You are on page 1of 17

EFEK-EFEK TOKSIK SISTEMIK ANASTESI LOKAL

Abastrak Efek-efek toksik obat anestesi lokal timbul jika obat-obat tersebut tidak terdapat pada jumlah yang tepat pada tempat kerjanya, dan jaringan aktif elektrik lainnya seperti otot jantung dan jaringan saraf pusat. Efek-efek toksik biasanya adalah akibat dari blokade secara generalisata (menyeluruh) pada saluran sodium ( sodium channel) di jaringan saraf (dibandingkan dengan tempat kerjanya sendiri) dan di jantung, namun dapat juga melibatkan ligand lain dan berbagai ion channel dan ion lainnya. Berbagai gejala dan tandanya berjenjang mulai dari yang ringan dan tidak signifikan hingga yang fatal, diserati dengan gabungan efek eksitasi kemudian depresi saraf dan peningkatan aktivitas disritmia serta penurunan kekuatan kontraksi otot jantung. Asidosis dan hipoksia adalah kondisi yang berbahaya pada kasus-kasus toksisitas yang berat. Berbagai cara untuk mengurangi absorbsi anestesi lokal sistemik meliputi teknik yang dilakukan secara hati-hati, kewaspadaan terhadap vaskularitas jaringan dan penggunaan vasokonstriktor. Bupivakain hendaknya tidak digunakan untuk anestesi regional intravena (misalnya Biers block). Toksisitas dapat dikurangi dengan pemberian obat stereoisomer tunggal misalnya levobupivakain ataupun ropivakain. Penatalaksanaan toksisitas berdasarkan penghentian injeksi obat anestesi lokal dan antikonvulsan yang tidak memblok saluran sodium (misalnya benzodiazepin, propofol dan barbiturat), penggantian volume intravaskular, dan

vasokonstriktor. Mungkin dibutuhkan tindakan pijat jantung. Penggunaan infus Intralipid dan infus insulin-dekstrosa menawarkan berbagai pilihan terapi yang lebih baik di masa mendatang. Methemoglobinemia merupakan komplikasi tambahan pada penggunaan prilokain. Hal ini menyebabkan terjadinya pembacaan yang error pada oksimeter dan diterapi dengan methylene blue. Kata-kata Kunci Bupivakain, konvulsi, levobupivakain, ropivakain, toksisitas.

Mekanisme Toksisitas Obat-obat Anestesi Lokal Efek-efek toksik obat anestesi lokal timbul jika obat-obat tersebut tidak terdapat pada jumlah yang tepat pada tempat kerjanya, dan jaringan aktif elektrik lainnya seperti otot jantung dan jaringan saraf pusat. Efek toksik sistemik dari obat ini ditentukan oleh konsentrasinya dalam plasma. Anestesi lokal menyebabkan terjadinya blok yang sama terhadap sodium channel tipe cepat dalam suatu jaringan sebagaimana diharapkan terjadinya blok saraf. Blok terhadap beberapa saluran kalium pun terjadi. Berbagai faktor penentu konsentrasi plasma tercantum dalam Tabel 1. Sifat psikokimia obat anastesi lokal penting terutama pada tempat pemberiannya. Epinefrin setengahnya diabsorbsi dari subkutaneus dan sebagian kecilnya dari daerah vaskular. Pada konsentrasi yang lebih besar, obat tersebut meningkatkan kecepatan difusi pada derajat konsentrasi rendah. Semakin besar sifat lipofiliknya

semakin besar ikatannya namun semakin besar pula vasokonstriksinya yang secara keseluruhan menurunkan absorbsinya. Efek blok sodium channel lebih besar dengan pemberian obat anestesi lokal jenis rectus atau dextro (positif) stereoisomer dibandingkan jenis sinister atau levo (negatif), sehingga meningkatkan keamanan levobupivakain dan ropivakain. Absorbsi terjadi berawal dari terjadinya deposit obat secara lokal dan selanjutnya dari simpanan yang terikat pada jaringan. Paru secara temporer mengabsorbsi anestetik amida namun tidak memetabolismenya. Aksi ini merupakan buffer sementara karena pH rendah jaringan paru.

Berbagai Gambaran Toksisitas Sistemik Toksisitas anestetik lokal adalah akibat dari blok saluran ion sodium yang menyebabkan terjadinya gangguan atau hilangnya konduksi saraf ataupun jantung. Toksisitas secara signifikan ditingkatkan oleh adanya hiperkarbia dan asidosis yang memperburuk efek-efek toksisitas menciptakan suatu lingkaran setan.

