Kementerian Kehutanan, dan masyarakat setempat. Perubahan peraturan: Perundang-undangan saat ini yang mengatur praktik-praktik pemanenan di Indonesia tidak mendukung pengelolaan hutan ramah lingkungan karena hanya berfokus pada volume kayu yang dapat dijual dan tidak membahas keseluruhan proses penebangan dan penyaradan. Agar dapat menerapkan RIL, peraturan-peraturan tersebut harus diperluas agar membahas proses pemanenan secara lengkap. Peraturan baru yang dikeluarkan pada tahun 2009 oleh Kementerian Kehutanan berusaha untuk membahas kelestarian, namun demikian peraturan tersebut kabur dan tidak cukup kuat untuk penegakan penerapan RIL. Di samping itu, peraturan-peraturan yang ada melarang penebangan pohon-pohon yang lebih kecil untuk tujuan komersil, yaitu, yang berdiameter kurang dari 50 cm pada ketinggian sama dengan dada (dbh). Mengubah peraturan-peraturan tersebut akan memungkinkan dilakukannya penjarangan, yang dapat membantu memfokuskan pertumbuhan hutan di masa mendatang pada pohonpohon yang paling berharga dengan memberikan cukup cahaya dan ruang untuk melakukan regenerasi alam. Apabila dilakukan dengan tepat, penjarangan dan regenerasi alam yang telah disempurnakan akan menghasilkan angka pertumbuhan yang lebih tinggi dan penyerapan karbon yang lebih baik. Namun demikian, penjarangan dan perlakuan budi daya hutan intensif lainnya, dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati karena hal-hal tersebut berfokus pada sedikit spesies pohon yang bernilai tinggi dan tidak pada keanekaragaman hayati. Dalam jangka waktu panjang kami perlu serius mempertimbangkan untuk sepenuhnya mengganti pembalakan di hutan-hutan alam dengan hutan-hutan tanaman ramah lingkungan. Penegakan hukum: Pembalakan liar dalam bentuk konversi hutan berskala besar menjadi perkebunan tanpa izin sah, tingkat pembalakan melampaui target yang telah ditentukan oleh Kementerian Kehutanan, dan kegiatan-kegiatan ilegal petani rakyat tetap tidak terkendali di Kalimantan Timur dan membawa kepada tingginya laju deforestasi dan perusakan hutan. Untuk menegakkan hukum dengan lebih baik, kami perlu mempekerjakan para penjaga hutan untuk kesatuan-kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang baru dibentuk, dan memastikan konsekuensi

RA

FT

61

yang tegas dan jelas terhadap tindakan ilegal, seperti denda yang tinggi dan masa hukuman penjara yang lama. Pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (monitoring, reporting, and verification MRV): Semua upaya tersebut di atas harus didukung oleh sistem MRV untuk menilai upaya-upaya penurunan emisi dan untuk mengukur, melaporkan, dan memveritifikasi dampak dari upayaupaya tersebut dengan menggunakan sistem MRV nasional. Untuk mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan kemungkinan proyek-proyek penurunan karbon menarik pembayaran pasar karbon internasional atas penurunan emisi yang telah diverifikasi, penting agar pemerintah provinsi memasukkan metodologi-metodologi yang telah diverifikasi secara independen, sesuai dengan peraturan pemerintah nasional, dan mengizinkan penetapan pendekatan skala provinsi yang mencakup masyarakat setempat. Masyarakat setempat memainkan peranan kunci dalam memverifikasi citra-citra satelit di lapangan (ground-truthing), yang juga akan menciptakan lapangan kerja tambahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Sektor Pertanian

RA
Konteks saat ini

Pertanian tetap merupakan bagian yang penting dalam pembangunan Kalimantan Timur dan salah satu dari peluang terpenting untuk memperbaiki kehidupan perdesaan. Meskipun pertanian, di luar kelapa sawit, hanya berkontribusi 4 persen dari seluruh PDB Kalimantan Timur, tetapi di beberapa daerah perdesaan, pertanian menyumbang 20 persen PDB desa. Dampaknya terhadap masyarakat pedesaan bahkan menjadi lebih luas karena pertanian menyumbang hampir 20 persen dari total lapangan pekerjaan di desa. Dengan memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi rumah tangga pedesaan, yang umumnya lebih miskin daripada rumah tangga rata-rata di Kalimantan Timur, pertanian merupakan salah satu dari strategi pembangunan perekonomian anti kemiskinan yang paling efektif; berdasarkan beberapa perkiraan, 1 persen peningkatan PDB dari pertanian dapat ditafsirkan menjadi 6 persen pengeluaran lebih besar untuk rumah tangga pedesaan. Namun demikian, praktik-praktik pertanian saat ini juga menyebabkan emisi yang besar dari penggunaan lahan, dan terdapat peluang besar untuk menurunkan jejak karbon sektor terkait. Dalam bagian ini, sektor pertanian mencakup produksi tanaman pangan dan tanaman perkebunan tetapi tidak mencakup kelapa sawit, yang dibahas dalam bagian yang terpisah mengingat ukuran dan pertumbuhan yang berbeda.

Sektor pertanian Kalimantan Timur dibagi ke dalam tanaman pangan, yang didominasi oleh produksi beras, dan tanaman industri. Lebih dari 178.000 ha lahan pertanian ditanami dengan tanaman pangan, seringkali untuk pertanian keluarga. Beras sejauh ini merupakan tanaman pangan terbesar, yang berkontribusi atas hampir 90 persen produksi berdasarkan luas. Luas wilayah tanaman industri, selain kelapa sawit, kurang lebih sama dengan tanaman pangan dengan 181.000 ha ditanami. Karet, disusul coklat dan kelapa, merupakan tanaman terbesar yang berkontribusi atas 80 persen wilayah yang ditanami. Dibandingkan dengan Jawa dan Sumatera, pertanian di Kalimantan Timur terhitung kecil, karena hanya mengambil 2 persen lahan dan 4 persen PDB, tetapi tetap penting bagi masyarakat perdesaan. Praktik-praktik pertanian di Kalimantan Timur berbeda berdasarkan jenis pertaniannya. Terdapat empat jenis pertanian utama di Kalimantan Timur, yaitu produksi tanaman pangan dataran tinggi, produksi tanaman pangan dataran rendah, produksi tanaman industri tahunan, dan perladangan tebang bakar atau berpindah-pindah. Keempat jenis pertanian tersebut tidak bersifat eksklusif karena para petani perorangan menjalankan beberapa jenis pertanian. Pertanian dataran rendah didominasi oleh ladang-ladang padi dengan irigasi dan umum di antara para pendatang Jawa. Pertanian dataran tinggi dilaksanakan di wilayah-wilayah tadah hujan yang berbukit-bukit; lagi-lagi padi adalah tanaman yang paling lazim, tetapi hasilnya hampir setengah dari yang terdapat di dataran rendah. Praktik-praktik pertanian tanaman industri tahunan

FT

62

RA
Potensi Pengurangan

Pertanian bertanggung jawab atas emisi yang besar yaitu 52 MtCO2e pada tahun 2005, terutama dari perluasannya ke hutan dan lahan gambut. Proses-proses pertanian, seperti bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan perlengkapan tani dan mengangkut hasil panen, dan metana yang dilepaskan dari ladang padi yang terkena banjir, saat ini hanya bertanggung jawab atas 3,2 MtCO2e, dan 94 persen emisi sisanya disebabkan oleh pembukaan lahan hutan untuk pertanian baru (9,4 MtCO2e), penggunaan pembakaran untuk membuka lahan dan penyebaran apinya dan perusakan lahan-lahan terbengkalai selanjutnya (31 MtCO2e), dan pembusukan gambut dari lahan-lahan gambut yang aktif dan terbengkalai yang telah dibuka dan dikeringkan untuk pertanian (8 MtCO2e). Emisi-emisi tersebut masing-masing adalah yang terbesar di kabupaten Nunukan, Kutai Kertanegara, dan Kutai Barat.

Pertanian dapat mengurangi jejak karbon sampai 24 MtCO2 hingga tahun 2030, melalui kebijakan nirbakar dan rehabilitasi lahan gambut. Pembakaran yang dilakukan petani rakyat merupakan sumber emisi yang signifikan. Kebijakan nir pembakaran dapat dapat menghasilkan pengurangan sebesar 18,5 MtCO2 dengan biaya USD 0,40 per ton (di luar biaya pelaksanaan) melalui program metode pembukaan lahan alternatif, pencegahan pembakaran yang tegas, dan penggunaan pemadam kebakaran setempat. Merehabilitasi lahan-lahan gambut kritis yang dibuka untuk pertanian dan kemudian terbengkalai akan menghasilkan pengurangan sebesar 5,4 MtCO2 dengan biaya USD 5,20 per ton. Kebijakan nir pembakaran dapat menurunkan emisi dari pembakaran hutan dengan melarang pembakaran sebagai alat untuk persiapan lahan, membentuk pemadam kebakaran, dan memastikan penindakan yang tegas dan denda yang besar untuk pelanggaran peraturan. Rata-rata 250.000 ha lahan di Kalimantan Timur dibakar setiap tahun. Hutan murni sebenarnya tahan api, sehingga strategi pelengkapnya adalah untuk mencegah konversi pada lahan hutan-hutan utuh. Lahan-lahan pertanian yang aktif dibakar untuk persiapan penanaman, sehingga strategi pencegahan pembakaran akan mencakup investasi metodemetode alternatif untuk pembukaan lahan dan pelatihan. Strategi-strategi ini juga bertujuan untuk menghapus insentif regulasi yang mendorong pembukaan lahan dengan pembakaran sebagai alat untuk membuktikan pengelolaan yang aktif yang bertujuan untuk mempertahankan konsesi atau membuktikan kepemilikan. Lahan-lahan yang terbengkalai cukup rentan terhadap kebakaran yang menjalar dari lahan-lahan aktif. Dengan demikian, unsur penting dari strategi pemadaman kebakaran adalah pengembangan pemadam kebakaran masyarakat yang dapat menetapkan dan mengatasi titik panas kebakaran dengan cepat.

FT

dibedakan berdasarkan jenis tanaman. Sebagai contoh, perkebunan lada yang lazim di antara para pendatang Bugis biasanya dikembangkan selama tiga sampai lima tahun, yang setelahnya tanah dipulihkan atau ditinggalkan untuk lahan pertanian baru yang berbeda. Sebaliknya, perkebunan karet memerlukan 10 sampai 15 tahun untuk mencapai produktivitas puncak. Pengolahan tebang bakar atau berpindah-pindah melibatkan pembukaan lahan pertanian atau hutan, umumnya melalui pembakaran, mengolah lahan selama jangka waktu singkat yaitu hanya sampai tingkat kesuburan atau rumput liar mengurangi produktivitasnya, kemudian berpindah ke wilayah yang baru, yang pada akhirnya berotasi kembali ke ladang-ladang yang telah dipulihkan. Meskipun kebijakan konvesional menganggap pengolahan tebang bakar sebagai penyebab utama deforestasi dan sangat tidak ramah lingkungan, dampaknya bergantung pada periode rotasi. Praktik-praktik pertanian tebang bakar yang diterapkan oleh suku Dayak dianggap lebih ramah lingkungan mengingat jangka waktu rotasinya yang panjang dibandingkan dengan praktikpraktik tebang bakar terhadap tanaman perkebunan petani rakyat dan praktik ladang tebang bakar dan berpindah di dataran rendah, yang memiliki jangka waktu rotasi lebih pendek.

63

Pertanian ladang berpindah yang dilakukan oleh Diak Lay, Kalimantan Timur

Gambar 35

1870

Sungai

Lahan ladang berpindah

1900
Menumbuhkan hutan sekunder

1920
Penempatan

1945
Perkebunan bermacam buah dan rotan

1960

1980

1992 0 1 2 3 4 5 6 Kilometer

SUMBER : Jaringan Pengelolaan Hutan Lestari Asia Tenggara

Pertanian memiliki emisi besar yang sebagian besar berasal dari ekspansinya ke kawasan hutan dan lahan gambut dan praktik pembakaran
Persentase, MtCO2
Total emisi Kalimantan Timur 100% = 251 Mt CO2e Manufaktur hilir dapat meningkatkan nilai ekonomi sektor kehutanan, meskipun pasokan kayu harus berasal dari sumber daya yang lestari

Gambar 36

Membuka lahan hutan untuk pertanian

Api untuk membuka lahan serta dampaknya ke lahan-lahan yang ditelantarkan

51.6
3.2 9.4 Lainnya 80% 31.0 1.2 (Hutan)

29.8 (Gambut)

Lahan gambut yang aktif maupun yang ditelantarkan dibuka untuk pertanian

8.0
Pertanian 20% 2010 Total emisi Pertanian tahun 2005 Proses-proses pertanian Deforestasi Pembakaran hutan Pembusukan gambut

SUMBER: BPS Kaltim; Analisis tim

64

Gambar 37

Meskipun Kalimantan Timur memiliki lebih sedikit kebakaran daripada provinsi tetangga, namun sejumlah besar lahan terbakar setiap tahunnya
Jumlah kebakaran di Kalimantan Timur jauh lebih sedikit daripada provinsi tetangganya Titik-titik panas tahun 2003-2007 Namun, rata-rata 250,000 ha lahan terbakar setiap tahunnya Hektar lahan terbakar, Kalimantan Timur 660,300

FT
280,000
72,843

Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Selatan

175,200

208,200

55,035

RA
12,400
SUMBER: Atlas Interaktif Hutan Indonesia WRI

13,982

74,500

108,600

2003

04

05

06

07

2008

Gambar 38

Kebijakan nil pembakaran (zero-burn policy) harus dirancang untuk tiap jenis lahan yang berbeda
Hutan utuh Lahan pertanian aktif Lahan pertanian terlantar

D
Hutan tropis utuh bersifat tahan api. Hampir seluruh kebakaran hutan di Kalimantan Timur terjadi di lahan-lahan yang telah ditebangi dan lahan kritis Strategi: Jangan ada konversi Mempertahankan hutan utuh dan lahan gambut yang tergenang secara penuh akan melindungi mereka dari kebakaran Pembakaran lahan adalah cara membuka lahan yang tradisional dan murah Ini juga dilakukan untuk memperlihatkan kegiatan budi daya guna menjaga/ membuktikan kepemilikan Strategi: Pencegahan pembakaran Berinvestasi dalam pelatihan dan cara pembukaan lahan alternatif Hapus aturan yang mengijinkan pembakaran untuk membuka lahan sebagai bukti adanya kegiatan budi daya kultivasi aktif demi menjaga konsesi Pembakaran yang ditujukan untuk membuka lahan akan menjalar ke daerah-daerah yang terlantar Lahan gambut serta lahan hutan yang sudah rusak sangat rentan akan api Strategi: Memadamkan kebakaran Membentuk pemadam kebaran berbasis masyarakat setempat di titik-titik panas Berinvestasi pada pembangunan sumur dan peralatan untuk memadamkan api juga untuk memelihara bagian di bawah permukaan

65

Merehabilitasi lahan gambut dapat dilakukan dengan menyesuaikan dan mempertahankan ketinggian air pada tingkat yang lebih berkelanjutan, melalui reboisasi, dan mengairi lahan gambut yang rusak yang memiliki nilai produksi pangan atau pakan yang kecil. Petani rakyat membutuhkan pengeringan lahan gambut hingga pada ketinggian air rata-rata sebesar 50 cm yang akan memaparkan gambut dengan oksigen dan melepaskan CO2e. Tiap satu ha petak lahan pertanian rakyat, rata-rata 27 tCO2e dilepaskan setiap tahun dengan asumsi tingkat drainasenya sebesar 50 cm. Membangun sistem bendungan dan menerapkan praktik-praktik terbaik dalam pengelolaan air dapat mendorong kepada pemanfaatan lahan gambut yang tidak begitu merusak dan ke tingkat yang lebih berkelanjutan. Percontohan

RA
50,000 ha dekat atau di lahan gambut
* Data tahun 2005 SUMBER: Atlas Interaktif hutan Indonesia WRI

Hampir 80 persen peluang pengurangan emisi dapat ditangkap dengan memfokuskan pada kabupaten percontohan yang memiliki emisi tertinggi. Keempat kabupaten yaitu Nunukan, Kutai Kertanegara, Kutai Barat, Kutai Timur dan berkontribusi atas 80 persen dari potensi pengurangan yang sebesar 18,5 MtCO2 melalui pelaksanaan kebijakan nir pembakaran. Kebakaran di Nunukan, misalnya, sebagian besar kebakaran terkonsentrasi pada dua daerah dengan luas sekitar 60.000 ha di dekat dan di dalam lahan gambut. Sebuah pos komando dan enam pemadam kebakaran kemungkinan mampu melindungi sebagian besar kebakaran yang terjadi di kabupaten tersebut. Sementara di Kutai Kertanegara, pembakaran tersebar di berbagai daerah-daerah yang luas, akan meningkatkan biaya hingga di atas rata-rata provinsi. Di kabupaten ini, pemada kebakaran harus fokus pada 700.000 ha lahan yang sebagian besar merupakan gambut kritis dan dengan demikian rentan terhadap kebakaran dan emisi besar. Dalam hal pengurangan emisi melalui rehabilitasi lahan gambut yang terbengkalai, maka 80 persen potensi pengurangan akan berasal dari empat kabupaten Nunukan, Kutai Kertanegara, Kutai Barat, dan Bulungan. Proyekproyek percontohan potensial ini telah diidentifikasi berdasarkan potensi pengurangannya; laporan akhir berbagai percontohan ini juga diperlukan untuk menilai kriteria seperti jenis petani di setiap daerah dan dukungan masyarakat.

FT
Gambar 39
Hutan utuh Gambut 2003 2004 12,500 ha merupakan kebakaran yang terpusat 2005 2006 2007 Konsesi kayu* Perkebunan kayu* 2003 2004 2005 2006 2007 Kebakaran biasanya terjadi di lahan pertanian di luar area konsesi kayu

Kebakaran di Nunukan cukup terkonsentrasi, terjadi di perbatasan lahan gambut besar dan di luar area konsesi kayu saat ini

66

Potensi PDB Terdapat peluang untuk meningkatkan nilai tambah dari pertanian dengan meningkatkan hasil panen, yang bisa menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp 3,2 triliun hingga tahun 2030. Hasil panen tanaman pangan utama Kalimantan Timur seperti beras dan singkong, berada 60 persen di bawah panen dari praktik-praktik terbaik di Jawa dan Sumatra. Hal ini sebagian disebabkan oleh perbedaan dalam hal kualitas tanah. Sebagai contoh, Kalimantan Timur tidak memiliki tanah vulkanis yang kaya seperti di Sumatra. Namun demikian, hasil panen yang rendah tidak hanya disebabkan oleh kondisi tanah yang buruk, tetapi juga oleh karena terbatasnya pasokan bahan-bahan seperti pupuk, bibit, dan peralatan pertanian. Bahkan bila dibandingkan dengan hasil panen di seluruh Indonesia, produksi Kalimantan Timur masih 20 persen di bawah rata-rata produksi (GAMBAR 40). Jika Kalimantan Timur dapat meningkatkan hasil pertaniannya ke tingkat sama seperti panen rata-rata di Indonesia, maka Kalimantan Timur dapat meningkatkan pertumbuhan tahunan PDB pertaniannya dari 3 persen menjadi 6 persen per tahun hingga tahun 2030. Hal ini akan menghasilkan tambahan Rp 3,2 triliun PDB pada tahun 2030 (GAMBAR 41). Meningkatkan hasil panen memerlukan bibit, pupuk, dan praktik-praktik pertanian yang lebih baik, yang semuanya akan memerlukan dukungan yang cukup besar untuk melaksanakan bersama dengan banyak petani rakyat di lahan-lahan mereka. Akan menjadi penting untuk meningkatkan keberlanjutan panen dan bukan hanya dengan penggunaan pupuk yang terlalu banyak, yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan lainnya.

RA
Kebijakan dan Lembaga yang Dibutuhkan

Memperluas budi daya perikanan dan tanaman industri di lahan kritis membuat sektor pertanian mampu memperluas dan meningkatkan pendapatan pertanian rakyat. Terdapat lebih dari 50.000 ha petak-petak kecil dan 400.000 ha petak-petak lahan kritis berukuran sedang yang dapat digunakan oleh petani rakyat tanaman industri. Berbagai jenis tanaman industri dapat tumbuh di Kalimantan Timur, tetapi harus dikombinasikan sedemikian rupa untuk menyeimbangkan tuntutan modal, laba, dan pekerjaan (GAMBAR 42, GAMBAR 43,). Walaupun kelapa menghasilkan pendapatan tinggi yaitu sebesar Rp 42 juta per ha, kelapa juga memerlukan investasi modal yang tinggi di tahun-tahun awalnya yaitu sebesar Rp 128 juta per ha. Kakao, sebaliknya, hanya menghasilkan Rp 20 juta per ha, tetapi membutuhkan lebih sedikit investasi, yaitu sebesar Rp 20 juta per ha. Rumput laut menghasilkan hampir dua kali lebih banyak pekerjaan per ha daripada karet, namun memerlukan investasi awal sebesar dua puluh kali lipat lebih besar daripada karet. Rumput laut juga memiliki tingkat pengembalian investasi tercepat yaitu hanya dua setengah tahun.

Inisiatif pengurangan emisi sector pertanian memerlukan perubahan-perubahan dalam cara petani mengelola tanahnya. Upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi emisi dengan mengakhiri praktik-praktik pembakaran harus dilakukan dengan secara beriringan, sehingga petani melihat manfaat langsung serta nilai yang tidak tampak dari penurunan emisi. Pendekatan tradisional untuk bekerja sama dengan petani adalah melalui penelitian publik dan petugas penyuluh pemerintah; tetapi pendanaan pendekatan ini telah menurun sejak desentralisasi dan tidak selalu merupakan opsi yang paling efektif. Tujuan kami adalah meningkatkan kontribusi sektor swasta untuk meningkatkan sumber penghidupan dan cara kerja petani, di samping dukungan dari pemerintah. Selain itu, bekerja sama dengan semua petani rakyat Kalimantan Timur secara langsung merupakan tugas yang terlalu besar dan membutuhkan semacam bentuk agregasi untuk bekerja sama dengan petani. Kami telah mengidentifikasi beberapa faktor-faktor pendukung penting bagi sektor pertanian, termasuk perencanaan tata ruang, teknologi, produktivitas petani, akses pasar, dan MRV. Sebuah transformasi pertanian bergantung pada kerja sama di antara semua bagian pada sistem pertanian; walaupun setiap elemen dapat meningkatkan produksi sektor pertanian dan mengurangi emisi pada saat yang sama, untuk mendapatkan solusi berkelanjutan semua elemen harus bekerja sama.

FT

67

Kalimantan Timur memiliki potensi untuk meningkatkan hasil panen minimal sebesar 20% pada sektor pertanian
Panen (kg/ton), 2009
Sawah pada lahan basah
KalTim Rata2 INDO Terbaik indo

Gambar 40

Sawa pada lahan kering


KalTim Rata2 INDO Terbaik indo

4,603 +11% 5,121 6,038 +31%

2,452 +21% 2,958 4,410 +80%

Jagung
KalTim Rata2 INDO Terbaik indo

2,352 4,160 +77% 5,756 +145%

Kacang kedelai
KalTim Rata2 INDO Terbaik indo

1,227 +7% 1,318 1,596 +30%

RA
+47%
SUMBER: BPS

FT
Kentang manis
KalTim

Secara rata-rata, hasil panen Kalimantan Timur adalah 20% di bawah rata-rata hasil panen Indonesia dan 60% di bawah propinsi yang memiliki kinerja terbaik.

Singkong
KalTim Rata2 INDO

9,300

15,100

Rata2 INDO

+15%

10,700

+21%

18,200

Terbaik indo

15,500

Terbaik indo

24,600

+67%

+63%

Kacang
KalTim

Kacang hijau
KalTim

1,102

1,068

Rata2 INDO

+10%

1,214

Rata2 INDO

+1%

1,079

Terbaik indo

1,623

Terbaik indo

1,401 +31%

Dengan mencapai rata-rata panen nasional akan meningkatkan PDB provinsi dari sektor pertanian sebesar Rp 3.2 triliun
PDB dari tanaman pangan Triliun rupiah

Gambar 41
Peningkatan produktivitas BSB

PDB dari tanaman industri, tidak termasuk kelapa sawit Triliun rupiah

D
4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0 2010
15
SUMBER : Analisis tim

5.0

+6% p.a.

2.3

+3% p.a.

20

25

2030

1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 2010

+6% p.a.

0.9

+2% p.a.

15

20

25

2030

1 Skenario dimana hasil panen Kalimantan Timur mencapai perkiraan panen rata-rata nasional pada tahun 2030; hasil panen nasional tahun 2030 diperkirakan dengan menggunakan angka hasil panen nasional tahun 2009 yang tumbuh berdasarkan pada peningkatan produktivitas tahunan nasional

68

Gambar 42

Kantung-kantung baru pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan dapat dikembangkan dari sektor pertanian dan budi daya perikanan pada lahan kritis
Karet: Total area yang cocok: 3,29 juta Ha Komoditas utama: Latex Biaya investasi: 94 miliar rupiah NPV: 176 miliar rupiah Periode pengembalian: 10 tahun Kakao/Coklat: Komoditas utama: Forastero (kakao lindak), criolo (kakao mulia), dan coklat hibrida Biaya investasi: 1.200 miliar rupiah NPV: 160 miliar rupiah Periode pengembalian: 8 tahun Lada Komoditas utama: Lada untuk industri pangan dan farmasi Biaya investasi: 0,04 miliar rupiah NPV: 0,03 miliar rupiah Periode pengembalian: 3 tahun

Kopi: Komoditas utama: Kopi robusta Pemerintah telah menetapkan Zona Sasamba (di Balikpapan dan Kutai Kertanegara) sebagai zona pembangunan terintegrasi ekspor kopi

Peternakan: Komoditas utama: Daging sapi Permintaan lokal sebesar 36.000 ekor/tahun, dan persediaan lokal yang ada hanya 3.000 ekor/tahun; permintaan nasional 491,200 ekor/tahun

Jeruk: Komoditas utama: Jeruk premium borneo Komoditas premium Kalimantan Timur Produktivitas tinggi: 2025 kg/pohon Biaya investasi: 0.4 miliar rupiah

Perikanan: Area yang cocok untuk perikanan: 72,24 juta Ha Komoditas utama: Tuna, Kakap, Cakalang, Kuri, Bawal, Udang Windu, Lobster Biaya investasi: 2,7 miliar rupiah NPV: 1,7 miliar rupiah SUMBER: Dewan Investasi Kalimantan Timur

Rumput laut: Komoditas utama: rumput laut untuk makanan, kosmetik, dan obat-obatan Biaya investasi: 1,1 miliar rupiah NPV: 1,5 miliar rupiah Periode pengembalian: 3 tahun

Nanas: Komoditas utama: Nanas Srikaya Biaya investasi: 0,05 miliar rupiah NPV: 0,02 miliar rupiah Periode pengembalian: 2 tahun

Gambar 43

Beragam macam tanaman industri dengan hasil dan karakteristik berbedabeda dapat dikembangkan di Kalimantan Timur
Karakteristik tanaman di Kalimantan Timur
Coklat Karet Jeruk Kelapa Rumput laut

Pendapatan Pendapatan (juta (juta rupiah/ha) rupiah/ha)

19.5

25.9

40.4

42.0

75.9

100

Investasi Investasi yang yang dibutuhkan dibutuhkan (juta (juta rupiah/ rupiah/ ha)* ha)*

11.8 19.4

39.1

66.4

128.7

150

Pekerjaan Pekerjaan (pekerja/ha) (pekerja/ha)

0.9

1.0

1.2

1.5

1.7

IRR IRR (%) (%)

28

31

31

35

39

40

Periode Periode pengembalian pengembalian (tahun) (tahun)

2.5

7.6

7.7

9.1

10

15

SUMBER: Dewan Perijinan dan Investasi Regional Provinsi Kalimantan Timur

69

RA

Skema Plasma-Inti (Perkebunan Inti Rakyat) merupakan perangkat yang penting untuk meningkatkan panen petani rakyat tanaman industri yang terletak dekat dengan perkebunan-perkebunan besar. Program-program plasma-inti telah dikembangkan untuk perkebunan kelapa sawit, tetapi dapat diperluas untuk tanaman industri bernilai tinggi lainnya. Program-program ini bekerja dengan cara membuat perusahaan-perusahaan perkebunan mengembangkan petak-petak kelapa sawit atau plasma di daerah yang mengelilingi perkebunan mereka sendiri atau inti. Pengelolaan daerah plasma dijalankan oleh sebuah koperasi petani rakyat, yang biasanya mengontrakkan kembali fungsi-fungsi teknis kepada perusahaan perkebunan inti, sehingga seringkali petani bekerja sebagai buruh di petak-petak mereka. Petani rakyat menerima bibit, pupuk dan sering harga yang pasti untuk hasil produksi mereka. Skema ini telah berhasil di Kalimantan Timur, dan petani plasma rakyat telah menghasilkan panen dua kali lebih tinggi daripada pertanian rakyat kelapa sawit independen. Namun, skema plasma memiliki kelemahan-kelemahan karena skema ini dapat mengganggu pengelolaan lahan masyarakat tradisional (adat) dan juga mengubah pola kepemilikan tanah tradisional. Skema plasma dapat diperluas ke tanaman industri bernilai tinggi lainnya; untuk tanaman industri yang kurang menguntungkan, mungkin diperlukan subsidi pemerintah untuk mendapatkan dukungan sektor swasta untuk program tersebut. Pembangunan kapabilitas dapat dicapai dengan menciptakan sejumlah satuan agregasi terbatas yang dioperasikan oleh agen-agen perubahan lokal swasta (misalnya, pengusaha lokal dan petani begitu juga dengan operator gudang kecil di sisi pasca-panen ) yang dapat berkerja sama dengan pemerintah, donor, perusahaan-perusahaan input / pembeli, dan bank dan yang pada gilirannya akan menyatukan dan memperluas dukungan bagi para petani utama dan atau kelompok-kelompok tani dan petani rakyat individu dalam hal produksi. Salah satu opsi adalah untuk membentuk semacam kantor Pusat Pertanian yang akan melakukan tiga jenis kegiatan: (i) menawarkan untuk membeli dari kelompok-kelompok petani, (ii) memberikan masukan mengenai kredit, dan (iii) menyediakan layanan-layanan (misalnya, layanan traktor, penyimpanan). Setiap kantor pusat pertanian ini harus memiliki fasilitas gudang yang besar, semacam Depot Logistik (Dolog). Penelitian secara internasional menunjukkan bahwa Pusat Pertanian semacam ini, ternyata mampu melayani petani dalam radius 20 km dan bekerja dengan sekitar 200-300 petani utama yang pada gilirannya akan mengumpulkan 5,000 petani rakyat secara keseluruhan. Pusat-pusat pertanian tersebut harus ditempatkan di daerah lumbung pangan dengan populasi petani rakyat yang cukup padat; berdasarkan pada lahan pertanian saat ini, jumlah petani rakyat, dan infrastruktur atau akses pasar, percontohan potensial bisa jadi di Kutai Kertanegara, Kutai Timur, dan Penajam Paser Utara. Layanan-layanan penyuluhan masih merupakan program pemerintah yang penting untuk mendukung petani rakyat, terutama di daerah terpencil. Kerjasama sektor swasta dengan para petani sering terbatas pada petani yang memiliki tanaman industri bernilai tinggi yang terletak di dataran rendah dekat perkebunan dan fasilitas pengolahan mereka. Dengan demikian, pekerja penyuluh pemerintah masih penting, khususnya untuk memberikan akses ke kredit, bibit, dan teknologi bagi petani rakyat yang menanam tanaman pangan dan terletak di pedalaman Kalimantan Timur yang lebih jauh. Baik anggaran dan jumlah pekerja layanan penyuluhan telah menurun di Indonesia, Indonesia memiliki sekitar enam pekerja penyuluhan untuk setiap 10.000

FT

Untuk mendukung pertumbuhan sektor pertanian, perencanaan tata ruang harus fokus pada upaya mengidentifikasi beberapa daerah lumbung pangan/ breadbasket. Strategi lumbung pangan bertujuan melakukan terobosan dalam hal produksi pangan pada daerahdaerah geografis tertentu yang telah ditetapkan. Lumbung pangan didefinisikan sebagai daerah pertanian yang memiliki potensi produktivitas tinggi untuk tanaman pangan tertentu, potensi akses pasar yang baik, dan kepadatan penduduk perdesaan yang relatif tinggi. Selain itu, untuk mendukung Kalimantan Timur untuk mengurangi emisi CO2e, lumbung-lumbung pangan juga harus ditempatkan di daerah-daerah lahan kritis atau padang rumput untuk mencegah deforestasi lebih lanjut. Dengan mengidentifikasi daerah-daerah lumbung pangan, perluasan pertanian dapat difokuskan pada daerah-daerah dengan potensi tertinggi serta emisi rendah.

