You are on page 1of 41

BAB I PENDAHULUAN I.

I Latar Belakang Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005). Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan screening dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Da Ros, 2008). Angka IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari penderita sesungguhnya.2 Penderita IMS di Jawa Tengah terdapat 1454 jiwa pada tahun 2003 dan mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi 2329 jiwa untuk semua jenis golongan umur.2 Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2005 mencatat terdapat 7213 kasus IMS dan dari jumlah tersebut 7212 yang diobati dengan persentase 99,9%.3 Keberadaan immunodeficiency virus Human Immunodeficiency telah menarik (HIV) dan the dunia Acquired terhadap syndrome (AIDS) perhatian

penanggulangan dan pemberantasan IMS karena terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan HIV, baik IMS yang ulseratif maupun yang non-ulseratif, telah terbukti meningkatkan risiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual.1
1

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam laporan triwulan situasi perkembangan HIV&AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2010 mencatat secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan berjumlah 21.770 dengan cara penularan kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui heteroseksual (49,2%), (IDU 40,4%), dan Lelaki (3,8%), dan perinatal 2,7%).4 Di Jawa Tengah sendiri didapatkan data dari profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2006 didapatkan jumlah kasus HIV yang ditangani sebanyak 422 kasus.3 Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kasus AIDS terbanyak, menempati urutan ke-6 (sampai dengan triwulan kedua tahun 2010) di seluruh Indonesia. Dengan jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang banyak (5.465.820 jiwa) yang merupakan populasi yang berisiko paling tinggi untuk tertular IMS maka perlu dilakukan skrining atau penjaringan terhadap kasus IMS Total populasi WPS di wilayah Sunan Kuning sampai bulan Maret 2012 sebanyak 637 orang dimana tidak seluruhnya memeriksakan diri ke klinik Griya ASA tetapi juga ke Puskesmas Lebdosari di mana RT I, 2 dan 3 akan ditangani oleh Puskesmas Lebdosari dan RT 4, 5 dan 6 akan ditangani oleh Klinik Griya ASA. Dari data yang diambil mewakili angka kejadian IMS di Griya ASA PKBI Semarang dari Januari 2010 sampai dengan Maret 2012 didapatkan jumlah total kunjungan 1254, 1007 diantaranya melakukan skrining dan yang terdiagnosis (+) IMS sebanyak 221. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah ini adalah Berapakah angka dan persentase IMS di Klinik Griya ASA PKBI Semarang periode Januari-Maret 2012 ? I.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui angka kejadian IMS dan persentase IMS di Klinik Griya ASA PKBI Semarang periode Januari-Maret 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui persentase IMS terhadap skrining di Klinik Griya ASA PKBI Semarang periode Januari-Maret 2012 b. Mengetahui sasaran dan target skrining IMS di wilayah kerja Klinik Griya ASA PKBI Semarang.
2

I.4 Manfaat 1. Manfaat bagi penyusun Dapat mengetahui berapakah jumlah dan persentase IMS di Klinik Griya ASA PKBI Semarang periode Januari-Maret 2012. 2. Manfaat bagi Institusi a. Mengetahui angka dan persentase IMS di Klinik Griya ASA PKBI Semarang periode Januari-Maret 2012. b. Dapat digunakan sebagai bahan untuk evaluasi program dengan melihat data-data yang dipaparkan. 3. Manfaat bagi Tenaga Kesehatan Sebagai informasi gambaran IMS yang ada di wilayah kerja Klinik Griya ASA PKBI Semarang.

BAB II Tinjauan Pustaka II.1.Infeksi Menular Seksual (IMS)4 Infeksi Menular Seksual adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan seks lewat liang senggama, lewat mulut (oral sex) atau lewat dubur (anal sex). II.2 Jenis- jenis IMS4

Terdapat sekitar 20 mikroorganisme yang dikategorikan sebagai penyebab IMS, yang termasuk dalam golongan bakteri, virus, protozoa, jamur dan ektoparasit, yaitu : Penyebab Bakteri 1. Bacterial Vaginosis (BV) 2. Chancroid (Ulkus mole) 3. Donovanosis (Granuloma inguinale atau Calymmatobacterium granulomatis) 4. Gonorrhea (GO atau kencing nanah). 5. Klamidia 6. Lymphogranuloma venereum (LGV) (Chlamydia trachomatis serotypes L1, L2, L3.) 7. Non-gonococcal urethritis (NGU) 8. Staphylococcal infection 9. Syphilis, Sifilis, Raja Singa 10. Penyebab Fungi/jamur 11. Trichophyton rubrum 12. Candidiasis, Yeast Infection Penyebab Virus 1. Adenoviruses 2. Cervical cancer, Kanker serviks
4

3. Condiloma akuminata, Jengger ayam 4. Hepatitis A 5. Hepatitis B 6. Hepatitis C 7. Hepatitis E (transmisi via fecal-oral) 8. Herpes simpleks Herpes 1,2 9. HIV/AIDS 10. Human T-lymphotropic virus (HTLV)-1 11. Human T-lymphotropic virus (HTLV)-2 12. Human Papilloma Virus (HPV) 13. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) 14. Mononucleosis Cytomegalovirus CMV Herpes 5 15. Mononucleosis Epstein-Barr virus EBV Herpes 4 16. Sarkoma kaposi, Kaposis sarcoma (KS) Herpes 8 Penyebab Parasit 1. Pubic lice, colloquially known as crabs (Phthirius pubis) 2. Scabies (Sarcoptes scabiei) II..3 Gejala Umum IMS IMS seringkali tidak menampakkan gejala, terutama pada wanita. Namun ada pula IMS yang menunjukkan gejala-gejala umum sebagai berikut : 1. Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari biasanya, 2. Rasa perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi sering kencing,

3. Adanya luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut (nyeri ataupun tidak), 4. Tumbuh seperti jengger ayam atau kutil di sekitar alat kelamin, 5. Gatal-gatal di sekitar alat kelamin, 6. Terjadi pembengkakan di lipatan paha, 7. Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri, 8. Pada wanita, sakit perut bagian bawah yang kambuhan tetapi tidak ada hubungannya dengan haid 9. Mengeluarkan darah setelah berhubungan seks, dan Secara umum merasa tidak enak badan atau demam. Tabel 1. Gejala Umum IMS Gejala Luka Perempuan Laki-laki Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin anus, mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, Cairan tidak normal diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin. Cairan dari vagina bisa gatal, Cairan bening atau berwarna kekuningan, kehijauan, berasal dari pembukaan berbau atau berlendir. Duh kepala penis atau penis tubuh bisa juga keluar dari anus Sakit pada saat buang air PMS pada wanita biasanya Rasa terbakar atau rasa sakit kecil tidak menyebabkan sakit atau selama atau setelah urination burning urination Perubahan warna kulit Terutama di bagian telapak terkadang diikuti dengan duh tubuh dari penis tangan atau kaki