Sistem Saraf Pusat Pada SSP, jalur kompleks eksitasi dan inhibisi saraf dimulai dari keseimbangan melalui fenomena eksitasi (disebabkan inhibisi melalui jalur inhibisi) yang digantikan peranannya oleh efek-efek depresan (Gambar 1). Efek-efek eksitasi mencakup menggigil, kejang otot dan tremor, nampak terjadi pada sekelompok otot kecil

(misalnya wajah dan ekstremitas). Hal ini digantikan oleh terjadinya peningkatan aktivitas konvulsif generalisata. Berbagai efek inhibisi misalnya koma dan apnu pun terjadi.

Tabel 1. Faktor-faktor yang menentukan Konsentrasi Plasma ____________________________________________________________________ Berat badan pasien Dosis pemberian (mg) Konsentrasi obat Sifat psikokimia obat : Ikatan terhadap protein pKa Koefisien sekat

Daerah injeksi Lokasi yang tepat untuk injeksi Vaskularitas jaringan perifger Anestesi regional intravena (Biers block)

Injeksi aksidental Intravaskular (arteri atau vena) Intramuskular

Tambahan Vasopresor Pengatur pH

pH jaringan dan plasma ____________________________________________________________________

Gambar 1. Berbagai gambaran toksisitas agen anestesi lokal dengan Lidokain sebagai contohnya.

30 25 Konsentrasi 20 Lidokain Plasma (Mikrogram/ml) 15 10

Gagal ventrikel Gagal respirasi Jantung aritmia Koma Depresi miokard Konvulsi

Kesadaran menurun Kejang otot Gangguan penglihatan Tinnitus Kepala terasa ringan Lidah kaku Parestesia sirkumoral

Sistem Kardiovaskular Toksisitas spesifik dari anestesi lokal disebabkan oleh membrane-stabilizing action pada otot jantung dan jalur konduksi. Agen tersebut membuat potensial membran istirahat menjadi lebih negatif. Kecepatan maksimum depolarisasi mengalami penurunan dan terjadi perlambatan terhadap depolarisasi jantung dan kontraksi otot.Akibatnya, pada EKG tampak gambaran pemanjangan interval PR, pelebaran QRS, pemanjangan interval ST dan penurunan automatisasi serta takiaritmia (misalnya takikardi supraventrikular, ekstrasistol ventrikel). dalam stabilisasi sel-sel miokard yang tidak stabil secara elektrik. Beberapa efek tersebut disebabkan oleh stimulasi area medula dan paraventrikel otak. Dosis obat anestesi lokal yang lebih tinggi menyebabkan aritmia dan asistol yang serius. Secara teori, blok saluran ion bersifat reversibel, namun mengakibatkan perfusi yang rendah yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi ion hidrogen (pH menurun). Pada intraseluler, peningkatan ionisasi oabt yang menyebabkan peningkatan bentuk blok aktif obat dan menurunkan kadar bentuk nonionisasi yang dapat berdifusi keluar sel. Pemahaman sederhana tersebut memang menjelaskan beberapa aspek toksisitas. Namun, hal tersebut tidak menjelaskan Lidokain berperan

mengapa proses pemulihan dari keadaan toksisitas sangat jelek,dan mengapa hal ini terjadi khususnya pada pemberian bupivakain. Sekarang telah jelas bahwa selain berkaitan dengan eksaserbasi efek terapeutik anestesi lokal terhadap saluran sodium tipe cepat, hal tersebut juga berkaitan dengan pembukaan voltage-gated dan berbagai

ligand-gated ion channel. Telah ditunjukkan bahwa bupivakain menyebabkan terjadinya saluran keluar potasium yang menggangu repolarisasi miosit ventrikel. Pelepasan ion kalsium dari retikulum sarkoplasmik jantung mengalami gangguan, menyebabkan terjadinya penurunan kontraktilitas. Adanya komponen hidrofobik dan hidrofilik dalam molekul anestesi lokal memungkinkan terjadinya ikatan dengan protein dalam sitosol dan membran lipid. Enzim carnitine acylcarnitine translocase mungkin merupakan agen relevan khusus yang menyebabkan terjadinya toksisitas jantung. Enzim ini berkaitan dengan membran dalam mitokondria dan berbagai fungsi sebagai 1:1 antiport untuk pergerakan carnitine dan acylcarnitine antara sitosol dan mitokondria. Hal ini menyebabkan masuknya asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria dimana asam lemak tersebut mengalami oksidasi beta untuk menghasilkan substrat energi ATP. Inhibisi enzim tersebut menyebabkan terjadinya penurunan simpanan energi otot jantung karena otot jantung membutuhkan asam lemak sebagai substrat energi dan untuk penggunaan energi tinggi. Resusitasi yang berhasil tergantung pada waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya penyimpanan suplai energi. Secara umum, anestesi lokal menyebabkan efek relaksasi langsung terhadap otot polos yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Namun, kokain dan EMLA (kombinasi prilokain dan lidokain) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi lokal yang menyebabkan penurunan kecepatan absorbsi.