70

petani, dibandingkan dengan Cina, yang memiliki rasio 16 untuk setiap 10.000. Maka jika ingin sama dengan Cina, maka Kalimantan Timur membutuhkan 200 orang tambahan pekerja penyuluhan. Diperlukan sistem MRV yang real time dan tersedia bagi masyarakat umum untuk membantu masyarakat melawan kebakaran. Walaupun kebijakan nir pembakaran akan membantu pencegahan pembakaran, tetapi tetap saja tersisa beberapa kebiasaan membakar lading/hutan, sehingga pemadam kebakaran berbasis masyarakat perlu fokus untuk memadamkannya. Walaupun menara kontrol merupakan sarana pemantauan lokal yang efektif, namun detektor satelit dapat mengidentifikasi kebakaran yang terjadi di tempat terpencil atau kebakaran yang lebih besar yang akan membutuhkan dukungan dari pemerintah kabupaten dan provinsi untuk membantu menghentikan penyebarannya. Sudah ada perangkat tersedia, seperti layanan online IndoFire, yang tersedia untuk umum dan dapat digunakan untuk mendukung pemantauan ini.

Sektor batu bara

RA
Konteks Saat ini

Pertambangan batu bara telah lama menjadi sumber ketegangan dalam rencana pembangunan. Nilai batu bara yang tinggi telah menarik investasi besar ke Kalimantan Timur, dan memberikan penerimaan pajak yang besar dan berkontribusi kepada PDB. Namun, pertambangan batu bara hanya menyediakan sedikit pekerjaan bila dibandingkan dengan manufaktur atau pertanian padat pekerja. Jika dilakukan dengan buruk, pertambangan dapat meninggalkan sebuah konsekuensi lingkungan yang sangat besar. Namun, batu bara merupakan penyumbang pertumbuhan perekonomian di Kalimantan Timur dan mungkin akan berlangsung sampai beberapa dekade mendatang. Strategi yang disusun berikut ini, bertujuan meningkatkan efisiensi dan mencari langkah-langkah untuk meminimalkan dampak kerusakannya.

Kalimantan Timur memiliki beberapa sumber daya mineral, namun pertambangan batu bara mendominasi produksi. Walaupun masih terdapat sekitar 50 juta ton emas dan perak, namun produksi emas dan perak saat ini sangat terbatas sejak penutupan tambang PT. KEM pada tahun 2004. Kalimantan Timur memiliki cadangan batu bara yang besar, diperkirakan sekitar 3,6 miliar ton, setara dengan 19 persen total batu bara Indonesia. Jadi, hampir semua pertambangan yang ada saat ini adalah pertambangan batu bara. Sebagian besar batu bara di Kalimantan Timur adalah rendah sulfur dan berkisar dari kalori rendah sampai tinggi (43 persen cadangan berada pada kisaran 6.100-7.100 CV), yang berarti batu bara Kalimantan Timur dapat diekspor ke pabrik baja (yang memerlukan batu bara kalori tinggi) dan pembangkit tenaga listrik. Pertambangan batu bara adalah penggerak perekonomian Kalimantan Timur yang signifikan. Dari tahun 2000 sampai 2008, produksi batu bara tumbuh pesat sebesar 15 persen per tahun, meningkatkan kontribusinya terhadap total PDB dari 8 persen menjadi 20 persen. Produksi telah mencapai 119 juta ton dan beberapa infrastruktur, seperti pelabuhan, sudah mencapai batas kapasitas mereka. Kedepannya, pertumbuhan produksi batu bara diperkirakan akan melambat hingga 5 persen, karena kendala prasarana dan batas-batas konsesi telah tercapai, setara dengan rata-rata Indonesia. (Kotak 4 membahas jenis-jenis konsesi). Dengan tingkat pertumbuhan seperti ini, maka pada tahun 2030, sektor pertambangan batu bara akan memberikan kontribusi signifikan sebesar 31 persen terhadap PDB riil provinsi. Pertambangan batu bara di Kalimantan Timur memberikan kontribusi emisi yang signifikan, khususnya melalui deforestasi terkaitnya, yang diperkirakan sebesar 27 MtCO2e pada tahun 2010. Emisi ini setara dengan 11 persen dari total emisi Kalimantan Timur. Sebagian besar emisi pertambangan batu bara berasal dari deforestasi untuk membuka daerahdaerah untuk eksplorasi dan produksi pertambangan, dan bukan proses pertambangan itu sendiri. Karena setiap ha lahan yang mengalami deforestasi melepaskan lebih dari 800 ton CO2e,

FT

71

PKP2Bs, KPs, and IUPs


Saat ini terdapat dua tipe konsesi utama di Kalimantan Timur, yaitu: PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara ) dan KP (Kuasa Pertambangan). Terdapat beberapa perbedaan antara PKP2B dan KP, walaupun demikian, perbedaan utama mereka adalah pada status legal dan luasnya. PKP2B adalah kontrak antara Pemerintah Pusat Indonesia dan perusahaanperusahaan tambang yang relatif lebih besar. Luas rata-rata konsesi produksi sebuah PKP2B adalah sekitar 28,000 ha. PKP2Bs membayar sewa tanah dan bagi produksi kepada pemerintah pusat. Di sisi lain, KP adalah izin yang dianugerahkan oleh pemerintah daerah kepada perusahaanperusahaan tambang yang relatif lebih kecil. Luas rata-rata konsesi produksi satu KP adalah sekitar 1,000 ha. KP membayar sewa tanah dan royalti produksi kepada pemerintah daerah. Baik PKP2B dan KP merupakan produk hukum sebelum diterbitkannya UU pertambangan yang baru, UU No 4 tahun 1999, yang sebenarnya diterbitkan pada tahun 2010. Sejak terbitnya UU pertambangan yang baru, Pemerintah Indonesia saat ini hanya menerbitkan IUP (Izin Usaha Pertambangan). IUP adalah analogi dari KP dari sudut pandang luas lahan (luas maksimum untuk produksi adalah 15,000 ha dan 50,000 ha untuk eksplorasi), status (izin dan bukan kontrak), dan kewajiban keuangan kepada pemerintah (bagi hasil). Namun, tidak seperti KP, IUP dianugerahkan berdasarkan proses tender yang transparan. Kedepannya, semua izin yang diterbitkan adalah dalam bentuk IUP. UU mengharuskan seluruh KP untuk diubah menjadi IUP pada tahun 2011. Sedangkan kontrak-kontrak PKP2B yang diterbitka sebelum UU Pertambangan baru akan tetap valid sampai kontrak awalnya berakhir

Kotak 4

RA

deforestasi akibat pembukaan tambang berkontribusi atas 68 persen emisi sektor batu bara, sementara proses pertambangan itu sendiri (seperti menggali, menghancurkan, dan transportasi) hanya berkontribusi sebesar 21 persen dari total emisi. Sisa emisi sebesar 11 persen berasal dari metana yang dilepaskan dari lapisan batu bara saat ditambang. Seiring bertumbuhnya sektor batu bara, emisi juga akan tumbuh sebesar 2 persen per tahun, dan mencapai 41MtCO2e pada tahun 2030, setara dengan 12 persen dari total emisi provinsi. Deforestasi tinggi karena sebagian besar penambang menggunakan penambangan terbuka, yang membuka permukaan konsesi. Penambangan bawah tanah bisa menghindari banyak deforestasi, tapi pertambangan bawah tanah tidak dapat dilakukan di Kalimantan Timur. Hampir semua cadangan batu bara di Kalimantan Timur berada pada kedalaman dangkal, sehingga penambangan bawah tanah secara teknis tidak mungkin dilakukan. Selain itu, pertambangan di Kalimantan Timur didominasi oleh perusahaan-perusahaan kecil, yang tidak memiliki peralatan yang canggih, pengetahuan dan dana untuk melaksanakan penambangan bawah tanah, yang memiliki risiko keamanan yang lebih tinggi. Dari 301 perusahaan pertambangan batu bara yang ada di Kalimantan Timur, hanya dua yang telah menggunakan penambangan bawah tanah, yaitu, Kitadin dan Fajar Bumi Sakti . Tidak seperti hutan tanaman atau kelapa sawit, konsesi pertambangan hanya melakukan deforestasi pada sebagian areanya. Konsesi pertambangan awal dimulai dengan izin eksplorasi atau studi kelayakan. Untuk penambang besar, konsesi ini biasanya menyusut sebesar 60 hingga 75 persen saat mereka beralih ke konsesi produksi; ini merupakan hasil dari eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah yang mengandung batu bara komersial yang dapat diambil. Selain itu, sewa tanah yang dibebankan berubah seiring dengan berubahnya ukuran konsesi produksi, yang mendorong perusahaan untuk menemukan ukuran minimum yang diperlukan. Luas ratarata konsesi produksi untuk penambang besar adalah 28,000 ha; dari luas ini, biasanya 20 persen daerah itu terkena dampak, yang berarti bahwa tanah telah digali dan semua vegetasi yang ada di permukaan telah hancur. Ukuran rata-rata konsesi produksi untuk penambang kecil hanya 1000 ha. Biasanya 75 persen dari wilayah kecil ini terkena dampak. (Lihat Kotak 5 untuk mengetahui lebih lanjut tentang menjadi penambang KP). Perusahaan-perusahaan kecil itu memiliki laju

FT

72

Gambar 44

Many mining operations are located within the natural forests

RA

FT

73

Sebagian besar emisi tambang batubara disebabkan oleh deforestasi untuk membuka operasi pertambangan dan bukan dari kegiatan pertambangannya
Deforestasi menghasilkan lebih banyak emisi CO2 daripada proses penambangan langsung Sumber-sumber emisi Juta tonCO2e 100% = 27 34 SKENARIO BSB 41 A Deforestasi Total karbon yang hilang dari lahan hutan dan tanah yang dikosongkan selama proses penambangan Sekitar 800 ton CO2e dilepaskan untuk tiap hektar area yang mengalami deforestasi B Proses pertambangan Emisi dari konsumsi energi selama proses penambangan, contoh: untuk listrik dan bahan bakar Untuk per ton batubara yang dihasilkan, dilepaskan sekitar 0.04 ton CO2e C Kebocoran gas metana Terdapat beberapa macam gas terkait yang dilepaskan saat lapisan batubara dibuka 88.25% gas tersebut adalah gas metana, yang 20x lebih berbahaya daripada CO2 sebagai gas rumah kaca Per ton batubara yang dihasilkan, dilepaskan sekitar 0.2 ton CO2e

Gambar 45

Deforestasi

68%

54%

Proses penambangan Kebocoran gas metana

30% 21% 11% 2010

16%

2020

RA
SUMBER : Kurva Biaya Pengurangan Indonesia; Wawancara; Simulasi; Analisis tim

Model ini menggunakan asusmsi bahwa tidak terdapat izin eksplorasi baru yang diterbitkan setelah tahun 2008, sehingga seluruh izin produksi yang baru berasal dari konsesi eksplorasi yang ada Laju konversi : 90% izin eksplorasi PKP2B berdasarkan atas (1) rasio antara nilai produksi rata-rata dan konsesi eksplorasi dan diverifikasi dengan (2) rasio luas area yang diizinkan selama fase eksplorasi dan produksi; 33% dari izin eksplorasi KP berdasarkan atas (1) rasio antara nilai produksi ratarata dan konsesi eksplorasi dan diverifikasi dengan (2) wawancara Durasi konversi : maximum 7 tahun untuk eksplorasi seperti yang sudah ditetapkan dalam UU No 4/2009

deforestasi yang lebih tinggi karena dua alasan. Pertama, mereka memiliki luas area yang jauh lebih kecil daripada perusahaan-perusahaan besar, sehingga proporsi lahan hutan yang mereka buka jelas lebih besar. Kedua, perusahaan kecil memiliki alat eksplorasi yang tidak secanggih perusahaan besar, sehingga mereka ketika membuka lahan mereka melakukannya tidak bertarget dan kurang sistematis. Laju deforestasi tergantung pada apakah lahan yang terkena dampak tersebut awalnya adalah hutan atau sudah merupakan lahan kritis. Laju deforestasi akan cenderung meningkat karena konsesi produksi baru kemungkinan akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan kecil. Pada tahun 2008, dari 1 juta ha konsesi produksi berizin sah, sekitar 192.000 ha telah mengalami deforestasi. Meskipun perusahaan-perusahaan kecil hanya memegang 28 persen dari luas total daerah konsesi produksi, mereka bertanggung jawab atas 61 persen daerah yang mengalami deforestasi. Saat ini di Kalimantan Timur terdapat tambahan lahan sebesar 3 juta ha yang memiliki izin eksplorasi batu bara; dan berdasarkan pengalaman sejarah, ini akan menghasilkan tambahan lahan untuk konsesi produksi sebesar 1 juta ha pada tahun 2030, di mana sekitar 564.000 ha akan mengalami deforestasi. Ini berarti laju deforestasi rata-rata sebesar 56 persen dari total area produksi. Diperkirakan laju deforestasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan laju historis karena perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara yang lebih kecil akan menghasilkan lebih banyak produksi di masa mendatang berdasarkan konsesi yang sedang diproses saat ini. Potensi Pengurangan Empat inisiatif pengurangan emisi telah diidentifikasi yang dapat mengurangi 50 persen total emisi sektor batu bara. Karena deforestasi merupakan sumber terbesar emisi, maka target alami inisiatif pengurangan adalah untuk menghentikan deforestasi; namun demikian, terdapat beberapa opsi lain untuk melakukan ini. Penambangan bawah tanah dapat mencegah deforestasi dalam skala besar tetapi tidak dapat dilakukan di Kalimantan Timur. Tidak seperti kelapa sawit atau kayu, konsesi batu bara tidak dapat ditukar guling dengan lahan kritis. Cadangan batu bara

FT
45% 36% 19% 2030

74

Kotak 5

Cerita mengenai penambang KP


Penambang kecil menghadapi banyak rintangan di setiap rantai nilai bisnis batu bara di Kalimantan Timur. Rintangan pertama dimulai ketika penambang kecil mengajukan permohonan unuk izin tambang. Karena kurangnya transparansi dan proses birokrasi yang panjang pada proses pengajuan permohonan talah menciptakan situasi yang kondusif untuk transaksi terselubung. Banyak penambang kecil mengeluhkan transaksi tersebut, di mana untuk banyak situasi akan mahal, tidak pasti dan berisiko. Pada saat izin pertambangan sudah didapat, rintangan berikutnya adalah mengamankan akses lahan. Penambang kecil harus menyediakan kompesasi bagi para penduduk setempat yang tinggal di atas area deposit pertambangan atau meyakinkan perusahaan HPH yang memegang izin pembalakan area tersebut untuk mengizinkan penambang kecil tersebut masuk ke lahan mereka. Penambang kecil juga harus menghadapi yang biasa disebut mafia tanah atau oleh kalangan mereka sendiri menyebutkan mereka sebagai spekulator tanah. Rintangannya tidak berakhir setelah berhasil mengamankan akses tanah. Pada operasi pertambangan, penambang kecil masih harus berhadapan dengan mafia setempat. Mafia setempat ini terkadang menyamar sebagai pemangku kepentingan yang sah: anggota masyarakat setempat yang terganggu oleh operasi pertambangan, LSM yang akan membela masyarakat setempat, atau bahkan pejabat pemerintah yang datang untuk mengambil suatu bentuk pajak pertambangan (kurangnya kejelasan dalam peraturan mengizinkan hal-hal tersebut untuk terjadi). Lebih jauh lagi, pencurian merupakan hal yang biasa terjadi ketika diangkut dari lokasi pertambangan ke pelabuhan (penambang kecil tidak membangun pelabuhan atau jalan mereka sendiri, namun memanfaatkan pelabuhan dan jalan yang digunakan publik). Pada beberapa lokasi, pencuri datang dan lompat ke atas truk atau tongkang batu bara, mengambil sebisa mereka kemudian, keluar dari sana. Kurangnya infrastruktur juga menjadi masalah bagi para penambang kecil. Ketika tambang mereka tiba di pelabuhan, penambang kecil harus menunggu giliran untuk dapat mengirimkan batu bara mereka. Sering kali ketika ketinggian air terlalu rendah dan tidak ada tongkang yang bisa masuk, waktu tunggunya bisa sangat panjang Semua rintangan di atas digabungkan dengan izin area pertambangan mereka yang kecil dan kurangnya perlengkapan dan pengetahuan pada akhirnya memberikan marjin yang terlalu kecil bagi para penambang kecil tersebut. Untuk bertahan, penambang kecil kemudian mencari caracara untuk mengurangi biaya, yang sering kali menyebabkan tidak dilakukannya reklamasi dan rehabilitasi yang sesuai.

RA

harus dieksploitasi di tempatnya, terlepas ada atau tidak tutupan hutan di atasnya. Menghentikan semua penambangan di lahan-lahan hutan tanpa kompensasi luar akan menimbulkan penurunan PDB yang signifikan. Terdapat pertambangan ilegal di daerah-daerah hutan lindung, dan ini harus dihentikan. Ini akan mengurang emisi CO2e hingga 27 persen yaitu sebesar 11.3 MtCO2e. Selanjutnya, upaya-upaya harus fokus pada mengurangi emisi dari aktivitas penambangan itu sendiri. Peningkatan efisiensi operasional akan mengurangi emisi sebesar 2.6 MtCO2e. Mengurangi pelepasan metana dapat menghasilkan pengurangan emisi sebesar 4.8 MtCO2e. Akhirnya, strategi terakhir adalah untuk membalikkan emisi deforestasi pada pasca-penambangan. Reklamasi pasca penambangan yang tepat akan memberikan tambang pengurangan sebesar 2.01 MtCO2e. Penting untuk ditekankan bahwa menghindari deforestasi yang tidak perlu atau deforestasi yang tidak terencana akan menghasilkan pengurangan emisi yang lebih besar daripada reklamasi hutan yang tepat setelah konsesi pertambangan berakhir. Menegakan peraturan reklamasi tentu saja perlu, tapi pohonpohon baru akan memerlukan waktu selama 80-100 tahun untuk memulihkan area seperti sedia kala sebagai wadah penyerapan karbon.

FT

75

Telah diidentifikasi empat faktor pendorong pengurangan yang dapat menyerap hingga 50% emisi total Kalimantan Timur
Sumber emisi Deforestasi Faktor pendorong pengurangan
1 Menghentikan pertambangan ilegal

PERKIRAAN

Gambar 46

Menegakkan reklamasi pasca-penambangan

Proses 3 Mendukung pertambangan efisiensi proses Pelepasan gas metana


4

Meminimalisir pelepasan gas metana

RA

1 Dengan asumsi 90% konsesi produksi yang ada sekarang dan di masa depan berlokasi di: Hutan Lindung, Cagar Alam, Hutan Penelitian, Taman Nasional, dan Hutan Raya adalah ilegal (berdasarkan tingkat PKP2B yang ada) 2 Dengan asumsi tingkat reklamasi 100% dimungkinkan dengan melakukan penegakan kuat 3 Dengan asumsi penurunan emisi 20% dapat diperoleh dari efisiensi operasi pertambangan (perkiraan ahli disesuaikan dengan fakta bahwa mayoritas penambang di Kalimantan Timur merupakan penambang kecil) 4 Dengan asumsi 70% pelepasan gas metana dapat dihentikan (perkiraan ahli) SUMBER: Wawancara; Simulasi; Analisis tim

Menghentikan penambangan liar di kawasan hutan lindung akan memberikan 27 persen pengurangan setara dengan menjadi 11.3 MtCO2e. Daerah konsesi batu bara yang luas terletak di kawasan hutan, beberapa bahkan terletak di dalam kawasan hutan lindung. Melalui beberapa perkiraan, sebanyak 90 persen konsesi eksplorasi dan produksi yang terletak di dalam kawasan lindung adalah ilegal.19 Sebuah strategi pengurangan yang efektif adalah dengan melakukan survei semua lahan-lahan hutan dan memeriksa lisensi semua perusahaan pertambangan di lahan-lahan hutan. Perkiraan biaya untuk melaksanakan inisiatif ini, dengan nilai saat ini dan tidak termasuk biaya peluang dari pertambangan ilegal, adalah USD 0.01 hingga 0.02 per tCO2e per tahun pada tahun 2030. Kotak 6 membahas infrastruktur pertambangan dan deforestasi. Meminimalkan pelepasan metana dapat menghasilkan pengurangan sebesar 4.77 MtCO2e. Mengurangi pelepasan metana ke atmosfir merupakan faktor pendorong terbesar kedua untuk mengurangi emisi setelah deforestasi. Metana 20 kali lebih kuat daripada CO2 sebagai gas rumah kaca, dan lapisan batu bara di Kalimantan Timur memiliki konsentrasi metana yang tinggi, yaitu 1.46 m3 per ton batu bara (sekitar 88 persen dari total konsentrasi gas dalam batu bara). Karena pertambangan batu bara di Kalimantan Timur didominasi oleh penambangan terbuka, metana terlepas dari lapisan ketika penambang memindahkan tanah di atas deposit batu bara (overburden). Tambahan metana yang terperangkap dalam pori-pori batuan dilepaskan selama proses penghacuran dan penggilingan. Namun, tidak ada langkah-langkah untuk memitigasi pelepasan metana yang saat ini terjadi di Kalimantan Timur. Peraturan pertambangan
19 Tidak semua operasi pertambangan terletak di dalam zona lindung itu ilegal. Dalam zona lindung, terdapat berbagai jenis hutan. Untuk menyederhanakan dari sudut pandang pertambangan, terdapat dua kategori utam 1) Hutan konservasi (misalnya Cagar Alam, Suaka Margastwa) - sama sekali tidak boleh terdapat aktivitas pertambangan kecuali hak atau kontrak diterbitkan sebelum undang-undang kehutanan yang baru, UU No 41 Tahun 1999; 2) Hutan lindung dilarang melakukan pertambangan di permukaan, namun pertambangan bawah tanah diizinkan bila telah mendapat persetujuan dari Kementerian Kehutanan, atau hak menambang atau kontraknya telah diterbitkan sebelum UU kehutanan baru diterbitkan, UU No, 41 tahun 1999.

FT

Pengawasan operasi produksi yang 2.012 ketat Gunakan kontraktor reklamasi khusus Restrukturisasi jaminan reklamasi Mendorong efisiensi operasi 2.563 4.774 (5%) (6%) Menurunkan kebocoran gas metana dengan mensyaratkan pemanfaatan atau pembakaran gas metana Total Penurunan Emisi= (12%) 20.66 (50%)

Uraian Survei seluruh lahan hutan, pemeriksaan perijinan perusahaan pertambangan, dan penghentian operasi jika terbukti ilegal

Penurunan % emisi emis tahun Mt, 2030 2030 11.321 (27%)

76

Kotak 6

Infrastruktur pertambangan dan Deforestasi


Bila tidak dikelola dengan baik, infrastruktur pertambangan dapat mengarah kepada lebih banyak deforestasi. Supaya dapat masuk ke deposit batu bara yang terletak di tengah hutan, banyak penambang besar di Kalimantan Timur membangun jalan yang melewati kawasan hutan. Meskipun demikian, karena terdapat jalan mengizinkan para pendatang untuk merambah ke dalam hutan. Merupakan hal yang lazim bagi para pendatang untuk menebang pohon dan membangun bangunan permanen di sisi jalan. Penambang kecil, tidak sama seperti yang besar, biasanya tidak mampu membangun infrastrukturnya sendiri. Dengan demikian, mereka memanfaatkan jalan publik yang tersedia, jalan-jalan HPH atau sungai. Dengan menggunakan jalan-jalan HPH yang ada sebenarnya dapat mencegah lebih banyak deforestasi, karena jalan-jalan biasanya dikelola oleh perusahaanperusahaan HPH, yaitu perusahaan yang memiliki kepentingan kuat untuk mengendalikan area pembalakan mereka dan mencegah perambahan hutan oleh para pendatang. Kedepannya, penambang besar harus memanfaatkan jalan-jalan HPH atau membangun rel kereta dan bukan jalan raya untuk meminimalisir para pendatang muncul di sisi-sisi jalan. Untuk mengakomodasi pekerja pertambangan batu bara, banyak penambang besar, juga membangun perkemahan kecil dekat dengan lokasi pertambangan di tengah hutan. Seiring dengan beroperasinya pertambangan, perkemahan tersebut juga semakin besar karena banyak pedagang datang untuk membuka usaha. Beberapa bahkan membawa keluarganya dan membangun rumahrumah di sekitar perkemahan. Ketika perkemahan pertambangan tersebut telah berkembang cukup besar, mereka bisa mengajukan untuk menjadi desa atau bahkan kecamatan. Bila disetujui, maka perkemahan tersebut dapat menjadi desa permanen dan berhak mendapatkan dana pembangunan. Desa yang sedang bertumbuh tersebut kemudian meningkatkan tekanan kepada area-area hutan. Kedepannya, Kalimantan Timur harus mendorong penambang besar untuk mencegah pertumbuhan perkemahan yang tidak direncanakan .

RA

saat ini tidak cukup eksplisit untuk melarang pelepasan metana. Selain itu, penggunaan komersial gas metana dirintangi oleh peraturan yang berlaku untuk coal-bed methane, di mana para penambang batu bara harus mengikuti proses yang panjang jika mereka ingin melakukan gas suar bakar (flare)20 atau menggunakan metana. Kami telah mengidentifikasi sejumlah langkah yang direkomendasikan untuk membantu mengurangi pelepasan metana: petisi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menyederhanakan persyaratan untuk CBM; mengeluarkan peraturan-peraturan baru yang mensyaratkan menahan metana dalam operasi pertambangan; memberikan dukungan teknis kepada para penambang yang mengajukan permohonan dana untuk Mekanisme Pengembangan Bersih (Clean Development Mechanism), dan meluncurkan tim pemantauan pertambangan baru untuk memeriksa pelepasan metana di daerah-daerah pertambangan. Biaya, dalam nilai sekarang, yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi dengan mengurangi pelepasan metana dari pertambangan batu bara adalah sekitar negatif USD 2 hingga negatif USD 3 per tCO2e per tahun hingga tahun 2030. Mendorong efisiensi operasi dapat menghasilkan pengurangan sebesar 2.56 MtCO2e. Emisi dari proses penambangan dan profitabilitas penambangan batu bara didorong terutama oleh konsumsi bahan bakar dan listrik. Wawancara dengan para ahli menunjukkan bahwa Kalimantan Timur dapat mengurangi konsumsi energi (dan dengan demikian menurunkan emisi dan biaya) sekitar 20 persen melalui peningkatan efisiensi operasional. Salah satu langkah yang layak dipertimbangkan pemerintah provinsi adalah melakukan pelatihan tim pemantauan pertambangan provinsi baru agar dapat merekomendasikan perbaikan operasional ketika mereka
20 Flaring mengkonversi metana menjadi CO2, dan dengan demikian lebih ramah lingkungan dibandingkan memiliki metana, yang merupakan gas rumah kaca yang 20 kali lebih kuat daripada CO2, akan dilepaskan ke atmosfer secara langsung.

FT

77

mengunjungi daerah pertambangan. Anggota tim pemantauan pertambangan provinsi kemudian juga akan menilai efisiensi dan menyarankan perbaikan kepada perusahaan pertambangan tersebut. Contoh-contoh inisiatif efisiensi operasional meliputi: mengurangi waktu kosong ketika menggali, meningkatkan kontrol pada peralatan transportasi, meningkatkan faktor isi ketika menggali, perbaikan jalan angkut, mengoptimalkan distribusi pengiriman truk, dan meningkatkan pemantauan bahan bakar dan pemeliharaan. Inisiatif mana yang tepat tergantung pada hasil penilaian daerah pertambangan oleh tim pemantauan pertambangan provinsi. Biaya, dengan nilai sekarang, untuk melaksanakan semua langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi operasional diperkirakan mencapai USD 4 hingga 6 per tCO2e per tahun hingga tahun 2030. Menegaskan dilakukannya reklamasi pasca tambang yang tepat akan menghasilkan penurunan sebesar 2.01 MtCO2e. Meskipun dampak lingkungan dari penambangan terbuka tidak dapat dihindari, kerusakan dapat diminimalkan melalui implementasi praktik-praktik terbaik reklamasi. Dalam pelanggaran peraturan-peraturan yang ada, banyak penambang di Kalimantan Timur, khususnya penambang yang lebih kecil, tidak melaksanakan praktik-praktik reklamasi yang tepat. Wawancara dengan peserta industri dan analis sektor pertambangan menunjukkan bahwa sekitar 20 persen perusahaan-perusahaan besar dan 75 persen perusahaan-perusahaan kecil tidak melaksanakan reklamasi yang tepat. Alasan mereka beragam. Banyak penambang kecil tidak memiliki modal untuk membiayai kegiatan reklamasi. (Dana jaminan reklamasi di muka memang ada, tapi dalam banyak kasus tidak cukup untuk menutup seluruh biaya reklamasi atau memang tidak dikumpulkan dengan benar) beberapa penambang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan reklamasi secara tepat dan, beberapa tidak melaksanakan reklamasi yang tepat karena mereka tahu bahwa pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya untuk memantau dan mengendalikan mereka, dan karena itu untuk menghukum pelanggar ketentuan reklamasi masih terbatas. Kotak 7 membahas peluang ekonomi dari reklamasi pasca tambang.

RA

Peluang perekonomian dari Reklamasi dan Rehabilitasi Pasca Pertambangan


Ketika reklamasi dan rehabilitasi dilihat sebagai beban perusahaan pertambangan swasta, hal tersebut sebenarnya peluang perekonomian bagi Provinsi Kalimantan Timur keseluruhan. Tanpa reklamasi yang baik, tanah di konsesi pertambangan akan rusak dan tidak dapat digunakan untuk usaha-usaha perekonomian lain. Manfaat lainnya, dengan secara ketat menerapkan peraturan rehabilitasi pasca pertambangan adalah dapat mengizinkan sektor lain untuk menggunakan area konsesi pertambangan setelah periode konsesinya berakhir. Reklamasi yang baik pada tanah akan memastikan tanah tersebut tetap layak untuk digunakan untuk kehutanan, kelapa sawit atau pertanian. Hal tersebut dapat menurunkan tekanan terhadap hutan-hutan primer, penyerapan karbon yang lebih tinggi, dan penciptaan lebih banyak lapangan pekerjaan. Berdasarkan praktik-praktik reklamasi yang ada, pada tahun 2030 di bawah skenario bisnis seperti biasa, hanya akan ada sekitar 137,000 ha lahan pertambangan tersedia untuk kehutanan, kelapa sawit, pertanian, atau penggunaan lainnya setelah konsesi pertambangannya berakhir. Walaupun demikian, bila peraturan mengenai reklamasi ditegakan secara ketat maka akan tersedia tambahan lahan yang telah direklamasi seluas 289,000 ha yang dapat digunakan untuk usaha-usaha perekonomian lainnya pada tahun 2030.

FT
Kotak 7

Tiga inisiatif untuk menegakan reklamasi pasca tambang telah diidentifikasi. Pertama, untuk mengatasi masalah kurangnya keterampilan dan pengetahuan, dapat menggunakan kontraktor reklamasi bersertifikat. Penambang tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk melakukan reklamasi dapat menghubungi salah satu kontraktor berdasarkan daftar yang direkomendasikan. Kedua, untuk mengatasi kekurangan sumber daya keuangan, dapat dengan menyesuaikan sistem dana jaminan reklamasi. Daripada meminta pemohon izin pertambangan

78

untuk membayar jaminan yang kecil di muka, Kalimantan Timur dapat meminta mereka untuk membayar biaya penuh reklamasi di muka kepada setiap kontraktor reklamasi bersertifikat di Kalimantan Timur dan melampirkan kontrak reklamasi itu ke aplikasi izin mereka. Sehingga, pemerintah Kalimantan Timur hanya akan perlu untuk memegang kontraktor reklamasi bersertifikat tersebut, dan bukan pemohon, yang akan bertanggung jawab untuk melaksanakan reklamasi yang tepat. Akan lebih mudah bagi Kalimantan Timur untuk mengelola beberapa kontraktor bersertifikat daripada mengelola ribuan perusahaan pertambangan. Ketiga, untuk mengatasi masalah kurangnya penegakan, Kalimantan Timur dapat membentuk sebuah satuan pemantauan pertambangan baru dengan sumber daya dan otoritas yang cukup. Untuk memastikan keberhasilan reklamasi (1) program rehabilitasi harus merupakan bagian integral dari operasi sejak dimulainya pertambangan; (2) lahan harus segera direhabilitasi setelah penutupan setiap tambang, dan (3) proses konsultasi yang panjang dengan para pemangku kepentingan masyarakat harus dimulai beberapa tahun sebelum penutupan sebuah pertambangan. Terdapat beberapa contoh sukses reklamasi di Kalimantan Timur, seperti tambang batu bara Petangis di Paser yang direhabilitasi oleh PT Kendilo dan tambang emas PT KEM di Kutai Barat. Pertambangan Petangis merehabilitasi lahan-lahan pasca tambang menjadi taman eko-pariwisata, di mana pertambangan Petangis menerima penghargaan lingkungan hidup Bendera Emas dari Provinsi Kalimantan Timur. Untuk menegakkan reklamasi yang tepat, Kalimantan Timur perlu merekrut 65 personil tambahan yang memenuhi persyaratan sebagai anggota tim pemantau tambang provinsi. Perkiraan total biaya, dalam nilai sekarang, untuk langkah-langkah untuk menegakkan reklamasi akan sekitar USD 6 hingga USD 22 per tCO2e per tahun hingga tahun 2030.