Tonjolan

seperti

Perubahan bisa menyebar ke seluruh bagian tubuh jengger Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin

ayam Sakit pada bagian bawah Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan perut dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam
6

sistem reproduksi, termasuk serviks, tuba falopi, dan Kemerahan ovarium) Kemerahan pada sekitar alat Kemerahan pada sekitar alat kelamin atau di antara kaki Gejala HIV/AIDS a. Demam b. Keringat malam c. Sakit kepala d. Kemerahan di ketiak, paha atau leher e. Mencret yang terus menerus f. Penurunan berat badan secara tepat g. Batuk, dengan atau tanpa darah h. Bintik ungu kebiruan pada kulit kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar

II.4 Upaya Pengendalian IMS4 Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutuskan rantai penularan infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya. Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana untuk kegiatan pencegahan IMS, termasuk HIV/AIDS. Upaya tersebut meliputi : 1. Upaya Promotif a. Pendidikan sex yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang seksualitas dan IMS b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak berhubungan sex selain pasangannya. c. Menjaga keharmonisan suami-istri tidak menyeleweng untuk meningkatkan ketahanan keluarga 2. Upaya Preventif

a. Hindari hubungan seksual berganti-ganti pasangan atau dengan pekerja sex komersial (WPS) b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko tinggi e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS 3. Upaya Kuratif a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat b.Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik yang simptomatik maupun asimptomatik 4. Upaya Rehabilitatif Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita IMS, tidak mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, utnuk medukung kesembuhannya. II.5. Penanganan IMS5 1. Segera pergi ke dokter untuk diobati a. Jangan mengobati IMS sendiri tanpa mengetahui penyakit apa yang menyerang (jenis IMS sangat banyak dan ada kemungkinan terjadi komplikasi), dibutuhkan tes untuk memastikan IMS yang diderita. b. Jangan meminum obat sembarangan. Obat IMS berbeda-beda dan tergantung jenis IMS yang diderita 2. Ikuti saran dokter Jangan berhenti minum obat yang telah diberikan dokter, walaupun sakit dan gejalanya sudah hilang. Jika obat tidak dikonsumsi sampai habis sesuai anjuran dokter, maka kuman penyebab IMS akan kebal terhadap obat-obatan. 1. Abstinensia Jangan berhubungan seks selama dalam pengobatan IMS. Hal ini berisiko menularkan IMS yang diderita kepada pasangan seks. 4. Pasangan seks juga harus diobati, agar tidak terjadi fenomena pingpong. Maka, kedua belah pihak harus disembuhkan agar tidak saling menulari kembali. II.6 Pencegahan IMS
8

Pencegahan penyebarluasan IMS hanya dapat dilakukan dengan cara :6 1. Jauhi seks, tidak melakukan hubungan seks (abstinensi) 2. Bersikap saling setia, tidak berganti-ganti pasangan seks (monogami) dan saling setia
3. Cegah dengan memakai kondom, tidak melakukan hubungan seks berisiko (harus selalu

menggunakan kondom). 4. Tidak saling meminjamkan pisau cukur dan gunting kuku. 5. Jangan bertukar-tukaran jarum suntik 6. Edukasi, mengenai HIV/AIDS dan IMS. 7. Mengenali dan melakukan pemeriksaan IMS secara dini. 8. Pemeriksaan IMS secara dini, pertama dianjurkan bagi mereka yang pernah/ mempunyai perilaku seksual tidak aman. IMS tidak dapat dicegah dengan : 1. Meminum minuman beralkohol seperti bir dan lain-lain. 2. Meminum antibiotik seperti supertetra, penisilin dan lain-lain, sebelum atau sesudah berhubungan seks, tidak ada satu obat pun yang ampuh untuk membunuh semua jenis kuman IMS secara bersamaan (kita tidak tahu jenis IMS mana yang masuk ke tubuh kita). Semakin sering meminum obat-obatan secara sembarangan malah akan semakin menyulitkan penyembuhan IMS karena kumannya menjadi kebal terhadap obat. 3. Mendapatkan suntikan antibiotik secara teratur, pencegahan penyakit hanya dapat dilakukan oleh antibodi di dalam tubuh kita. 4. Memilih pasangan seks berdasarkan penampilan luar (misalnya, yang berkulit putih bersih) atau berdasarkan usia (misalnya, yang masih muda), anak kecil pun dapat terkena dan mengidap bibit IMS, karena penyakit tidak membeda-bedakan usia dan tidak pandang bulu. 5. Membersihkan/mencuci alat kelamin bagian luar (dengan cuka, air soda, alkohol, air jahe, dll) dan bagian dalam (dengan odol, betadine atau jamu) segera setelah berhubungan seks.

Mitos salah yang dianggap dapat terbebas dari IMS : 1. IMS dapat dicegah dengan suntik antibiotik secara rutin. 2. Memilih pasangan yang kelihatan bersih penampilannya. 3. Mencuci alat kelamin setelah berhubungan seksual. 4. Minum jamu-jamuan .
9

5. Minum antibiotik sebelum dan sesuah berhubungan seksual. Upaya pencegahan dan penanggulangan IMS ditingkat pelayanan dasar masih ditujukan kepada kelompok risiko tinggi berupa upaya pencegahan dan penanggulangan IMS dengan pendekatan sindrom. Saat ini ditemui hambatan sosiobudaya yang sering mengakibatkan dan kecacatan janin (Depkes RI, 2004).1 Pedoman penatalaksanaan IMS yang diterbitkan oleh Depkes RI (2004) tentang kriteria yang digunakan dalam pemilihan obat untuk IMS yaitu angka kesembuhan atau kemanjuran tinggi (sekurang-kurangnya 90-95% di wilayahnya), harga murah, toksisitas dan toleransi yang masih dapat diterima, diberikan dalam dosis tunggal, cara pemberian per oral, dan tidak merupakan kontra indikasi pada ibu hamil atau ibu menyusui.1
II.7 UPI (Universal Precautions Infections)

ketidak tuntasan dalam pengobatannya,

sehingga menimbulkan komplikasi IMS yang serius seperti kemandulan, keguguran,

Universal precations adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat, pelayanan dalam rangka pengurangi risiko penyebaran infeksi. Tujuan kewaspadaan universal adalah : a. Mengendalikan infeksi secara konsisten. b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa atau tidak terlihat seperti risiko. c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien. d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya. Universal precautions saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar, adapun kewaspadaan standar tersebut dirancang untuk mengurangi risiko infeksi terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber terinfeksi yang dketahui maupun yang tidak diketahui. Kewaspadaan standar untuk semua pasien : Kategori I meliputi:
10

a. b.

Kebersihan tangan/hand higiene Alat pelindung diri (APD): sarung tangan, masker, google (kaca mata pelindung), face shield (pelidung wajah), gaun.

c. d. e. f. g. h. i.

Peralatan perawata pasien. Pengendalian lingkungan. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen. Kesehatan karyawan/pelindung petugas kesehatan. Higiene respirasi/etika batuk. Praktek menyuntik yang aman. Lumbal pungsi. Komponen kewaspadaan standar

1.

Kebersihan tangan (mencuci tangan) Mencuci tangan adalah proses secra mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehngga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi

Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu: 1) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus. 2) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa. Ada tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan. Yaitu:
11

1)

Cuci tangan higienik atau rutin yaitu mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan dengan menggunakan sabun atau detergen.