Penatalaksanaan Kewaspadaan dan kehati-hatian tingkat tinggi terhadap berbagai risiko potensial akan mengurangi kemungkinan toksisitas tingkat intravaskular. Jika terjadi pemberian injeksi intravaskular yang kurang hati-hati, maka injeksi hendaknya segera dihentikan. Gejala-gejala sering tidak dijumpai hingga selesainya injeksi.

Pencegahan : Dosis rekomendasi untuk agen anestesi lokal bertindak sebagai penuntun untuk menentukan dosis maksimum yang dapat diberikan. Sebagian besar blok saraf dalam bentuk injeksi ke dalam jaringan neurovaskular, dan pengetahuan mengenai anatomi lokal diperlukan untuk menghindari terjadinya penempatan jarum ke dalam vaskular. Aspirasi yang dilakukan sebelum dan selama injeksi penting dilakukan dan hendaknya dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya negative-false akibat vena kecil yang kolaps. Penambahan epinefrin dalam obat anestesi lokal menyebabkan terjadinya peningkatan denyut jantung bila diinjeksikan intravaskular. Namun, hal ini pastilah diinterpretasikan sebagai kemungkinan hasil yang negative-false.

Batasan : Hendaknya ada indeks tinggi terhadap kecurigaan adanya berbagai gejala dan tanda sugestif terhadap toksisitas sentral, selama dan segera setelah injeksi, sehingga injeksi dapat dihentikan bila belum semuanya diberikan. Injeksi dengan volume yang besar hendaknya diberikan secara perlahan dan dalam dosis terbagi

yaitu per 5 ml dengan waktu antara yang pendek untuk setiap pemberian dosis yang digunakan untuk mengamati perkembangan berbagai efek yang muncul.

Terapi Terapi utamanya terdiri dari berbagai tindakan yang menunjang. 1. Awalnya, pasien hendaknya ditenangkan jika terlihat adanya tanda-tanda toksisitas sistemik sementara kita mempersiapkan segalanya untuk

menghadapi bilamana toksisitas menjadi lebih serius. 2. Volume intravaskular yang adekuat hendaknya dipertahankan, mungkin perlu dilakukan vasokonstriksi. 3. Oksigenasi hendaknya dipertahankan dan dicegah terjadinya asidosis. Asidosis terjadi akibat retensi obat yang terionisasi di dalam sel saraf. Oksigenasi yang adekuat penting dilakukan (khususnya bila terjadi konvulsi) karena terjadinya peningkatan penggunaan oksigen dan metabolik anaerobik (asidosis metabolik). Pastikan ventilasi adekuat untuk mencegah terjadinya asidosis respirasi. Aktivitas neuro konvulsan hendaknya dihentikan, tanamkan dalam pikiran bahwa ada potensi terjadinya penurunan kontraktilitas. Tiopental dengan dosis 2-3 mg/kgBB menekan aktivitas kejang secara elektrik dan bekerja secara cepat. Midazolam dengan dosis 0,03-0,06 mg/kgBB serupa, namun memerlukan waktu yang sedikit lebih lama untuk mulai bekerja. Diazepam tidak ideal digunakan karena

selama terjadinya penundaan onsetnya yang lambat, asidosis semakin berkembang lebih jauh dan memperburuk pemulihan. Propofol juga bersifat antikonvulsan dan dapat segera diberikan tanpa harus mencampurnya. Suksametonium dengan segera mengontrol manifestasi konvulsi, mengangkut asam laktat yang diproduksi oleh otot dan memungkinkan oksigenasi cepat serta bersihan (clearance) karbondioksida, namun tidak menghambat aktivitas neural yang terlibat. Suksametonium utamanya digunakan untuk memfasilitasi intubasi trakeal untuk mengamankan jalan napas dan mengontrol ventilasi. Efek suksametonium cepat dan pendek, sehingga pasien dapat segera terbangun serta membuat pasien paralisis kecuali jika dikombinasikan dengan salah satu obat yang telah disebutkan sebelumnya.