Gambar 47

RA
Reklamasi oleh perusahaan tambang PT KEM, Kutai Barat Tambang yang tidak direklamasi, Kutai Kertanegara
SUMBER: Google Earth

Contoh reklamasi tambang di Kalimantan Timur


Rehabilitasi oleh perusahaan tambang batu bara PT Kendilo, Pasir

Proyek-Proyek Percontohan Lokasi-lokasi percontohan potensial untuk inisiatif batu bara telah teridentifikasi di Kutai Kertanegara, Kutai Barat dan Kutai Timur. Karena 75 persen penambang di sana memiliki izin KP dan 64 persen daerah konsesi batu bara KP terkonsentrasi di tiga kabupaten tersebut, emisi

FT
Tambang yang tidak direklamasi, Samarinda

79

tertinggi dan potensi pengurangan terbesar juga terletak di sana. Proyek-proyek percontohan di tiga kabupaten Kutai dapat menghasilkan hampir 75 persen dari total potensi pengurangan dari sektor batu bara (GAMBAR 48). Kriteria lain yang akan digunakan untuk memilih proyek percontohan akhir akan mencakup: dukungan dari kabupaten, dukungan dari perusahaanperusahaan pertambangan, dan ketersediaan keanekaragaman hayati dan area Hutan dengan nilai karbon tinggi (High Carbon Value Forest-HCVF) yang berisiko.

Gambar 48
Potensi pengurangan emisi pertambangan per faktor pendorong Juta ton CO2e 2030
Memastikan dilakukannya reklamasi pasca pertambangan

Menghentikan pertam-bangan ilegal

Balikpapan Berau Bontang Bulungan Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Malinau Nunukan

0.91 0.41 2.37 3.04 2.88 0.05 0.70 0.57 0.26 0.10 0.02 -

RA
0.14 0.09 0.05 0.02 0.00 2.01 0.06 0.26 0.02 0.04 0.00 2.56 0.11 0.49 0.03 0.07 0.00 4.77 Paser Paser Penajam Utara Samarinda Tarakan Total Tana Tidung 11.32
SUMBER : Distamben; Kurva Biaya Pengurangan Indonesia; Wawancara; Simulasi; Analisis tim

Catatan: Model ini menggunakan asusmsi bahwa tidak terdapat izin eksplorasi baru yang diterbitkan setelah tahun 2008 1 KP = Kuasa Pertambangan (Mining Rights); izin diberikan kepada perusahaan kecil dengan luas area rata-rata sebesar 1,000 ha 2 PKP2B = Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara; kontrak antara Pemerintah Indonesia dan perusahaan pertambangan besar dengan luas area rata-rata sebesar 30,000 ha

GDP Potential

Meningkatkan produktivitas pertambangan batu bara dapat meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap PDB hingga Rp 10 triliun hingga tahun 2030. Dalam skenario bisnis yang normal, 88 persen daerah konsesi produksi baru akan didominasi oleh perusahaanperusahaan kecil. Namun, sebagian besar perusahaan-perusahaan kecil jauh lebih tidak produktif daripada perusahaan-perusahaan besar karena perbedaan dalam peralatan pertambangan, peralatan produksi, pengetahuan, dan metodologi ekstraksi. Saat ini, rata-rata produktivitas penambang kecil adalah 59 ton per ha per tahun, jauh lebih rendah dari produktivitas rata-rata perusahaan besar yang sebesar 144 ton per ha per tahun. Dengan lebih dari 1,200 penambang kecil, maka sulit untuk mendukung mereka semua dengan pembiayaan, teknologi dan pelatihan untuk meningkatkan produksi. Respons alami pasar terhadap situasi tersebut adalah dengan menyatukan para penambang kecil menjadi pertambangan dan perusahaan yang lebih besar, lebih efisien; namun ini lambat terjadi di Kalimantan Timur. Dengan demikian, opsi terbaik yang telah teridentifikasi adalah dengan meningkatkan produktivitas dengan lebih baik memeriksa para penambang baru dan hanya mengeluarkan izin produksi kepada perusahaan yang memiliki keterampilan teknis yang memadai. Tim pemantauan pertambangan provinsi dapat membantu kabupaten menilai kemampuan teknis pemohon dan para kontraktor yang ingin mereka pekerjakan.21 Berdasarkan atas penilaian tersebut, tim pemantau pertambangan kemudian merekomendasikan kepada kabupaten apakah akan menolak atau menerima permohonan itu.
21 Kontraktor pertambangan juga akan perlu diperiksa secara ketat.

FT
Mendorong efisiensi proses Meminimalisir pelepasan gas metana Pengurangan total

75% dari potensi pengurangan total berasal dari 3 Kabupaten Kutai

0-1 1-2 2+

0.17 0.08 0.46 0.59 0.41 0.01

0.16 0.03 0.19 0.30 1.50 0.00

0.29 0.05 0.36 0.56 2.80 0.01

1.52 0.57 3.39 4.48 7.60 0.07 1.00 1.40 0.37 0.22 0.03

20.66

80

Gambar 49

Masuk ke dalam rantai nilai hilir akan menghasilkan lebih banyak emisi dari pada bahan bakar diesel konvensional
Situasi Permasalahan

Masuk ke dalam rantai nilai hilir dapat menghasilkan lebih nilai yang lebih tinggi daripada mengekspor batu bara mentah

Peluang

Rantai nilai batu bara tradisional Eksplorasi Pertambangan

Rantai nilai batu bata alternatif memang tersedia Proses langsung dan tidak langsung Batu bara menjadi zat cair (Coal To Liquids-CTL) untuk menghasilkan bahan bakar tradisional CTL tidak langsung untuk mensintesa kimia dan bahan bakar baru seperti DME, Methanol Pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang bersih (mis. IGCC) Teknologi pendukung baru yang lebih bersih seperti pengolahan batu bara, penyerapan CO2
Transportasi dan perdagangan Direct Coal to Liquids-DCL Pencairan & penambahan H2
Pembangkit listrik bertenaga batu bara

Rantai nilai batu bara alternatif

Pembangkit mulut tambang

Indirect Coal to Liquids (ICL) Gasifikasi Syngas clean-up

RA
Inisiatif Peningkatan PDB
1 Pelaksanaan pemeriksaan permohonan ijin yang lebih ketat

SUMBER: US Department of Energy; Natural Resources Defence Council; Distamben; UU No 4 Year 2009; Wawancara; Analisis tim

Gambar 50

Hampir semua faktor pendorong pengurangan dapat dilakukan dengan dibentuknya tim pengawasan pertambangan tingkat provinsi
Dapatkan Tim Pengawasan Pertambangan membantu?

Pengurangan

Menghentikan penambangan ilegal

3 4

Menyelenggarakan / menegakan supaya dilakukannya reklamasi pasca tambang yang layak Mendorong efisiensi proses

Meminimalisir pelepasan metana

1 Semua surat-surat administrasi dipegang oleh dinas pertambangan daerah SUMBER : Wawancara ; Analisa tim

FT
Laju emisi "Well-to-wheel" lb CO2/galon bahan bakar
50
a Pengolahan

Walaupun demikian, teknologi CTL technology tidak direkomendasikan untuk Kalimantan Timur Pembangkit CTL non-penyerap karbon lebih padat karbon daripada bahan bakar minyak Walaupun dengan penyerapan, di mana sulit untuk diterapkan, pembangkit CTL masih tidak jauh berbeda dengan bahan bakar diesel konvensional

Kalkulasi NRDC Kalkulasi DOE

29

27 27

menjadi bensin atau diesel

34

Sintesa produk

b Kimia

23

perindustrian dan bahan bakar baru Pembangkit listrik IGCC*

Coal to Liquids, Tidak ada penyerapan

Coal to Liquids, Dengan penyerapan karbon

Bahan bakar diesel konvensional

Penyerapan karbon

Catatan: Emisi "Well-to-wheel" mencakup emisi selama proses produksi, transportasi, pengolahan, distribusi dan penggunaan akhir batu bara

Peranan apa yang dapat dimainkan Tim Pengawasan Pertambangan ?


Sebagai badan ahli provinsi yang dapat memeriksa aplikasi1 Memeriksa kualitas AMDAL dan rencana-rencana teknis pertambangan Pemeriksaan latar belakang perusahaan Sebagai inspektor/surveyor yang dapat memeriksa lahan berhutan dan memeriksa ijin perusahaan. Sebagai inspektur yang mengunjungi lokasi dan memantau secara seksams Sebagai pakar yang mengunjungi situs/lahan, mengamati dan menndiagnosa praktik pertambangan dan merekomendasikan gagasan-gagasan perbaikan Sebagai inspektor yang mengunjungi situs/lahan dan mengawasi secara seksama; juga sebagai fasilitator yang membantu perusahaan dalam melaksanakan proyek CDM.

Ya

Ya

Ya Ya

Ya

81

Kebijakan dan Lembaga yang Dibutuhkan

Sebuah tim pemantau pertambangan yang kuat sangat penting bagi keberhasilan inisiatif-inisiatif pengurangan dan peningkatan PDB. Tim pemantau akan memainkan banyak peranan penting dalam implementasi inisiatif-inisiatif pengurangan dan peningkatan PDB.

RA
Keahlian dan pengetahuan yang memadai

Saat ini Kalimantan Timur sudah memiliki personil untuk memantau perusahaan-perusahaan pertambangan, misalnya polisi khusus pertambangan atau inspektur tambang. Namun demikian , pemantauan tidak efektif karena beberapa tantangan. Salah satunya adalah jumlah personel. Para ahli memperkirakan bahwa rasio minimum antara jumlah personil dengan jumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi, supaya pemantauan dapat dilakukan secara efektif haruslah 1:10. Sekarang ini, rasio Kalimantan Timur adalah 1:150, dengan hanya dua anggota polisi khusus pertambangan yang juga hanya paruh waktu, untuk mengawasi 301 perusahaan-perusahaan pertambangan yang berproduksi. Diperkirakan jumlah perusahaan pertambangan yang akan beroperasi pada tahun 2030 adalah sekitar 620 perusahaan. Oleh karena itu, Kalimantan Timur membutuhkan total 62 personil penuh waktu. Tantangan kedua adalah anggaran terbatas melakukan kunjungan lapangan. Idealnya, setiap perusahaan pertambangan harus dikunjungi setiap enam bulan (ini berarti 1,240 kunjungan per tahun untuk 620 perusahaan). Namun, saat ini hanya tersedia anggaran untuk mengunjungi satu perusahaan per tahun. Lebih jauh lagi, saat ini personil hanya memiliki otoritas terbatas untuk melakukan inspeksi lapangan mendadak. Mereka harus melaporkan terlebih dahulu kepada perusahaan pertambangan sebelum mereka datang, dan kemudian melakukan kunjungan yang dipandu oleh perusahaan pertambangan. Tantangan lain adalah kualitas personil. Idealnya, anggota tim pemantauan pertambangan haruslah ahli pertambangan. Dengan demikian, para anggota tim pemantauan pertambangan provinsi harus memiliki kualifikasi berikut: (1) latar belakang pendidikan yang berhubungan dengan pertambangan; (2) pengalaman kerja di industri yang relevan, untuk misalnya, mantan manajer sebuah perusahaan pertambangan yang bagus, dan (3) pelatihan mengenai inspeksi lapangan. Ringkasnya, sangat penting bagi tim pemantau provinsi untuk memiliki: Otoritas dan kekuasaan yang memadai untuk melakukan semua tanggung jawabnya. Kejelasan peran dan tanggung jawab di antara anggota tim dan otoritas pertambangan provinsi dan kabupaten (dinas)

Orang-orang dan proses-proses berintegritas tinggi; dan proses tata kelola pemerintahan kelas dunia

FT

Inisiatif potensial lainnya untuk meningkatkan PDB dari batu bara telah ditolak karena terlalu padat-karbon. Selain meningkatkan produktivitas ekstraksi batu bara setelah sebuah daerah telah mengalami deforestasi, opsi untuk meningkatkan nilai ekonomi batu bara adalah dengan beregerak ke hilir dan menggunakan batu bara itu sendiri, yang menciptakan lebih banyak emisi. Terdapat potensi hilir seperti proses batu bara menjadi cair untuk memproduksi bahan bakar diesel, tetapi ini menghasilkan jauh lebih banyak CO2e daripada penyulingan minyak konvensional. Batu bara dapat dibakar untuk menghasilkan tenaga listrik, kemungkinan untuk ekspor ke bagian lain di Kalimantan atau Malaysia, atau digunakan oleh industri padat energi seperti baja, aluminium, dan semen. Namun demikian, semua opsi ini tidak menggerakkan sektor batu bara ke aktivitas yang rendah padat-karbon. Mungkin ada beberapa peluang untuk mencampurkan dengan batu bara berkualitas lebih tinggi untuk mendapatkan harga premium untuk batu bara kualitas baja dan dengan demikian menghasilkan laba yang lebih tinggi, namun pencampuran seperti ini biasanya dilakukan oleh pengguna akhir dan semua keuntungan diraih oleh mereka.

82

Sektor minyak dan gas


Sektor minyak dan gas telah menjadi penggerak fundamental perekonomian Kalimantan Timur selama beberapa dekade. Ladang minyak di darat telah memproduksi minyak di Kalimantan Timur sejak sebelum Kemerdekaan; pada tahun 1970an, sektor ini dikembangkan lebih lanjut karena ditemukannya ladang gas lepas pantai yang besar. Baru-baru ini, Kalimantan Timur telah memelopori perkembangan coal bed methane Indonesia. Produksi Kalimantan Timur merupakan kontribusi penting secara nasional, berkontribusi sebesar 42 persen produksi gas hulu nasional dan 90 persen produksi LNG nasional pada tahun 2008. Tapi, kini sektor ini mulai menurun, di mana terjadi penurunan produksi minyak dan gas sebesar 1 persen per tahun sejak tahun 2000. Jadi, di dalam skenario bisnis normal, emisi dari sektor minyak bumi dan gas akan turun secara alami. Di sektor lain yang dibahas dalam laporan ini, kami telah mengevaluasi opsi untuk menurunkan jejak karbon sektor itu sebelum mempertimbangkan bagaimana mengembangkan sektor itu dengan kegiatan-kegiatan baru bernilai tambah yang lebih tinggi dan kegiatan-kegiatan penurunan emisi karbon. Mengingat perkiraan penurunan di sektor minyak dan gas akan terus berlangsung, maka kita menukar urutannya di sini dan terlebih dahulu mengeksplorasi bagaimana untuk membalikkan penurunan di sektor ini. Kami kemudian beralih ke topik tentang bagaimana untuk mengurangi emisi dari industri lebih besar setelah direvitalisasi. Konteks Saat Ini

RA
Potensi PDB

Sektor minyak dan gas memberikan kontribusi hampir setengah PDB Kalimantan Timur, namun mengalami penurunan dengan laju percepatan sebesar 1 persen per tahun sejak tahun 2000 dan 3 persen per tahun sejak tahun 2005. Sebagian besar ladang minyak dan gas Kalimantan Timur telah tua dan volume produksi menurun sebesar 3 persen per tahun. Dampak penurunan ini pada PDB provinsi semakin diperkuat oleh penurunan pada pengolahan gas hilir. Walaupun kilang Balikpapan terus berjalan dengan kapasitas 99 persen dari kapasitas maksimumnya dengan menerima pasokan minyak mentah, fasilitas produksi LNG Bontang terus menurun bahkan pada tahun 2008 beroperasi pada kapasitas 80 persen, karena harus bergantung pada pasokan gas dari ladang gas hulu sekitar yang sudah menurun. Jika tren ini terus berlanjut, maka akan ada penurunan yang signifikan pada kontribusi minyak dan gas terhadap PDB Kalimantan Timur, dari Rp 47.2 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 31.6 triliun pada tahun 2030. Penurunan pada sektor minyak dan gas akan meningkatkan ketergantungan Kalimantan Timur pada sektor lain, sektor yang lebih padat karbon seperti pertanian, kelapa sawit, dan pertambangan batu bara untuk mengamankan pertumbuhannya di masa datang. Pada tahun 2010 sektor minyak dan gas menghasilkan sekitar 17.8 MtCO2e dari aktivitasaktivitas hulu dan hilir. Produksi minyak dan gas hulu menghasilkan 6,9 MtCO2e; 23 persennya berasal dari energi yang digunakan untuk pengeboran dan operasi di ladang-ladang produksi. Sisanya sebesar 77 persen karena flaring. Flaring paling lazim terjadi di ladang minyak di mana gas terkait diproduksi bersama dengan minyak dari ladang; gas ini dipisahkan dari minyak di fasilitas permukaan dan kemudian menjadi gas suar bakar jika operator tidak menggunakannya untuk keperluan internal atau menjualnya ke pihak lain. Flaring juga dapat terjadi di ladang gas jika produksi melebihi kapasitas pengolahan atau juga melebihi kapasitas di fasilitas pengolahan hilir. Diperkirakan sebesar 3,3MtCO2e emisi dihasilkan kilang Balikpapan dari kebutuhan energinya dan untuk mengolah minyak. Kilang LNG Bontang menghasilkan sekitar 7,6 MtCO2e, karena memiliki kebutuhan energi yang tinggi untuk mengolah, mendinginkan, memberikan tekanan, dan mencairkan gas alam.

Kami telah mengidentifikasi tiga inisiatif peningkatan PDB yang dapat membalikkan penurunan yang terjadi pada sektor minyak dan gas Kalimantan Timur dan meningkatkan PDB sebesar Rp 64.3 triliun hingga tahun 2030. Ketiga inisitaif tersebut yaitu mempercepat eksplorasi hulu (PDB pada tahun 2030 akan meningkat sebesar Rp 4,7 triliun), pengembangan ladang-ladang coal-bed methane (CBM) (Rp 24.3 triliun), dan membangunan fasilitas hilir gas baru saat CBM baru sudah online ( USD 36.3 bilion) (GAMBAR 51).

FT

83

Gambar 51

Tiga inisiatif peningkatan PDB dapat membalikan penurunan yang terjadi dan mengankat PDB riil tahun 2003 menjadi Rp 64.25 triliun
PDB riil Triliun rupiah; Harga konstan tahun 2000
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2008 10
3 Fasilitas hilir tambahan

RA
20 30
SUMBER: BPS; Global Insights; Analisis tim

Mempercepat eksplorasi hulu akan memberikan peningkatan PDB riil pada tahun 2030 sebesar Rp 4,7 triliun. Sumber daya minyak dan gas Kalimantan Timur telah banyak dieksploitasi, namun masih terdapat beberapa potensi untuk eksplorasi dan produksi baru, terutama dalam gas. Cadangan minyak dan gas bumi Kalimantan Timur ditemukan di dua cekungan utama, Cekungan Kutai dan Cekungan Tarakan. Cekungan Kutai, misalnya, diperkirakan masih memiliki cadangan minyak sebesar 474 juta barel dan 20,663 miliar kaki kubik gas (BCF). Selain eksplorasi di lapangan, United States Geological Survey (USGS) secara rutin memperkirakan berapa banyak sumber daya yang belum ditemukan dan yang dapat diharapkan dari upaya eksplorasi masa depan di sebuah cekungan. Untuk Cekungan Kutai, misalnya, ada sekitar 50 persen kesempatan (F50) di mana setidaknya 59,8 triliun kaki kubik gas dapat ditemukan di ladang berbagai ukuran. Penggandaan upaya eksplorasi saat ini dapat menghasilkan produksi minyak baru dan gas sebesar 35 mbpd dan 766 miliar kaki kubik per hari (mmcfd) hingga tahun 2030. Namun, hal ini tidak cukup untuk mengimbangi seluruh penurunan yang terjadi di ladang-ladang yang sudah tua. Eksplorasi yang dipercepat hanya bisa memperlambat penurunan produksi minyak 8 persen per tahun menjadi 3 persen per tahun dan penurunan produksi gas dari 2 persen per tahun menjadi hampir 0 persen per tahun. Coal-bed methane (CBM) merupakan salah satu peluang terbesar bagi Kalimantan Timur, dan dapat meningkatkan PDB pada tahun 2030 hingga Rp 24,3 triliun. Coal-bed methane merupakan perkembangan baru yang memungkinkan gas alam metana diperangkap dalam lapisan batu bara untuk kemudian ditemukan, dibor, dan dijual kepada pembeli gas konvensional. Kalimantan Timur memiliki cadangan sumber daya CBM sebesar 109 triliun standar kaki kubik (TSCF), hampir seperempat dari potensi CBM Indonesia (GAMBAR 53). Eksplorasi CBM saat ini difokuskan pada empat blok eksplorasi22 yaitu di Cekungan Kutai dekat dengan kilang LNG
22 Keempat blok eksplorasi tersebut adalah Kutai Barat ( 5.1tscf , dieksplorasi oleh Newton Energy, Ephindo, dan CBM Asia), Sanga-sanga (4.0 tscf, dieksplorasi oleh Vico, BP, dan ENI), Kutai-Ephindo (3.1 tscf, dieksplorasi oleh Ephindo), dan Sangatta Barat (0.5 TSCF, dieksplorasi oleh Pertamina, Arrow, dan Ephindo)

FT
2b 2a Produksi CBM 1

Aliran CBM ke kilang LNG bontang

Percepatan eksplorasi

BSB LNG

BSB pengolahan

BSB minyak dan gas hulu

84

Gambar 52

Sumber daya minyak dan gas Kalimantan Timur telah dieksploitasi secara besar-besaran, walaupun demikian masih tersisa beberapa potensi untuk dieksplorasi khususnya pada gas
Yang sudah diproduksi Tersisa Yang masih bisa ditemukan F95: 1,386 Cekungan kutai 2,820 474 F50: 4,790

Minyak (mmbbl)

Teknis (saat ini belum bisa dikembangkan): 172 Cekungan Tarakan 587

Yang sudah diproduksi

Cekungan Kutai

Teknis (saat ini belum bisa dikembangkan): 5,371 Yang sudah diproduksi: 155 Tersisa: 15

RA
Cekungan Tarakan Teknis: 1044 SUMBER: WoodMackenzie, USGS, Analisis tim

Gambar 53

Kalimantan Timur memiliki sumber daya CBM sebesar 109 TSCF, hampir seperempat potensi CBM Indonesia Terletak di Kalimantan Timur
Ketebalan Batu Bara (Completeable Coal Thickness) (m) M.Enim Warukin Prangat Petani Tabul Latih Sawaht Warukin T.Akar Toraja Lemau 37 28 21 15 15 24 24 15 6 6 12 Ketebalan CBM (CBM Complet able) (Tcf) 183.0 101.6 80.4 52.5 17.5 8.4 0.5 3.0 0.8 2.0 3.6 453.3 109 tcf terletak di Kalimantan Timur (24% dari sumber daya nasional)

D
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Cekungan

Formasi target

Sumsel Barito

Kutai

C. Sumatra N. Tarakan Berau

Ombilin Pasir/ Asem NW Java Sulawesi Bengkulu TOTAL

SUMBER: SPE: Stevens, S. Evaluasi Cekungan dan Indikator-Indikator CBM Indonesia "

FT
6 N/A 118 Tersisa Yang masih bisa ditemukan F95: 18,269 F50: 59,763 23,474 20,663 F5: 127,895 N/A

F5: 10,067

Gas (bcf)

Kelas batu bara

Kedala man ratarata (m) 762 915 915 762 701 671 762 701 1524 610 610

Area bernilai tinggi (km2) 7,350 6,330 6,100 5,150 2,734 780 47 385 100 500 772 30,248

(R0%) 0.47 0.45 0.50 0.40 0.45 0.45 0.80 0.45 0.70 0.55 0.40

85

Bontang; keempat blok itu diberikan pada tahun 2008-2009 dan memiliki 12,7 tscf. Dengan asumsi lelang blok CBM berlanjut hingga tahun 2030 (tetapi pada laju dan ukuran yang lebih konservatif ) itu akan mencakup minimal 60 persen sumber daya saat ini, Kalimantan Timur, dapat menghasilkan tambahan produksi gas CBM sebesar 2.500 MMCFD hingga tahun 2030. Aliran baru produksi coal-bed methane ini akan menggandakan produksi gas pada skenario bisnis seperti biasa pada tahun 2030 dari 2.200 mmcfd menjadi 4.700 mmcfd. Lebih jauh lagi, pasokan baru gas CBM ini dapat digunakan untuk meningkatkan produksi LNG di kilang LNG Bontang ke tingkat masa lalunya yaitu dengan kapasitas penggunaan sebesar 92 persen, terlepas dari penurunan pasokan gas konvensional. Harus ada cukup pasar untuk LNG tambahan dari Bontang, dari pembeli tradisional gas Indonesia seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan begitu juga dengan pasar baru seperti China.

RA
Potensi Pengurangan

Membangun fasilitas pengolahan gas hilir tambahan akan menghasilkan peningkatan PDB sebesar Rp 3,6 triliun hingga tahun 2030. Coal- bed methane harus dipasok ke kilang LNG Bontang dan pabrik pupuk PT Pupuk Kaltim hingga pasokan gas melebihi kapasitas maksimum pabrik-pabrik ini. Pada tahun 2017, pasokan gas CBM akan mencapai kapasitas maksimum kilang LNG Bontang: 3,7 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd). Pada tahun 2023, kelebihan pasokan CBM akan mencapai 1,0 bscfd, cukup untuk mengoperasikan dua fasilitas pencairan dan pemurnian LNG tambahan (disebut LNG trains ) dan pada tahun 2030, tiga LNG trains. Membangun LNG trains baru membutuhkan investasi modal dalam jumlah besar dan dapat menghabiskan waktu hingga lima tahun untuk menyelesaikannya, sehingga para investor biasanya enggan kecuali mereka dapat dipastikan akan adanya pasokan jangka panjang yang cukup. Keputusan apakah akan memperluas LNG trains berbasis pasokan CBM akan dilakukan di masa depan dan bergantung pada kerangka peraturan pada waktu itu, harga LNG, kebutuhan dalam negeri, dan kepastian pasokan. Mungkin lebih mudah untuk menarik investasi fasilitas hilir padat modal seperti pupuk dan kompleks-kompleks pabrik petrokimia yang juga menggunakan gas alam sebagai masukan. Kami menyadari bahwa kita perlu bekerja dengan Badan Nasional Penanaman Modal dan badan legislatif untuk mendorong investasi baru pada CBM.

Emisi dari sektor minyak dan gas diperkirakan akan turun secara alami dari 18,5 ke 11,4 MtCO2e seiring dengan penurunan produksi minyak dan gas di bawah skenario bisnis seperti biasa. Emisi dari pengolahan Balikpapan akan tetap konstan karena pabrik ini terus beroperasi sesuai kapasitas. Emisi dari proses-proses hulu untuk memproduksi minyak dan gas akan menurun seiring dengan penuurnan produksi minyak dan gas. Selain itu, di bawah skenario bisnis seperti biasa, emisi flaring akan menurun seiring dengan penurunan produksi minyak hulu. Kebangkitan sektor minyak dan gas bumi, melalui implementasi inisiatif peningkatan PDB tersebut di atas, akan melawan penurunan emisi alami pada skenario bisnis seperti biasa. Dengan penurunan produksi minyak dan gas, emisi total sektor minyak dan gas alam diperkirakan menurun secara alami dari 18,5 MtCO2e pada tahun 2008 hingga 11.4 MtCO2e pada tahun 2030. Namun demikian, inisiatif-inisiatif peningkatan PDB di atas dapat meningkatkan produksi minyak, gas konvensional, gas CBM, dan LNG, yang akan mendorong total emisi sektor ke 26,3 MtCO2e pada tahun 2030. Tiga inisiatif yang telah diidentifikasi untuk sektor minyak dan gas dapat menurunkan emisi hingga 2,.8 MtCO2e, setara dengan 10 persen emisi sektor minyak dan gas yang telah dibangkitkan kembali. Implementasi program zero flaring di Kalimantan Timur akan menghasilkan pengurangan emisi sebesar 1,7 MtCO2e per tahun hingga tahun 2030. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di bawah inisiatif Industri Minyak&Gas Hijau (Green Oil & Gas Industry), telah menargetkan Indonesia akan mencapai zero flaring pada tahun 2025. Kalimantan Timur bisa menjadi provinsi percontohan pertama untuk program ini dan memperkenalkan program Kaltim Zero Flare (Kotak 8). Total biaya, dalam nilai sekarang, untuk melaksanakan inisiatif ini akan sebesar USD 80 hingga USD 10 per tCO2e per tahun hingga tahun 2030.

FT

86

Gambar 54

Emisi dari flaring menurun secara pesat seiring dengan penurunan produksi minyak
Sumber emisi Juta Ton CO2e 18.5 0.5 3.7 SKENARIO BSB

A Total energi yang dibakar untuk mengangkat minyak dan gas

Proses Hulu

Gas hulu

Flaring Pengolahan

3.5 3.3

LNG

7.6

Gambar 55

RA
2008 2020 2030 Emisi Juta Ton CO2e 5.8

SUMBER : Kurva Biaya Pengurangan Indonesia; Wawancara ; Simulasi ; Analisis tim

Kebangkitan sektor minyak dan gas, melalui implementasi peningkatan GDP, akan menggandakan emisi BSB tahun 2030
Emisi BSB Emisi inisiatif PDB Emisi terkurang

D
18.5
Emisi 2008

FT
13.9 0.2 2.9 1.3 B Pembakaran 11.4 0.1 2.4 0.5 3.3 3.3 C

Minyak hulu

~12.72 kg CO2e dilepaskan per boe minyak yang diproduksi ~17.95 kg CO2e dilepaskan per boe gas yang diproduksi Emisi dari minyak dan gas menurun seiring dengan ladang yang semakin tua

Emisi dari gas terkait yang dibakar (flare)selama produksi minyak ~87.33 kg CO2e dilepaskan per boe minyak yang diproduksi Emisi dari pembakaran (flaring)berkurang seiring dengan penurunan produksi minyak

6.2

5.1

Proses Hilir Energi yang dikonsumsi untuk menjalankan pengolahan dan kilang LNG ~34.89 kg CO2e dilepaskan per boe produk yang telah disuling ~411.00 kg CO2e dilepaskan per kg LNG Emisi dari pengolahan akan stabil ketika LNG berkurang

26.3

1.7

0.8

0.3

23.6

7.1 11.4
2.1

6.9

Emisi BSB Percepatan Mengem- Fasilitas Penurunan tahun 2030 eksplorasi bangkan hilir Sektor dan tambahan Minyak dan memanfaat Gas kan CBM

SUMBER: Analisis tim

Emisi di tahun 2030 emission akibat inisiatif PDB

Program nil pembaka ran

Program efisiensi LNG

Program efisiensi pengolahan

Emisi tahun 2030

87

Zero Flaring adalah hal yang mungkin dilakukan dan bisa memberikan biaya negatif
Adalah hal yang mungkin untuk mencapai biaya negatif dari zero flaring dari sudut pandang teknis. Terdapat banyak opsi yang layak untuk memanfaatkan gas yang berasal dari lading minyak; ketersediaan opsi-opsi yang pantas tergantung dari jumlah gas dan karakteristik ladangnya. Bila ladang minyaknya dekat dengan infrastruktur dan jalur pipa gas, gas tersebut dapat dijual secara komersial ke dalam sistem (hanya setelah investasi dalam jalur pipa penghubung dilakukan) daripada dibakar/flared. Bila tidak terdapat jaringan pipa pada jarak yang ekonomis, gas berlebih dapat dijual ke pabrik-pabrik padat energi sekitar atau pembangkit listrik setempat. Bila ini tidak dapat dilakukan atau jumlah gasnya kecil, maka gas berlebih dapat digunakan untuk pembangkit listrik dan kompresor di lading minyak, menggantikan bahan bakar diesel. Gas tersebut juga bila dibutuhkan dapat disuntikan ke dalam reservoirnya sendiri untuk menjaga tekanan dan tingkat produksi.

Kotak 8

Selain daripada pendapatan dan penghematan yang didapat dari opsi-opsi di atas, terdapat potensi untuk mendapatkan pendanaan CDM bagi inisiatif-inisiatif penurunan flare. Pada ladang Tambun dan Pondok Tengah, gas flared hingga sebesar 40 mmcfd dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, dan diperkirakan terjadi penurunan karbon sebesar 0.4 MtCO2e per tahun. Dengan demikian, zero flaring, di banyak kasus dapat dilakukan dengan biaya negatif.

RA
Proyek-Proyek Percontohan

Implementasi program perbaikan operasional kilang LNG, seperti perencanaan yang lebih baik, akan mengurangi emisi hingga 0,8 MtCO2e per tahun. Peningkatan perencanaan dapat menghemat bahan bakar, karena kilang dapat menurunkan pemberian dan penurunan tekanan yang tidak perlu dengan secara aktif menyesuaikan kebutuhan kompresi dengan permintaan gas alam. Selain itu, peningkatan perencanaan menekankan pada pengoperasian kompresor pada titik yang paling efisien, yang disebut titik kerja. Total biaya, dalam nilai saat ini, untuk melaksanakan inisiatif ini akan sebesar negatif USD 19 hingga negatif USD 28 per tCO2e per tahun hingga tahun 2030, karena pendapatan dan penghematan biaya dari peningkatan perencanaan melebihi biaya peralatan dan investasi. Implementasi program efisiensi operasional pengolahan akan mengurangi emisi hingga 0,3 MtCO2e. Pengolahan kilang Balikpapan dapat mengurangi emisi dengan menerapkan langkah-langkah efisiensi yang melibatkan penggantian, pemutakhiran, atau penambahan yang tidak mengubah alur proses pengolahan, misalnya, pemulihan limbah panas melalui integrasi panas dan penggantian boiler, pemanas, turbin atau motor. Total biaya, dalam nilai saat ini, untuk melaksanakan inisiatif ini akan negatif USD 10 hingga negatif 15 per tCO2e per tahun hingga tahun 2030, karena pendapatan dan penghematan biaya program efisiensi operasional pengolahan melebihi biaya peralatan dan investasi.

