You are on page 1of 41

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabadabad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi ini. Gagal jantung merupakan suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan tubuh. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Menurut Paul Wood (1958), gagal jantung adalah suatu sindroma dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup.1 Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema, dan tanda-tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Sekitar 3-20% populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia, yaitu 100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun, dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. 2 Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila etiologi tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. 1 Menurut ESC (European Society Of Cardiology), sekurang-kurangnya 15 juta penderita gagal jantung di 51 negara Eropa. Prevalensi gagal jantung asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10-20%. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung koroner menduduki urutan pertama dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung. 3 Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas normal. Sejumlah 85 90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Sisanya, sekitar 10 - 15% merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya (hipertensi sekunder). Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat adanya suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk mempertahankan kebutuhan metabolisme tubuh agar berfungsi secara normal. Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohormonal dan kardiovaskuler. Semakin tinggi tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kadiovaskuler. Penyulit yang terjadi bisa berupa hipertrofi otot jantung dan dilatasi ruang jantung. Penyulit pada jantung dan segala manifestasi klinisnya, dinamakan penyakit jantung hipertensi. 1.2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami Gagal Jantung Kongestif disebabkan Hypertensive Heart Disease? 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini antara lain: a. Melengkapi tugas laporan kasus pada Departemen Kardiologi dan Vaskular. b. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait kasus-kasus Gagal Jantung Kongestif disebabkan Hypertensive Heart Disease. c. Menghubungkan teori dengan kasus yang terjadi pada pasien. 1.4. Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini, yakni:

a. Meningkatkan pemahaman mengenai definisi, patofisiologi, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, dan prognosis Gagal Jantung Kongestif disebabkan Hypertensive Heart Disease. b. Mampu mengaplikasikan landasan teori Gagal Jantung Kongestif disebabkan Hypertensive Heart Disease dengan kasus yang terjadi di masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gagal Jantung Kongestif 2.1.1. Definisi Gagal jantung adalah satu gejala klinis pada pasien mengalami kelainan struktur atau fungsi jantung yang disebabkan oleh kelainan bawaan atau acquired heart disease sehingga jantung tidak mampu untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolit tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau kedua-duanya. 4,5 Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat dan saat beraktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana fungsi jantung sebagai suatu pompa tidak adekuat untuk mengirimkan darah kaya oksigen ke seluruh tubuh. 6 Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan stroke volume mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang dan disebabkan oleh (1) kegagalan kontraksi ventrikel (impaired ventricular contractility) , (2) Kegagalan pengisian ventrikel ( impaired ventricular filling) (3) peningkatan afterload. 7 Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahanperubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel dan aktivasi sistem simpatis. 2.1.2. Epidemiologi Secara epidemiologi, 1% dari orang berusia diatas 50 tahun akan menderita gagal jantung, sekitar 5% dari usia 75 tahun keatas dan 25% dari usia 85 tahun keatas akan menderita gagal jantung.Lebih dari 3 juta orang akan menderita CHF, dan

lebih dari 400.000 penderita baru muncul setiap tahunnya. Angka prevalensi kejadian CHF adalah 1-2%. Prevalensi terjadinya CHF lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita pada pasien berusia 40-75 tahun. Tidak ada perbedaan angka kejadian CHF pada pasien berusia diatas 75 tahun. Prevalensi gagal jantung asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10-20%. Pada Negara tertentu mortality gagal jantung telah menurun dengan terapi yang moden. Kira-kira 50% penderita gagal jantung meninggal setelah 4 tahun dan 40% pasien yang masuk rumah sakit dengan gagal jantung meninggal atau kambuh dalam setahun. 8 2.1.3 Klasifikasi Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana fungsi pompa jantung menjadi berkurang dan tidak adekuat. Akibatnya, darah menjadi kurang efisien pada sistem sirkulasi mengakibatkan peninggian tekanan pada pembuluh darah dan mendorong cairan pada pembuluh darah masuk ke jaringan tubuh. Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru. Jika terjadi gagal jantung kiri, cairan akan terkumpul pada paru-paru (edema pulmonal). Adanya cairan berlebihan pada paru (kongesti) akan menyebabkan proses pernafasan yang terganggu ketika proses inspirasi. Gejala klinis yang dapat timbul berupa dyspneu deffort, ortopnea, dyspneu nocturnal paroxismal, mudah lelah, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, suara jantung tambahan S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, yaitu:

1. 2. 3. 4.