Resusitasi Jantung : hipotensi hendaknya diterapi dengan zat inotropik dan vasopresor; vagolitik juga dapat membantu. Pijat jantung harus dipertahankan hingga 1 jam untuk obat yang berikatan kuat (misalnya bupivakain). Fibrilasi ventrikel hendaknya diterapi dengan defibrilasi namun mungkin tidak akan berhasil hingga terjadinya pemulihan miokard. Hal ini mungkin harus diulang hingga berhasil. Lidokain eksaserbasi toksisitas disebabkan oleh agen anestesi lokal lainnya (ataupun oleh agen tiu sendiri) pada kondisi additif. Pemberian vasopresin bisa dipertimbangkan karena aksi vasokonstriktornya yang poten.

10

Situasi-situasi Spesifik Kokain Kokain merupakan agen anestesi lokal dengan rantai ester yang bersifat vasokonstriktor lokal. Sebagaimana agen ester lainnya, sering terjadi reaksi alergi namun dapat diminimalisir dengan pemberian secara topikal. Secara sistemik, kokain yang terabsorbsi bekerja secara langsung pada transmisi sinaps dengan cara memblok re-uptake katekolamin. Dalam kaitannya dengan aksi simpatomimetik saraf sentral, terjadi peningkatan denyut jantung, isi sekuncup, vasokonstriksi dan tekanan darah. Dapat pula terjadi takiaritmia. Stimulasi global menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan menyebabkan hipertermi. Kerja miokard menyebabkan terjadinya iskemik dan infark. Secara sentral, terjadi penurunan aktivitas inhibisi berupa euforia, perubahan terhadap kemampuan melihat dan mendengar, agitasi, halusinasi dan konvulsi. Dosis tinggi menyebabkan blok jalur eksitasi, terjadinya sedasi secara progresif, koma dan gagal napas.

Prilokain dan methemoglobinemia Prilokain dimetabolisme menjadi O-toluidin yang mengoksidasi ion ferrum dalam hemoglobin menjadi ion ferri untuk menghasilkan methemoglobin. Biasanya hal ini mengandung sedikit konsekuensi, karena spektrum absorbsi methemoglobin menunjukkan hasil error pada pengukuran berupa dua gelombang nadi yang panjang pada oksimeter yang memberikan gambaran peningkatan saturasi sejati hingga 85%.

11

Jika terjadi hal yang mencurigakan, maka methemoglobinemia diterapi dengan methylene blue 1-2 mg/kgBB. Methylene blue pada dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan presipitasi methemoglobin itu sendiri.

Anestesi Regional Intravena (Intravenous Regional Anaesthesia = IVRA) Meskipun IVRA terkenal dengan tekniknya yang sederhana, namun perlu fasilitas dan tangan yang berpengalaman. Teknik ini didasarkan pada pemberian obat anestesi lokal ke dalam sistem vena dari anggota tubuh yang diisolasi sementara dengan torniket. Manset ganda digunakan untuk menciptakan arus balik dan untuk menganestesi jaringan yang berada lebih di bawah daripada manset. Anestesi lokal menyebabkan anestesi (onset 15 menit dengan prilokain) dan manset tetap dibiarkan mengembang hingga saat dimana terjadi fiksasi jaringan (20 menit dengan prilokain). Manset kemudian dilepaskan dan secara perlahan obat dilepaskan dari jaringan dan sirkulasi untuk dimetabolisme di hepar. Prilokain merupakan obat yang direkomendasikan karena ikatannya yang cdepat dengan jaringan. Obat yang ikatannya tinggi dengan protein plasma (misalnya bupivakain) hendaknya dihindari penggunaannya karena obat tersebut akan tersisa dalam jumlah banyak di dalam plasma dan menyebabkan sirkulasi berada pada tingkat yang toksik setelah manset dilepaskan. Kekurangan utama IVRA adalah karena pengempisan prematur dari manset dan kerusakan manset utamanya disebabkan oleh teknik yang jelek dan pengecekan alat yang tidak adekuat.