Proyek-proyek percontohan yang harus dilaksanakan di Kutai Kertanegara adalah program zero flaring, untuk Bontang adalah program efisiensi LNG dan untuk Balikpapan adalah program efisiensi pengolahan. Pada tahun 2030, Kutai Kertanegara, Balikpapan dan Bontang akan bertanggung jawab atas 98 persen emisi sektor dengan dengan 1.4 MtCO2e dari flaring di Kutai Kertanegara, 15,0 MtCO2e dari Bontang LNG dan 3,32 MtCO2e dari pengolahan Balikpapan. Ketiga kabupaten juga akan bertanggung ajwab untuk 91 persen potensi pengurangan hingga tahun 2030. Kutai Kertanegara karena memiliki banyak ladang minyak, memiliki emisi tinggi dari flaring yang berkontribusi hampir 85 persen emisi flaring total di Kalimantan Timur. Citra satelit mendeteksi lebih dari 10 titik flare berada di kabupaten ini. Pada tahun 2030, pelaksanaan program zero flaring di Kutai Kertanegara bisa menurunkan emisi hingga 1,4 MtCO2e. Pelaksanaan program efisiensi operasional kilang LNG Bontang akan menurunkan

FT

88

emisi sebesar 0,8 MtCO2e dan pelaksanaan program efisiensi energi di pengolahan Balikpapan akan menurunkan emisi sebesar 0.3 MtCO2e. Kebijakan dan Lembaga yang dibutuhkan Untuk mempercepat eksplorasi, terdapat lima tantangan yang harus ditangani seperti yang dilaporkan oleh industri: ketidakpastian regulasi mengenai pemulihan biaya telah menghambat investasi sektor swasta; kesucian kontrak kadang-kadang dilanggar; perselisihan dengan instansi lain yang tidak terduga, seperti dengan kantor pajak akan menciptakan biaya tambahan; tarif pajak keseluruhan tidak kompetitif dengan lokasi eksplorasi lainnya, dan kurangnya keamanan aset dan hak-hak kepemilikan menyebabkan ketidakpastian. Kalimantan Timur harus membantu industri untuk mengatasi tantangan-tantangan eksplorasi ini dengan mendorong BP MIGAS untuk beralih dari fokus pada pemulihan biaya ke pemaksimalan investasi; mendorong BP MIGAS untuk segera menyelesaikan sengketa di Lepas Pantai Mahakam secara transparan dan kredibel; aktif mengumpulkan umpan balik yang berkaitan dengan campur tangan oleh lembaga lain dari perusahaan-perusahaan besar dan menyampaikannya kementerian-kementerian nasional; aktif mengumpulkan umpan balik mengenai tarif pajak total dari perusahaan besar dan menyampaikannya ke kementeriankementerian nasional, dan menciptakan pusat layanan satu atap dengan staf yang berdedikasi kepada PSC terbesar untuk memfasilitasi akses dan menjamin keamanan.

RA

Terdapat empat masalah peraturan yang menghambat pengembangan CBM: Rezim PSC, kebutuhan untuk pengadaan lokal, akses terhadap tanah, dan pengelolaan air. Rezim PSC berbasi minyak dan gas yang ada tidak kondusif bagi pengembangan CBM. Karena skema pemulihan biaya, semua pengeboran sumur, program kerja dan anggaran harus disetujui terlebih dahulu oleh BP MIGAS. Hal ini tidak cocok bagi aktivitas CBM yang bersifat kompleks dan panjang. Sebagai contoh, dengan proses persetujuan rezim PSC yang panjang, saat ini bisa memakan waktu hingga satu tahun untuk mendapat persetujuan pada satu sumur, padahal CBM membutuhkan ratusan sumur yang harus dibor. Demikian pula dengan persetujuan lainnya untuk program kerja, anggaran, dan hal-hal lainnya membutuhkan waktu yang sangat lama dan dengan demikian tidak cocok untuk pengembangan bertahap diperlukan CBM. Skema PSC yang ada juga mengharuskan First Tranche Petroleum (FTP), sebuah mekanisme di mana Pemerintah Indonesia dapat mengklaim di muka 20 persen dari produksi brutonya terlepas dari apakah volume produksi akan cukup untuk menutup biaya total eksplorasi dan pengembangan investasi oleh kontraktor. Skema ini, walaupun memberikan kepastian pendapatan bagi Pemerintah Indonesia, berarti risiko yang lebih tinggi bagi kontraktor. Ini tidak kondusif bagi pengembangan CBM yang memerlukan investasi dimuka yang lebih tinggi. Negara-negara seperti India dan Cina menawarkan rezim fiskal yang lebih baik untuk mengatasi risiko di muka yang tinggi terkait dengan pengembangan CBM Persyaratan untuk pengadaan lokal menghambat pengembangan CBM. Peraturan saat ini mensyaratkan operator untuk menggunakan kontraktor lokal dan pengadaan peralatan lokal. Pengadaan non-lokal hanya diperbolehkan dengan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, karena bisnis CBM relatif baru bagi Indonesia, belum terdapat pemasok peralatan dan kontraktor lokal yang telah membangun keterampilan untuk mendukung proyekproyek pengembangan CBM. berskala besar. Aturan pengadaan dan persyaratan kandungan lokal yang ada saat ini mempersulit operator CBM untuk mengimpor keterampilan dan peralatan yang diperlukan. Konflik mengenai akses tanah menghambat pengembangan CBM. Sebagian besar lahan di cekungan CBM kemungkinan besar sudah dimiliki oleh pihak lain, misalnya, penambang batu bara, perusahaan minyak dan gas, perkebunan kelapa sawit, atau perusahaan pembalakan kayu. Meskipun Keputusan Menteri No 36/2008 telah menjelaskan aturan mengenai hak operator CBM dan akses ke lahan, yaitu, perusahaan CBM dapat bernegosiasi dengan pihak lain untuk mengakses lahan, namun hal tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan proses negosiasi yang

FT

89

Citra Satelit dapat membantu memantau titik-titik flaring

Gambar 56

RA
SUMBER : Google Earth; Analisis tim Emisi Migas berdasarkan sumber, MtCO2e, 20301, 2 Gas hulu 0.00 5.72 0.26 5.98 Minyak hulu Flaring hulu Proses Proses pengolahan LNG 0.09 1.43 0.15 0.01 1.67 3.32 3.32 Balikpapan Berau 3.32 Bontang 15.05 15.05 15.05 0.10 7.36 0.42 0.01 26.27 Bulungan 0.01 Kutai Barat Kutai Kerta. Kutai Timur Malinau 0.21 0.02 0.00 0.24 Nunukan Paser Paser PU Samarinda Tana Tidung Tarakan Total
1 Lokasi kilang minyak dan gas per kabupaten: Kutai Kertanegara = Lepas Pantai Mahakam, Kalimantan TAC, Sanga-Sanga, Nilam Badak, Rapak, Ganal Kutai Timur = East Kalimantan PSC, Makassar PSC Bulungan = Pertamina Kalimantan Tarakan = Tarakan PSC 2 Kilang pengolahan terletak di Balikpapan; Kilang LNG terletak di Bontang

FT
Bontang, Balikpapan, and Kutai Kertanegara bertanggung jawab atas emisi sebesar 98% dan pengurangan emisi sebesar 91%
Emisi total

=0 <1 >1

Gambar 57

Potensi pengurangan Migas, MtCO2e, 2030 Nil Efisiensi PenguraEfisiensi Pembangan total pengolaha LNG karan n 0.30 0.30 0.09 1.43 0.15 0.01 1.67 0.30 0.75 0.75 0.75 0.09 1.43 0.15 0.01 2.72

Sumber: WoodMac; Simulasi; Analisis tim

90

panjang yang melibatkan operator CBM dan banyak pihak dan mengenai harga yang harus dibayar untuk akses tanah. Peraturan yang tidak jelas tentang pengelolaan air, terutama jika ladang-ladang CBM jauh dari sungai dan laut, menghambat pengembangan CBM. Proses-proses pengairan selama proses pengembangan CBM membutuhkan aliran air yang besar yang perlu dialihkan dengan benar. Namun, peraturan yang berlaku saat ini tidak jelas mengatur mengenai bagaimana memenuhi kebutuhan ini. Kalimantan Timur perlu melobi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengatasi empat tantangan pembangunan CBM: (1) Pada tahun 2011, pemerintah pusat berencana untuk memperkenalkan peraturan PSC baru yang akan memberikan prosedur yang lebih fleksibel bagi operator CBM. Kalimantan Timur harus memainkan peran proaktif dalam mengumpulkan umpan balik dari perusahaan-perusahaan CBM besar dan menyampaikan ini kembali ke pemerintah pusat, (2) Kalimantan Timur harus meminta agar pemerintah pusat untuk mengizinkan operator CBM untuk mengimpor peralatan dan pasokan non-lokal tanpa harus mengajukan permohonan persetujuan ke menteri, hingga kontraktor dan pemasok lokal siap;(3) Kalimantan Timur harus mengambil peran proaktif untuk memfasilitasi proses negosiasi dengan banyak pihak mengenai akses tanah, dan (4) Kalimantan Timur harus bekerja dengan pihak terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian ESDM, untuk memperjelas masalah pengelolaan air hingga tuntas.

RA
4. Strategi kabupaten
BALIKPAPAN

Strategi untuk setiap kabupaten memperhitungkan situasi mereka dalam hal ukuran dan populasi kabupaten, penggunaan lahan saat ini, tingkat emisi dan potensi pengurangan, serta PDB dan kesempatan kerja untuk lima sektor primer. Sebagai contoh, kota Balikpapan yang padat memiliki sedikit potensi untuk pengurangan, kecuali untuk reboisasi dan upaya peningkatan perbaikan operasional di kilang Pertamina, tetapi akan mendapatkan manfaat dari strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan yang digunakan di kabupaten lain, seperti pengembangan industri hilir untuk sektor kehutanan. Di sisi lain, Kutai Barat yang kaya sumber daya memiliki kesempatan besar untuk pengurangan melalui kerjasama dengan industri kelapa sawit dalam bidang nil pembakaran, penggunaan lahan kritis, dll dan dengan industri kehutanannya di bidang Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) dan menghindari deforestasi lebih lanjut. Emisi Kabupaten akan berubah dari waktu ke waktu di bawah skenario bisnis seperti biasa di mana kabupaten yang telah mengalami deforestasi memiliki emisi yang lebih rendah karena berkurangnya proses perubahan lahan sedangkan kabupaten lahan berhutan kini bisa jadi berada di perbatasan deforestasi yang tinggi. Berikut adalah Strategi kabupaten:

Balikpapan adalah pusat komersial Kalimantan Timur. PDB Kota melebihi Rp 13 triliun pada tahun 2006, Balikpapan menjadi tempat kantor pusat regional bagi banyak bisnis, dan bandaranya merupakan titik masuk utama ke Kalimantan Timur. Balikpapan adalah tempat kilang terbesar kedua di Indonesia dan bertindak sebagai basis regional bagi banyak perusahaan-perusahaan minyak dan gas provinsi tersebut. Minyak dan gas secara langsung berkontribusi terhadap 40 persen PDB kota; industri ini juga membantu memacu pertumbuhan jasa, yang berkontribusi terhadap tambahan 40 persen PDB. Dengan 5.9 MtCO2e emisi tahunan, bertanggung jawab bertanggung jawab terhadap hampir 2 persen emisi Kalimantan Timur. Balikpapan lebih mirip dunia industri dari pada daerah Kalimantan Timur lainnya dalam hal profil emisinya. Manufaktur dan jasa berkontribusi cukup besar, terutama didorong oleh konsumsi warga kota dan bisnis tenaga listrik (1.4 MtCO2e) dan transportasi (0.8

FT

91

Di bawah skenario bisnis seperti biasa, emisi kabupaten relatif kemungkinan akan berubah sehingga membutuhkan strategi yang berbeda
Sisa tutupan hutan Persentase dari total lahan

Gambar 58
Ukuran sesuai dengan proporsi emisi CO2e tahun 2010

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0

Malinau Nunukan Berau Kutai Barat Bulungan Kabupaten-kabupaten Perbatasan berisiko terkena peningkatan deforestasi dan emisi

Pasir

RA
Pembangunan PDB per kapita x populasi per km2
SUMBER: BPS, Analisi tim

100

200

300

FT
Kabupaten-kabupaten utama yang saat ini harus mengatasi permasalahan emisi Kutai Timur Kutai Kertanegara Tarakan Penajam Paser Utara Balikpapan Samarinda Bontang 1,000 400 500 600 700 800 900 51,100 Kota-kota yang harus fokus kepada emisi yang berasal dari bukan penggunaan lahan

Gambar 59
0-1 1-2
Minyak dan gas Pertambangan batu bara Stop pertam bangan Reklama Efisiensi ilegal si proses 0.67 0.9 0.34 0.4 1.90 2.4 2.41 3.0 1.39 2.9 0.04 0.1 0.56 0.7 0.30 0.6 0.21 0.3 0.06 0.1 0.02 0.0 8.11 11.3 0.16 0.1 0.08 0.1 0.46 0.5 0.58 0.6 0.34 0.4 0.01 0.0 0.13 0.1 0.07 0.1 0.05 0.1 0.01 0.0 0.00 0.0 -2.01 2.0 0.05 0.2 0.03 0.0 0.14 0.2 0.18 0.3 0.10 1.5 0.00 0.0 0.04 0.1 0.02 0.3 0.02 0.0 0.00 0.0 0.00 0.0 -1.56 2.6

Distribusi penurunan CO2e potensial per kabupaten


Sumber-sumber pengurangan, MtCO2e tahun 2030
Kelapa Sawit Pertanian Nil Lahan pembakritis karan 0.0 1.5 0.0 1.2 4.7 3.4 2.7 0.0 0.8 0.2 1.0 0.0 0.0 0.0 15.6 0.0 1.0 0.0 0.2 1.2 1.9 3.4 0.2 1.5 0.1 1.8 0.0 0.0 0.0 11.4 Pembe- Pengelian lolaan air kembali konsesi POME 0.0 0.0 0.0 0.5 1.9 2.6 0.0 0.3 0.0 0.4 0.0 0.0 0.2 0.0 6.0 0.0 0.3 0.0 0.6 0.7 1.8 0.3 0.0 2.8 0.0 0.1 0.0 0.0 0.0 6.8 0.0 0.2 0.0 0.2 0.4 0.7 0.7 0.2 0.2 0.1 0.3 0.0 0.1 0.0 3.1 Kehutanan Kebijakan nil Rehabilipembaka tasi gambut ran RIL1 0.0 0.6 0.9 1.5 1.9 4.6 1.0 0.0 7.2 0.0 0.4 0.4 0.0 0.0 18.5 0.0 0.2 0.3 0.4 0.5 1.3 0.3 0.0 2.1 0.0 0.1 0.1 0.0 0.0 5.4 Menghinda-ri Rehabil defores itasi tasit2 gambut 0.1 3.9 0.0 2.4 4.0 2.7 3.1 0.6 2.8 0.8 2.4 0.0 0.9 0.1 23.8 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 2.5 0.5 0.0 4.0 0.0 0.2 0.2 0.0 0.0 10.0 Kebija kan nil Reboi- Nil pemba sasi Flaring, karan Proses 0.0 0.8 0.1 0.4 2.3 1.7 1.4 0.0 0.4 0.1 0.5 0.0 0.0 0.0 7.7 0.1 0.9 0.0 0.6 2.0 2.8 3.2 0.6 0.5 0.4 1.1 0.1 0.2 0.0 12.5 0.3 0.8 0.1 1.4 0.2 0.0 2.7

2-5 5+
Total
Menurunkan pelepasan gas Total metana

Pening katan panen 0.0 0.3 0.0 0.2 0.4 0.8 0.8 0.1 0.2 0.1 0.3 0.0 0.1 0.0 3.3

Balikpapan Berau

0.0 4.7 0.0 2.5 8.7 1.8 6.3 4.7 1.5 2.6 1.2 0.0 0.0 0.0

0.09 0.3 0.05 0.1 0.26 0.4 0.33 0.6 0.19 2.8 0.01 0.0 0.08 0.1 0.04 0.5 0.03 0.0 0.01 0.1 0.00 0.0 2.90 4.8

0.5 16.2 2.6 12.2 33.2 34.5 31.5 6.8 25.0 6.3 9.8 1.0 1.5 0.1 184

D
Bontang Bulungan Kutai Barat Kutai Kertanegara Kutai Timur Malinau Nunukan Panajam Paser Utara Pasir Samarinda Tana Tidung Tarakan East Kalimantan

34.0

1 Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi 2 Mencakup penggunaan lahan kritis (13.9 MtCO2e) dan skema pembayaran REDD (9.8 MtCO2e) SUMBER: Analisis tim

92

MtCO2e). Sedikit emisi berasal dari perubahan penggunaan lahan, hanya 540 ha yang mengalami deforestasi dalam satu tahun. Selain itu, kilang Pertamina sendiri diperkirakan menghasilkan 3.3 MtCO2e dari energi yang dikonsumsi dalam proses penyulingan dan flaring dan proses emisi lainnya (GAMBAR 61). Sektor prioritas akan menghasilkan pengurangan kecil, sekitar 0,2 MtCO2e. Dengan sedikit deforestasi, Balikpapan dapat sedikit mengurangi kehilangan hutan, tetapi Balikpapan dapat melakukan reboisasi seluas 22,600 ha serta beberapa lahan hutan berpotensi kritis; upaya ini akan menghasilkan 0.2 MtCO2e. Balikpapan juga harus bekerja sama dengan Pertamina untuk mendorong investasi dalam efisiensi energi dan mengurangi flaring, yang dapat menghasilkan pengurangan tambahan sebesar 0.3 MtCO2e. Selain upaya tersebut, Balikpapan dapat melakukan penilaian lebih lanjut terhadap inisiatif transportasi dan tenaga listrik, seperti beralih ke kendaraankendaraan yang memiliki sistem pembakaran mesin yang lebih baik, perbaikan transportasi publik, dan standar efisiensi energi untuk bangunan untuk mengimbangi profil emisi negara maju. Balikpapan akan mendapatkan manfaat dari inisiatif PDB potensial yang ditujukan untuk Kalimantan Timur. Kebangkitan di industri minyak dan gas serta pengembangan CBM akan menguntungkan kota karena Balikpapan merupakan pusat jasa minyak dan gas. Selanjutnya, mengingat pelabuhan, bandara, dan populasi yang besar, Balikpapan adalah rumah alami bagi industri hilir. Sebagai contoh, Balikpapan telah menjadi tuan rumah bagi lebih dari 50 perusahaan Perabotan dan kayu lapis dan bisa mendapat memanfaatkan industri hilir produk hutan yang lebih besar.

Gambar 60

RA
BERAU
Pengolahan Balikpapan
SUMBER : Google maps, Analisis tim

Berau apakah kabupaten terbesar ketiga di Kalimantan Timur berdasarkan luas lahan dan lebih dari 75 persen masih tertutup hutan. Dengan 160 000 penduduk kabupaten,

Pengolahan bertanggung jawab atas emisi sebesar 3.3 Mt CO2e, setengah dari emisi total Balikpapan

FT
Flare

93

membuat kabupaten Berau cukup jarang penduduk dengan hanya 5 orang per kilometer persegi, dan pertambangan (40 persen dari PDB) dan kehutanan (30 persen dari PDB) mendominasi perekonomian. Empat belas perusahaan memegang lebih dari 880,000 ha konsesi hutan produksi dan tiga perusahaan memegang 60,000 ha konsesi hutan tanaman industry (HTI), yang bila digabungkan mencakup sekitar 40 persen luas wilayah Berau. Hutan kabupaten yang masih besar, dan juga karena komitmen pemerintah Berau telah membuat Berau menarik sebagai daerah demonstrasi REDD untuk Indonesia. Kabupaten ini menghasilkan lebih dari 21 MtCO2e emisi pertahun, 10 persen dari total emisi Kalimantan Timur. Berau kehilangan lebih dari 24,000 ha hutan pertahun. Sektor kehutanan bertanggung jawab atas lebih dari 10 MtCO2e per tahun, terutama dari pembalakan yang tidak ramah lingkungan dalam konsesi HPH. Selain itu, ada izin lokasi untuk membuka 100,000 ha konsesi minyak kelapa sawit, yang akan memberikan tekanan tambahan pada hutan Berau. Emisi kabupaten, terutama berasal dari perubahan penggunaan lahan, setara dengan emisi 4.5 juta mobil.

D
BONTANG

RA

Walaupun emisi akan tumbuh di bawah skenario bisnis seperti biasa, Berau dapat mengurangi emisi sebesar lebih dari 18 MtCO2e per tahun hingga tahun 2030. inisiatif tunggal terbesar Berau adalah untuk mengimplementaskan pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi (RIL) dalam konsesi HPH (pengurangan 4.7 MtCO2e ); pertama-tama kabupaten dapat menargetkan tiga perusahaan yang masing-masing memiliki konsesi lebih dari 100,000 ha. Pengurangan lebih lanjut sebesar 3.7 MtCO2e dan 1.8 MtCO2e dimungkinkan dengan penggunaan lahan kritis bagi ekspansi HTI dan konsesi kelapa sawit. Kabupaten ini memiliki lebih dari 125,000 lahan sangat kritis dan kritis yang dapat digunakan untuk inisiatif ini. Tambahan pengurangan diperoleh dari sektor pertanian dan batu bara.

Berau bisa mendapatkan manfaat dari meningkatnya produktivitas di sektor kehutanan. Berau memiliki satu-satunya pabrik bubur kertas dan kertas di Kalimantan Timur, tetapi selama beberapa tahun terakhir pabrik itu sering berjalan di bawah kapasitas atau ditutup, oleh karena kurangnya masukan kayu bubur kertas. Meningkatkan produktivitas di hutan tanaman bubur kertas, dan penggunaan kayu yang lebih efisien dari operasi kehutanan RIL dapat menyediakan pasokan yang memadai untuk memastikan pabrik bubur kertas dan kertas dapat beroperasi pada kapasitas penuh. Dengan akses air, konsesi HTI yang ada, dan pelabuhan, Berau bahkan bisa berpotensi menjadi situs kluster industri hasil hutan baru di sekitar pabrik yang ada, menggunakan kayu dan residu kayu dari provinsi lainnya.

Bontang merupakan pusat gas alam cair (LNG) dan gas Kalimantan Timur, merupakan kabupaten dengan PDB kedua tertinggi dengan lebih dari Rp 25 triliun pada tahun 2006. Kilang LNG Bontang, yang, terbesar di Indonesia, mendominasi PDB kota dengan lebih dari 90 persen total PDB (GAMBAR 62). Dalam ukuran per kapita, PDB Bontang di atas Rp 200 juta per orang, sekitar delapan kali lebih besar dari Balikpapan. Perkembangan kota sejak tahun 1970an telah membangun dua perusahaan berbasis gas, PT. Badak Liquid Natural Gas dan PT Pupuk Kaltim, yang memproduksi amoniak dan pupuk menggunakan gas alam. Namun, dengan penurunan ladang gas utama provinsi, kapasitas kilang LNG telah menurun menjadi 80 persen saat ini dan diperkirakan akan lebih menurun, terutama karena ladang lepas pantai Total di Mahakam telah berkurang dan mengalami penurunan produksi. Bontang memiliki emisi sebesar 18.5 MtCO2e hampir seluruhnya bersumber dari industri minyak dan gas. Dengan hanya 125,000 orang dan 3,000 ha hutan, Bontang memiliki sedikit emisi dari perubahan penggunaan lahan, tenaga listrik, atau transportasi. Meskipun demikian, pabrik LNG diperkirakan menghasilkan 15 MtCO2e karena pabrik itu mengkonsumsi energi besar untuk pendingin dan mengkompres gas alam untuk ditransportasi. Emisi juga berasal dari flaring dalam proses LNG dan transportasi LNG ke pasar.

FT

94

Bontang memiliki beberapa opsi pengurangan dalam sektor-sektor prioritas. Kota ini bisa mendorong efisiensi proses dan mengurangi emisi dari pabrik LNG sebesar 0.8 MtCO2e. Dengan laju deforestasi tahunan hanya 150 ha, hanya terdapat sedikit potensi pengurangan deforestasi terhindar.

BULUNGAN
Bulungan adalah sebuah kabupaten besar, dengan lebih dari 1.8 juta ha lahan, tapi memiliki populasi kecil dan PDB hanya sedikit di atas Rp 1 triliun pada tahun 2006. Dari semua kabupaten, Bulungan memiliki porsi terbesar PDB lokal yang berasal dari sektor pertanian, yaitu sebesar 18 persen. Kabupaten ini memiliki salah satu perekonomian yang beragam, dengan minyak dan gas, kehutanan, manufaktur, dan jasa, di mana kesemuanya memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB. Saat ini, Bulungan hanya memiliki 20,000 ha perkebunan kelapa sawit, yang berkontribusi terdhadap hampir 2 persen PDB, namun sektor ini bisa berekspansi secara cepat dari kelapa sawit karena izin lokasi kelapa sawit telah diterbitkan, meliputi lebih dari 316,000 ha. Kehutanan, minyak sawit, dan pertanian merupakan kontributor terbesar emisi Bulungan sebesar 18.1 MtCO2e emisi Bulungan, 8 persen dari total emisi provinsi. Lebih dari 7 MtCO2e emisi berasal dari perusakan dan deforestasi yang disebabkan oleh pembalakan berlebihan di lima konsesi HPH Bulungan seluas 560,000 ha. Bulungan memiliki lebih dari 1 juta ha hutan (lebih dari 50 persen dari total kawasannya), yang hilang sekitar 15,000 ha pertahun, didorong oleh ekspansi kelapa sawit dan pertanian yang menghasilkan 2.4 MtCO2e. Lahan gambut kabupaten seluas 80,000 ha juga merupakan sumber emisi yang besar karena dibuka untuk kelapa sawit, pembalakan, dan pertanian. Pembakaran tahunan di Bulungan dari semua kelapa sawit, pertanian, dan kehutanan bila digabungkan berkontribusi terhadap lebih dari 5.0.MtCO2e Bulungan memiliki potensi untuk mengurangi emisi tahunan hingga 8 MtCO2e hingga tahun 2030. Melaksanakan RIL di lima konsesi HPH akan menghasilkan 2.5 MtCO2e , melaksanakan dan menegakan kebijakan nir pembakaran (zero burning) dapat menghasilkan tambahan 2.7 MtCO2e. Bersama-sama kedua inisiatif ini akan mengurangi lebih banyak CO2e daripada rata-rata yang dihasilkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Seiring perluasan perkebunan kelapa sawit di Bulungan, maka penting untuk memastikan diminimalkannya deforestasi terkait. Bulungan memiliki 77,000 ha lahan sangat kritis dan kritis; jika petakanpetakan lahan yang sesuai digunakan untuk lahan kelapa sawit, dan tidak pada kawasan hutan, maka emisi sebesar 1.1 MtCO2e akan dihindari (GAMBAR 63). Potensi pengurangan yang tersisa difragmentasikan ke dalam banyak inisiatif dalam bidang kelapa sawit, kehutanan, pertanian, dan pertambangan batu bara. Dengan ekonomi yang beragam, Bulungan bisa mendapatkan manfaat dari banyak faktor pendorong produktivitas PDB. Bulungan hanya memiliki satu konsesi kehutanan HTI seluas 5,000 ha, tapi tidak aktif, kabupaten harus fokus pada pencarian pengelola aktif dan seseorang yang bersedia untuk berinvestasi untuk mencapai hasil dari praktik-praktik terbaik HTI di Indonesia. Hasil tanaman pangan dan industri Kalimantan Timur adalah sebesar 20 persen dari rata-rata Indonesia, dengan pertanian masih berkontribusi sebesar seperlima PDB Bulungan, pertanian dapat mendorong perekonomian Bulungan dengan meningkatkan produktivitas pertanian. Ini akan memerlukan peningkatan jumlah pekerja tambahan, petani inti, dan dukungan dari perusahaan-perusahaan pertanian swasta. Karena kelapa sawit berkembang, Bulungan perlu memastikan bahwa pemegang konsesi sepenuhnya melaksanakan skema plasma yang dibutuhkan. Skema plasma adalah sebuah peluang ekonomi penting bagi usaha rumah tangga pedesaan dan petani rakyat, karena mereka cenderung memiliki hasil kelapa sawit jauh lebih besar daripada petani rakyat.

RA

FT

95

Perekonomian dan emisi Bontang didominasi oleh LNG


Rincian perekonomian Bontang 100% =25.4 triliun rupiah 0% 0% 0% 0% Kelapa sawit/ tanaman industri Pertanian LNG bertanggungjawab atas 5 MtCO2e emisi

Gambar 61

Minyak dan gas

91%

Konstruksi Manufaktur Jasa/lainnya 3% 3% 3%

RA
SUMBER: BPS, Analisis tim

PDB tahun 2006

FT
Gambar 62

Kehutanan Batu bara dan pertambangan

Bulungan memiliki lahan kritis dan sangat kritis seluas 77,000 ha yang dapat digunakan sebagai perluasan HTI dan konsesi kelapa sawit

D
SUMBER : WWF

96

KUTAI BARAT
Selluas 3.1 juta ha lahan Kutai Barat merupakan hutan dan mineral yang menggerakkan perekonomian. Pertambangan batu bara dan mineral memberi kontribusi 40 persen PDB. Kabupaten ini merupakan rumah bagi penambang emas PT. Kelian Equatorial Mining, yang sampai penutupannya pada tahun 2005 adalah penyumbang substansial bagi PDB kabupaten ini. Kehutanan memberi tambahan kontribusi sebesar 12 persen PDB yang berasal dari 1,5 juta ha konsesi HPH dan 156.000 ha konsesi HTI. Kelapa sawit siap untuk dikembangkan secara cepat, dari 90.000 ha izin yang beroperasi saat ini menjadi 450.000 ha berdasarkan atas izin lokasi yang diterbitkan saat ini. Kabupaten ini masih jarang penduduknya dengan hanya lima orang per kilometer persegi. Populasinya yang kecil dikombinasikan dengan PDB yang tinggi yang berasal dari sumber daya alam menjadikan PDB per kapita Kutai Barat sekitar Rp 16 juta, sama seperti di kota Samarinda. Kutai Barat bertanggung jawab atas 14 persen emisi dari Kalimantan Timur (44.5 MtCO2e) di mana populasinya hanya 5 persen provinsi dan PDB-nya hanya dua persen total provinsi. Kehutanan, pertambangan, minyak sawit, dan pertanian mengakibatkan perubahan penggunaan lahan yang signifikan di Kutai Barat. Setiap tahun, 25.000 ha mengalami deforestasi, tingkat kehilangan hutan adalah 1.1 persen per tahun untuk kabupaten Kutai Barat. Kutai Barat, juga memiliki lebih dari 100.000 ha lahan gambut, yang sebagian kritis dan mengalami pembusukan. Dan yang terakhir, pembakaran rata-rata adalah sebesar 32.000 ha per tahun terjadi di hutan dan gambut (GAMBAR 64). KOnsesi HPH 1.5 juta ha berkontribusi terhadap lebih dari 8 MtCO2e akibat degradasi hutan. Pembakaran, khususnya di lahan gambut, berkontribusi terhadap tambahan 15 MtCO2e. Pertambangan menyebabkan 5 MtCO2e emisi, di mana lebih dari 80 persen berasal dari deforestasi untuk membuka pertambangan. Kutai Barat memiliki potensi untuk mengurangi emisi bisnis seperti biasa sebesar34 MtCO2e di tahun 2030. Sebuah kebijakan nir pembakaran dapat mengakhiri pembakaran lahan seluas 32.000 ha pembakaran dan mengurangi hampir 11 MtCO2e. Pelaksanaan RIL pada 15

Gambar 63

D
Hutan utuh Gambut 2003 2004 2005 2006 2007
* Data tahun

RA
Kebakaran yang terjadi pada lahan seluas 50,000 ha di pinggir hutan utuh harus menjadi prioritas
Kebakaran yang terjadi pada lahan seluas 170,000 ha yang terletak di sekitar lahan gambut harus menjadi prioritas target SUMBER: Atlas Interaktif Hutan Indonesia WRI

Kebakaran di Kutai Barat tersebar di lahan gambut dan sepanjang perbatasan konsesi kayu dan hutan utuh

FT
Konsesi kayu* Konsesi kayu* 2003 2004 2005 2006 2007

Lebih dari 1 juta ha lahan terpapar oleh api

97

juta ha HPH dapat memberikan pengurangan tambahan sebesar 87 MtCO2e. Ekspansi kelapa sawit ke lahan kritis seluas 160.000 ha, dan tidak masuk ke hutan, akan memberikan penurunan sebesar 2,3 MtCO2e. Kabupaten ini memiliki potensi untuk mendapatkan manfaat dari sumber-sumber tambahan PDB. Seiring berlanjutnya aktivitas pertambangan batu bara di kabupaten ini, pengembangan CBM akan menghasilkan lebih banyak PDB dari setiap konsesi. Kutai Barat memiliki potensi untuk meningkatkan sektor hutannya; lebih dari setengah HTI-nya yang seluas 150.000 ha saat ini tidak aktif. HTI ini bisa dibuat berproduksi, dan peningkatan produktivitas semua HTI dapat lebih lanjut meningkatkan PDB kabupaten ini.