Kelas I, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan. Kelas II, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari Kelas III, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa Kelas IV, bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun

aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. keluhan. dan harus tirah baring. CHF pada umumnya diklasifikasikan menjadi gagal jantung sistolik dan diastolik.Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, cepat lelah, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.Pada gagal jantung diastolik, fraksi ejeksi lebih dari 50%.6 2.1.4 Etiologi Penyebab gagal jantung kiri: Systolic dysfunction (a) Kegagalan kontraktilitas- miokard infark,transient miokard ischemia, volume overload ( mitral regurgitasi dan aortic regurgitasi) dan dilatasi kardiomiopati. (b)Peningkatan afterload aortic stenosis dan hipertensi Diastolic dysfunction (a) Kegagalan relaksasi ventrikular LVH, hypertrophic cardiomyopathy, restrictive cardiomyopathy, transient myocardiac ischemia. (b)Okstruksi pengisian ventrikel kiri mitral stenosis dan pericardiac constriction atau tamponade. Penyebab gagal jantung kanan : (a) Penyakit jantung gagal jantung kiri, katub pulmonal stenosis, infark ventrikel kanan.

(b)Penyakit parenkim pulmonal COPD, instertial lung disease( eg. Sarcoidosis), adult respiratory distress syndrome, infeksi paru yang kronik dan bronchietasis. (c) Penyakit vaskular pulmonal pulmonary embolism dan primary pulmonary hipertensi.9 2.1.5 Patofisiologi Gagal jantung kongestif dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai pompa, di antaranya sistem adrenergik, renin angiotensin ataupun sitokin. Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler dalam batas normal, menghasilkan pasien asimptomatik. Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan menyebabkan kerusakan ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung yang simptomatik. Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal jantung seperti (1) mekanisme Frank-Starling, (2) neurohormonal (3) ventricular hipertrofi dan remodeling. Penurunan stroke volume akan meningkatkan end sistolic volume (ESV) sehingga volume dalam ventrikel kiri meningkat. Peningkatan volume ini akan meregang ventrikel kiri sehingga otot jantung akan berkontraksi dengan lebih kuat untuk meningkatkan stroke volume (Frank-Starling mechanism) dan cardiac output untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Mekanisme kompensasi ini mempunyai batasnya. Pada kasus gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas yang berat, ventrikel tidak mampu memompa semua darah sehingga end diastolic volume (EDV) meningkat dan tekanan ventrikel kiri juga meningkat dimana tekanan yang ini akan transmisi ke atrium kiri, vena pulmonal dan kapiler pulmonal dan ini akan menyebabkan edema paru.

Penurunan

cardiac output

akan merangsang

sistem

simpatis

sehingga

meningkatkan kontraksi jantung sehingga stroke volume meningkat dan cardiac output meningkat. Penurunan cardiac output juga merangsang renin angiotensin sistem dan merangsang vasokonstriksi vena dan menyebabkan venous return meningkat (preload increase) dan akhirnya stroke volume meningkat dan cardiac output tercapai. Penurunan cardiac output juga meningkatkan ADH dan merangsang retensi garam dan air untuk memenuhi stroke volume dan cardiac output. Hormon aldosterone juga meningkat untuk meningkatkan retensi garam dan cairan untuk meningkatkan venous return tubuh. Tetapi stimulasi neurohormonal yang kronik akan menyebabkan efek yang tidak diinginkan seperti edema. Peningkatan beban jantung juga akan meningkatkan wall stress menyebabkan dilatasi ventrikel kiri dan peningkatan tekanan sistolic untuk mengatasi afterload yang meningkat. Maka otot ventrikel akan menebal sebagai kompensasi untuk menurunkan wall stress namun peningkatan stiffness dinding hipertrofi menyebabkan tekanan diastolik ventrikular yang tinggi dimana tekanan ini akan ditransmisi ke atrium kiri, vaskular pulmonal. Chronic volume overload seperti pada mitral regurgitasi atau aorta regurgitasi akan merangsang miosit memanjang. Maka radius chamber ventrikel meningkat dan dinamakan eccentric hipertrofi. Chronic pressure overload seperti hipertensi atau aorta stenosis akan merangsang miosit menebal yang dinamakan concentric hypertrophy. Hipertrofi dan remodeling ini membantu untuk menurunkan wall stress tetapi pada waktu yang lama, fungsi ventrikel akan menurun dan dilatasi ventrikel akan terjadi. Apabila ini terjadi, beban hemodinamik pada otot jantung akan menurunkan fungsi jantung sehingga gejala gagal jantung yang progresif akan timbul.10 2.1.6 Manifestasi klinis Gagal jantung kongestif akan menyebabkan meningkatnya volume intravaskuler, kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat. Edema paru terjadi akibat peningkatan tekanan vena pulmolalis sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek. Edema

perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanan sistemik. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal,yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler. 11 Tanda dan gejala: Dispnea, akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang, ortopnea , kesulitan bernapas saat berbaring, paroximal nokturnal dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur), batuk, bisa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah. mudah lelah akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuanggan sisa hasil katabolisme, kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik, edema ekstremitas bawah atau edema dependen, hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen, anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga abdomen, nokturia, rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, Lemah akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuanggan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan, palpitasi ( jamtung berdebar-debar), pusing dan pingsan karena penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan pingsan. 12 2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Elektokardiografi tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung. Foto thorax dapat membantu