12

Perkembangan Selanjutnya Kedua perkembangan baru untuk terapi toksisitas anestesi lokal di masa mendatang hendaknya disebutkan. Hal ini adalah penggunaan larutan lipid dan penggunaan infus insulin/glukosa/potassium untuk meningkatkan suplai energi miokard. Kim dan rekannya menginduksi kardiovaskular yang kolaps dan tidak mengalami gagal jantung dengan menggunakan infus bupivakain pada anjing. Mereka selanjutnya menghentikan infus dan memberikan infus glukosa. Pada kelompok terapi, hal ini disamakan dengan pemberian bolus insulin 2 IU/kgBB. Kelompok ini juga menerima infus potassium. Semua anjing dalam kelompok terapi perlahan-lahan mengalami perbaikan dan bertahan hingga semua anjing yang dijadikan sebagai kontrol mengalami deteriorasi dan mati. Hal ini menunjukkan bahwa resusitasi yang berhasil dengan insulin/glukosa/potassium adalah karena induksi bupivakain yang menyebabkan perubahan aliran ion potassium dan pengangkutan kalsium ke dalam retikulum sarkoplasmik. Pemberian glukosa dan piruvat ke dalam mitokondria pun mungkin relevan untuk hal ini. Weinberg dan rekannya telah menuliskan sejumlah tulisan mengenai Intralipid sebagai penetral efek anestesi lokal. Telah ditunjukkan bahwa cara ini efektif untuk mengatasi gagal jantung pada tikus dan anjing akibat bupivakain. Mekanisme kerjanya tidak diketahui. Bupivakain intravaskular diambil secara sederhana ke dalam emulsi lemak, yang tentunya akan terjadi dalam beberapa

13

tingkatan. Koefisien sekat plasma intralipid/aqueous adalah 12 : 1 pada tikus dan dengan campuran 50 : 50 dari 30% intralipid dan 15% lipid, rasio 75 : 1 pada sekat lipid. Namun, efek pemberian ini pada tingkatan miokard bupivakain merupakan suatu proses yang relatif lambat. Kemungkinan yang lain adalah lipid menyebabkan pengangkutan sejumlah asam lemak dengan konsentrasi tertentu menjadi energystarved miocard, memungkinkan terjadinya ATP selama proses resusitasi jantung berlanjut. Picard dan Meek mengadakan suatu diskusi mengenai keuntungan

potensial Intralipid. Weinberg meramalkan kemungkinan hewan penelitian untuk diberikan regimen dengan Intralipid 20% untuk terapi gagal jantung yang tidak responsif sekunder terhadap toksisitas anestesi lokal sebagai berikut : 1 ml/kg selama lebih dari 1 menit, diulang sebanyak 2 kali dengan interval waktu 3-5 menit, kemudian (segera atau pada saat terjadinya ketidakstabilan) dilakukan pemberian infus dengan kecepatan 0,25 ml/kg/menit dan berlanjut hingga tercapai kondisi hemodinamik yang stabil. Terlalu dini untuk merekomendasikan cara terapi ini sebagai terapi standar, namun penelitian terhadap manusia tampaknya tidak layak secara etis dan pengambilan cara terapi yang demikian bisa saja terjadi. Propofol yang efektif untuk terapi konvulsi sejauh ini memiliki kadar lipid yang terlalu sedikit untuk menyebabkan terjadinya toksisitas miokard. Singkatnya, toksisitas anestesi lokal sistemik selalu berisiko pada pemberian anestesi lokal secara injeksi, namun risiko ini dapat diminimalisir dengan pemberian

14

tambahan yang selayaknya, teknik perawatan dan pengecekan yang sangat teliti, dan kewaspadaan terhadap berbagai gejala dan tanda suatu masalah yang akan terjadi.

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Lee CH. The effect of insulin on the resuscitation of bupivacain-induced
severe cardiovascular toxicity in dogs. Anesth Analg ; 99: 728-33.

2. Wolkwirz PE, Paul DF, Van Winkle WB, McMillin JB. Chymotrypsin actived
cardiac mitochondrial carnitineacylcarnitine translocase. Biocherr / 1989 ; 261: 363-70.

3. Weinberg GL, VadeBoncouer T, Ramaraju GA, Garcia-Amaro MF, Cwik MJ.


Pretreatment or resuscitation with a lipid infusion shifts the dose-response yo bupivacaine-induces asystole in rats. Anaesthesiology 1998 ; 88: 1071-5.

4. Weinberg G, Ripper R, Feinstein DL, Hofman W. Lipid emulsion infusion


rescues dogs from bupivacain-induced cardiac toxicity. Reg Anesth Pain Med 2003 ; 28: 198-201.

5. Picard J, Meek T. Lipid emulsion to treat overdose of local anaesthetic : the


gift of the glob. Anaesthesia 2006 ; 61: 107-9.

6. Weinberg G. Lipid rescue : caveats and recommendations for the silver


bullet (letter). Reg Anesth Pain Med 2004 ; 29: 74.

16

17

You might also like