KUTAI KERTANEGARA

RA

Kutai Kertanegara adalah pusat kekuatan ekonomi provinsi Kalimantan Timur, dengan PDB Rp 28,3 triliun pada tahun 2006 atau terbesar dibandingkan seluruh kabupaten. Kabupaten ini merupakan lokasi dari banyak ladang minyak dan gas hulu di Kalimantan Timur, dan mereka berkontribusi terhadap 75 persen PDB. Terdapat juga produksi batu bara yang besar, lebih dari 12 juta ton pada tahun 2008 dan merupakan yang ketiga tertinggi di Kalimantan Timur. Sumber daya alam yang besar, lahan yang luas, dan populasi yang besar membuat Kutai Kertanegara berbeda dengan kabupaten-kabupaten sekitarnya. Walaupun sebagian besar kabupaten di Kalimantan Timur memiliki populasi yang rendah, 530.000 jiwa penduduk Kutai Kertanegara adalah yang terbesar kedua setelah Samarinda dan lebih besar dari Balikpapan. Dengan ekstraksi sumber daya alam yang besar dan kepadatan penduduk empat kali lebih besar dari Kutai Barat dan Kutai Timur, sebagian besar hutan dataran rendah Kutai Kertanegara telah ditebang, sebagai hasilnya kabupaten ini kini hanya memiliki 30 persen tutupan hutan. Kabupaten ini juga memiliki sekitar 250.000 ha lahan gambut, paling banyak kedua dari semua kabupaten, tetapi sebagian besar lahan ini telah mengalami deforestasi dan dikeringkan.

Dengan baseline emisi 52.3 MtCO2e pada tahun 2005, Kutai Kertanegara memiliki emisi terbesar di Kalimantan Timur. Sumber terbesar berasal dari pembakaran, khususnya di lahan gambut kabupaten yang terpapar, yang melepaskan 16.8 MtCO2e per tahun. Emisi dari pembukaan hutan juga besar. Ekspansi perkebunan kelapa sawit ke hutan menghasilkan 6.0 MtCO2e. Walaupun terdapat 220.000 ha konsesi yang memiliki izin HGU di saat ini, akan ada ekspansi lanjutan karena 466.000 ha telah memiliki izin lokasi. Kutai Kertanegara memiliki emisi kehutanan yang jauh lebih sedikit daripada tetangga-tetangganya karena Kutai Kertanegara relatif memiliki lebih sedikit lahan HPH dan HTI, masing-masing seluas 480.000 dan 37.000 ha. Bahkan, sebagian besar hutan kabupaten telah dikonversi untuk sektor ekonomi lainnya. Tapi deforestasi belum mencapai puncaknya; pertambangan di Kutai Kertanegara kuat, memberikan emisi sebesar 5,4 MtCO2e dari deforestasi untuk kegiatan pertambangan, merupakan yang terbesar untuk sumber ini bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya Dengan mengoptimalkan penggunaan lahannya, Kutai Kertanegara dapat menurunkan jejak karbon aktivitas ekonominya saat ini hingga sebesar 34.5 MtCO2e dari skenario bisnis seperti biasa tahun 2030. Potensi terbesar berasal dari pelaksanaan nir pembakaran (9,0 MtCO2e), rehabilitasi lahan gambut (5,.4 MtCO2e), menggunakan lahan kritis untuk ekspansi kelapa sawit (3,0 MtCO2e), sedikit penghijauan pada lahan yang cukup kritis (2,8 MtCO2e), dan menghentikan penambangan liar (2,4 MtCO2e). Kebakaran terjadi di hampir si sebagian besar lahan Kutai Kertanegara yang memiliki luas 2.700.000 ha itu; memadamkan kebakaran di lahan seluas itu akan mahal dan sulit. Prioritasnya harus pada sekitar atau di dalam lahan gambut kabupaten yang memiliki luas 25.,000 ha, di mana menghasilkan emisi emisi yang lebih besar dalam bila kebakaran. Merehabilitasi lahan gambut yang dibuka dan mengairi kembali juga akan membantu mengurangi penyebaran api dan di saat yang sama mengurangi emisi dari pembusukan lahan gambut.

FT

98

RA
KUTAI TIMUR

Meskipun memiliki ekonomi terbesar di Kalimantan Timur, ekonomi Kutai Kertanegara bisa tumbuuh lebih cepat lagi, terutama dari pengembangan coal bed methane dan mempercepat eksplorasi dan investasi dalam eksplorasi minyak dan gas. Dengan minyak dan gas sebagai bagian dominan perekonomian namun merupakan sumber emisi relatif rendah, Kutai Kertanegara dapat mendukung BP Migas untuk mempercepat eksplorasi ladang minyak dan gas dengan memberikan insentif regulasi. Khususnya, penting bagi kabupaten ini agar ladang lepas pantai Delta Mahakam memiliki konsesi dan rencana investasi yang jelas karena pengeboran lepas pantai akan berkurang, dan membutuhkan modal baru yang besar untuk memperlambat penurunan produksi. Prioritas utama bagi kabupaten ini adalah mengembangkan coal bed methane sebagai pelengkap produksi minyak dan gas yang telah ada; ini membutuhkan kerja sama dengan provinsi dan BP Migas tingkat nasional untuk memastikan bahwa regulasi mendukung perkembangan pesatnya. Setiap hari Kutai Kertanegara menambang 34.000 ton batu bara tanpa terlebih dahulu mengambil CBM, dan metana yang berharga itu dilepaskan ke atmosfer sehingga menghasilkan peningkatan gas rumah kaca dan kehilangan kesempatan secara permanen untuk menjual gas. Saat ini Kutai Kertanegara memiliki tiga dari empat blok yang disetujui untuk CBM di Kalimantan Timur.

Kutai Timur ibarat negara batu bara di Provinsi Kalimantan Timur, yang menghasilkan 75 juta dari total 118 juta ton batu bara di provinsi ini dan menyediakan 85 persen dari PDB kabupaten besarnya Rp 13,7 triliun. Kutai Timur dalam semua parameter memiliki ukuran yang besar: yang kedua terbesar dalam hal lahan, yaitu sebesar 3,6 juta ha, PDB per kapita tertinggi kedua sebesar yaitu sebesar Rp 78 juta dan merupakan kabupaten yang paling banyak mengeluarkan izin lokasi untuk perkebunan kelapa sawit yaitu 81 izin. Kabupaten ini memiliki rencana ambisius sebagai produsen minyak kelapa sawit, dan sampai saat ini memiliki 170.00 ha dengan izin HGU (tertinggi kedua di Kalimantan Timur). Kabupaten Kutai Timur telah berencana untuk memperluas lebih dari empat kali lipat kebun kelapa sawitnya, dengan penerbitan izin lokasi seluas 838.000 ha atau lebih dari dua kali lipat dari kabupaten yang lain. Dengan perkembangan ini, sebagian besar hutan dataran rendah di kabupaten ini, telah dibuka. Masih ada satu juta hektare hutan yang tersisa, terutama di pedalaman pegunungan yang relatif sulit diakses, namun lahan ini sebagian besar sudah termasuk ke dalam konsesi HPH. Kutai Timur juga rumah bagi salah satu taman nasional terbesar, Kutai National Park, yang meskipun rusak oleh pembakaran hutan El Nino tahun 1997-1998, tetap merupakan kawasan konservasi penting. Emisi Kutai Timur sebesar 3,4 MtCO2e pada tahun 2005 merupakan emisi keempat tertinggi di Kalimantan Timur. Seperti kabupaten Kutai lainnya, kebakaran dan pembakaran hutan dan lahan, merupakan kontributor utama, melepaskan 8,5 MtCO2e per tahun. Sumber utama lainnya termasuk 4,2 MtCO2e dari pertambangan, 80 persen disebabkan oleh deforestasi terkait pertambangan terbuka. Tambahan sebesar 3,9 MtCO2e diakibatkan deforestasi akibat

FT

Lahan kritis menawarkan peluang besar bagi Kutai Kertanegara untuk menurunkan emisi, tetapi memerlukan upaya yang signifikan untuk menggunakan faktor pendorong ini dengan tepat. Kabupaten ini memiliki 203.000 ha lahan kritis dan sangat kritis dengan tutupan hutan rendah sehingga memungkinkan untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit terjadi tanpa emisi yang tinggi yang berasal dari deforestasi. Namun, hanya 93.000 ha lahan yang memiliki petak paling sedikit 500 ha atau lebih. Lahan-lahan ini akan perlu dikonsolidasi karena umumnya perkebunan kelapa sawit memerlukan 5.000 ha hamparan tak terpisah, supaya dapat menarik investasi. Selain itu, mengingat kepadatan peduduk kabupaten yang relatif tinggi yaitu 19 orang per kilometer persegi, maka akan memerlukan waktu dan upaya yang signifikan untuk memastikan bahwa semua masyarakat di lahan kritis memberikan persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal untuk menggunakan lahan bagi konsesi baru. Mungkin akan lebih mudah untuk melakukan reboisasi terhadap 950.000 ha tanah kritis, semi kritis dan berpotensi kritis, karena tidak akan dibutuhkan ukuran petak minimum atau konsolidasi.

99

ekspansi perkebunan kelapa sawit. Gabungan deforestasi dari perkebunan kelapa sawit, pertambangan, petani rakyat, dan semua sumber-sumber lainnya mengakibatkan hampir 20.000 ha hutan hilang setiap tahunnya, setara dengan 2 persen dari tutupan hutan yang tersisa. Kutai Timur dapat mengurangi emisi sebesar 31,5 persen terhadap skenario bisnis normal tahun 2030, dengan fokus pada penggunaan lahan kritis. Dengan 350.000 ha lahan sangat kritis dan kritis, Kutai Timur memiliki lebih banyak lahan kritis dibandingkan dengan kabupaten lain. Bila lahan seluas 500 ha atau lebih dikeluarkan, masih terdapat 160.000 ha lahan yang tersedia. Tanah ini dapat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit dan memberikan pengurangan emisi 3,4 MtCO2e akibat pencegahan deforestasi. Deforestasi dari pertambangan batu bara tidak dapat dikurangi melalui tukar guling dengan lahan kritis, karena sumber daya batu bara harus digali ditempatnya ditemukan. Karena batu bara merupakan hal yang vital dalam perekonomian Kutai Timur, optimalisasi dapat dilakukan dengan mendukung coal bed methane dan memastikan rehabilitasi di arela bekas tambang. Seperti Kabupaten Kutai Kertanegara, cadangan coal bed methane yang cukup besar juga ada di Kutai Timur, dan produksi batu bara saat ini melepaskan dan membuang gas-gas yang berharga. Kabupaten ini telah memiliki satu blok CBM: Sangatta CBM PSC Barat. Kabupaten ini dapat membantu meyakinkan BP Migas bahwa penting bagi BP Migas untuk segera melelang blok berikutnya serta menghilangkan hambatan-hambatan regulasi. Di bawah kendali langsung, Kutai Timur juga harus mengevaluasi kembali bagaimana menerbitkan izin-izin yang akan datang, karena pengembangan CBM lebih sulit apabila banyak izin KP kecil yang masing-masing memiliki porsi lapisan batu bara yang lebih besar, sehingga operator CBM perlu bernegosiasi dengan banyak perusahaan sebelum memulai investasi. Juga, dengan ekspansi pertambangan yang besar itu, Kutai Timur perlu menempatkan prioritas yang lebih tinggi pada rehabilitasi dan reklamasi lahan pasca tambang. Lebih dari 140 ribu ha lahan diperkirakan akan terganggu hingga tahun 2030; jika lahan ini tidak direklamasi dan direhabilitasi (seperti kasus saat ini, sekitar 80 persen perusahaan pertambangan tidak melakukannya), maka tanah itu tidak akan digunakan untuk kegiatan ekonomi lainnya seperti pertanian, perkebunan akasia, atau perkebuanan kelapa sawit. Reklamasi, rehabilitasi, dan menggunakan kembali lahan pertambangan merupakan kesempatan ekonomi yang besar bagi kabupaten ini.

RA
MALINAU

Malinau memiliki hutan alam terbesar yang tersisa di Kalimantan Timur dan telah mempertahankan setidaknya 90 persen tutupan hutan. Sekitar 3,8 juta ha hutan di Malinau hampir mencakup sepertiga dari tutupan hutan di seluruh provinsi. Malinau memiliki tingkat kehilangan hutan terkecil, secara mutlak, hanya 4.000 ha per tahun dari kabupaten mana pun, tidak termasuk keempat kota. Malinau juga merupakan kabupaten terbesar dengan 4,2 juta ha dan memiliki populasi terkecil dan kepadatan penduduk terendah dengan 66.000 jiwa dan 2 orang per kilometer persegi. PDB Malinau adalah yang terendah sebesar Rp 485 miliar. Karena tidak memiliki minyak, gas, atau pertambangan, ekonomi Malinau tergantung pada kehutanan, pertanian dan sektor jasa (terutama dari administrasi publik). Malinau juga resmi menjadi kabupaten konservasi; merupakan bagian integral dari kawasan konservasi Heart of Borneo dan juga rumah bagi taman nasional Sebuku Sembakung, serta rumah bagi beberapa macan tutul yang tersisa, beruang madu, dan hewan ikonik lainnya yang hampir punah di Kalimantan. Baseline emisi Malinau hanya sekitar 8 MtCO2e pada tahun 2005, kelima terendah di Kalimantan Timur dan lebih dari setengah dari seluruh emisi berasal dari pembalakan. Konsesi HPH terbesar di Kalimantan Timur adalah konsesi 355.000 ha milik PT Essam Timber di Malinau. Secara total, kabupaten ini memiliki sembilan perusahaan yang mengoperasikan konsesi HPH dengan luas total 765.000 ha. Praktik pembalakan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan jalur kendaraan roda yang buruk, menyebabkan degradasi hutan dan emisi 4,7 MtCO2e . Terdapat juga sekitar 2,6 MtCO2e deforestasi yang berasal dari pertanian rakyat, sedangkan sumber-sumber lain sangat kecil. Malinau dapat mengurangi 7,4 MtCO2e terhadap skenario bisnis seperti biasa tahun 2030, terutama melalui pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi. Mengingat luasnya lahan HPH, Malinau harus fokus pada pelaksanaan RIL. Bekerja dengan sembilan pemegang konsesi HPH untuk mengimplementasikan jalur kendaraan beroda, menggunakan

FT

100

RA
NUNUKAN

Lebih dari 40 persen PDB Malinau berasal dari kehutanan, yang dengan demikian merupakan sektor penting untuk pertumbuhan. Mengingat luasnya lahan konsesi HPH, penting untuk mengoptimalkan nilai dari kegiatan pembalakan. Salah satu cara adalah untuk memastikan bahwa kayu hasil panen digunakan semaksimal mungkin, selain menggunakan bagian bawah pohon untuk kayu lapis dan kayu pernis, pemegang konsesi menggunakan cabang-cabang yang lebih kecil untuk produksi bubur kertas dan kertas dan kayu pelet. Karena posisi pedalaman Malinau bukan lokasi yang baik untuk pabrik bubur kertas dan kertas, maka kabupaten akan fokus pada produk-produk kehutanan hilir, seperti produk kayu relung dan produk hutan non kayu. Pertanian juga akan tetap penting bagi Malinau. Pertanian merupakan sumber penghasilan bagi desa-desa di pedesaan Malinau dan saat ini berkontribusi sebesar 6 persen PDB. Karena Malinau memiliki populasi yang rendah dan petani rakyat yang lebih kecil serta tersebar di seluruh kabupaten, maka usaha peningkatan produktivitas pertanian lebih sulit. Menumbuhkan lebih banyak tanaman industri di samping tanaman pokok di petak-petak kecil lahan kritis juga dapat meningkatkan PDB.

Nunukan, kabupaten terbesar di perbatasan utara Kalimantan Timur, memiliki hutan dan lahan gambut yang melimpah serta perekonomian yang beragam. Seperti tetangganya, Malinau, Nunukan juga berhasil mempertahankan banyak tutupan hutannya, yaitu lebih dari 80 persen. Namun tidak seperti Malinau, Nunukan memiliki lahan gambut yang besar, lebih dari 400.000 ha, atau terluas dibandingkan kabupaten lainnya. Produk Domestik Bruto (PDB) Nunukan sebesar Rp 1,2 triliun berasal dari beragam sektor: minyak dan gas memberi kontribusi 30 persen, jasa memberi kontribusi 20 persen, hutan 16 persen, batu bara 13 persen, pertanian 11 persen dan kelapa sawit 3 persen. Nunukan memiliki emisi besar dengan baseline 40 MtCO2e pada tahun 2005, hampir seperlima dari total emisi provinsi. Meskipun Nunukan tidak memiliki laju deforestasi tertinggi serta populasi terbesar, kerusakan pada lahan gambutnya telah mendorong kenaikan emisi. Pembakaran oleh pertanian rakyat tersebar di lahan gambut yang kritis, menghasilkan 16 MtCO2e emisi per tahun. Demikian pula dengan lahan HPH seluas 278.000 yang sebagian berada pada hutan gambut Nunukan; pembalakan yang menyebabkan pembusukan gambut, melepaskan 6,8 MtCO2e , jauh lebih besar dari 1,5 MtCO2e akibat praktik pembalakan yang tidak ramah lingkungan. Nunukan memiliki beberapa konsesi kelapa sawit, hanya seluas 78.000 ha dengan izin HGU, dan saat ini terdapat ekspansi kecil, hanya 97.000 ha yang memiliki izin lokasi. Namun, konsesi-konsesi kelapa sawit ini tumpang tindih dengan lahan gambut kabupaten, dan pengeringan gambut yang diperlukan untuk menumbuhkan kelapa sawit mengakibatkan terpaparnya karbon ke udara; pembusukan melepaskan 7,1 MtCO2e. Kunci untuk mengurangi emisi Nunukan adalah dengan mengelola lahan gambutnya dengan lebih baik, yang dapat memberikan potensi penurunan sebesar 8,9 persen dari

FT

derek (dan bukan buldoser), dan penggunaan metode RIL lainnya dapat menghasilkan jumlah kayu yang sama yang dapat dijual dari konsesi, tetapi dapat menurunkan emisi hingga 30 sampai 50 persen, karena lebih sedikit biomassa hancur dalam proses pembalakan. Malinau juga memiliki hampir 90.000 ha lahan kritis yang dapat digunakan untuk ekspansi pertanian dan perkebunan kelapa sawit. Meskipun belum ada konsesi kelapa sawit dengan izin HGU, delapan konsesi dengan luas 134.000 ha telah menerima izin lokasi; kami mendorong agar konsesi perkebunan kelapa sawit menggunakan sebanyak mungkin lahan kritis. Mengingat bahwa Malinau sudah memiliki emisi rendah, strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan Malinau perlu mengurangi fokusnya pada pengurangan emisi dari aktivitas-aktivitas yang ada dan lebih pada memastikan bahwa pertumbuhan di masa depan berasal dari kegiatan-kegiatan bernilai tambah atau sektor rendah karbon.

101

Dengan ekonomi yang beragam, akses pelabuhan yang baik dan kedekatan dengan Malaysia, maka Nunukan memiliki potensi untuk beralih ke produk hilir dan meningkatkan produktivitas ekonomi. Nunukan harus melobi BP Migas untuk memperbaiki kebijakan regulasi untuk mendorong eksplorasi minyak dan gas serta CBM. Walaupun Nunukan bukan bagian dari cekungan Kutai yang besar, yang memegang cadangan terbesar minyak dan gas provinsi tersebut, sebagian Nunukan terhampar di cekungan Tarakan. Nunukan juga bisa mendapatkan keuntungan dari peningkatan produktivitas sektor pertanian dan kelapa sawit, yang memberi kontribusi 14 persen perekonomian kabupaten. Dan walaupun kabupaten saat ini tidak memiliki konsesi HTI, dengan 133.000 ha lahan kritis, kabupaten memiliki potensi untuk mengembangkan perkebunan akasia tanpa deforestasi.

RA
PENAJAM PASER UTARA

Penajam Paser Utara adalah sebuah kabupaten pesisir yang relatif kecil. Penajam Paser Utara merupakan kabupaten terkecil seluas 330.000 ha, tetapi memiliki garis pantai sepanjang 65.000 ha pantai. Dengan 37 orang per kilometer persegi, Penajam Paser Utara memiliki kepadatan penduduk tertinggi di luar kota-kota Kalimantan Timur dan PDB per kapitanya sama dengan Samarinda. Minyak dan gas berkontribusi atas 45 persen perekonomiannya, tetapi sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang pertanian dan perikanan, yang berkontribusi terhadap 9 persen PDB. Kabupaten ini juga memiliki sektor manufaktur yang signifikan yang berkontribusi atas 19 persen PDB, sebagian besar pengolahan hasil pertanian dan manufaktur industri terletak dekat perbatasan dengan Balikpapan dataran rendah yang terletak di kabupaten ini mengindikasikan bahwa hutannya dapat diakses dengan mudah dan dengan demikian sebagian besar telah digunakan. Hanya 19 persen tutupan hutan yang masih tersisa, terkecil daripada kabupaten lain, namun hutan terus hilang dengan sebesar sebesar 5.000 ha per tahun (setara dengan 8 persen tutupan hutan yang tersisa). Karena sebagian besar lahan adalah tanah kritis dan ukurannya yang kecil, emisi baseline Penajam Paser Utara hanya 6,3 MtCO2e pada tahun 2005, yang terendah di Kalimantan Timur. Sumber terbesar emisi berasal dari deforestasi, dari ekspansi pertanian dan kelapa sawit, sebesar 2,7 MtCO2e. Walaupun saat ini hanya ada 27.00 ha konsesi izin HGU, kelapa sawit dapat berkembang hingga lebih dari empat kali lipat di mana 130.,000 ha situs telah diberikan izin lokasi kepada 14 perusahaan. Tambahan emisi sebesar 2,1 MtCO2e berasal dari pembalakan hutan yang tersisa. Potensi pengurangan diperkirakan sebesar 6,3 MtCO2e dalam kondisi bisnis normal yang telah teridentifikasi. Penurunan terbesar akan berasal dari penggunaan lahan kritis kabupaten yang memiliki luas 20.000 ha sebagai lokasi ekspansi pertanian dan kelapa sawit, menghasilkan pengurangan sebesar 2,5 MtCO2e. Terdapat potensi penurunan dari kebijakan nir pembakaran dan reboisasi, tetapi kecil di mana masing-masing menyumbang pengurangan sebesar 0,3 dan 0,4 MtCO2e. Menerapkan pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi (RIL) pada hutan yang tersisa, merupakan hal yang penting dan dapat menghasilkan pengurangan sebesar 2,6 MtCO2e pada tahun 2030.

FT

potensi penurunan sebesar 25 MtCO2e pada skenario bisnis seperti biasa tahun 2030. Untungnya, sebagian besar kebakaran Nunukan itu terkonsentrasi; sebagian besar pengurangan dapat diperoleh kabupaten dari kebijakan nir pembakaran untuk pertanian (7.2 MtCO2e ) dengan fokus hanya pada 50.000 ha lahan gambut. Mempertahankan tingkat air dan mengurangi pengeringan lahan gambut dapat mengurangi lagi emisi sebesai 3,6 MtCO2e. Demikian pula, rehabilitasi lahan gambut di pertanian dan konsesi hutan masing-masing dapat menghasilkan pengurangan 2,1 dan 4,0 MtCO2e. Akan ada juga keuntungan dari pelaksanaan pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi pada lima konsesi HPH sekarang ini, yang ( potensi sebesar 1,5 MtCO2e) dan menggunakan sebagian lahan kritis kabupaten yang seluas 133.000 ha untuk ekspansi kelapa sawit ( potensi sebesar 1,9 MtCO2e ).

102

PASIR

RA

Pasir, di perbatasan selatan Kalimantan Timur, memiliki perekonomian cukup besar senilai Rp 1,6 triliun dengan cadangan batu bara yang besar. Dua pertiga PDB berasal dari pertambangan batu bara dan pertanian serta kelapa sawit memiliki kontribusi yang signifikan, masing-masing sebesar 9 persen dan 6 persen. PDB per kapita Pasir kira-kira sama dengan Samarinda. Di luar pembangunan sumberdaya alam, Paser masih memiliki 50 persen tutupan hutan, khususnya di bagian dalam pegunungan. Emisi Pasir tahun 2005 sekitar 12,3 MtCO2e pada tahun 2010, sekitar 6 persen dari total emisi provinsi. Lahan yang dimaksudkan untuk kelapa sawit berkembang dari 95.000 ha dengan izin HGU hingga berpotensi menjadi 267.000 ha dengan izin lokasi, menghasilkan emisi 2,1 MtCO2e dari deforestasi dan tambahan 1.6 MtCO2e dari pembakaran oleh petani rakyat. Pasir memiliki 197.000 ha konsesi HPH , praktik pembalakan yang tidak ramah lingkungan di daerah tersebut menghasilkan emisi tahunan sebesar 2,4 MtCO2e. Walaupun emisi akan tumbuh di bawah skenario bisnis normal, masih terdapat potensi untuk menurunkan emisi dari skenario bisnis seperti biasa hingga lebih dari 9,8 sampai dengan tahun 2030. Penerapan tata kelola kehutanan lestari dalam konsesi HPH dapat menghasilkan pengurangan sebesar 1,2 MtCO2e; karena hanya terdapat empat perusahaan. Pasir dapat dengan mudah memantau keempat perusahaan itu saat mereka melaksanakan pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi. Saat ini, hanya ada satu HTI dengan lahan seluas 9,000 ha, tetapi tidak aktif; namun demikian, memindahkan ekspansi HTI yang akan datang ke lahan kritis dapat menghasilkan pengurangan sebesar 2,4 MtCO2e. Ada lebih dari 375.000 ha lahan yang cocok untuk dilakukannya reboisasi (berbeda dengan pertukaran lahan untuk perkebunan kelapa sawit atau perkebunan akasia); ini akan memberikan pengurangan sebesar 1,1MtCO2e. Peningkatan PDB dapat berasal dari peningkatan produktivitas serta peningkatan penggunaan lahan kritis. Pasir memiliki lahan sangat kritis dan kritis yang luasnya relatif besar, yaitu seluas 173.000 ha, yang bisa digunakan untuk memperluas pertanian dan budi daya perikanan. Secara khusus, Pasir dapat mendorong pertumbuhan tanaman industri bernilai tinggi di area-area yang kecil oleh petani rakyat. Karena pertanian dan kelapa sawit menghasilkan 15 persen dari perekonomian, meningkatkan hasil dari tanaman tersebut dapat meningkatkan PDB secara signifikan dan juga pendapatan pedesaan. Akhirnya, Pasir bisa menemukan satu pengelola aktif untuk satu konsesi HTI yang ada di sana saat ini.

FT

Penajam Paser Utara memiliki potensi untuk meningkatkan PDB-nya dari banyak sektornya yang berbeda. Dengan minyak dan gas yang sangat banyak berkontribusi terhadap PDB, kabupaten ini dapat mendukung upaya provinsi untuk bekerja sama dengan BP MIGAS untuk mempercepat eksplorasi dan memastikan investasi maksimum terdapat di ladang-ladang minyak yang ada sekarang. Di mana sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang pertanian, budidaya perikanan, dan perikanan, meningkatkan produktivitas di sektor-sektor ini penting dan akan memerlukan dukungan dari penyuluh dan petani inti. Lokasi pesisir kabupaten yang padat dan kedekatan dengan Balikpapan menjadikannya sebagai kandidat utama untuk tanaman relung bernilai tinggi seperti jeruk dan juga basis untuk pengolahan pertanian hilir. Seiring dengan pengembangan Penajam Paser Utara di sektor kelapa sawitnya, maka penting untuk memastikan dilaksanakannya skema plasma , di mana para pemilik perkebunan mendukung kebun kelapa sawit rakyat di sekitarnya. Akhirnya, kabupaten ini memiliki sebuah konsesi HTI seluas 16.000 ha , kabupaten dapat mendorong pemegang konsesi untuk berinvestasi untuk memastikan praktik pemanenan terbaik

103

SAMARINDA
Kota Samarinda yang terletak di tepi sungai Mahakam, adalah ibukota Kalimantan Timur dan merupakan kota terbesar. Dengan populasi sebesar 620.000, Samarinda lebih besar dari Balikpapan. Bila Balikpapan adalah pusat komersial, maka Samarinda adalah pusat adminstiratif Kalimantan Timur . Dua pertiga dari perekonomiannya yang senilai Rp 9,9 triliun berasal dari sektor jasa, terutama administrasi publik; Samarinda adalah rumah bagi kantor-kantor kementerian tingkat provinsi, parlemen, dan lembaga lainnya. Kota ini memiliki Universitas Mulawarman yang besar dengan lebih dari 33.000 siswa. Walaupun kota ini tidak memiliki perkebunan kelapa sawit atau perkebunan hutan, kota ini memiliki cadangan batu bara, menyumbang 4 persen dari PDB. Dengan emisi hanya sebesar 3,3 MtCO2e, emisi Samarinda hanya berkontribusi sebesar kurang dari 2 persen dari total emisi Kalimantan Timur. Karena kota ini hanya memiliki luas sebesar 72.000 ha dan sebagian besar sudah mengalami deforestasi, masih terdapat beberapa emisi dari perubahan-perubahan penggunaan lahan. Namun demikian, Samarinda memang memiliki sejumlah kecil gambut, sekitar 20.000 ha, yang entah dalam keadaan rusak atau mengalami pembusukan, melepaskan sekitar 1.7 MtCO2e. Namun demikian, sebagian besar emisi kota ini berasal pembangkit listrik dan transportasi yang dipakai sektor manufaktur dan jasa, dengan total 2 MtCO2e.

RA
TARAKAN

Opsi pengurangan emisi Samarinda akan menghasilkan penurunan kecil tetapi bisa menjadi simbol keberhasilan. Dengan emisi rendah saat ini, tidak ada terdapat banyak ruang untuk penurunan. Namun, sebagai ibukota provinsi, inisiatif pengurangan Samarinda bisa memiliki nilai simbolis. Acara-acara seperti Bersepeda Hijau Kaltim dapat menunjukkan komitmen untuk menurunkan emisi yang berasal dari transportasi. Merehabilitasi lahan gambut kota ini juga akan menjadi tindakan nyata yang penting. Lahan kota seluas 38.000 ha yang berpotensi kritis dan agak kritis juga dapat direboisasi di bawah program Kaltim Hijau satu orang lima pohon

Tarakan merupakan satu-satunya kota berbentuk pulau di Kalimantan Timur, dengan perekonomian yang dibangun dari sektor perdagangan dan pariwisata. Lokasinya yang dekat Malaysia telah menjadikan Tarakan sebagai titik persimpangan alami antara kedua negara dengan kapal feri harian. Perekonomiannya senilai Rp 2,1 triliun didominasi oleh sektor jasa (70 persen PDB), yang difokuskan pada perdagangan, hotel, dan pariwisata. Manufaktur (11 persen PDB) dan pertanian (10 persen PDB) merupakan sektor-sektor utama lainnya. Kota terkecil ini, Tarakan masih memiliki tutupan hutan lebih besar dari kota-kota lain dengan 20 persen masih tersisa dari total 25.000 ha . Ini termasuk hutan bakau, yang sangat penting karena melindungi pesisir pulau ini dari kondisi cuaca ekstrem. Tarakan juga memiliki Emisi CO2e terkecil dengan baseline sebesar 0,3 MtCO2e pada tahun 2005. Tarakan kehilangan hutan sebesar 800 ha hutan setiap tahunnya, dan hanya tersisa 5.800 ha, deforestasi menyumbang 70 persen emisi Tarakan. Sisanya adalah karena konsumsi tenaga listrik dan transportasi oleh sektor jasa dan manufaktur. Kota Tarakan harus mencari perbaikan skala kecil untuk menurunkan emisi. Menghentikan deforestasi yang sedang terjadi saat ini mampu menghasilkan pengurangan sebesar 0.1 MtCO2e. Selain itu, Tarakan memiliki 7.000 ha lahan agak kritis dan berpotensi kritis yang bisa direboisasi di bawah program satu orang lima pohon. Selain upaya tersebut, Tarakan dapat melakukan penilaian lebih lanjut atas inisiatif-inisiatif terkait transportasi dan tenaga listrik, seperti beralih ke mesin pembakaran yang lebih baik untuk kendaraan, memperbaiki fasilitas kendaraan umum, dan standar efisiensi energi yang lebih tinggi untuk bangunan-bangunan agar sesuai dengan profil emisi Tarakan, yang lebih mirip kota maju daripada kabupaten dengan luas hutan yang besar.