10

dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran bisa terlihat normal. Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NT-proBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih lanjut. Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan. 13 Kriteria Diagnosis Kriteria Framingham: Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor. 14 Kriteria mayor Paroksismal nocturnal dispnea Distensi vena-vena leher Peningkatan tekanan vena jugularis Ronki basah basal Kardiomegali Edema paru akut Gallop bunyi jantung III

11

Refluks hepatojugular positif Kriteria minor Edema ekstremitas Batuk malam Sesak pada aktivitas Hepatomegali Efusi pleura Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal Takikardia (>120 denyut/menit) Mayor atau minor Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan 15 2.1.8 Penatalaksanaan

Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung : pengobatan terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung. Pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen, pemberian cairan dan diet.

12

Selain itu, penatalaksanaa gagal jantung juga berupa medikamentosa, yaitu: Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena), Vasodilator : (arteriolar dilator, veno dilator, mixed dilator), Diuretik, Pengobatan disritmia. Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung menunjukkan manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama adalah ACE Inhibitor. ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung, dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan pengobatan. Dari golongan ACE-I, Captopril merupakan obat pilihan karena tidak menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid. Pada usia lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone. Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium. Pada keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama jantung. Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%. Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan dengn besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap sampai dihentikan.

13

Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi diastolik. Untuk mengatasi gagal jantung diastolik dapat dengan cara: Memperbaiki sirkulasi koroner dalam mengatasi iskemia miokard (pada kasus PJK). Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang. Pengobatan agresif terhadap penyakit komorbid terutama yang memperberat beban sirkulasi darah, seperti anemia, gangguan faal ginjal dan beberapa penyakit metabolik seperti Diabetes Mellitus. Upaya memperbaiki gangguan irama jantung agar terpelihara fungsi sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel. Obat-obat yang digunakan antara lain: 1. 2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian Diuretika, untuk gagal jantung disertai oedem paru akibat disfungsi ventrikel. diastolik. Bila tanda oedem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun. 16 2.1.9 Prognosis Secara umum, mortality rate untuk pasien gagal jantung yang dirawat inap adalah 5-20% sementara penderita yang di luar rumah sakit adalah 20% pada akhir tahun pertama setelah diagnosa ditegakkan dan setinggi 50% pada 5 tahun pertama post diagnosis. Walaupun terdapat perbaikan pengobatan. Setiap pasien yang rehospitalization mempunyai peningkatan mortality rate sebanyak 20-30%. Cardiopulmonal stress testing merupakan cara yang efektif untuk menilai survival rate pasien untuk tahun ke depan dan indikasi transplantasi jantung. Pasien dengan NYHA IV, ACC/AHA stage D mempunyai mortality yang melebihi 50% mortality pada tahun pertama post diagnose. Gagal jantung yang disebabkan oleh myocard infark akut mempunyai inpatient mortality rate 20-40%; mortality rate mendekati 80% pada pasien yang menderita hipotensi( eg.cardiogenic shock). 17

14

2.2 Penyakit Jantung Hipertensi 2.2.1 Defenisi Penyakit jantung hipertensi adalah spektrum abnormalitas yang menunjukkan akumulasi adaptasi fungsional dan struktural sumur hidup terhadap peningkatan tekanan darah.18 2.2.2 Epidemiologi Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).4 2.2.3 Etiologi Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.19

15

Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII): Klasifikasi TD Tekanan sistolik (mmHg) Normal Prehipertensi Hipertensi stage I Hipertensi stage II < 120 120-139 140-159 160 Tekanan diastolic (mmHg) dan < 80 atau 80-89 atau 90-99 atau 100

2.2.4 Patofisiologi Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui nuerohormonal terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika. Patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbedabeda dan akan dijelaskan pada bagian ini. Hipertrofi ventrikel kiri Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK). Risiko HVK meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan penemuan lewat EKG (bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat menegakkan diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan hubungan langsung antara derajat dan

16

lama

berlangsungnya

peningkatan

tekanan

darah

dengan

HVK.