2)

Cuci tangan aseptik yaitu cuci tangan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik.

3)

Cuci tangan bedah yaitu sebelum melakukan tindakan bedah, cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril. Disamping cara diatas ada alternatif cuci tangan yaitu cuci tangan berbasis alkohol,

menurut Depkes cuci tangan alternatif hanya menggantikan cuci tangan higienis/rutin, tidak dapat menggantikan cuci tangan bedah.

1. Cuci tangan rutin Menurut Depkes (2008), cuci tangan rutin atau membersihkan tagan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti dibawah: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair. Ratakan dengan kedua telapak tangan. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya. Gosok dengan kedua telapak tangan dan sela-sela jari. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci. Gosok ibu jari kiri putar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya. Bilas kedua tangan dengan air mengalir. Keringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar kering. k) Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran.
12

Gambar 1. Cuci tangan dengan sabun dan air 2) Cuci tangan alternatif/berbasis alkohol hanya menggantikan cuci tangan higienis/rutin, tidak menggantikan cuci tangan bedah. Dikerjakan hanya apabila tidak ada cuci tangan standar, misal tidak ada air mengalir (Depkes, 2008). Menurut Tiedjen, dkk (2004), teknik untuk melakukan penggosokan tangan antiseptik adalah: a) gunakanlah penggosok antiseptik secukupnya untk melumuri seluruh permukaan tangan dan jari jemari (kira-kira satu sendok teh). b) Gosokanlah larutan tersebut dengan cara menekan pada kedua belah tangan, khususnya diantara jari jemari dan dibawah kuku hingga kering. Penggosokan tangan antiseptik yang bersifat non-iritasi dapat dibuat dengan menambahkan baik gliserin, propilen glikol atau sorbitol dengan alkohol (2 ml pada 100 ml dari 60-90% larutan etil atau isopropil alkohol) (larson 1990; Pierce 1990) gunakan 5 ml (kira-kira satu sendok the penuh) untuk setiap penggunaan dan lanjutkanlah penggosokan larutan itu diatas kedua tangan hingga kering.
13

3)

Cuci tangan aseptik/antiseptik tangan Cuci tangan aseptik pada dasarya sama dengan cuci tangan biasa yaitu dengan menggunakan air mengalir dan sabun atau deterjen yang mengandung bahan antiseptik (klorheksidin, iodofor atau triklosan) selain sabun biasa.

4)

Cuci tangan bedah Menurut Tiedjen dkk (2004), tujuan cuci tangan bedah adalah menghilangkan kotoran, debu dan organisme secara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan. Langkah-langkah cuci tangan bedah adalah: a) Lepaskan cincin, jam tangan dan gelang. b) Basahi kedua lengan bawah hingga siku, dengan sabun dan air bersih. (jika menggunakan sikat, sikat harus bersih disterilisasi atau DDT sebelum digunakan kembali, jika digunakan spon harus dibunag setelah digunakan). c) Bersihkan kuku dengan pembersih kuku. d) Bilaslah tangan dan lengan bawah dengan air. e) Gunakan bahan antiseptik pada seluruh tangan dan lengan bawah sampai siku dan gosok tengan dan lengan bawah dengan kuat selama sekurang-kurangnya 2 menit. f) Angkat tangan lebih tinggi dari siku, bilas tangan dan lengan bawah seluruhnya dengan air bersih. g) Tegakkan kedua tangan keatas dan jauhkan dari badan, jangan sentuh permukaan atau benda apapun dan keringkan kedua tangan itu dengan lap bersih dan kering atau keringkan dengan diangin-anginkan. h) Pakailah sarung tangan bedah yang steril atau DDT pada kedua tangan. 2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah
14

tulang, otopsi danperawatan gigi dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi (Depkes, 2003). Peralatan pelindung diri meliputi sarung tangan, masker/respirator, pelindng mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron, da barang lainya (Tiedjen, 2004). 1) Sarung tangan Melindungi tangan dari bahan infeksius dan mellindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi dan harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang. Menurut Tiedjen ada tiga jenis sarung tangan yaitu: a) Sarung tangan bedah, dipaka sewaktu melakukan tindakan infasif atau pembedahan. b) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu malakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin. c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memprose peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi. 2) Masker Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masik kedalam hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan, bagaimanapun juga tidak efektif dalam mencegah dengan baik. 3) Respirator Masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang dianjurkan dalam situasi memfilter udara yang tertarik nafas dianggap sangat penting (umpamanya, dalam perawatan orang dengan tuberculosis paru). 4) Pelindung mata
15

Melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yan jernih. Kacamata pengaman, pelindung muka. Kacamata yang dibuat dengan resep dokter atau kacamata dengan lensa normal juga dapat dipakai. 5) Tutup kepala/kap Dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus dapat menutup semua rambut. 6) Gaun Gaun penutup, dipakai untuk menutupi baju rumah. Gaun ini dipakai untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan. Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan. 7) Apron Terbuat dari bahan karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian depan dari petugas kesehatan. 8) Alas kaki Dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.

II.8 Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

DTT merupakan alternatif penatalaksanaan instrument apabila sterilisasi tidak tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT tidak mampu membunuh semua endospora, misalnya tetanus dan gas gangren. DTT dapat digunakan untuk memproses peralatan yang kontak dengan aliran darah atau jaringan di bawah kulit. DTT dapat dilakukan dengan merebus, menggunakan bahan kimia, atau menggunakan uap panas.

a. Proses DTT dengan merebus


16

1. Dekontaminasi dan cuci instrument atau peralatan lain sebelum di DTT 2. Instrument dan peralatan lain harus terendam seluruhnya (supaya air dapat meng enai semua permukaan instrument) dalam panci atau alat pemanas. Buka penutup instrument dan lepaskan komponen-komponen alat. Taruh mangkok dan konteiner menghadap ke atas (bukan telungkup) dan terisi air 3. Tutup panci, panaskan perlahan-lahan sampai mendidih 4. Ketika air mulai mendidih, gunakan timer untuk mencatat wakltu pendidihan selama 20 menit. Pada saat ini, dilarang mengambil atau menambahkan air, instrument atau alat lainnya 5. Kecilkan api dan pertahankan air mendidih secara halus 6. Setelah 20 menit, keluarkan instrument/alat dengan alat/forcep yang kering dan sudah di DTT 7. Taruh peralatan pada nampan atau konteiner yang sudah di DTT. Biarkan kering di udara sebelum dilakukan penyimpanan 8. Jangan biarkan instrumen dan alat tertinggal pada air yang berhenti mendidih, karena dapat menyebabkan terkontaminasi kembali 9. Gunakan peralatan segera atau disimpan dalam konteiner yang telah di DTT dalam keadaan kering dan tertutup paling lama 1 minggu

Catatan : nampan atau konteiner dapat di DTT dengan cara merebus hingga mendidih selama 20 menit atau diisi dengan larutan khlorin 0,5% dan dibiarkan terendam selama 20 menit dan bilas dengan air yang telah di didihkan

b. Proses DTT dengan bahan kimia 1. Dekontaminasi dan cuci semua instrument atau peralatan yang akan di DTT dan keringkan. Air dari instrument atau alat yang basah dapat mengencerkan larutan desinfeksi dan dapat mengurangi efektifitas
17