FT

104

5. Adaptasi
Perubahan iklim memiliki potensi risiko yang signifikan bagi perekonomian dan masyarakat. Seperti banyak negara lain, Indonesia juga rentan terhadap kejadian-kejadian sebagai dampak perubahan iklim seperti banjir, badai tropis dan bencana-bencana cuaca buruk lainnya. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko-risiko tersebut secara signifikan karena peningkatan emisi gas rumah kaca akan menyebabkan perubahan suhu udara global, frekuensi dan jumlah curah hujan, dan suhu dan tinggi permukaan laut. Perubahan iklim merupakan bencana bagi perekonomian lokal melalui kejadian-kejadian berbahaya dan bahaya-bahaya yang bergeser secara bergantian. Kejadian-kejadian berbahaya adalah peristiwa cuaca ektrim seperti badai, angin topan, kekeringan, banjir pesisir, banjir daratan, dan kebakaran. Bahaya-bahaya yang bergeser secara bergantian adalah kenaikan permukaan laut dan kadar garam secara bertahap serta pergeseran zona iklim yang mempengaruhi hasil panen pertanian atau penyebaran penyakit yang dibawa vektor seperti malaria. Sebuah strategi adaptasi mengenali bahwa pada beberapa tingkat, perubahan iklim tidak bisa dihindari dan oleh karena itu berusaha untuk mempersiapkan perekonomian dan penduduk agar lebih tahan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Bahkan di bawah skenario optimis IPCC, di mana dunia mengambil tindakan substansial untuk memotong emisi gas rumah kaca kini, gas rumah kaca atmosfer diperkirakan mencapai 450 ppm, menaikan suhu global sebesar 2C. Selain itu, Laporan Penilaian Keempat IPCC menunjukkan bahwa pemanasan global hingga tahun 2030 akan sedikit dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca dalam 20 tahun mendatang karena kelambanan dalam sistem iklim. Dengan demikian, negara harus mengadopsi tindakan adaptasi untuk melindungi rakyat dan ekonomi mereka dari dampak negatif risiko-risiko iklim yang meningkat yang akan terjadi dalam jangka waktu menengah. IPCC memprediksi beberapa skenario perubahan iklim global yang mencerminkan ketidakpastian emisi gas rumah kaca bumi di masa depan. Skenario B1 mengasumsikan bahwa dunia bergerak pada sebuah model lingkungan yang ramah lingkungan dan suhu rata-rata hanya naik sebesar 1,5C hingga tahun 2100. Sebuah skenario pertumbuhan ekonomi yang pesat dan terimbangi dengan sumber energi (skenario A1B ) menghasilkan kenaikan sebesar 2,4C hingga tahun 2100. Akhirnya, skenario di mana dunia secara ekonomi terfokus pada upaya-upaya yang lamban dan minimal untuk mengadopsi dan berbagi teknologi baru dan langkah-langkah pengurangan (skenario A2) menghasilkan kenaikan suhu sebesar 3,2C hingga tahun 2100. Perubahan suhu di Kalimantan Timur kemungkinan besar akan lebih rendah namun perubahan curah hujan akan lebih besar mengingat karakteristik iklim dan geografisnya (GAMBAR 65). Perubahan suhu semakin besar bila ke arah kutub; karena Kalimantan Timur terletak di sepanjang khatulistiwa dan dekat dengan samudera, maka kenaikan suhu di Kalimantan Timur akan lebih rendah dari kenaikan suhu rata-rata perubahan iklim. Dengan demikian, untuk setiap kenaikan 1C pada suhu global, diperkirakan Kalimantan Timur akan mengalami kenaikan 0,9C. Ini berarti bahwa pada tahun 2030, Kalimantan Timur akan mengalami kenaikan suhu sebesar 0,3-0,6C dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2030 menurut perkiraan, Kalimantan Timur diperkirakan akan mengalami kenaikan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 0,7 mm, tetapi kisaran prediksi ini luas, dari penurunan sebesar 4,6 mm hingga kenaikan 4,0 mm. Seharusnya tidak terdapat perbedaan signifikan dalam hal kenaikan permukaan laut global rata bagi Kalimantan Timur; diperkirakan bahwa permukaan laut di sepanjang garis pantai provinsi ini bisa naik hingga 20 cm pada tahun 2030 dan 1,0 m pada tahun 2100. Sebuah diagnosis awal untuk Kalimantan Timur menunjukkan bahwa provinsi ini relatif terisolasi dari ancaman perubahan iklim, seperti angin topan, tanah longsor, dan kekeringan. Kalimantan Timur terletak jauh dari jalur utama topan tropis karena posisinya yang dekat dengan khatulistiwa (di mana badai biasanya terjadi di lintang yang lebih tinggi dari 10), sehingga Kalimantan Timur cenderung tidak akan menghadapi ancaman besar dari badai

RA

FT

105

Gambar 64

Cakupan risiko-risiko terkait iklim terhadap alam dan masyarakat


Perubahan temperatur (relatif terhadap perindustrian

1C

2C

3C

4C

5C

1. Cuaca Meningkatnya intensitas badai, kebakaran hutan, kekeringan, banjir, dan gelombang panas 2. Air
Penurunan ketersediaan air sebesar 20%-30% di Mediterranean dan Afrika Selatan Jatuhnya hasil panen di banyak negara berkembang 80% terumbu karang mengalami pemutihan; punahnya 10% spesies darat 1-4 miliar orang menderita karena kekurangan air Kota-kota besar terancam oleh kenaikan permukaan laut (mis, London)

3. Tanaman

4. Ekosistem

5. Sosial

Lebih dari 1 miliar orang harus pindah meningkatnya risiko terjadinya konflik

6. PDB

Turunya PDB di negara-negara berkembang

RA
SUMBER : Stern Review

7. Dampak skala besar dan tidak bisa dibalik

Mencairnya es di Greenland yang tak dapat dibalik (meningkatkan kenaikan Peningkatan risiko perubahan sistem iklim skala besar dan berbahaya permukaan laut sebesar 7 m) Risiko menurunnya penyerapan karbon alam dan meningkatnya pelepasa gas metana alami

FT
Penurunan panen yang tajam di negara-negara tropis Panen di banyak negara maju menurun, bahkan bila memiliki pemupukan karbon yang kuat Terdapat kemungkinan runtuhnya hutan hujan Amazon Banyak spesies ternacam punah (20%50%) Terdapat potensi turunnya PDB global sebesar 20%

IPCC GCMs memprediksi akan terjadi kenaikan suhu sebesar 0.30.6 C dan perubahan curah hujan per bulan sebesar -4.6-4.0 mm pada tahun 2030
Perkiraan tahun 2030 vs. 2010
Uraian skenario emisi Perubahan temperatur C

Gambar 65
Minimum Nilai tengah Maximum

Perkiraan untuk Kalimantan Timur (2030 vs. 2010)

Perubahan curah hujan bulanan rata-rata mm, Kalimantan

D
B1 A1B A2
berdiri sendiri

Dunia yang berkelanjutan dan ramah lingkungan Perubahan pada perekonomian informasi dan jasa Populasi akan mencapai 9 miliar pada tahun 2050 kemudian menurun Penurunan pada intensitas material dan mengenalkan teknologi yang efisien sumber daya dan bersih Solusi global bagi stabilitas ekonomi, sosial dan lingkungan

0.3

0.4 0.5

-3.7

0.6

3.2

Dunia yang perekonomiannya tumbuh pesat, global dan bergantung pada seluruh sumber daya energi Pertumbuhan ekonomi yang pesat Populasi akan mencapai 9 miliar pada tahun 2050 kemudian menurun Penyebaran teknologi baru dan efisien yang cepat Pendapatan dunia dan cara hidup negara berbeda akan menyatu Interaksi sosial dan budaya yang ekstensif terjadi di seluruh dunia Penekanan untuk menyeimbangkan seluruh sumber daya energi

0.4

0.4

0.6

-4.6

0.8

4.0

Dunia yang mengelola secara independen, dan negara yang dapat Populasi yang terus bertumbuh Pembangunan ekonomi yang terpusat secara regional Perubahan teknologi yang lamban dan semakin terfragmentasi
dan peningkatan pendapatan per kapita

Dunia yang pertumbuhan ekonominya terpusat secara regional

0.3

0.4 0.5

-3.7

0.6

3.2

0C
GCM = general circulation model/Model sirkulasi umum SUMBER: IPCC AR4; Wawancara dengan ahli; analisis tim

0.5 C

1.0 C

-5 mm

5 mm

106

Gambar 66

Permukaan laut diperkirakan akan naik hingga 20 cm pada tahun 2030 dan 1.0 m pada tahun 2100
IPCC AR4 : Evolusi permukaan laut global rata-rata di masa depan1 IPCC AR4: observasi kenaikan permukaan laut

Kenaikan permukaan laut bisa jadi melebihi perkiraan proyeksi IPCC

Penelitian baru-baru ini menunjukkan kalau permukaan laut saat ini berada di batas atas proyeksi IPCC

RA
SUMBER::

Hasil3 penelitian baru-baru ini memproyeksikan bahwa pada tahun 2100 akan terjadi kenaikan permukaan laut antara 0.5 dan 1.4 m di atas permukaan laut tahun 1990, jauh di atas kisaran proyeksi IPCC

1. Skenario SRES A1B, 2090 hingga 2099 (berdasarkan pada tahun 1980 hingga 1999) 2. Beckley et al, 2007

dan topan. Tanah longsor jauh lebih umum terjadi di Jawa dan Sumatra daripada di Kalimantan Timur. Menurut Badan Pengelola Bencana hanya terdapat 10-12 longsor besar di Kalimantan Timur pada tahun 2008 dan 2009, dan 30 rumah tangga yang terkena dampak. Tanah longsor dapat meningkat seiring dengan deforestasi yang besar, tetapi kepadatan penduduk Kalimantan Timur yang rendah mengurangi tekanan bagi pendatang untuk membangun infrastruktur di wilayah-wilayah rawan bencana, sehingga kecil kemungkinan kehilangan nyawa atau perumahan. Secara historis, kekeringan tidak pernah menjadi sebuah masalah bagi Kalimantan Timur, mengingat musim hujan di Kalimantan Timur yang teratur; perkiraan perubahan iklim memprediksi kenaikan curah hujan untuk wilayah ini. Terdapat juga mata rantai yang lemah antara perubahan iklim dengan kekeringan meskipun terdapat mata rantai ke El Nino Southern Oscillation (yang berhubungan dengan curah hujan yang rendah dan penyebaran kebakaran yang dramatis tahun 1997 dan 1998 di Kalimantan Timur). Hasil panen pertanian dapat terkena dampak secara signifikan. Walaupun terdapat banyak spesies tanaman yang mampu menyesuaikan diri dengan variasi suhu musiman, spesies tropis biasanya memiliki toleransi yang jauh lebih rendah terhadap perubahan suhu. Bank Dunia memprediksi bahwa pada tahun 2050 Indonesia akan mengalami penurunan hasil panen utama sebesar 10 persen karena perubahan suhu dan curah hujan. Akhirnya, penyakit yang dibawa vektor dapat meningkat, karena nyamuk pembawa demam berdarah dan malaria memperluas habitat mereka seiring dengan kenaikan suhu. Kalimantan Timur saat ini memiliki insiden malaria yang rendah; kenaikan suhunya yang sedang di masa depan bila dibandingkan dengan rata-rata global dan bagian dalam pegunungan (ketinggian yang lebih tinggi dengan suhu lebih rendah) dapat menahan perluasan habitat dari penyakit yang dibawa oleh berbagai vektor.

Kalimantan Timur memiliki terumbu karang yang luas dan 86 persen berisiko. 23 Sistem dinding karang terpanjang Indonesia, yaitu Karang Penghalang Sunda, kurang lebih memiliki

23 Berdasarkan rata-rata Indonesia seperti yang diperkirakan oleh Reefs at Risks.

FT

Laju kenaikan permukaan laut di abad ke 20 kemungkinan merupakan yang tertinggi selama 5,000 tahun terakhir 3. Rahmstorf, 2007

Studi-studi baru menunjukkan bahwa laju kenaikan permukaan laut abad 20 lebih tinggi dari perkiraan IPCC
Sebagian besar data satelit dan data gelombang menunjukkan bahwa laju kenaikan permukaan laut rata-rata saat ini adalah sebesar 3mm per tahun Laju kenaikan permukaan laut rata-rata sebesar 3.36+/-0.41 mm/tahun merupakan hasil observasi periode tahun1993-20072

107

panjang 630 kilometer, terletak di tepian Paparan Sunda. Sebagian besar karang penghalang ini belum dieksplorasi mengingat ukuran dan potensi ekonomi, sosial, dan biologisnya yang begitu penting. Terumbu karang Kalimantan Timur terkena dampak perubahan iklim dengan tiga cara. Pemutihan karang terjadi ketika terjadi suhu tinggi yang tidak normal di samudera dan membunuh karang jika berlangsung lebih dari dua minggu. Karang tenggelam terjadi bila terumbu karang tidak dapat tumbuh cukup cepat untuk mengimbangi naiknya permukaan laut. Pengasaman oseanik terjadi ketika banyak CO2 terlarut di laut dan mengganggu pertumbuhan karang. Namun demikian, ancaman banjir pesisir dan banjir daratan dapat menyebabkan risiko tingkat sedang bagi provinsi secara keseluruhan dan memiliki risiko besar-terbatas untuk beberapa distrik tertentu. Kalimantan Timur memiliki garis pantai sepanjang 1.185 km, 368 pulau-pulau kecil, dan beberapa kota pesisir, seperti Tarakan, Bontang dan Balikpapan. Walaupun Kalimantan Timur relatif terlindungi dari banjir pesisir yang disebabkan oleh peristiwa tertentu (atau disebabkan oleh badai). Kalimantan Timur rawan akan banjir pesisir yang disebabkan oleh kenaikan permukaan laut secara bertahap, sedangkan banjir daratan telah menjadi ancaman yang signifikan bagi daerah-daerah seperti Delta Mahakam dan Samarinda sebagai ibukota provinsi, yang memiliki populasi yang besar.

FT
Risiko menengah
dan juga menghadapi bahaya dari pergeseran perubahan iklim bertahap
Malaria dan penyakit yang disebar oleh vektor

Bentangan risiko iklim Kalimantan Timur : Risiko iklim saat ini telah memberikan ancaman menengah kepada masyarakat dan aset

Gambar 67

RA
Kalimantan Timur rawan terhadap kejadian yang didorong oleh bencana alam
Banjir pesisir dan kenaikan permukaan laut

Banjir daratan

Kekeringan

Kalimantan Timur memiliki garis


pantai yang panjang dengan pusat populasi yang besar Rentan terhadap kenaikan permiukaan laut Hubungan yang kuat dengan perubahan iklim

El Nio Southern Oscillation


dan curah hujan adalah pendorong kuat Banjir di Samarinda Hubungan yang agak dekat dengan perubahan iklim

Tidak banyak terjadi; namun

terdapat kenaikan kebakaran pada tahun 1997-98 terkait dengan El Nino Terkait dengan ENSO, namun hubungan yang lemah dengan perubahan iklim

Kenaikan suhu dan curah hujan


merupakan faktor yang dapat meningkatkan tingkat infeksi malaria

Badai

Nunukan Region

Perubahan hasilo panen pertanian

Kalimantan Timur jauh dari jalur


badai topan tropis besar karena kedekatannya dengan khatulistiwa (badai biasanya terjadi pada daerah > 10 o)

Tarakan Bulungan Region

Pertanian hanya menyumbang

Malinau Region

Berau Region

5% PDB namun sangat penting pada daerah pedesaan Bank Dunia memprediksi akan menurun sebesar 10% karena perubahan iklim

D
Tanah longsor

Kutai Timur Region Bontang Kutai Barat Region Samarinda Kutai Kartanegara Region Balikpapan Penajam PU Region Pasir Region

Kalimantan Timur tidak banyak

Kerusakan pada terumbu karang Sumber-sumber penghidupan


(perikanan, pariwisata , dll.) dan dinding perlindungan yang alami

mengalami tanah longsor bila dibandingkan dengan Jawa atau Sumatra Berhubungan dengan intensitas curah hujan dan penggunaan lahan

Karang dibunuh oleh pemutihan,

penenggelaman dan kenaikan asam, ke semuanya berhubungan dengan perubahan iklim

SUMBER: EM-DAT; BPS Kalimantan Timur; potongan surat kabar; wawancara; literatur akademik

BANJIR PESISIR
Kalimantan Timur memiliki kawasan seluas 194.000 ha yang rentan terhadap banjir pesisir. Sementara permukaan laut diperkirakan akan naik hingga 20 cm hingga tahun 2030, ancaman ini semakin meningkat karena faktor-faktor seperti badai dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) dapat memperkuat gelombang dan meningkatkan jumlah lahan yang berisiko terkena banjir. Melihat faktor-faktor ini, maka tanah yang berada pada kurang dari satu meter di atas permukaan laut (DPL) biasanya dianggap rentan. Kalimantan Timur memiliki 194.000 ha lahan yang berada pada 1 meter atau kurang dari 1 meter di atas permukaan laut. Meskipun ini hanya mewakili 1 persen dari lahan provinsi, empat kabupaten memiliki daerah-daerah yang secara tidak

108

proporsional berisiko lebih besar: Tana Tidung (10,2 persen daerahnya rentan), Samarinda (4,2 persen, meskipun lahan ini lebih rentan terhadap banjir daratan daripada banjir pesisir), Bontang (3,8 persen), dan Tarakan (3.6 persen). Perkiraan ini cenderung mengabaikan ancaman bagi pesisir Kalimantan Timur, karena elevasi diukur oleh satelit24 dan tidak dapat menembus hutan Kalimantan Timur yang lebat. Perkiraan tanah yang berada pada ketinggian 20 meter atau kurang di atas permukaan laut, walaupun jelas berlebihan, akan memberikan kompensasi bagi elevasi rendah yang berada pada lahan tertutup hutan dan memberikan batas atas sebesar 2 juta ha lahan rentan.

RA
BANJIR DARATAN
24 Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)

Kombinasi mitigasi keras dan lunak akan dibutuhkan untuk beradaptasi terhadap banjir pesisir. Membuat aset ekonomi utama Kalimantan Timur, seperti bandara dan kilang, lebih tahan banjir merupakan justifikasi yang cukup untuk melakukan investasi di bidang infrastruktur seperti dinding laut dan tanggul. Lahan pertanian dataran rendah dapat lebih terlindungi secara ekonomi dengan memulihkan dan melindungi hutan bakau alami provinsi, yang dapat mengurangi intensitas gelombang dan menahan banjir. Perencanaan bencana yang lebih baik penting bagi Balikpapan, yang merupakan sebuah kota yang memiliki daerah perkotaan yang sangat rentan; cepat menyebarkan karung pasir, menyediakan tempat penampungan bagi mereka yang rumahnya kebanjiran, dan memfasilitasi untuk mendapatkan asuransi dan kredit akan membantu kota beradaptasi bila terjadi peningkatan banjir pesisir.

Banjir daratan telah menjadi permasalahan bagi Kalimantan Timur, di mana pada tahun 2007 harus merelokasi 80.000 jiwa. Provinsi ini telah mengalami sedikitnya 50 peristiwa banjir daratan dalam empat tahun terakhir. Sebagian besar banjir tersebut kecil, dan hanya berlangsung selama satu hari dan mencapai ketinggian kurang dari 0,5 meter. Namun demikian, kadang terdapat banjir berkala yang lebih parah. Pada bulan Juni tahun 2007, banjir panjang yang berlangsung selama satu bulan di Kutai Barat dan Kutai Kertanegara menggenangi lebih dari 34.000 kilometer persegi dan mengungsikan 60.000 orang. Pada bulan September tahun yang sama, banjir menggenangi Balikpapan dengan ketinggian banjir lebih dari 1 meter dan menyebabkan kematian 4 orang. Pada bulan April 2009, banjir menggenangi sebagian besar Samarinda dan harus mengungsikan 20.000 penduduk dari rumah mereka. Perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan curah hujan bulanan di Kalimantan Timur (estimasi terbaik menyebutkan bahwa akan ada kenaikan sebesar 0,7 mm dan berkisar antara 4,0 hingga + 4.6 mm), terdapat peningkatan risiko pada banjir daratan, tetapi hubungan antara curah hujan dan banjir daratan tergantung pada frekuensi dan intensitas curah hujan dan bukan hanya jumlah ratarata, sehingga penelitian spesifik tentang pola curah hujan dan karakteristik hidrologis sungaisungai provinsi ini perlu dilakukan untuk memahami dampak perubahan iklim terhadap banjir daratan di Kalimantan Timur. Risiko ekonomi terbesar akibat banjir daratan terkonsentrasi di Samarinda dan Balikpapan. Dua kota tersebut memiliki setengah dari jumlah penduduk provinsi Kalimantan

FT

Banjir pesisir akan memiliki dampak ekonomi besar tetapi tidak proporsional, bagi Kalimantan Timur. Meskipun daerah yang rentan terhadap banjir pesisir relatif kecil, namun daerah tersebut mengandung sebagian aset terbesar provinsi. Satu-satunya bandara internasional Kalimantan Timur, yaitu bandara Sepinggan di Balikpapan, berada di pesisir dan berada pada ketinggian kurang dari 1 m di atas permukaan laut; bandara Tarakan juga sama rentannya. Kilang LNG seharga miliaran dolar Amerika di Bontang, merupakan modal investasi tunggal terbesar di provinsi ini, akan berada dalam risiko. Demikian pula dengan kilang Pertamina di pesisir Balikpapan juga berada di lahan yang rawan. Kedua aset itu menghasilkan lebih dari 27 persen total PDB Kalimantan Timur pada tahun 2008. Selain kilang dan bandara, banyak aset komersial dan perumahan Balikpapan yang juga rentan terhadap banjir pesisir.

109

Gambar 68

1% dari lahan Kalimantan Timur rawan terhadap banjir pesisir


Area yang kurang dari 1 m di atas permukaan Laut Ha 41,902 34,148 28,818 24,540 Persentase dari total lahan 1.6 10.2 2.2 1.7 0.7 1.4 0.4 2.7 0.2 4.2 3.6 1.7 3.8 0.0 1.0

Kutai Kertanegara Tana Tidung Bulungan Nunukan Berau Paser

RA
Kalimantan Timur
SUMBER: Radar Topography Mission (SRTM), Analisis tim

FT
16,176 14,918 Kutai Barat 12,865 Penajam Paser Utara Kutai Timur Samarinda Tarakan 8,459 6,941 3,033

901 885

Balikpapan Bontang

613

Malinau

14

194,213

Beberapa aset perekonomian besar terletak pada zona rawan banjir


Kilang LNG, Bontang Bandara Juwata, Tarakan

Gambar 69
<1m a.s.l. <20m a.s.l.

Pengolahan Pertamina, Balikpapan

Bandara Internasional Sepinggan, Balikpapan

SUMBER : Radar Topography Mission (SRTM), Analisis tim

110

Gambar 70

Infrastruktur atau aset potensial yang dapat menahan banjir pesisir


Fasilitas Uraian

Membangun tanggul Membangun zona penyangga bakau Memperluas sistem dinding pasir dan karang Membangun dinding laut di lokasi-lokasi strategis Menciptakan dinding pemecah gelombang lepas pantai Menambah pasir Meningkatkan kemiringan garis pantai
Merelokasi atau memindahkan perumahan atau struktur yang terletak di zona berbahaya

Secara permanen dan mutlak menahan risiko kenaikan permukaan laut menggunakan sistem tanggul pesisir dengan tinggi 4 m dan panjang 10 km Memulihkan dan memperluas zona penyangga bakau ke tingkat ketebalan 100m supaya dapat mengurangi energi lepas pantai dan menurunkan risiko banjir Memulihkan karang dan atau membangun dinding pasir lepas pantai untuk menurunkan energi gelombang lepas pantai dan menurunkan risoko banjir akibat serangan badai

Gambar 71

D
10 5 0

RA
Meninggikan seluruh struktur dekat pantai yang baru
SUMBER : Analisis tim; MNRE; UNESCO; UNEP; wawancara dengan para ahli Jumlah kejadian banjir daratan
25 20 15 23

Meninggikan semua struktur dekat pantai

Banjir daratan telah menjadi masalah yang tak terpecahkan selama 4 tahun terakhir
Distribusi ketinggian banjir daratan (m)
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 17

12

9 6

2005

2006

2007

20081

Durasi kejadian banjir daratan (hari) 14 14


12 10 8 6 4 2 0 4 6 3

2-3

3-7

>7

1 Data sampai dengan Oktober 2008 SUMBER : Dartmouth Flooding Observatory, Agency for Disaster Management, Environment Agency

FT
Membentengi garis pantai dengan tembok batu pada area dengan populasi tinggim untuk menurunkan energi gelombang dan mencegah erosi Membangun struktur batu dan beton lepas pantai dan paralel dengan garis pantai untuk menurunkan energi gelombang ketika mencapai garis pantai Impor atau merelokasi pantai dari bagian lain pulau atau dari laut untuk mempertahankan pantai dari erosi yang tgerus terjadi Membangun garis pantai tinggi dengan material yang datang dari bagian lain pulau (mis. Seperti di Maldives)
11 3 1

Memindahkan perumahan dan gedung komersial yang terletak di area berisiko (dengan kemiringan di bawah 4 m) ke daerah dengan kemiringan yang lebih tinggi Memodifikasi struktur dekat pantai yang kemiringannya di bawah 4 m dan dinaikan 2 m lebih tinggi; seperti pada bagian-bagian di Asia Tenggara Melanjutkan pembangunan di zona berbahaya, namun dengan persyaratan bahwa seluruh bangunan harus dinaikan 2 m lebih tinggi; seperti pada bagian-bagian di Asia Tenggara

Samarinda, April 2009


Banjir selama 11 hari Kedalaman 1m+ Kota, bandara ditutup, mengungsikan 20,000

0-0.5

0.5-1

1-1.5

>1.5

Luas area kejadian banjir daratan (ha)


14 12 10 8 6 4 2 0 1 1 0 13

Balikpapan, Sept 07
Banjir selama 3 hari Kedalaman 1 meter Kota, rumah terkena banjir 4 korban jiwa

Kutai Kertanegara dan Kutai Barat, Mei 2007


Banjir selama 22 hari Kedalaman 1.5 m Area seluas 35,000 km persegi terkena banjir Mengungsikan 60,000 orang

50-100 100150

150200

>200

111

Timur, serta rumah bagi banyak bisnis dan pabrik besar, sehingga mereka memiliki lebih banyak yang dipertaruhkan hanya dengan memiliki lebih banyak aset. Daerah perkotaan juga lebih rentan karena konsentrasi penduduk yang tinggi dan aset tetap dan diperparah oleh sistem drainase yang buruk. Masyarakat perdesaan, terutama mereka yang bertempat tinggal di dekat sungaisungai rawan banjir, lebih tahan terhadap perubahan tingkat banjir dengan membangun rumahrumah apung atau rumah panggung yang dapat disesuaikan ketinggian rumahnya.

Masyarakat pedesaan sudah lama tinggal dekat dengan sungai telah mengembangkan teknik0teknik untuk beradaptasi

Masyarakat sungai telah berabad-abad menghadapi dan beradaptasi terhadap banyak banjir dengan ketinggian yang berbeda dengan membangun rumah apung atau rumah panggung yang bisa diatur ketinggiannya

Kegiatan pertanian dan transportasi dapat terkena dampak pada jangka panjang sehingga perlu untuk merelokasi masyarakat

RA
Rumah-rumah yang dibangun pada panggung sepanjang sungai mahakam
SUMBER: Mr Nathan, Munich Re, Kaltim Post, Penelitian literatur

Langkah-langkah adaptif untuk banjir daratan membutuhkan inisiatif baik di hulu dan hilir. Daerah Aliran Sungai (DAS) di hulu memainkan peran yang penting dalam mengatur curah hujan di sungai. Menjaga DAS hulu dari pembalakan atau konversi untuk lahan pertanian atau perkebunan akan mengurangi risiko peningkatan banjir daratan. Langkah-langkah hilir yang sederhana namun efektif adalah dengan mempekerjakan pekerja untuk membersihkan sampah dari sistem saluran pembuangan dan badai supaya sistem drainase menjadi lebih baik. Sama seperti banjir pesisir, pengelolaan bencana yang lebih baik seperti peringatan dan penampungan darurat, merupakan suatu alat yang penting bagi kedua kota untuk beradaptasi terhadap banjir daratan.

Proyek-proyek percontohan
Adaptasi untuk banjir pesisir di Balikpapan merupakan proyek percontohan yang menjanjikan bagi Kalimantan Timur. Untuk melaksanakan langkah-langkah adaptif yang teridentifikasi di atas, diperlukan analisis yang lebih mendalam seperti analisis manfaat-biaya untuk masing-masing langkah. Balikpapan adalah sebuah kota besar yang memiliki banyak aset bernilai tinggi dan dengan demikian merupakan sebuah target yang baik untuk lebih banyak dianalisis; banjir pesisir juga merupakan ancaman yang nyata. Langkah pertama adalah membuat model kerugian ekonomi dengan membuat sebuah peta tata ruang lengkap dengan aset-aset perumahan dan industri Balikpapan, dan menumpang tindihkannya dengan berbagai skenario banjir pesisir. Daftar langkah-langkah pencegahan banjir pesisir perlu dianalisis perkiraan

FT
sedangkan area-area perkotaan dengan konsentrasi populasi yang lebih tinggi dan perjuangan untuk mendapatkan rumah

Kemampuan adaptasi dataran pesisir pedesaan lebih tinggi daripada area perkotaan

Gambar 72

Banjir di daerah perkotaan telah laman menjadi risiko utama karena hujan yang ekstrim dan sistem sistem dengan kemiringan rendah Kurangnya drainase dan pemeliharaan kebersihan dari sistem saluran yang buruk di area perkotaan.

Flooding after rains in Samarinda, March 2010

112

biayanya, dan dibandingkan dengan kemampuan mereka untuk mengurangi dampak negatif banjir dengan memasukkan inisiatif prioritas dalam rencana pembangunan. Selain itu, terdapat potensi untuk bermitra dengan perusahaan asuransi untuk membantu melakukan analisis ini serta untuk menyediakan mekanisme pembagian risiko finansial.

6. Implementasi dan faktor-faktor pendukung

RA
Perencanaan dan kebijakan tata ruang Pelibatan Masyarakat Pembiayaan

Kepemimpinan yang kuat diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan organisasi, begitu juga dengan pembangunan kapabilitas dan mengubah pola pikir terhadap pembangunan provinsi. Walaupun tiap faktor pendukung kelembagaan telah dieksplorasi pada setiap strategi sektor, lima faktor pendukung kelembagaan lintas sektoral telah teridentifikasi, yaitu: Tata kelola dan lembaga-lembaga perubahan iklim

Pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) dan perhitungan karbon

TATA KELOLA LEMBAGA-LEMBAGA PERUBAHAN IKLIM


Tata kelola atas sumber daya alam merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah mana pun. Tata kelola sumber daya jarang dapat ditingkatkan secara tertutup, melainkan harus menjadi bagian dari program reformasi tata kelola yang lebih besar, seperti yang telah dilaksanakan Indonesia dalam lebih dari satu dekade. Dimulai dengan Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka proses desentralisasi telah membawa perubahan yang besar. Upaya-upaya untuk meningkatkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, secara umum, dan di sektor sumber daya alam, telah memberikan hasil yang penting, dan mungkin yang paling penting, momentum dan rasa optimisme. Namun tata kelola sumber daya alam di Indonesia masih sangat kompleks, dan sering diperebutkan. Walaupun banyak otoritas atas daerah-daerah di luar kawasan hutan telah diberikan kepada pemerintah daerah, peran-perannya telah dikikis oleh peraturan dari kementerian-kementerian pemerintah pusat yang saling bertentangan dan prosedur yang sering berubah. Pemerintah provinsi mengenali bahwa dibutuhkan banyak perbaikan supaya dapat menyatukan masukan pemangku kepentingan dengan lebih baik, khususnya masukan dari masyarakat. Kapasitas untuk mengumpulkan umpan balik ini masih terbatas, dan perubahan pola pikir dan perbaikan kelembagaan diperlukan untuk memastikan kalau umpan balik itu digabungkan secara efektif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di semua

FT

Mencapai keberhasilan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan akan membutuhkan berbagai jenis perilaku dan kapabilitas baru bagi pemerintah dan masyarakat luas Kalimantan Timur. Dari sudut pandang kelembagaan, beberapa tantangan merupakan tantangan organisasi, karena untuk menunjang pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan memerlukan koordinasi antara berbagai departemen pemerintah yang akan sangat penting bagi keberhasilannya (misalnya, perencanaan (Bappeda), kehutanan, lingkungan hidup, pertanian, pariwisata, pendidikan, pekerjaan umum ). Tantangan lain adalah untuk membangun kapasitas pemerintah daerah supaya dapat melaksanakan program ambisius dan mendesak ini, dan untuk mengelola tekanan yang ditimbulkannya. Sama seperti pemerintah di daerah berkembang lainnya, pemerintah provinsi Kalimantan Timur memiliki tantangan ganda yaitu prioritas kritis dan sumber daya yang terbatas.