2. Jika menggunakan larutan glutaraldehyde : siapkan glutaraldehyde sesuai dengan instruksi dari pabrik; atau gunakan larutan yang sudah disiapkan sebelumnya, sepanjang masih tampak jernih (tidak keruh) dan belum melewati batas waktu efektif. Setelah disiapkan, tempatkankan larutan dalam konteiner bersih yang ada tutupnya. Tuliskan tanggal penyiapkan larutan dan tanggal ekspirasinya Jika menggunakan larutan khlorin: larutan baru harus disiapkan setiap hari (bahkan lebih cepet, jika larutan menjadi keruh). Siapkan larutan dalam konteiner yang ada tutupnya. Ingat : larutan khlorin tidak bias digunakan untuk DTT peralatan laparoskopi 3. Seluruh permukaan instrument harus kontak dengan larutan kimia, pisahkan peralatan yang terdiri dari beberapa bagian, buka tutup (kalau ada). Rendam intrumen atau peralatan sedemikian rupa, sehingga seluruhnya berada dibawah permukaan larutan. Tempatkan mangkuk dan konteiner menghadap ke atas, bukan kebawah dan diisi larutan 4. Tutup konteiner dan biarkan instrumen dan peralatan terendam selama 20 menit. Jangan mengambil atau menambahkan peralatan dalam kurun waktu ini 5. Keluarkan instrument atau alat dengan alat/forcep yang telah di DTT dan kering 6. Bilas dengan air yang telah didihkan, untuk menghilangkan sisa-sisa larutan kimia pada peralatan, bahan residu ini bersifat toksik terhadap kulit dan jaringan 7. Gunakan peralatan segera atau disimpan dalam konteiner yang telah di DTT dalam keadaan kering dan tertutup paling lama 1 minggu

c. DTT dengan uap (steamer) 1. Dekontaminasi dan cuci sarung tangan yang akan di DTT 2. Siapkan alat, isi nampan paling bawah (tidak ada lobang) dengan air 3. Lipat sarung tangan berpasangan, bagian pangkal dibalik untuk menyatukan. Letakkan 5-15 pasang sarung tangan pada satu nampan, jika diatur dalam 2

18

lapisan atau lebih, tumpuk secara silang untuk memungkinkan aliran uap mengenai semua permukaan 4. Tutup dan panaskan sampai mendidih. Air mendidih ditandai dengan keluarnya uap dari tutup, kecilkan api, jaga agar uap masih tetap keluar (tanda masih mendidih) 5. Pertahankan sampai 20 menit, gunakan timer untuk mencatat 6. Lepaskan nampan yang berisi sarung tangan, goyangkan untuk membuang kelebihan air. Jangan meletakkan nampan langsung (selalu di atas nampan air) karena ada lobang yang memungkinkan kontaminasi 7. Gunakan segera, atau biarkan kering di udara selama 4-6 jam 8. Penyimpanan : simpan dalam nampan yang ditutup, atau simpan dalam konteiner yang telah di DTT dan gunakan paling lama 1 minggu II.9 Informed Consent Definisi Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No.319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah: 1. Diagnosa yang telah ditegakkan. 2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan. 3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
19

4. Risiko risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut. 5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain. 6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut. Risiko risiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran: a. Risiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. b. Risiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ). Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: 1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa. 2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent: a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu risiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ) Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault). c. Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan,
20

sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ). (http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent)

BAB III KEGIATAN SKRINING IMS DI KLINIK GRIYA ASA III.1 Profil Klinik Griya Asa dan PKBI (Program Keluarga Berencana Indonesia) Pada tanggal 10 Januari 2002 program pencegahan HIV/AIDS untuk pekerja seks yang dulu tergabung dengan Aksi Stop AIDS (ASA) PKBI Jawa Tengah, akhirnya dibagi menjadi dua yaitu, Griya ASA yang berlokasi di lokalisasi Sunan Kuning Semarang, dan ASA TDH di Jalan Cempolo Rejo Raya 33. Griya ASA mendapat kepercayaan untuk melakukan program ASA di lokalisasi Sunan Kuning. Griya ASA PKBI SMG mempunyai 2 Klinik: Klinik Induk yang beralamatkan di JL. Argorejo X/21 Kalibanteng Kulon Semarang Barat Klinik Satelit yang beralamatkan di Jl. Kedung Mundu raya 200KB. Program ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang IMS, HIV/AIDS kepada PSK dan pelanggannya, serta cara pencegahannya melalui pendekatan pendampingan (Outreach). Pelaksana pendampingan adalah direkrut dari para relawan Griya ASA PKBI Jawa Tengah. Untuk memberikan pelayanan komprehensif, PKBI Kota Semarang mendirikan klinik IMS bagi WPS dan pelanggannya di Sunan Kuning dan non lokalisasi sekaligus pelanggan PSK. Dibangun juga sistem rujukan baik rujukan khusus maupun rujukan laboratorium. Griya ASA PKBI Kota Semarang merupakan suatu program dari Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) PKBI Kota Semarang yang bergerak di bidang Keluarga
21

Berencana (KB), Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di Kota Semarang. PKBI Semarang telah mendampingi wanita yang dikategorikan kelompok resiko tinggi di wilayah Kota Semarang. Adapun tujuannya adalah membantu Pemerintah dalam program KB, pencegahan penularan IMS dan HIV/AIDS yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Semarang,

merupakan cabang PKBI Jawa Tengah, berdiri 23 Desember 1970, yang mempunyai program utama kesehatan Reproduksi. III.1.1 Visi dan Misi PKBI Semarang Visi :

Dengan jiwa kerelawanan, kepoloporan, berkemampuan dan kemandirian kita, tingkatkan derajat kesehatan reproduksi setiap insan dari lahir sampai meninggal. Misi : patnership dengan lembaga swadaya masyarakat, 1. Mengupayakan kemandirian penderita orang dengan HIV/AIDS 2. Meningkatkan KPA,Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan. 3. Networking efektif dan efesiensi. 4. Mengembangkan kompentesi dan kapasitas Griya asa PKBI semarang dalam Kesehatn Reproduksi 5. Mengupayakan sharing kost kegiatan forum kesehatan reproduksi dengan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan donor agency. III.1. 2 Kepengurusan PKBI Kota Semarang Ketua Wakil ketua Sekretaris Bendahara Anggota
22

1. Badan Kepengurusan PKBI Semarang

23

Gambar 2. Badan Kepengurusan PKBI Semarang

2. Lima kegiatan pokok yang dilakukan PKBI Kota Semarang s /d 2010 : a. Pelayanan kesehatan : Klinik umum, KB-KIA , Periksa hamil, pertolongan persalinan, IMS HIV/AIDS ,konseling : VCT, Pranikah, Remaja, Menopause b. Litbang : Pengetahuan Sikap dan Perilaku, Pemberdayaan masyarakat, alih profesi khusus WPS, Kespro , child survival , publikasi c. Pengembangan jejaring, pengembangan donor agensi, pengembangan

kemandirian PKBI Kota Semarang. d. Humas / Advokasi. e. Informasi teknologi

III.1. 3 Program Program yang terdapat di Griya ASA a. Outreach (Kelompok Pendampingan) b. VCT (Voluntary Conselling Test) c. PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission) d. IMS Skrining e. Majalah Kabar Griya Merupakan majalah yang terbit perdana pada 31 September 2004 sampai Sekarang. Isi majalah ini antara lain Kesehatan reproduksi, gender, Info terkini IMS,HIV/AIDS dan kegiatan-kegiatan Program di lingkungan PKBI SMG.

III.2 Definisi Skrining7 Skrining IMS adalah pemeriksaan kepada seseorang yang tidak mengeluhkan gejala penyakit khususnya yang berhubungan dengan infeksi menular seksual namun berada resiko terkena penyakit tersebut (WPS, Waria, MSM) yang dilakukan secara berkala.
24

III.3 Kegiatan Klinik Griya Asa8 III.3.1 Alur Pemeriksaan IMS Pasien yang datang ke klinik Griya Asa melakukan registrasi yang meliputi pendataan identitas pasien. Stelah identitas pasien terdata, dilakukan anamnesis kepada pasien mengenai frekuensi kunjungan, alasan berkunjung, jenis kontak, keluhan IMS (duh tubuh, keputihan, gatal, kencing sakit, nyeri perut, lecet, luka/ulkus, jengger, dll), hubungan seks terakhir yang dilakukan, pemakaian kondom, konsumsi antibiotik, jumlah pasangan seks satu minggu terakhir, cuci vagina satu minggu terakhir, dan keluhan lain yang dirasakan pasien, serta khusus untuk pekerja seks juga ditanyakan sudah berapa lama menjadi pekerja seks. Setelah anamnesis, dilakukan inform consent kepada pasien untuk dilakukan pemeriksaan daerah genitalia dan sekitarnya di ruang pemeriksaan. Untuk pasien baru, dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan, sedangkan pasien lama dilakukan pemeriksaan genitalia. Jika pasiennya wanita, sebaiknya pemeriksa didampingi oleh paramedis wanita. Namun jika pasiennya pria, sebaiknya didampingi oleh paramedis pria. Jika dari hasil anamnesis terdapat keluhan yang mengarah adanya kemungkinan IMS, maka dilakukan pengambilan sekret pada saat pemeriksaan genitalia. Sekret tersebut dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Jika laboratorium menunjukkan hasil positif maka dilakukan terapi dan juga dilakukan Voluntary Conselling and Testing (VCT). Sedangkan jika hasilnya negatif, maka tanyakan kepada pasien tentang riwayat IMS sebelumnya dan tetap dilakukan VCT. REGISTER RUANG PEMERIKSAAN RUANG LABORATORIUM

HASIL VCT POSITIF

PERNAH IMS/TIDAK

NEGATIF

TERAPI/ KONSELING

Gambar 3. Alur Pemeriksaan IMS


25

III.3.2 Prosedur yang Dilakukan di Setiap Tahapan di Klinik IMS Griya Asa PKBI Semarang 1. Prosedur Registrasi a. Mencatat identitas pasien pada buku register. b. Mencatat identitas pasien pada format identitas bagi pasien yang baru pertama kali berkunjung. c. Menuliskan nomor urut periksa hari yang bersangkutan, tanggal hari tersebut, nomor register serta alasan berkunjung. d. Mengisi identitas pasien pada formulir catatan medis. e. Memberikan kartu kunjungan/berobat pada pasien. f. Menuliskan nomor register pada objek glass. g. Merekap pemasukkan dan pengeluaran obat pada kartu stok obat setiap hari. h. Setelah formulir catatan medis terisi hingga rapi dan konseling, dikumpulkan oleh petugas administrasi untuk dimasukkan datanya pada buku register.

2. Prosedur Pemeriksaan a. Perkenalan diri pemeriksa dan inform consent meliputi jenis tindakan yang akan dilakukan, maksud dan tujuan tindakan, keuntungan dan kerugian dari tindakan medis yang akan dilakukan. Setelah pasien setuju dan bersedia, pasien diminta menandatangani surat inform consent. b. Pemeriksa ditemani paramedis menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan seperti spekulum, sarung tangan, lidi kapas steril, meja ginekolog, spatula/lidi kapas non steril, lampu periksa dalam, baskom, coverslip, larutan chlorin 0,5%, sabun cair dan sikat. c. Pemeriksa mencuci tangan dan memakai sarung tangan. d. Minta pasien untuk membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan genital. e. Setelah membuka pakaian dalam, pasien diminta untuk naik ke meja pemeriksaan. f. Pada pasien wanita, diminta berbaring pada meja ginekologik dalam posisi litotomi, sedangkan pada pasien pria dapat dilakukan sambil duduk atau berdiri.
26

g. Pada saat dilakukan pemeriksaan, pasien diminta untuk tenang dan rileks. h. Pada saat melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi dan palpasi di daerah genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu menggunakan sarung tangan. i. Jika saat pemeriksaan genitalia terdapat tanda-tanda infeksi diberikan pengobatan. Untuk kondiloma ditetesi Podofilin, Herpes diberi Acyclovir, dan ada erosi diberi albotil. j. Pada saat pemeriksaan, dilakukan juga pengambilan spesimen/bahan pemeriksaan. k. Setelah selesai pasien diminta untuk memakai pakaiannya kembali. l. Pasien diminta untuk menunggu hasil laboratorium. m. Setelah hasil laboratorium keluar, pasien diminta menuju ke ruang dokter untuk mendapatkan terapi/pengobatan. III.3.3 Pengambilan Spesimen dan Pembuatan Sediaan 1. Pengambilan sampel dan pembuatan sediaan dari vagina Alat dan bahan : a. Lidi kapas b. Slide c. KOH 10% d. pH paper Prosedur : a. Minta pasien untuk membuka pakaian bagian bawahnya dan menggunakan penutup yang disediakan. b. Persilakan pasien wanita untuk mengambil posisi litotomi pada tempat ginekologi. c. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum kemudian fokus di daerah genital. d. Palpasi dinding perut, daerah pelvis dengan lembut dan secara hati-hati, catat bila ada nyeri tekan. e. Periksa kulit, pubis, vulva, perineum dan paha, catat bila ada kelainan seperti exoriasis, luka, tanda radang, kutu, vesikel, tumbuhan/genetasi, dll. f. Palpasi daerah inguinal untuk melihat adanya pembengkakan kelenjar getah dan bubo, catat bila ada kelainan.
27