113

tingkatan. Peranan perusahaan dalam hubungan mereka dengan pembangunan masyarakat di perdesaan juga masih belum jelas. Sebagian besar wilayah kawasan hutan kurang memiliki pemerintahan yang kuat, sehingga sangat sulit untuk diatur dan dipantau. Tata kelola pemerintahan Kalimantan Timur atas perubahan iklim telah berkembang secara organik karena ancaman telah menjadi lebih jelas dan lebih menonjol. Ini merupakan pola yang cukup umum, karena respon pemerintah terhadap tantanngan pada umumnya adalah dengan memberdayakan lembaga-lembaga yang ada untuk melakukan tugas yang lebih besar sebelum mendirikan lembaga baru. Karena ancaman dari perubahan iklim telah menjadi prioritas lebih tinggi, maka Kalimantan Timur telah membentuk sejumlah institusi yang berkapasitas menghadapi ancaman tertentu. Kalimantan Timur juga telah menciptakan beberapa lembaga baru untuk mengkoordinasikan respon terhadap permasalahan akibat perubahan iklim. Pada bulan Desember 2009 setelah berpartisipasi dalam COP 15,25 Gubernur Kalimantan Timur menciptakan gugus tugas Kaltim Hijau. Lalu pada bulan Mei tahun 2010 beliau menerbitkan keputusan untuk membentuk gugus tugas baru Kaltim REDD untuk mengkoordinasikan REDD dan upaya-upaya rehabilitasi lahan gambut di provinsi tersebut. Lembaga-lembaga ini memberikan dasar yang sangat baik untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan yang lebih luas di provinsi ini. Kedua lembaga melapor langsung kepada Gubernur dan memiliki mandat untuk mengkoordinasikan upaya-upaya di tingkat provinsi dan kabupaten.

RA
25 UNFCCC Conference of Parties di Copenhagen, Desember 2009

Sekali lagi, adalah pola yang relatif umum di mana sejumlah kelompok dibentuk untuk menangani berbagai aspek masalah yang mendesak dan sangat kompleks. Banyak lembaga memiliki tanggung jawab yang tumpang tindih, dan tidak ada institusi tunggal yang memiliki kemampuan pengawasan penuh. Pada titik tertentu, mungkin perlu untuk membentuk sebuah organisasi payung yang dapat mengawasi dan mengarahkan aktivitas gugus tugas yang berbeda-beda. Banyak pemerintah yang menghadapi tantangan yang mendesak dan kompleks telah memilih sebuah struktur koordinasi yang fokus untuk memastikan pelaksanaan prioritas penting dalam lanskap kebijakan yang kompleks. Terdapat sebuah contoh kuat dalam pengalaman Indonesia. Di Aceh, setelah bencana tsunami pada akhir tahun 2004, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk Aceh dan Nias (BRR) untuk mengkoordinasi dan mengawasi proses rekonstruksi yang panjang. Sedangkan untuk pembangunan perekonomian yang berkelanjutan, pemulihan dan rekonstruksi di Aceh memerlukan suatu tatanan penjangkauan masyarakat yang baru, tatanan tinggi koordinasi di berbagai tingkat pemerintahan, pencairan dana eksternal yang bertanggung jawab dan memobilisasi sumber daya keuangan dan teknis dari dalam (dan luar ) negeri. Kotak 9 membahas lima pembelajaran dari BRR. Sebuah peninjauan di BRR dan satuan pelaksana dalam negeri dan internasional lainnya mengungkapkan beberapa pelajaran yang akan tetap diingat dengan baik oleh Kalimantan Timur dalam mengembangkan mekanisme kelembagaannya untuk memastikan keberhasilan implementasi strategi pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan (Kotak 9).

Dua studi kasus mengenai proyek yang sedang berlangsung di Kalimantan Timur, menggambarkan beberapa inovasi kelembagaan yang berguna bagi sebuah badan perubahan iklim yang baru. Program Karbon Hutan Berau merupakan suatu program demonstrasi REDD yang potensial, dan dirancang secara komprehensif di tingkat kabupaten dan dengan demikian memiliki pelajaran bagaimana mengelola program dengan skala-provinsi. Program Heart of Borneo adalah program lintas kabupaten (dan juga lintas-nasional) yang fokus pada konservasi dan pembangunan berkelanjutan, dan memiliki pelajaran tentang cara bekerja di berbagai tingkat pemerintahan.

FT

114

Kotak 9

Pembelajaran Internasional dan Dalam Negeri dari Penyelenggaraan Satuan Pelaksana untuk Menghadapi Tantangan-Tantangan Pembangunan yang Kompleks dan Mendesak
1. Satuan pelaksana harus memiliki hubungan dan mandat langsung dengan tingkat pemerintahan tertinggi (misalkan, BRR di Aceh, Dewan Pembangunan Perekonomian Maroko, Satuan Pelaksana Kepresidenan Guyana)

3. Hubungan dan hak pengambilan keputusan harus jelas diantara satuan pelaksana baru, kementerian yang ada, dan pemangku kepentingan lainnya. (misalkan, Dewan Pembangunan Perekonomian Bahrain) 4. Kompensasi dan penawaran nilai yang baik kepada calon pegawai harus memiliki daya saing yang sama seperti sektor komersial supaya dapat menarik talenta-talenta terbaik. (misalkan BRR di Aceh dan Satuan Pelaksana Kepresidenan Guyana) 5. Satuan pelaksana akan baik kerjanya jika dapat dibentuk suatu sistem manajemen kinerja yang tegas pada beberapa target prioritas (misalkan, Dewan Pembangunan Perekonomian Bahrain)

Gambar 73

RA
Kepala
Pengumpulan dan Pemantauan dan distribusi finansial evaluasi Kebijakan dan perencanaan

Proposal struktur kelembagaan badan perubahan iklim tingkat propinsi


Panitia Pengarah Diketuai oleh Gubernur Bupati DNPI Perwakilan dari kantor kementerian utama (mis. Bappeda, KLH, Kemeneterian Kehutanan)

Menarik pendanaan internasional untuk kesepakatan REDD Mengembangkan media pengumpulan dan penyebaran finansial

Membentuk baseline emisi provinsi dan parameter dampak Mengembangkan metodologi MRV yang konsisten

Studi kasus tata kelola 1: Program Karbon Hutan Berau (PKHB) Program PKHB akan dikelola di bawah wewenang dewan pengawasan banyak pemangku kepentingan yang ditunjang oleh sebuah sekretariat. Sebuah kelompok kerja gabungan yang terdiri atas lembaga-lembaga sektoral, pemangku kepentingan lainnya, dan para ahli teknis akan mendukung desain dan pelaksanaan program.

FT

Kelompok-kelompok kerja Infrastruktur Pelibatan masyarakat

2. Satuan pelaksana harus beranggotakan perwakilan dari berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda dan LSM (misalkan, Brazils Amazon Fund, Indonesias Waclimad )

Dewan Penasihat Ad-Hoc Perwakilan terpilih dari sektor swasta, LSM dan masyarakat setempat

Mendorong pertumbuhan

Mengoptimalkan alokasi lahan dan perencanaan tata ruan Menyelesaikan perselisihan kepemilikan tanah Mengembangkan mekanisme penegakan

Mengembangkan proses pelibatan dengan masyarakat setempat Mengembangkan program perubahan perilaku

Mengembangkan infrastruktur untuk pengurangan dan untuk menunjang penghidupan alternatif (mis. Pemadam kebakaran, pendidikan)

Mengembangkan strategi-strategi untuk menarik investasi bagi prioritas pertumbuhan yang sudah teridentifikasi

115

Struktur Pengelolaan dan tata kelola PKHB


Donor Bilateral Multilateral Donasi $$$ $$$ Pembeli/ investor ERs $$$ Dewan pengawas Pemerintah kabupaten Pemerintah provinsi Pemerintah nasional Masyarakat sipil/TNC Sekretariat Dana abadi BFCP Kelompok penasihat Kelompok kerja gabungan

Gambar 74

Bantuan teknis lainnya (TNC, KfW)

RA
SUMBER: The Nature Conservancy

Contoh dari tujuan dan peran berbagai kelompok yang diuraikan dalam Struktur Diagram PKHB (GAMBAR 74 ) adalah sebagai berikut: Dewan Pengawas (DP) adalah badan pemerintah utama yang memegang otoritas dan tanggung jawab tertinggi untuk memberikan arahan teknis dan keuangan PKHB atas nama Pemerintah Indonesia. Dewan ini terdiri dari pejabat senior yang ditunjuk oleh Bupati Berau, Gubernur Kalimantan Timur, Kementerian Kehutanan, dan lembaga nasional lainnya, TNC, dan anggota yang mewakili masyarakat dan kelompok pemangku kepentingan lainnya. Tanggung jawab utamanya adalah: memberikan arahan strategis PKHB, pengelolaan keuangan, merekrut, perdagangan karbon, hubungan pemangku kepentingan, mendukung penyelarasan sumber daya pemerintah, dan keberlanjutan dari program PKHB. Dana abadi (trust fund) PKHB adalah untuk menerima dana dari donor dan dari pengimbang karbon potensial dan mendistribusikannya kepada para pelaksana program dan penerima dana. Penyandang dana swasta dan publik akan memberikan dana untuk dana abadi PKHB sesuai dengan jadwal yang disepakati dan akan menerima laporan kemajuan dan keuangan tahunan begitu juga dengan laporan kemajuan berkala. Donor akan diminta untuk menyediakan dana dengan pembatasan sesedikit mungkin untuk memungkinkan dilakukannya implementasi PKHB yang fleksibel. Masyarakat akan memiliki wakil yang duduk di Dewan Penasihat Masyarakat untuk memberikan masukan kepada DP dalam mengelola PKHB dalam menghadapi isu-isu lintas sektoral yang terkait dengan pelibatan masyarakat dalam pembangunan rendah karbon dan lebih luas lagi dalam tata kelola. Para pemuka masyarakat akan terlibat dengan rapat-rapat dan proses-proses Kelompok Kerja Gabungan. PKHB akan secara langsung melibatkan masyarakat untuk mendukung tata kelola dan pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat yang berdekatan dengan area PKHB akan dilibatkan secara langsung dalam pengembangan dan implementasi kegiatan PKHB.

FT
Satuan bantuan penunjang dan bantuan teknis Institusi pemerintah: Kabupaten, provinsi, nasional MRV Perencanaan penggunaan lahan Kegiatan lapang REDD Governance and enforcement Melibatkan pemangku kepentingan Konsesi kayu Kelapa sawit Hutan lindung Masyarakat Penurunan emisi

116

Studi Kasus Tata Kelola: Jantung Borneo/ Heart of Borneo Pada bulan April tahun 2005, delegasi dari Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam bertemu untuk meluncurkan Inisiatif Jantung Borneo/ Heart of Borneo. Ketiga negara sepakat untuk mengelola daerah lintas perbatasan dengan berdasarkan atas prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Jantung Borneo/ Heart of Borneo, mencakup sekitar 22 juta ha, dan bagian terbesar (28 persen), terletak di Kalimantan Timur dengan luas 6,1 juta ha. Mengingat bahwa Jantung Borneo/ Heart of Borneo, tidak hanya melintasi kabupaten dan provinsi tetapi tiga negara, dan proyek ini telah mengembangkan struktur tata kelola berlapis banyak yang merupakan sebuah contoh yang berguna ( Tabel 3 ).

PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN TATA RUANG

Kotak 10

RA
Perencanaan Tata Ruang Bertingkat

Mengingat bahwa sebagian besar emisi Kalimantan Timur disebabkan oleh konversi hutan dan lahan gambut, isu regulasi yang paling penting adalah bagaimana menyelesaikan perselisihan mengenai status tanah dan sengketa kepemilikan serta mengoptimalkan alokasi penggunaan tanah melalui perencanaan tata ruang yang lebih baik. Kolaborasi antara pemerintah tingkat nasional dan kabupaten menjadi penting, karena sifat status tanah dan isu-isu perencanaan tata ruang yang lintas yurisdiksi. Selain itu, setiap kolaborasi perlu didukung oleh analisis teknis rinci, yang secara akurat menilai alokasi lahan saat ini dan potensi manfaat ekonomi dari penggunaan jenis-jenis lahan untuk aktivitas-aktivitas yang berbeda. Kotak 10 membahas tingkat-tingkat perencanaan tata ruang saat ini.

Perencanaan bertingkat memiliki implikasi yang penting untuk pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan meningkatkan perencanaan di semua tingkatan harus menggabungkan emisi karbon dan CO2 sebagai pertimbangan langsung. Propeda (Program Pembangunan Daerah) adalah rencana strategis jangka panjang yang menggambarkan rencana infrastruktur, investasi pembangunan ekonomi utama dan sasaran jangka panjang. RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) adalah sistem nasional perencanaan tata ruang yang memetakan area yang luas kedalam kelas hutan produksi, hutan lindung, dan area non hutan yang menentukan penggunaan lahan utama mana saja yang diperbolehkan. Pemberian izin dan lisensi adalah ranah dari badan-badan pemerintah kabupaten, provinsi dan nasional, yang membuat keputusan penting tentang apakah atau dimana menempatkan konsesi di dalam zona perencanaan tata ruang yang dapat berimplikasi besar pada emisi. Perencanaan penggunaan lahan dalam area perizinan dilakukan oleh pemilik dan manajer lahan juga pemangku kepentingan yang mengambil keputusan penting mengenai penggunaan lahan yang dapat mempengaruhi hasil emisi karbon, sosial dan keanekaragaman.

Sebuah sistem pencatatan tanah tunggal untuk mendaftar akta dan peta kepemilikan tanah merupakan perangkat yang penting, dan sistem tersebut saat ini tidak ada. Untuk membangun basis data seperti itu, saat ini sudah terdapat teknologi yang dapat menawarkan biaya dan waktu yang lebih efisien. Para perencana Indonesia baru-baru ini membangun sistem semacam itu di Aceh setelah tsunami, dan berhasil mengatasi permasalahan seperti kurangnya sistem yang kuat, tantangan-tantangan khusus mengenai bagaimana konflik bersenjata jangka panjang telah membentuk sistem klaim atas hak-hak adat, dan hilangnya catatan fisik akibat bencana. Latihan ini menunjukkan bahwa kepemilikan tanah dan perencanaan tata ruang merupakan gabungan

FT

117

STRUKTUR TATA KELOLA JANTUNG BORNEO / HEART OF BORNEO


Tingkat Trilateral Struktur Belum ada struktur organisasi yang sudah disepakati. Hingga kini, forum tertinggi adalah Rapat Trilateral. Kegiatan Rapat Tahunan Trilateral (komitmen, pertukaran ide dan informasi)) Penjangkauan internasional (pengumpulan dana, resolusi konflik Rencana Aksi Strategis sebagai dasar aktivitas Penanggung jawab Kementerian terkait di masing-masing negara

Tabel 3

Nasional

Komite nasional: Kelompok Penasihat, Kelompok Kerja Nasional, Sekretariat (independen, kecil) Komite Pengarah Provinsi

Provinsi

RA
Kabupaten Pemerintah Daerah pada setiap kabupaten atau kota Sosialisasi

isu-isu sejarah, sosial, ekonomi dan politik yang kompleks, dan bahwa dukungan masyarakat yang kuat adalah sangat penting bagi inisiatif-inisiatif tersebut. Tulang punggung sistem semacam itu adalah pendekatan pelibatan masyarakat yang melaksanakan pemetaan tanah berbasis masyarakat dan penyelesaian kepemilikan tanah, membangun kapasitas kelembagaan di tingkat lokal, memastikan proses dilakukan secara adil dan transparan, dan mengkomunikasikan dengan jelas manfaat bagi masyarakat lokal. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah perangkat yang sangat penting dalam pengelolaan perencanaan tata ruang dan proses lisensi dan perizinan. Namun, peran penilaian juga perlu diperkuat, sehingga mereka memberikan pertimbangan yang tegas mengenai lingkungan sebelum izin diterbitkan. Penilaian harus diperluas supaya mencakup fokus yang spesifik mengenai emisi karbon dan lahan gambut. Kotak 11 membahas Infrastruktur Data Tata Ruang Indonesia dan Kotak 12 mengenalkan konsep Hutan dengan nilai konservasi yang tinggi.

MRV DAN PERHITUNGAN KARBON


Standar dan sistem nasional MRV cenderung menjadi komponen kunci kesepakatan global REDD dan REDD+. Kalimantan Timur akan memerlukan satuan dukungan teknis yang diperlukan untuk mengembangkan sistem MRV dasar provinsi, dan memastikan bahwa satuan dukungan teknis itu konsisten dengan upaya-upaya nasional akhir. Sistem MRV perlu membangun baseline provinsi dan membuat skenario-skenario dasar yang dapat mengurangi emisi karbon (seperti

FT
Koordinasi pembangunan dan penjangkauan dalam negeri Sinergi pendanaan Regulasi dan mekanisme Sinergi kebijakan lokal Kelompok Kerja Nasional Kelompok Kerja Provinsi Kelompok Kerja Kabupaten Kemitraan/forum pengembangan jejaring Pemantauan Badan pemerintah lokal, kantor pemerintah terkait, pemerintah Kabupaten/kota, universitas, LSM Partisipasi masyarakat Badan pemerintah lokal, kantor pemerintah terkait, kelompok-kelompok masyarakat, pemimpin-pemimpin kelompok etnis, LSM

118

Kotak 11

Infrastruktur Data Tata Ruang (Spatial Data Infrastructre-SDI) Indonesia


Tidak mungkin membuat perencanaan yang baik bila tidak terdapat data berkualitas tinggi, pembagian data secara luas dan transparansi. Indonesia sedang berusaha untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut dengan membangun Infrastruktur Data Tata Ruang (Spatial Data Infrastructure-SDI). Kementerian Kehutanan memimpin usaha pengelolaan data Kawasan Hutan dengan membangun sistem informasi sumber daya hutan (Forest Resource Information System). Saat ini terdapat beberapa program percontohan SDI, tapi semua berlokasi di Jawa. Pemerintah Berau, TNC, dan mitra telah mengeksplorasi potensi percontohan SDI untuk dimasukan sebagai bagian dari Program Karbon Hutan Berau.

Kotak 12

Hutan dengan nilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value Forest- HCVF)

RA
PELIBATAN MASYARAKAT

Konsep hutan dengan nilai konservasi yang tinggi (HCVF) lahir sebagai bagian dari standar Forest Stewardship Council (FSC) sebagai pedoman bagi manajemen hutan untuk membantu dalam identifikasi area-area yang memiliki nilai sosial, budaya atau lingkungan yang luar biasa penting dan untuk mengimplementasikan sebuah sistem pengelolaan dan pemantauan agar nilai-nilai tersebut dipelihara atau bahkan ditingkatkan. Sekarang, HCV digunakan untuk perencanaan tata ruang di Indonesia pada tingkat nasional atau provinsi, untuk memandu pembangunan perkebunan agar mengurangi dampak negatif ekologi dan sosial dari konversi hutan alam. Ketika memroses izin IUP atau Izin Lokasi, area-area HCV diidentifikasi oleh para pengembang di dalam permohonannya. Dan pengembang diharuskan untuk tidak mengganggu dan melindungi lahan HCV sebagai bagian dari izin yang akan mereka dapatkan. Meja Bundar tentang Kelapa Sawit Lestari (Roundtable on Sustainable Palm Oil) akan memeriksa kepatuhan dengan rencana-rencana HCV ketika menilai perkebunan untuk mendapatkan sertifikasi lestari. Banyak bank memeriksa sejarah perkebunannya sebagai bagian dari uji tuntas (due diligence) dalam proses penilaian pemberian pinjaman.

mengurangi deforestasi), digunakan untuk menilai upaya pengurangan dan untuk memantau dampak. Kebutuhan akan sistem ini telah dibentuk pada Kemitraan Norwegia-Indonesia, yang dimaksudkan untuk melakukan pembayaran untuk emisi yang telah diverifikasi, dalam tahaptahap berikutnya. Dana Amazon Brazil, misalnya, telah berhasil menggalang dana berdasarkan deforestasi terhindar yang dicapai pada tahun sebelumnya. Kinerja ini dinilai berdasarkan atas pergerakan tingkat referensi rata-rata deforestasi dan disertifikasi oleh sebuah komite teknis yang terdiri atas para ilmuwan terkemuka.

Saat ini, terdapat beberapa metodologi berbeda untuk menetapkan baseline dan mengukur emisi karbon terhindar bagi setiap proyek-proyek karbon di Kalimantan Timur. Dalam rangka mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan kemungkinan proyek karbon menarik pembayaran pasar karbon internasional atas pengurangan dan pembuangan emisi yang telah diverifikasi, maka penting bagi pemerintah provinsi untuk menggabungkan metodologi yang telah diverifikasi secara independen, dan menetapkan pendekatan skala provinsi. Idealnya, pendekatan ini juga berkontribusi positif bagi pengembangan standar nasional. Kotak 13 menguraikan rencana Kalimantan Timur untuk mengembangkan Sistem Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV).

Strategi Pembangunan Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan Kalimantan Timur hanya dapat dilaksanakan jika strategi ini secara aktif melibatkan para pemangku kepentingan

FT

119

Rencana Kalimantan Timur untuk Mengembangkan Sistem Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV)
Mengenali bahwa suksesnya percobaan demostrasi implementasi REDD+ akan sangat dipengaruhi oleh kehandalan dan bagaimana internasional mengakui sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah memulai rencana pembangunan MRV dan akan lebih lanjut memperkuatnya dengan: a. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) bekerja sama dengan beberapa pihak kompeten: Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (khususnya pusat Penelitian Perubahan Iklim), Pusat Penelitian dan Pengembangan Indonesia (Dipterokarpa) Kementerian Kehutanan mengembangkan sistem pengawasan/perhitungan emisi dan stok karbon dan menentukan baseline data karbon provinsi.

Kotak 13

b. Gugus Tugas REDD Kalimantan Timur bekerja sama dengan program internasional yang mengembangkan rencana demonstrasi REDD (di Malinau dengan GTZ Forclime, di Berau dengan GTZ Forclime dan TNC, dan di Kutai Barat dengan WWF), pihak swasta (terutama yang memegang kedua izin IUPHHK dan Izin Pemanfaatan Kayu), dan kelompok kerja REDD tingkat kabupaten memberikan data dan informasi lapangan. c. Badan Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur bersama dengan Badan Lingkungan Hidup Regional mengkoordinasikan proses dan pembangunan hasil dari MRV teknis pada tingkat daerah untuk menggabungkan, menyebarkan dan meningkatkan kapasitas antara pemangku kepentingan dan juga untuk memotivasi komunitas lokal untuk turut berpartisipasi.

RA

d. Pemerintah Daerah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Timur, Gubernur, Bupati/Walikota dan DPRD mendukung kebijakan regulasi supaya proses pembentukan dan pelaksanaan REDD berjalan lancar. e. Untuk memastikan implementasi MRV sebagai bagian dari program perubahan iklim (seperti proyek-proyek mitigasi, adaptasi dan REDD), MRV akan dimasukkan sebagai bagian vital ke dalam rencana pembangunan lingkungan hidup daerah dan akan dimasukkan ke dalam pembahasan pembangunan pada tingkat desa (Musbangdes) sampai ke tingkat nasional.

di area kunci, seperti penggunaan tanah, adopsi teknologi, dan perubahan perilaku. Dukungan itu dapat dicapai dengan proses yang berkesinambungan, transparan dan partisipatif di mana pemerintah dan lembaganya melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Semua jenis organisasi yaitu, badan pemerintah, organisasi nirlaba atau perusahaan swasta, telah menggunakan program pelibatan masyarakat di Kalimantan Timur. Kalimantan Timur menggunakan dua program yang pelibatan masyarakat yang ada saat ini dan dikelola oleh pemerintah ketika menerapkan strategi ini: yaitu proses musrenbang dan PNPM. Proses musrenbang adalah proses pelibatan masyarakat dari tingkat bawah ke tingkat atas (bottom-up) dan merupakan proses pembangunan di mana masing-masing desa menguraikan prioritas pembangunannya dan menyampaikannya kepada kabupaten. Prioritas ini kemudian dimasukkan ke dalam rencana kabupaten, diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk mendapatkan pendanaan. Program PNPM yang dikelola oleh BAPPENAS adalah contoh lain program yang digunakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Baru-baru ini, melalui bantuan teknis dari Bank Dunia, PNPM telah menyalurkan dana untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam dan skema energi terbarui. Program ini, yang disebut PNPM Hijau, baru-baru ini telah diuji di Sulawesi, dengan rencana untuk diperluas ke semua kecamatan, dimana PNPM beroperasi. Sebagian besar komponen dana PNPM Hijau saat ini sedang digunakan untuk mendukung program elektrifikasi pedesaan melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga air mikro (mikro hidro).

FT

120

Kotak 14

Perhitungan Karbon, Standar-standar, dan Hak-Hak di Program Karbon Hutan Berau (PKHB)
Perhitungan Karbon untuk PKHB dirancang dengan tujuan untuk menghasilkan pengurangan emisi yang terverifikasi (verified emissions reductions-VERs) terhadap baseline seluruh area kabupaten untuk pemenuhan syarat pasar di masa depan, sebagai bagian dari kerangka kerja perjanjian iklim pasca-2012. Sedangkan pada proyek Noel Kempff di Bolivia, yang merintis metode perhitungan yang diantisipasi dan menjadi preseden untuk verifikasi dalam pasar sukarela, PKHB merintis dan mengembangkan suatu preseden untuk verifikasi pemenuhan peringkat VER dalam kesepakatan iklim internasional pasca-2012 Standar Karbon: Karena metode penghitungan untuk verifikasi dalam mekanisme REDD+ masa depan belum ditetapkan, PKHB akan mengikuti interpretasi ketat dari Voluntary Carbon Standard (VCS), yang merupakan standar penghitungan karbon paling akhir dan paling diakui. Pendekatan yang dilaksanakan menggunakan metode yang konsisten dengan IPCC Good Practice Guidelines dan GOFC-GOLD Sourcebook (GOFC-GOLD, 2009). Karena VCS dirancang untuk penghitungan karbon skala proyek, berbeda dengan penghitungan karbon skala program tingkat daerah, atau penghitungan skala nasional, PKHB juga akan menggunakan metode tingkat tinggi untuk penghitungan simpanan karbon dalam skala provinsi dan nasional. Menjumlahkan Hak Karbon: Hak karbon untuk kawasan hutan di Berau akan digabungkan di bawah otoritas Surat Keputusan Menteri dari Kementerian Kehutanan. Hak Karbon dari lahan non hutan akan digabungkan dibawah otoritas surat keputusan Bupati Berau. Melalui surat keputusan tersebut, semua hak karbon hutan akan berada dibawah Dewan Penasihat BFCP.

RA

Perusahaan swasta juga perlu memiliki rencana pelibatan masyarakat untuk mendorong perubahan prilaku akan praktik ramah lingkungan. (Lihat Kotak 15 untuk sebuah pembahasan mengenai pelibatan masyarakat dalam Program Karbon Hutan Berau dan Tabel 4 untuk beberapa contoh inisiatif yang memerlukan dukungan publik). PT. Kendilo Coal Indonesia, sebagai contoh, membangun kemitraan yang kuat dengan LSM lokal saat merencanakan penutupan pertambangan. Bekerja dengan mitra-mitra ini, PT. Kendilo Coal Indonesia memiliki visi yang melampaui ketentuan rehabilitasi lingkungan yang ditetapkan pemerintah, dan melihat bagaimana meningkatkan pembangunan berkelanjutan komunitas lokal. Rencana penutupan tersebut mencakup program untuk memberikan keterampilan baru kepada karyawan dan masyarakat lokal, untuk mengantisipasi ketika perusahaan tidak lagi menjadi mesin ekonomi masyarakat. Keterampilan baru ini termasuk pelatihan yang difokuskan untuk mendirikan sebuah bengkel mekanik untuk mobil dan sepeda motor, jasa menjahit, toko-toko kecil, dan berbagai kegiatan pertanian, praktik-praktik pertanian yang lebih baik (diluar tebang dan bakar ), dan tanaman baru untuk diperdagangkan. Kesadaran masyarakat tentang perubahan iklim juga dibutuhkan di samping programprogram pelibatan masyarakat yang fokus pada pencapaian proyek. Pada tahun 2001, Kalimantan Timur, ambil bagian dalam survei Pengetahuan, Sikap, dan Praktik: Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang merupakan survei komprehensif tentang kesadaran dan sikap terhadap isu-isu lingkungan. Meskipun sudah berselang beberapa waktu sejak survei itu, temuannya menunjukkan bahwa walaupun isu-isu lingkungan relatif penting bagi penduduk Kalimantan Timur, terdapat kesenjangan dalam hal keaktifan penduduk dalam mencari solusi. Kesadaran publik dan keterlibatan bahkan bisa jadi lebih penting dan menantang bagi perubahan iklim karena dampaknya tidak sejelas atau dapat segera dilihat sebagaimana dampak dari praktik lingkungan yang buruk (seperti polusi air atau udara). Gubernur dan Kaltim Hijau baru-baru ini telah melakukan kampanye kesadaran publik yang lebih besar tentang perubahan iklim, yang mencakup programprogram Hijau dalam berbagai kementerian-kementerian yang ada pada tingkat provinsi, konferensi dengan asosiasi bisnis, program penghijauan umum seperti Satu Orang, Lima Pohon, dan acara publik seperti acara naik sepeda kota untuk mendorong transportasi alternatif sepeda.

FT

121

CONTOH INISIATIF YANG MEMBUTUHKAN DUKUNGAN PELIBATAN MASYARAKAT


Inisiatif Penggunaan lahan kritis kebijakan Nir Pembakaran Meningkatkan produktivits petani rakyat Reklamasi dan rehabilitasi pertambangan REDD Pelibatan masyarakat yang dibutuhkan Pengakuan hak-hak masyarakat dan status kepemilikan lahan yang ada di daerah lahan kritis; kesepakatan tentang kompensasi yang dibayarkan kepada masyarakat di daerah. Pendidikan tentang dampak penggunaan pembakaran; pelatihan dan teknologi tentang metode-metode alternatif pembukaan lahan; mendukung pemadam kebakaran berbasis masyarakat.

Table 4

Praktik-praktik terbaik yang berhubungan dengan operasi pertambangan yang efisien, aman, dan lebih ramah lingkungan, dan penggunaan lahan pasca- pertambangan

Pelatihan teknik-teknik pengelolaan hutan dengan fokus pada prinsip-prinsip dan peralatan untuk menentukan baseline dan pemantauan, pelaporan, dan verifikasi Pendidikan tentang dampak pengeringan bagi pembusukan lahan gambut; pelatihan dan penyediaan teknologi untuk pengelolaan air

Pengelolaan air

RA
PEMBIAYAAN

Tiga fungsi terkait dengan keuangan akan menjadi sangat penting untuk keberhasilan strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan di Kalimantan Timur. Pertama, sangat penting untuk menarik pendanaan dalam negeri dan internasional untuk mendukung inisiatif pengurangan emisi milik Kalimantan Timur. Kedua, model pembagian pendapatan harus ditetapkan untuk mengalokasikan dana ke berbagai pemangku kepentingan (termasuk pemerintah tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten, serta pengembang proyek, masyarakat dan individu). Ketiga, keuangan harus dikelola dan didistribusikan ke berbagai pihak ini secara adil dan transparan. Tata kelola yang baik atas aliran dana yang sangat kompleks ini merupakan salah satu tantangan terbesar sistem REDD dan REDD+, dan Kalimatan Timur akan mendapatkan manfaat dari investasi untuk pengembangan sistem terbaik. Kalimantan Timur akan memerlukan dukungan internasional jangka dekat yang signifikan agar berhasil dalam rencananya untuk menciptakan kesejahteraan rendah karbon (Gambar 75). Pada tahun 2012, misalnya, sekitar USD 20 juta dan EUR 30 juta akan dibutuhkan untuk meluncurkan percontohan-percontohan dan memulai inisiatif-inisiatif pengurangan emisi. Biaya ini akan meningkat seiring perluasan rencana pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan juga seiring dengan lebih banyak inisiatif diluncurkan pada skala yang besar. Pada tahun 2030, biaya operasional untuk mendukung inisiatif pengurangan karbon dan peluang-peluang sumber penghidupan yang berkelanjutan yang sedang berjalan akan mencapai antara USD 370 juta dan USD 570 juta. Meskipun keseluruhan pendanaan yang dibutuhkan jumlahnya besar, biaya per tCO2e terkurangi relatif rendah, dan biaya pengurangan penuh per tCO2e terkurangi (termasuk biaya pelaksanaan) berkisar antara USD 2.00 dan USD 3.10. Kalimantan Timur sangat menunggu dana dari pasar karbon internasional supaya dapat mencapai sasaran ambisius pengurangan emisi hingga tahun 2030. Dalam jangka pendek, dana interim dari sumber-sumber seperti Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership FacilityFCPF), program UN-REDD , dan program-program bilateral seperti kemitraan Perubahan Iklim Indonesia-Norwegia akan sangat penting untuk mendukung upaya Kalimantan Timur untuk membentuk kesiapan REDD Kalimantan Timur. Institusi The Informal Working Group on Interim Financing for REDD+ (IWG-IFR) telah mengajukan pendanaan transisi bertahap, di mana di awalnya program REDD akan bergantung pada hibah untuk membangun kesiapan kelembagaan,

FT

Penyediaan bibit, pelatihan tentang penggunaan pupuk, dan teknik-teknik untuk penanaman dan lain-lain.