g. Pisahkan labia minora adanya duh dari lubang vagina dan uretra, catat bila ada kelainan. h. Masukkan daun spekulum cocor bebek steril dalam keadaan tertutup dengan posisi tegak/vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar pelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/horizontal. Buka spekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kunci spekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi. i. Ambil lidi kapas steril yang pertama. j. Bersihkan sekitar mulut serviks dengan lidi kapas steril kemudian ke fornix posterior dan dinding vagina. k. Slide diletakkan di meja jika tidak ada asisten, jika ada sisten pembuatan preparat dapat dilakukan oleh asisten. l. Dari lidi kapas pertama ini buatlah apusan berupa dua lingkaran kecil pada sisi kanan dari kiri slide untuk pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan KOH 10%, olesan jangan terlalu tebal atau tipis. m. Lakukan pemeriksaan keasaman vagina dengan menempelkan lidi kapas yang telah digunakan untuk mengambil sediaan dari forniks dan dinding vagina pada kertas pH. n. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah infeksius. o. Ambil lidi kapa steril kedua. p. Masukkan lidi kapas kedua ke dalam saluran endoserviks sedalam 1-1,5 cm, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3 kali (10-30 detik) untuk dapatkan sampel yang cukup. q. Tarik lidi kapas pelan-pelan tanpa menyentuh dinding vagina. r. Buatlah apusan pada kaca objek kedua dengan cara menggulirkan lidi kapas dengan berhati-hati untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue. s. Pembuatan apusan usahakan satu kali jadi. Jika tidak, mulai dari arah yang sama dan tidak boleh bolak balik arah. t. Apusan jangan terlalu tebal atau tipis. u. Lidi kapas yang sudah terpakai dibuang ke tempat sampah infeksius. v. Keluarkan spekulum dan teteskan KOH ke cairan yang ada di bagian ujung spekulum. w. Segera identifikasi apakah bau amis yang keluar. x. Masukkan spekulum bekas ke dalam ember yang berisi larutan chlorin 0,5%.
28

y. Lakukan vaginal toucher untuk melihat adanya nyeri goyang serviks.

Sediaan dari forniks posterior dan dinding vagina Alat dan bahan : a. Lidi kapas b. Slide/objek glass Prosedur : a. Minta pasien buka celana.

Sediaan dari endoserviks

2. Pengambilan sampel dan pembuatan sediaan dari uretra.

b. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam posisi berdiri atau tidur. c. Inspeksi dan palpasi daerah inguinal, skrotum, penis. Catat : kelainan berupa luka, pembengkakan, vegetasi. d. Jika ada duh tubuh uretra, sampel dapat langsung diambil dari duh tersebut. Jika tidak ada duh tubuh, maka dilakukan milking. e. Pengambilan dengan cara milking bisa dilakukan oleh pemeriksa atau jika pasien tidak mau, bisa dengan mendemonstrasikan cara tersebut dengan dildo kemudian minta pasien untuk mempraktikkannya lagi. f. Pasien diminta untuk tidak kencing selama 3 jam sebelum pengambilan spesimen, bila tidak ditemukan duh tubuh walaupun telah dilakukan milking. g. Masukkan lidi kapas steril ke dalam uretra, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3 kali (10-30 detik) untuk mendapatkan sampel yang cukup. h. Tarik lidi kapas pelan-pelan. i. Buatlah hapusan pada kaca objek untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue. j. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah infeksius. k. Sampel dikirim ke laboratorium, pasien diminta memakai kembali pakaian dalamnya. l. melihat adanya nyeri goyang serviks.

Sediaan dari uretra


29

3. Pengambilan Sampel dan Pembuatan Sediaan dari Anus Alat dan bahan: a. Lidi Kapas b. Slide c. Anuskopi Prosedur: a. Minta pasien melepas celana/rok dan pakaian dalam, posisi tidur telentang b. Inspeksi mulut, tenggorokan, tangan dan telapak tangan c. Palpasi Kelenjar submandibula, post auricular d. Inspeksi dan palpasi penis sama dengan pemeriksaan fisik pada pria e. Minta pasien untuk membuka celana dan berbaring di meja pemeriksa dengan posisi miring. Salah satu lutut ditekuk f. Minta tolong asisten membuka bokong pasien g. Masukkan anuskopi yang telah steril dan diberi lubrikan h. Ambil lidi dan kapas steril i. Masukkan lidi kapas steril ke dalam anus, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3 kali (10-30 detik) untuk dapatkan sampel yang cukup j. Tarik lidi kapas pelan-pelan k. Buatlah hapusan pada kaca objek dengan cara mengulirkan lidi kapas untuk dilakukan untuk pengecatan methylen Blue l. Pembuatan apusan usahakan satu lidi jadi. Jika tidak mulai dari arah yang sama dan tidak boleh bolak balik arah m. Apusan jangan terlalu tebal atau terlalu tipis n. Lidi kapas yang sudah terpakai dibuang ke tempat sampah infeksius o. Keluarkan anuskopi sambil melihat dinding anus. Adakah darah atau nanah. p. Anuskopi dimasukkan dalam ember yang sudah berisi chlorine dan sabun dalamnya. q. Lakukan pemeriksaan Rectal Toucher untuk mengetahui pembesaran prostat.

Sediaan dari anus


30

III.3.4 Pemeriksaan Laboratorium Setelah pengambilan sampel di ruang pemeriksaan, sampel dikirim ke laboratorium untuk dibuat sediaan. Ada dua macam sediaan yang dibuat , yaitu sediaan basah dan sediaan kering 1. Sediaan Basah Sediaan basah digunakan untuk pemeriksaan candida dan Bacterila vaginosis. Sediaan basah dibuat meneteskan KOH dan NaCl. Adapun cara membuat sediaan basah adalah sebagai berikut: a. Siapkan kaca objek dan kaca tutup b. Teteskan 1-2 tetes larutan NaCl fisiologis (0,9%) ke kaca obyek c. Bahan duh tubuh dari swab steril yang berasal dari forniks posterior dicampurkan pada tetesan larutan pada tetesan NaCl tersebut di atas dan srgera ditutup dengan kaca tutup d. Segera dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Lihat adanya parasit Trichomonas vaginalis dengan gerakan pseudohifa dan blastopora. 2. Sediaan apus a. Siapkan kaca obyek b. Hapuskan duh tubuh uretra/serviks/ vagina masing-masing secara terpisah ke atas kaca obyek. c. Fiksasi di atas api spirtus d. Lakukan pengecatan gram, lihat lampiran e. Dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x f. Lihat adanya Diplococus gram negative intrasel/ekstrasel, clue cells, pseudohifa dan blastopora, leukosit 3. Interprestasi pemeriksaan Interprestasi hasil identifikasi T.Vaginalis, Clue cell, Bau Amine dan Candida. a. Sediaan Basah NaCl 0,9%: 1) Trichomonas vaginalis Positif, bila: Ditemukan 1 T. vaginalis (bentuk seperti laying-layang bergerak). 2) Clue cell Positif, bila: 25% dari epitel yang ditemukan permukaannya ditutupi oleh bakteri pada sediaan NaaCl 0,9% b. Sediaan Basah KOH 10% 1) Candida Positif, bila: Ditemukan 1 pseudohypae dan atau blastospora pada sediaan KOH 10%
31

flagelnya yang khas, clue cells dan

2) Sniff Test Positif bila tercium bau amis fishy odor setelah ditetesi KOH c. Interprestasi hasil identifikasi Diplococcus intraseluler dan PMN 1) Leukosit PMN Positif, bila: Ditemukan 30 PMN/LPB (Serviks/Wanita) Ditemukan 5 PMN/LPB (Uretra/Pria) Ditemukan 5 PMN/LPB (Anus)

2) Diplococcus Positif, bila: Ditemukan 1 Diplococcus intrasel/100LPB. Hal yang perlu diingat jika ditemukan Diplococcus intrasel dari sediaan serviks, maka tidak bias langsung didiagnosa sebagai Gonorhoe, sebab untuk mendiagnosa Gonorhoe pada wanita diperlukan pemeriksaan lain yakni kultur dan gene probe.

RPR
(+) DETERMINE (-) Anggap Negatif

(+)

(-)

RPR Titer

Ulangi Tes RPR & DETERMINE (2 minggu kemudian)

1:8

<1:8

Jika hasil positif terapi Benzatine Penicilin G Gambar 4. Alur Pemeriksaan Tes Serologi Sifilis

Pemeriksaan HIV Untuk pemeriksaan HIV, sampel yang digunakan adalah serum. Setelah mendapatkan sampel, kemudian diperiksa di Lab dengan menggunakan tiga reagen yang berbeda sebagaimana yang direkomendasikan WHO. Adapun reagen yang digunakan di Griya Asa adalah: SD, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 100% Determine HIV, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 100% Oncoprobe, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 99%

Interprestasi pemerikaan HIV


32

Dinyatakan HIV (+) jika hasil tes dari tiga reagen berbeda menunjukkan hasil yang positif Dinyatakan HIV (-), jika hasil tes reagen pertama sudah menunjukkan hasil negatif

BAB IV HASIL SKRINING IV.1. Data Skrining Data angka kejadian IMS di klinik Griya Asa periode Januari Maret 2012 Tabel 2. Presentase IMS Periode Januari-Maret 2012 Bulan Januari Februari Maret Kunjungan 269 439 546 Skrining 258 340 409 IMS (+) 49 89 83 Presentase IMS

terhadap Skrining 19% 26% 20%

Berdasarkan data diatas, didapatkan bahwa terdapat peningkatan presentase IMS pada bulan Januari ke Februari, yaitu sebesar 19% ke 26%. Namun terjadi penurunan dari bulan Februari ke Maret, yaitu sebesar 26% ke 20%. Dengan peningkatan terbesar terjadi pada bulan Februari, yaitu naik 7 poin dari bulan sebelumnya.

Tabel 3. Presentase Pengetahuan IMS dan Non IMS Maret 2012 Pengetahuan
33

Pertanyaan Apakah anda tahu apakah screening itu ?

Non IMS Benar Salah 5 (100%) 0 ( 0%)

IMS Benar 5 (100%) Salah 0 (0%)

Pertanyaan Apakah anda tahu tujuan dari skreening ?

Non IMS Benar Salah 4 (80%) 1 (20%)

IMS Benar 4(80%) Salah 1(20%)

Pertanyaan Siapa saja yang diharuskan untuk mengikuti kegiatan screening ?

Non IMS Benar Salah (jawaban b) (jawaban a dan c)

IMS Benar (jawaban b) Sala h (jaw aba na dan c) 2 (25 %)

3 (75%)

2 (25%)

3 (75%)

Pertanyaan Apakah anda tahu IMS?

Non IMS Benar Salah 5 (100%) 0 (0%) Non IMS Benar Salah 3 (75%) 2 (25%) Non IMS Benar Salah 3 (75%) 2 (25%) Non IMS Benar Salah 5 (100%) 0 (0%) Non IMS Benar Salah

IMS Benar 5(100%) Salah 0(0%)

Pertanyaan Apa itu IMS?

IMS Benar Salah 3 (75%) 2 (25%) IMS Benar 1 (20%) Salah 4 (80%)

Pertanyaan Apa penyebab dari IMS ?

Pertanyaan Siapa saja yang berisiko terkena IMS ?

IMS Benar 5(100%) Salah 0(0%)

Pertanyaan Bagaimanakah cara penularan IMS itu ?

IMS Benar Salah


34

5 (100%)

0 (0%)

4 (80%)

1 (20%)

Hasil dari kuesioner tentang pengetahuan WPS tentang screening dan IMS yang terdiri dari 8 (delapan) pertanyaan, didapatkan bahwa, WPS yang tidak terkena IMS di bulan Maret menjawab benar sebanyak 88,12% sedangkan WPS yang terkena IMS di bulan Maret menjawab benar 78,75%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan WPS yang tidak terkena IMS di bulan Maret lebih baik dibandingkan dengan WPS yang terkena IMS di bulan maret.

Tabel 4. Presentase Perilaku IMS Periode Maret 2012 Perilaku Pertanyaan Apakah anda rutin melakukan screening ? Non IMS Benar Salah 5 (100%) 0 (0%) Non IMS Benar Salah 4 (80%) 1 (20%) IMS Benar 4 (80%) Salah 1 (20%)

Pertanyaan Apakah anda menggunakan kondom setiap berhubungan seksual?

IMS Benar 3 (75%) Salah 2 (25%)

Hasil dari kuesioner tentang perilaku WPS tentang screening dan IMS yang terdiri dari 2 (dua) pertanyaan, didapatkan bahwa, WPS yang tidak terkena IMS di bulan Maret menjawab benar sebanyak 90% sedangkan WPS yang terkena IMS di bulan Maret menjawab benar 77,5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan WPS yang tidak terkena IMS di bulan Maret lebih baik dibandingkan dengan WPS yang terkena IMS di bulan maret.

IV.2. Hasil Wawancara dengan Pasien Pengambilan data dari pasien tidak dilakukan dengan wawancara, karena disaat mengikuti kegiatan skreening pada hari Senin tanggal 23 April 2012, pasien yang datang ke klinik Griya Asa tidak ada yang menunjukan positif IMS dari hasil laboratoriumnya, sehingga data hanya diambil melalui catatan medik pasien positif IMS yang melakukan skreening ditanggal 26 April 2012. IV.2.1. Identitas Pasien a. Nama b. Umur : Ny.An : 23 tahun
35

c. Pekerjaan d. Alamat e. Jenis Kelamin f. Daerah Asal g. Pendidikan h. Status Perkawinan i. No.CM

: WPS : : Perempuan : Magelang : SLTP : Belum Menikah : 90816

IV.2.2. Data Catatan Medik a. Tanggal b. Kunjungan Ke c. Alasan Kunjungan d. Jenis Kontak e. Keluhan IMS Anamnesa Hubungan Seks Terakhir Cara Kondom HUS Terakhir Minum Antibiotik 1 Hari yang Lalu Kondom HUS 1 Minggu Terakhir Tipe KD Pasangan Tetap Cuci Vagina 1 Minggu Terakhir Pemeriksaan Fisik Tanda Klinis IMS : DTS Pemeriksaan Laboratorium PMN Uretra/Serviks T.Vaginalis Kandida pH Sniff test : (+) : (-) : (-) : 4,8 : (-)
36

: 26 April 2012 :1 : Penapisan rutin : Penapisan : Duh Tubuh

: Satu hari yang lalu : Melalui vaginal : Ya : Ya : Kadang-kadang : (-) : Ya

Jumlah Pasangan Seks 1 Minggu Terakhir : 10 orang

Diplokokus intrasel uretra/serviks: (-)