122

Kotak 15

Pelibatan Masyarakat dalam Program Karbon Hutan Berau


TNC dan mitranya telah bekerja dengan masyarakat hutan di Berau sejak tahun 2002 dan belakangan ini baru saja menyelesaikan penelitian atas 20 dari 107 desa dalam rangka persiapan PKHB. Desa-desa di Berau sangat bervariasi dalam hal tingkat ketergantungan terhadap hutan, keadaan terpencilnya, tingkat homogenitas budaya dan pengalaman dengan ekonomi pasar. Hampir semua desa berada dalam proses transisi dalam hal strategi penghidupan dan institusi tata kelola, di mana terdapat banyak kasus di mana institusi desa tidak bekerja secara efektif, terutama dibagian area hutan dataran tinggi. Sistem kepemilikan tanah tidak diakui secara formaldan desadesa seringkali tidak dilibatkan dalam perencanaan pembangunan dan tata ruang kabupaten. Banyak desa terletak di area konsesi kelapa sawit dan kayu, dan masing-masing telah atau akan dipengaruhi oleh konsesi kayu, kelapa sawit dan pertambangan. Kedekatan dan lemahnya hak atas tanah kadang berujung pada konflik tersembunyi atau terang-terangan antara masyarakat dan perusahaan didekatnya. Kunci permasalahan dalam hubungan masyarakat dan perusahaan salah satunya adalah mengenai persetujuan masyarakat untuk operasi perusahaan, pengakuan atas hak-hak masyarakat yang berbeda, biaya yang diperlukan secara hukum dan sukarela untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat untuk penggunaan hutan, dan investasi perusahaan dalam pembangunan masyarakata yang disyaratkan secara hukum. PKHB telah mengidentifikasi enam tujuan untuk rencana pelibatan masyarakatnya:

RA

1. Pelibatan dalam strategi pembangunan rendah karbon: Melibatkan sepenuhnya masyarakat dalam proses perancangan dan pengawasan strategi pembangunan rendah karbon Berau. Masyarakat hutan terlibat secara konstruktif dalam tata kelola PKHB dan pengambilan keputusan pada tingkat strategis dan operasional juga pada dialog kebijakan penting lainnya di Berau. 2. Persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal: Memastikan bahwa semua kesepakatan didapat berdasarkan atas persetujuan masyarakat yang sebelumnya telah menerima informasi, dan diterapkan dengan berbasis kepada prinsip keberlanjutan. 3. Memperkuat institusi desa: Membantu desa untuk membangun institusi pemerintah desa yang kuat untuk mewujudkan pelibatan masyarakat yang efektif dalam pengelolaan sumber daya alam dan implementasi PKHB yang berkelanjutan. 4. Sumber penghidupan: Meningkatkan sumber penghidupan, termasuk sumber penghidupan alternatif yang dapat mengurangi tekanan pada lingkungan pada jangka waktu dekat, menengah atau panjang.

5. Bagi keuntungan: Menetapkan pengaturan pembagian aliran keuntungan ke desa secara adil dan berkelanjutan termasuk untuk perempuan (layanan sosial, infrastruktur masyarakat, dsb). 6. Pembelajaran: Mendokumentasikan dan menyebarkan pembelajaran dan mekanisme yang didapat dari komponen pelibatan masyarakat PKHB.

diikuti dengan pembayaran untuk emisi yang telah diturunkan berdasarkan parameter-parameter sederhana (misalnya, laju deforestasi ), dan akhirnya transisi ke sistem pemantauan canggih yang memungkinkan pasar karbon internasional yang terkelola dengan baik untuk mendanai emisi yang telah diverifikasi. Kementerian Keuangan dan Kementerian Kehutanan, telah menekankan beberapa pedoman awal untuk proyek-proyek REDD.26 Untuk mengembangkan lebih lanjut dari model pembagian pendapatan, beberapa prinsip kunci perancangan harus dipertimbangkan:

26 Pada bulan Juli 2009, Kementerian Kehutanan Indonesia mengusulkan model pembagian pendapatan dengan alokasi tergantung pada jenis kepemilikan hutan atau izin, berkisar antara 10-50 persen untuk pemerintah, 20-70 persen untuk masyarakat lokal, dan 20 - 60 persen untuk pengembang.

FT

123

Dukungan finansial yang dibutuhkan meningkat seiring dengan waktu


Perkiraan biaya total tahunan Juta USD per tahun (2010-2030) 570

Gambar 75
Perkiraan agresif Perkiraan konservatif

Tiga jenis biaya adalah: Biaya teknis, biaya untuk memasang teknologi rendah karbon yang pantas untuk sebuah inisiatif (mis. Pemadam kebakaran, biaya relokasi ke lahan kritis)

420

270

120

270 175

30 20 2012

75
2015 2020

RA
2025 2030
SUMBER: Analisis tim

Pastikan individu dan masyarakat lokal mendapatkan insentif. Dalam rangka untuk mendorong perubahan perilaku yang diperlukan untuk pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan, masyarakat setempat harus melihat manfaat yang jelas. Dalam Juma Sustainable Reserve di Brasil, misalnya, individu menerima pembayaran langsung berdasarkan pemeriksaan rutin hutan lokal (Kotak 16).27 Pembayaran harus mencakup insentif yang terkait dengan parameter berbasis masukan (misalnya, untuk membangun bendungan, penanaman pohon), parameter berbasis kinerja (misalnya, mengurangi terjadinya kebakaran), dan akhirnya parameter berbasis hasil (berkaitan langsung dengan emisi gas rumah kaca atau parameterparameter untuk emisi). Karena kekuasaan tertinggi untuk pengambilan keputusan untuk alokasi tanah kini berada di tingkat kabupaten dan di dalam masyarakat lokal, kelompokkelompok ini harus mendapatkan manfaat langsung dari pembayaran tersebut. Masyarakat lokal, desa, dan kabupaten perlu diberi kompensasi secara wajar agar bersedia untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan untuk pendekatan ke pertumbuhan rendah karbon yang lebih pragmatis. Dana Amazon, misalnya, melibatkan perwakilan-perwakilan dari tingkat pemerintahan yang berbeda dalam proses pengambilan keputusan. Letakkan dasar bagi sumber penghidupan yang berkelanjutan. Penting agar pendanaan untuk pengurangan emisi tidak menjadi suatu bentuk kesejahteraan, melainkan menciptakan dasar untuk mendukung pengembangan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai contoh, Juma Sustainable Reserve mengalokasikan porsi dana untuk mendukung kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang berbasis pada penggunaan lahan dan sumber daya yang berkelanjutan (Kotak 16, Kotak 17). Ciptakan struktur dan kerangka kerja insentif yang tepat untuk melibatkan sektor swasta: Pengembang proyek swasta akan sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan, mengingat akses mereka ke modal dan keterampilan yang diperlukan
27 Biaya REDD : Pelajaran dari Amazonas, makalah pengarahan iIIED , November 2009.

FT
370
Biaya implementasi, biaya yang dibutuhkan untuk menunjang implementasi dari satu inisiaitf spesifik (mis. Satuan pemantauan pertambangan untuk menegakan reklamasi pasca pertambangan, pelatihan mengenai teknik-teknik RIL) Faktor pendorong umum, adalah biaya yang tidak spesifik untuk satu inisiatif tapi dibutuhkan untuk kesiapaan keseluruhan untuk melaksanakan strategi (mis. Memperbaiki perencanaan tata ruang, baseline MRV)

124

Kotak 16

Dana Amazon Brazil


Dana Amazon, yang diciptakan pada bulan Agustus tahun 2008 oleh pemerintah Brazil, bertujuan untuk memobilisasi pendanaan internasional untuk memberantas deforestasi. Dana Amazon beroperasi dengan basis donasi, mengumpulkan uang atas dasar deforestasi yang terhindar yang dicapai pada satu tahun kebelakang. Kinerja dinilai terhadap pergerakan tingkat referensi ratarata deforestasi, yang disesuaikan setiap lima tahun. Sebuah Komite Teknis yang terdiri dari enam ilmuwan terkemuka adalah yang akan mengesahkan pengurangan emisi yang dinyatakan. Dikelola oleh Bank Pembangunan Nasional Sosial dan Ekonomi Brazil- BNDES (Brazils Economic and Social National Development Bank), dana ini memberikan pendanaan bagi proyek-proyek yang berkontribusi pada pencegahan deforestasi serta konservasi dan penggunaan bioma Amazon secara lestari. Sebuah komite yang terdiri atas banyak pemangku kepentingan, diselenggarakan dalam sistem tiga ruang di mana perwakilan pemerintah daerah, kementerian nasional, dan masyarakat sipil (termasuk penduduk asli, masyarakat tradisional, LSM, industri, dan ilmuwan), menentukan alokasi pendanaan. Keputusan diambil dengan suara bulat dari tiga ruang tersebut.

RA

untuk pemantauan rinci dan pengelolaan proyek. Bank Dunia mengadakan lokakarya pada bulan November 2008 dimana para pengembang proyek REDD memberikan masukan tentang bagaimana mendukung aktivitas REDD di Indonesia. Beberapa rekomendasi antara lain klarifikasi dari pemerintah nasional mengenai di mana letak otoritas pengambilan keputusan tentang implementasi REDD, membantu untuk mempercepat proses persetujuan proyek-proyek REDD, dan memberikan kejelasan tentang apakah kredit karbon deforestasi terhindar (VER) membutuhkan persetujuan pemerintah nasional sebelum dijual.28 Saat ini, keputusan penggunaan lahan berada di antara Kementerian Kehutanan, pemerintah daerah, dan kelompok masyarakat. Pemerintah provinsi dapat membantu memfasilitasi suatu proses yang lebih terpadu dan memastikan terselesaikannya permasalahan yang dihadapi operator sektor swasta.

Setelah menetapkan model pembagian pendapatan, harus ada metode untuk mengalokasikan dana ke berbagai penerima sesuai dengan standar dasar efisiensi, pengawasan fidusia, dan transparansi. Menyadari pentingnya untuk menjaga integritas dalam operasinya, BRR Aceh menggunakan kombinasi audit internal (dilaksanakan oleh tim audit internal BRR dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), inisiatif anti-korupsi (yang dilakukan oleh Satuan Anti-Korupsi BRR), audit eksternal (dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan), dan pengungkapan arus keuangan ke publik (misalnya, BRR secara rutin membuka neraca keuangan BRR ke publik) dan membuat seluruh karyawan menandatangani Pakta Integritas, yang antara lain melarang karyawan menerima kompensasi di luar gaji yang telah mereka setujui.29

Bagi dana yang disalurkan kepada masyarakat lokal dan individu, sudah terdapat beberapa landasan distribusi keuangan yang terbukti berhasil, seperti program PNPM milik Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), yang berpotensi untuk diduplikasikan dan disempurnakan dalam pendistribusian dana tersebut. Pada awalnya dana dapat dialokasikan di tingkat masyarakat, tetapi berpotensi berkembang secara bertahap untuk dialokasikan kepada individu, mirip dengan Juma Sustainable Development Reserve Brasil

28 Laporan tentang Implementasi Lokakarya Pembelajaran: Mengembangkan pasar untuk REDD di Indonesia, Bank Dunia, Januari 2009. 29 Keuangan Tujuh Kunci untuk Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif, BRR NAD-NIAS, April 2009.

FT

125

IMPLEMENTASI
Analisis ini hanya merupakan langkah pertama untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Kami melihat momentum untuk membangun melalui tiga tahap. Tahap 1 Menentukan Strategi Pembangunan Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan: Langkah pertama adalah mengembangkan sebuah strategi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan (seperti yang telah diringkas dalam laporan ini) yang mengidentifikasi peluangpeluang utama pengurangan emisi dan pertumbuhan sektor baru, tindakan penting yang diperlukan agar berhasil, dan perkirakan biaya yang terkait. Strategi ini kemudian akan diedarkan kepada para pakar, perwakilan masyarakat, dan pihak berkepentingan lain di semua kabupaten sebagai bagian dari proses integrasi yang luas, sosialisasi dan perbaikan untuk menyatukan prioritas yang muncul dari analisis tingkat tinggi dengan prioritas yang dirasakan langsung masyarakat kita .

Tahap 2 - Mengembangkan struktur kesiapan dasar: Tahap selanjutnya memerlukan pengembangan arsitektur dasar yang diperlukan untuk menarik pendanaan internasional dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Ini termasuk finalisasi rancangan organisasi satuan pelaksana hijau (termasuk menetapkan proses pelaporan dan pengambilan keputusan), bekerja sama dengan kabupaten percontohan untuk mempersiapkan inisiatif, dan mulai membangun faktorfaktor pendukung penting seperti perencanaan tata ruang yang lebih baik dan baseline MRV.

RA

Tahap 3 Contoh inisiatif pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan: Pada tahap ini akan diluncurkan program percontohan awal untuk mendukung pendekatan pertumbuhan berkelanjutan yang berfokus pada peluang-peluang prioritas untuk pengurangan dan sektor-sektor pertumbuhan baru. Setelah percontohan dan tinjauan pelajaran yang telah didapat, diharapkan akan terdapat akan peluncuran progresif ke kabupaten lain, dengan transisi akhirnya ke pendekatan skala provinsi. Kesimpulan analisis kami menyatakan bahwa kita dapat mencapai pertumbuhan dan pada saat yang sama mengurangi emisi karbon. Pengalaman kami memperingatkan kami bahwa hal ini sulit dalam pelaksanaannya, tetapi juga memberikan kami cukup keyakinan bahwa banyak hal yang dapat dicapai, jika melihat capaian pembangunan Provinsi Kalimantan Timur, dalam puluhan tahun terakhir. Provinsi Kalimantan Timur memiliki masyarakat yang sangat beragam, yang juga mencerminkan kekayaan dan keragaman lingkungan alam kami, dari hutan dan pegunungan sampai pantai dan laut, membentang sepanjang rute perdagangan Asia Tenggara. Untuk berkembang, kami harus merangsang daya gerak dan kreativitas semua anggota masyarakat kami. Pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan berarti kreativitas dan penggerak ini dibangun berdasarkan rasa hormat terhadap warisan alami yang diberikan oleh Tuhan

FT

126

D RA FT

127

Sumber-Sumber
2010, Kesiapan Kalimantan Timur Dalam Kerjasama Menghadapi Perubahan Iklim Melalui Pengurangan Emisi Dari Deforestasi Dan Degradasi (REDD).

A. Hooijer et al, PEAT-CO2, Assessment of CO2 emissions from drained peatlands in SE Asia, Delft Hydraulics report (December 2006)

Abdullah Naim et al, JATAM, Mautnya batu bara Pengerukan batu bara & Generasi Suram Kalimantan (2010) Survei Pertanian, Luas Lahan Menurut Penggunaannya Di Indonesia, , Perpustakaan Badan Pusat Statistik (2007)

RA

Alan Grainger, Difficulties in tracking the long-term global trend in tropical forest area, The National Academy of Sciences of the USA (January 2008)

Alison Hoare et al, Estimating the cost of building capacity in rainforest nations to allow them to participate in a global REDD mechanism, Office of Climate Change (August 2008)

Andreas Langner and Florian Siegert, Spatiotemporal fire occurrence in Borneo over a period of 10 years, Global Change Biology (2009) Anne Casson, Oil Palm and REDD Opportunities in Berau, East Kalimantan, TNC, (July 2008)
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Komisaris Daerah Kalimantan Timur, Studi Rekalkulasi Sumberdaya Hutan dan Redesign Kelola Hutan Provinsi Kalimantan Timur (2008) Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (2010) Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (2010) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Berau,Berau Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Berau (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bulungan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulungan, Kabupaten Bulungan Dalam Angka 2009 (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat, Kutai Barat Dalam Angka 2008 (2008) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Kartanegara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Katanegara (2009)

FT

A. Hooijer, Current and future CO2 emissions from drained peatlands in Southeast Asia, Biogeosciences Discussion (2009)

128

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malinau, Kabupaten Malinau Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Kabupaten Malinau (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nunukan, Nunukan Dalam Angka 2009 (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2007, Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser (2007)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur, Pembangunan Kalimantan Timur 2009 (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Samarinda, Kota Samarinda Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Kota Samarinda (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tarakan, Kota Tarakan Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Kota Tarakan (2009) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kalimantan Timur Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur (2009)

RA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Balikpapan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan (2008) Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Kalimantan Timur, Daya Tarik Investasi Kalimantan Timur. Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Kalimantan Timur, Kajian Informasi Peluang Pasar Potensi Informasi Kaltim Serta Rencana Dan Sasaran Promosi Investasi Kaltim Dalam Dan Luar Negeri (2009) Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Kawasan Budidaya Pertanian Berbasis Padi (2009) Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Potensi dan Peluang Investasi Kalimantan Timur. Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Prasarana dan Sarana Fasilitas Infrastruktur Kalimantan Timur. Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Investasi Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit (2009) Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Peta Prioritas Pengembangan Investasi Kalimantan Timur (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Budidaya Tanaman Jagung Terintegrasi Dengan Industri Pakan Ternak (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Budidaya Rumput Laut Di Kalimantan Timur (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Investasi Ikan Kerapu Yang Menguntungkan, (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Investasi Budidaya Kakao (2009)

FT

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Tana Tidung Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulungan (2009)

129

Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Investasi Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Kawasan Budidaya Pertanian Berbasis Padi (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Komoditi Ekspor Karet Alam Di Kalimantan Timur (2009) Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Pengembangan Sapi Potong Di Kalimantan Timur (2009)

Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Timur, Prospek menguntungkan Investasi Budidaya Komoditi Kelapa, (2009) Badan Pusat Statistik Indonesia, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2004-2008.

Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia, Produk Domestik Regional Bruto ProvinsiProvinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha (Gross Regional Domestic Product of Provinces in Indonesia By Industrial Origin) 1994-1997. Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia, Tabel Input Output Indonesia (Indonesian InputOutput Table) 2005 (2007)

RA

Badan Pusat Statistik Jakarta, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2001 2005. Badan Pusat Statistik Jakarta, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1988 1993. Badan Pusat Statistik Jakarta, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1998 2001. Badan Pusat Statistik Jakarta, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1999 2002. Badan Pusat Statistik Jakarta, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1995 1998. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur, Kutai Timur Dalam Angka (2009)

Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, Analisis SE06 Mengenai Ketenagakerjaan Kalimantan Timur (2008) Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, Keadaaan Angkatan Kerja Kalimantan Timur 2008 (2009) Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, Keadaan Sosial Penduduk Kalimantan Timur 2008 (2009) Badan Pusat Statistik Kota Bontang, Kota Bontang Dalam Angka 2008 (2008) Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Statistik Ekspor Kalimantan Timur (Export Statistics of Kalimantan Timur) 2008 (2009) Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Indikator Industri Besar dan Sedang Kalimantan Timur 2002 2006 (2009) Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Timur Dalam Angka 2008 (2008)

FT

130

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Kondisi Sosial Ekonomi dan Indikator Penting Kalimantan Timur 2008 (2009) Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Produk Domestik Regional Bruto Kalimantan Timur Menurut Lapangan Usaha (Gross Regional Domestic Product of Kalimantan Timur by Industrial Origin) 2000-2007. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur; Analisis Tabel Input-Output Kalimantan Timur 2007, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (2008) Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimatan Timur, Statistik Industri Besar dan Sedang 2006 (2009) Badan Pusat Statistik, Keadaan Pekerja Di Indonesia Februari 2008.

Badan Pusat Statistik, Pendapatan Regional Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1983-1989. Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, Profil Daerah Kalimantan Timur 2009.

RA

Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, 8 (Delapan) Kelompok Data Sistem Informasi Profil Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007-2009 (2009) BAPPENAS, Republik Indonesia, Menurunkan emisi karbon dari lahan gambut Indonesia, Laporan Interim Studi Multi Disiplin, (Desember 2009) Biro Hukum, Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur, (1993)

BPS Jakarta-Indonesia, Statistik Kelapa Sawit Indonesia (2008)

Brad Sanders, Final Report and Recommendations for Master Plan to Deal with Land and Forest Fires for Muaro Jambi Regency on Fire Prevention and Suppression Capability, Capacity and Resources of Government Agencies, Plantation Companies and Select Villages in Muaro Jambi Regency, Singapore National Environment Agency, Jambi Province and Asia Pacific Resources International Ltd, (August 2009)

Business Insight Malaya, Climate Change to Cost 6% of GDP Each Year : IMF (2010)

C. Barr and C. Cossalter, Chinas development of a plantation-based wood pulp industry: government policies, financial incentives, and investment trends, International Forestry Review (2004) Center for International Forestry Research REDD, forest governance and rural livelihoods, The emerging agenda. Centre of Forest Inventory and Mapping Forest Planning Agency Ministry of Forestry Republic of Indonesia, Indonesias Forest Monitoring And Assessment System (FOMAS) Charlie Parker et al, The Little REDD Book, Global Canopy Programme, Global Canopy.org (2009) Charlotte Streck et al, Architecture for REDD+: Management and Flows of Funds, Climate Focus. Charlotte Streck et al, The Challenge of Urgency, Incentivizing Private Sector Early Action in REDD+, Climate Focus. Cheng Hai Teoh, Key Sustainability Issues in the Palm Oil Sector, The Bank Dunia, IFC.

FT

131

Christina Seeberg Elverfeldt, Carbon Finance Possibilities for Agriculture, Forestry and Other Land Use Projects in a Smallholder Context, Natural Resources Management and Environment Department Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) (February 2010) Christopher Barr et al, Financial governance and Indonesias Reforestation Fund during the Soeharto and post-Soeharto periods, 19892009, A political economic analysis of lessons for REDD+, Center for International Forestry Research. Christopher Barr, Intensively Managed Forest Plantations in Indonesia, Overview of Recent Trends and Current Plans, Center for International Forestry Research (March 2007) Colin Hunt, The costs of stopping deforestation in Indonesia, School of Economics, The University of Queensland

Daftar Nama IUPHHK pada Hutan Alam Di Wilayah Prov Kalimantan Timur Tahun 2010. Daniel Murdiyarso and Louis Lebel, Southeast Asian forest and land Fires: how can vulnerable ecosystems and peoples adapt to changing climate and fire regimes?, iLEAPS Newsletter (2007) Daniel Murdiyarso et al, Measuring and monitoring forest degradation for REDD, Implications of country circumstances, CIFOR (November 2008)

RA

Desi Ariyadhi Suyamto and Meine van Noordwijk, Scenario Studies Of Land Use In Nunukan, East Kalimantan (Indonesia): Drivers, Local Livelihood Aand Globally Relevant Carbon Stocks.

Dinas Perkebunan, Rekapitulasi Data Kesesuaian Perizinan Perusahaan Perkebunan Dan Aktifitas Lapangan Posisi s/d Januari 2010 (2010) Dinas Pertambangan dan Energi, Data Izin Usaha Pertambangan (IUP) Yang Diterbitkan Pemerintah Kabupaten Se Kalimantan Timur Tahun 2006 2009. Direktori Pra Fs Komoditi Unggulan Kalimantan Timur. Dr. Asril Darussamin (IPOC), Fitrian Ardiansyah and Suhandri (WWF-Indonesia), IPOC/WWFIndonesia Impact Assessment on Oil Palm Development (October 2004)

Dwi Rahmad Muhtaman and Ferdinandus Agung Prasetyo, Forest Certification in Indonesia, Center for International Forestry Research (June 2004)

Eliasch Review, Climate Change:Financing Global Forests.

Elisabeth Rtheli, An analysis of the economic implications of developing oil palm plantations on deforested land in Indonesia, WWF (July 2008) Erin Myers Madeira, REDD in Design: Assessment of Planned FirstGeneration Activities in Indonesia. Fahmuddin Agus, Emisi Karbon Dioksida dari Transisi Penggunaan Lahan Menjadi Perkebunan, Jurnal Litbal Pertanian (2009)

Finn Danielsen et al, Biofuel Plantations on Forested Lands: Double Jeopardy for Biodiversity and Climate, Society For Conservation Biology (2008) Food And Agriculture Organization Of The United Nations International Tropical Timber Organization, Best practices for improving law compliance in the forestry sector (2005)

FT

132

Forest Watch Indonesia, The State of Forest Indonesia. World Resource Institute, Global Forest Watch. Francis E. Putz and Pieter A. Zuidema, Conserving carbon in tropical forests: pitfalls and possibilities (January 2010) Francis E. Putz and Robert Nasi, Carbon Benefits From Avoiding And Repairing Forest Degradation, International Society of Tropical Foresters (January 2010) Francis E. Putz, Improved Tropical Forest Management for Carbon Retention. Furniture Grade Acacia Timber From Plantations in Indonesia, IFC Program for Eastern Indonesia SME Assistance (PENSA) G. R. van der Werf et al, Climate regulation of fire emissions and deforestation in equatorial Asia, PNAS (December 2008)

G. R. van der Werf et al, CO2 emissions from forest loss, Nature Geoscience (November 2009) Gero Becker, Cable Systems for the Selective Logging of Tropical Natural Forests in Mountainous Areas An Overview, Ministry of Forestry in Cooperation with Deutsche Gesselschaft furTechnische Zusammenarbeit (GTZ) (July 2001) Haris Iskandar et al, A comparison of damage due to logging under different forms of resource access in East Kalimantan, Indonesia, Forest Ecology And Management (September 2006) Harri Vasander and Jyrki Jauhianen, Uncertainties, Deficiencies and Unknown in Greenhouse, Gas Emission From Tropical Peatland, University of Helsinki, Department of Forest Ecology.

RA

Howard J. Sargeant, Vegetation Fires In Sumatra Indonesia, Oil Palm Agriculture In The Wetlands Of Sumatra: Destruction or Development? Forest Fire Prevention And Control Project Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, European Union Ministry of Forestry (February 2001) I Nyoman N. Suryadiputra and Prianto Wibowo, Study on PT ITCIs Perian Swamp Forest In East Kalimantan, Indonesia, Wetlands International.

Ian E Hansen, The Carbon Cost of Palm Oil Production in Malaysia, The Planter, (2008)

IFCA, Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation in Indonesia, (2008) International Timber Plantation Organization, Encouraging Industrial Forest Plantations In The Tropics, Report of a global study (August 2009)

International Timber Plantation OrganizationThe Pros And Cons Of Procurement, Developments and progress in timber-procurement policies as tools for promoting the sustainable management of tropical forests, (April 2010) Irma Herdiyanti and Endah Sulistyawati, Stok Karbon Acacia mangium Liar. Tegakan dari Usia yang berbeda, Institut Teknologi Bandung. J. Jaenicke, Determination of the amount of carbon stored in Indonesian peatlands, Geoderma (2008) Jane Dunlop, REDD, Tenure and Local Communities, A Study from Aceh, Indonesia, International Development Law Organization.

FT

133

John Couwenberg et al, Greenhouse gas fluxes from tropical peatlands in Southeast Asia, Global Change Biography. Jonah Busch et al, Comparing climate and cost impacts of reference levels for reducing emissions from deforestation, IOP Publishing Ltd (October 2009) Joseph Fargione et al, Land Clearing and the Biofuel Carbon Debt, Science express, February 2008. K.I. Paul et al, Change in soil carbon following afforestation, Forest Ecology And Management (2002)

Kawasan Hutan dan Perairan Prov. Kalimantan Timur Dirinci Menurut Fungsi dan Luas Kirk Hamilton and Marianne Fay, A Changing Climate For Development, Finance and Development, 2009.

Krystof Obidzinski and Agus Andrianto, Illegal Forestry Activities in Berau and East Kutai Districts, East Kalimantan: Impacts on Economy, Environment and Society, Center for International Forestry Research (April 2005) LTS international, Capability and cost assessment of the major forest nations to measure and monitor their forest carbon for Office of Climate Change Final report (April 2008)

RA

Luca Tacconi, Center For International Forestry Research, Fires in Indonesia: Causes, Costs and Policy Implications. Luis Ugalde and Osvaldo Prez, Mean Annual Volume Increment of Selected Industrial Forest Plantation Species, Forestry Department Food and Agriculture Organization of the United Nations (April 2001)

Marcus Colchester et al, Promise Land, Palm Oil and Land Acquisition in Indonesia: Implication for Local Communities and Indigenous Peoples. Marisa Meizlish et al, Carbon Finance for Reduced Emissions from Deforestation & Degradation at the Forest Frontier, New Forest (December 2007) Maryanne Grieg-Gran, The Cost of Avoiding Deforestation, International Institute for Environment and Development (October 2006)

Meridian Institute, Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD): An Options Assessment Report (March 2009)

Kementerian Kehutanan, Statistik Kehutanan Indonesia 2007 (2008)

Mirja Cosonen, Financial, Economic, and Environmental Profitability of Reforestation of Imperata Grassland in Indonesia, Forest Ecology and Management (1997) Mohd. Basri Wahid et al, Oil Palm Achievements and Potential, Web site www. cropscience.org.au (2004) Nancy L Harris et al, Identifying optimal areas for REDD intervention: East Kalimantan, Indonesia as a case study, Environmental Research Letter (September 2008) Natalia Tamirisa, Climate Change and The Economy, Finance and Development (2008) Nyoman N. Suryadiputra et al, The Mahakam Lakes of East Kalimantan, Indonesia, Wetlands International.

FT

134

Pablo Gutman and Bruce Cabarle, At the Crossroads? The Nexus between public and private finance for REDD+ , WWF-US (February 2010) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan Dalam Angka 2008. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Dinas Kehutanan, Neraca Sumber Daya Hutan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007 (2008) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Dinas Pertambangan dan Energi Samarinda, Perjalanan Dunia Menuju Kesejahteraan Masyarakat Kalimantan Timur (2008) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 2025 2007. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 2008-2027. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 2008 2027. Pemerintahan Kabupaten Paser, Kabupaten Paser Dalam Angka 2009, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pusat Statistik (2009)

RA

Pengelolaan Pertambangan Migas Di Kalimantan Timur (2010) Plinio Sista and Nicolas Nguyen-The, Logging damage and the subsequent dynamics of a dipterocarp forest in East Kalimantan (19901996), Forest Ecology and Management (2002) Plinio Sista et al, Harvesting Intensity Versus Sustainability in Indonesia, Forest Ecology and Management (1998)

Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Badan Planologi Kehutanan, Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2008, 2008.

R. D. Lasco et al, Carbon Stocks Assessment Of A Selectively Logged Dipterocarp Forest And Wood Processing Mill In The Philippines, Journal Of Tropical Forest Science (2006) RED NET.ORG, REDD-plus after Copenhagen: what does it mean on the ground? PLOS Biology July 2008 (January 2010)

Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Investasi Menguntungkan Agribisnis Borneo Prima Orange (2009)

Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Profil Proyek Perkebunan Karet di Kalimantan Timur (2009)

Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Prospek Investasi Agribisnis Kokoa yang Menarik (2009) Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Budi Daya Rumput Laut di Kalimantan Timur (2009) Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Prospek Investasi Perkebunan Kelapa yang Menguntungkan (2009) Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Profil Proyek Ikan Grouper di Kalimantan Timur (2009)

FT

135

Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Profil Proyek Daging Ternak di Kalimantan Timur (2009) Badan Pemberian Izin dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Industri Pakan Ternak dan Perkebunan Jagung yang Terintegrasi (2009) Rekapitulasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Rekapitulasi Titik Api di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 1997 2010.

Robin Naidoo, PhD, Economic Value of Carbon in the Heart of Borneo, WWF-US.

Romain Pirard and Christian Cossalter, The Revival of Industrial Forest Plantations in Indonesias Kalimantan Provinces, Will they help eliminate fiber shortfalls at Sumatran pulp mills or feed the China market? Center for International Forestry Research. Ross W. Gorte, Carbon Sequestration in Forests, Congressional Research Service (August 2009) RSPO, Green House Gas Emission From Palm Oil Production (November 2009)

RA

Scott Alexander Stanley, Preliminatry Biomass Estimate In PT Mamberamo Alas Mandiri Concession Papua, Indonesia, Forest Carbon (February 2009) Bank Dunia, Investing In A More Sustainable Indonesia (2009)

Thomas Fairhurst and David McLaughlin, Sustainable Oil Palm Development on Degraded Land in Kalimantan, WWF (January 2009) Uwe Ballhorna et al, Derivation of burn scar depths and estimation of carbon emissions with LIDAR in Indonesian peatlands, Columbia University, New York, NY(approved October 14, 2009)

Warta Ekonomi, edisi 05 Tahun XXII 8 Maret 21 Maret (2010)

Wiliam Boyd, Regulatory Design Option for Subnational REDD Mechanism, University of Colorado Law School (February 2010) WWF Indonesia, Samarinda Office, Identifikasi Lanskap Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi Di Dalam Dan Sekitar Heart of Borneo, Kalimantan Timur, (May 2008) Yosep Ruslim et al, STUDY ON IMPLEMENTATION OF REDUCED IMPACT TRACTOR LOGGING, Ministry of Forestry and Estate Crops Co-operation with Deutsche Gesellschaft fr Technische Zusammenarbeit (GTZ) (2000)

FT

Rhett A. Butler, REDD in the red: palm oil could undermine carbon payment schemes, Wiley Periodicals, Inc (2009)

Copyright 2010

You might also like