Clue cells Diagnosa Gonore/Suspek Gonore/Servisitis Pengobatan dan Konseling

: (-)

Azitromisin 1 gr poSD, Cefixsim 400 gr poSD Informasi Perilaku Seks Aman (A, B, C), Layanan VCT, Kartu Rujukan Pasangan Konseling Pengobatan Informasi Umum IMS/HIV/AIDS Informasi Perilaku Seks Aman (ABC) Informasi Layanan VCT Jumlah Kondom diberikan Jumlah Materi KIE diberikan Dirujuk ke VCT Dirujuk ke RS Kartu Rujukan Pasangan Status Klinik Informasi Tentang Layanan dari : Ya : Ya : Ya : Ya : (-) : Ya : Ya : (-) : (-) : Klinik Utama : PL

IV.3. Hasil Wawancara dengan Bidan di Klinik Griya Asa Petugas yang ada di bagian skrining IMS adalah 1 bidan, 1 dokter, 1 laboran dan 1 registrasi. Sarana prasarana terdiri dari ruang registrasi, ruang pemeriksaan, ruang laboratorium ruang dokter. Setiap kali pasien memeriksakan dirinya, pasien wajib membawa buku catatan medis. Biaya untuk skrining IMS sebesar Rp 20.000,- per skrining dan dibayar pada saat membayar. Tidak ada pasien yang keberatan dengan tarif yang telah ditentukan. IV.4. Hasil Wawancara dengan Petugas Lapangan Tujuan utama klinik Griya ASA adalah untuk mengetahui penurunan insidensi IMS di WPS terutama GO/servisitis disamping itu juga dapat ditentukan beberapa kali episode GO/servisitis setiap WPS setahun. Disamping itu juga bertujuan memberikan pengobatan yang tepat, menjamin kesembuhan, mencegah resistensi pengobatan, mencegah DO pegobatan dan memberikan pelayanan rujukan ke rumah sakit serta bekerja sama dengan klinik VCT-CST.
37

Target ditujukan untuk memperluas jangkauan dan pendampingan skrining, menjamin kesembuhan, menurunkan insiden IMS terutama GO dan servisitis dan episode GO/servisitis. Upaya yang dilakukan oleh klinik IMS bila ditemukan kasus servisitis 2 kali adalah memberikan pengobatan dan follow-up pengobatan dengan tetap melakukan skrinning setiap 1 minggu sekali. Griya ASA memiliki 2 PL yang bertugas untuk mendampingi pasien dalam skrining IMS maupun pemeriksaan HIV. Peran yang diharapkan klinik IMS PKBI Kota Semarang dalam penanggulangan HIV adalah dapat melakukan skrining IMS dengan baik, sebab jika dapat terdeteksi dini dapat mengurangi risiko tertular HIV/AIDS. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh klinik IMS selalu dilaporkan tiap bulannya ke KPA kota Semarang. IV.5. Hasil Wawancara dengan WPS dan Mucikari Dari lima responden yang telah diwawancarai dan pernah mengalami IMS didapatkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya IMS 1. Faktor WPS : ketidak konsistenan WPS terhadap program wajib menggunakan kondom, hal ini dikarenakan faktor ekonomi yang menyebabkan WPS rela melayani tamu meskipun sang tamu tidak mau menggunakan kondom. WPS juga tidak menggunakan kondom saat berhubungan dengan pasangan tetapnya. 2. Faktor pasangan WPS : dimana pasangan WPS mempunyai faktor risiko untuk menularkan IMS pada WPS namun untuk skrining dan pengobatan pada pasangan WPS ini sulit dilakukan, hal ini cenderung menyebabkan penularan IMS yang sulit dihentikan 3. Faktor Mucikari : peranan mucikari sudah cukup baik dalam mendukung kegiatan skrining dengan mengingatkan WPS untuk rutin melakukan skrining, namun kurangnya pengawasan mucikari sehingga masih saja ada WPS yang tidak menggunakan kondom saat melayani tamu yang menyebabkan besarnya risiko penularan IMS Dari seluruh WPS yang pernah terkena IMS mengaku telah melakukan pengobatan di GRIYA ASA dan meminum obat sesuai dengan anjuran dokter

38

BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan Peningkatan dan penurunan persentase IMS terhadap skrining tidak berhubungan dengan jumlah WPS yang melakukan skrining dikarenakan jumlah WPS yang melakukan skrining tidak tetap setiap bulannya. Belum tercapainya target skrining 100% menunjukkan kurangnya kesadaran WPS untuk melakukan skrining secara teratur. V.2 Saran V.2.1 Bagi WPS 1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV-AIDS karena WPS merupakan kelompok yang berisiko tinggi dalam penularan IMS dan HIV-AIDS. 2. Meningkatkan kesadaran untuk melakukan skrining IMS secara rutin untuk mencegah terjadinya IMS. V.2.2 Bagi Klinik Griya Asa 1. Program skrining yang selama ini berjalan di Klinik Griya Asa diharapkan berjalan secara rutin dan mampu mencakup seluruh target WPS di wilayah Resosialisasi Sunan Kuning 2. Meningkatkan upaya sosialisai pentingnya skrining kepada kelompok yang berisiko sehingga dapat menurunkan angka kejadian IMS di wilayah Resosialisasi Sunan Kuning
39

3. Meningkatkan kinerja petugas dalam melakukan pelayanan kesehatan baik di kegiatan di dalam klinik maupun di luar klinik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Gambaran Pengetahuan Siswi SMKN 1 Medan tentang Infeksi Menular Seksual. Diunduh dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24776/4/ Chapter %20II.pdf. [Diakses: 21 April 2012 pukul 20.45]. 2. Gambaran Umur, Pendidikan, dan Pengetahuan tentang Prilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seks di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang Tahun 2010. Diunduh dari : . http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-rahayuseti-5626-2.pdf [Diakses: 21 April 2012 pukul 20.45] 3. Data Screening IMS Klinik Griya Asa di Sunan Kuning. 4. Buku Saku Penjangkauan Masyarakat Infeksi Menukar Seksual. 2009. [Diakses: 25 Oktober 2011]. Diunduh dari : http://aids-ina.org/files/kie/boo001.pdf 5. Infeksi Menular Seksual (IMS) / Penyakit Menular Seksual (PMS) . 2009. Diunduh dari : http://pisangkipas.wordpress.com/2009/05/03/infeksi-menular-seksualimspenyakit-menular-seksual-pms/. [Diakses: 21 April 2012 pukul 21.00]. 6. Pencegahan IMS. Diunduh dari : (http://bpmpkb.rembangkab. go.id/index.php? =34:ifo-

option=com_content&view=article&id=193:pencegahan-ims&catid program&Itemid=55). [Diakses: 21 April 2012 pukul 21.00].

7. Penyakit Menular. 2006. Diunduh dari : www.penyakitmenular.info/search_info.asp. [Diakses: 21 April 2012 pukul 22.00].
40

8. FHI. Standar Operasional Prosedur Klinik IMS. 2007. 9. http://www.nurseid.web.id/2011/01/kewaspadaan-umum-univerasal-precautions.html (Diakses : 26 April 2012)

41

You might also like