HVK

didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara primer dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin- angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi, perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis. Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodelling konsentrik, HVK konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Bandingkan dengan HVK eksentrik, di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun hanya terjadi pada sisi tertentu, misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk pada kasus hiperetensi. Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat, namun HVK kemudian mendorong terjadinya disfungsi diastolik otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung. Abnormalitas Atrium Kiri Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi dan mungkin

17

berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri. Sebagai tambahan, perubahan struktur ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi diastolik, dapat mempercepat terjadinya gagal jantung. Penyakit Katup Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral. Gagal Jantung Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa HVK (Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase komplaien lambat dari diastolik ventrikel.Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan HVK. Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan HVK. Disfungsi sistolik yang

18

asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri, menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan menandakan peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri. Iskemik Miokard Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi bersifat multifaktorial.Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural, menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan

19

hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan oksigen.Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa hipertensi. Aritmia kardiak Aritmia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi.Resiko henti jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolismedipekirakan memegang peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel, ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel takiaritmia.Artrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor umum bagi artrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan artrial fibrilasi mengidap hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan HVK telah dianggap sebagi faktor yang mungkin berperan. Perkembangan artrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik dekompensata, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik, khususnya stroke.Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan HVK daripada pasien tanpa HVK. Penyebab arimitmia tersebut dianggap terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard. 19,20,21,22

20

2.2.5 Diagnosis Keluhan dan Gejala Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh: 1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impotent. 2. Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak nafas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena pendarahan retna, transient cerebral ischemic. 3. Penyakit dasarseperti pada hipertensi sekunder: polidipsi, poluria, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindroma cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat melayang saat berdiri (postural dizzy) Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadaan umum: memperhatikan keadaan khusus seperti Cushing, feokromositoma, perkembangan tidan proposionalnya tubuh atas dibanding bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta. Pengukuran tekanan darah saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wegener-Barker saat berguna menilai prognosis. Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai hipertrofi ventrikel kiri dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi jantung S2 yang menngkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurtasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dar peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atao protodiastolik) ditemukan

21

bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri. Bila S3dan S4 ditemukan bersama maka disebut summation gallop. Perlu diperhatikan apakah ada suara nafas tambahan seperti ronki basah. Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati limpa, ginjal, dan asites. 4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium awal meliputi: Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit dan silinder Hemoblobin/hematokrit Elektrolit darah Ureum/kreatinin Gula darah puasa Kolestrol total EKG

Pemeriksaan laboratorium lanjutan: TSH Leukosit darah Trigliserida, HDL dan LDL Kalsium dan fosfor Foto toraks Ekokardiografi

22

Ekokardiografi Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik

2.2.6 Penatalaksanaan Perubahan gaya hidup Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan. Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin. Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama 30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih dan frekuensi kurang.

23

Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.47.4 g (75-125 mEq) menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui. Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah. Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting. Terapi farmakologis Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar

24

10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat. Diuretik Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum

25

refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil. Penyekat sistem renin-angiotensin ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.

Antagonis aldosteron Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi

26

resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Beta blocker Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik.Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu ditentukan. Penyekat adrenergik

27

Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma. Agen-agen simpatolitik Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat. Penyekat kanal kalsium Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil),benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (miripnifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah adalah

28

tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan cairan. Vasodilator Langsung Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.23,24

29

BAB 3 Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan

No. RM Nama pasien

: 00.00.05.26 : Milarna Barus, Dra

Tanggal Umur

: 13/12/2012 : 61 tahun

Hari Seks

: Kamis : Wanita

Pekerjaan

: Pegawai Negeri

Alamat

: Jl.Jamin Ginting G Maju

Agama

: Protestan

ANAMNESIS
Autoanamnesis Alloanamnesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama Deskripsi : Sesak Nafas : Hal ini dialami pasien sejak 1 bulan ini dan dirasakan semakin memberat dalam beberapa hari ini. Sesak nafas

30

berhubungan dengan aktivitas (+). Sesak nafas berhubungan dengan cuaca (-). Sesak dirasakan saat pasien beraktivitas ringan ( berjalan ke toilet ) dan menghilang saat pasien beristirahat. Riwayat membutuhkan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak nafas (+). Riwayat sering terbangun tengah malam karena sesak nafas (+). Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak 1 bulan SMRS. Riwayat nyeri dada (+), nyeri dada dirasakan seperti terbakar disertai penjalaran ke bahu dan punggung. Nyeri dada bersifat hilang timbul, berlangsung <10 menit setiap kali serangan nyeri. Nyeri dirasakan saat pasien beraktivitas dan hilang dengan istirahat. Keringat dingin (-), mual (+), muntah (-), demam (-), batuk (+) dialami sejak 1 bulan ini dengan dahak berwarna putih, darah (-), penurunan BB drastis (-). Riwayat hipertensi (+) baru diketahui pasien sejak 4 bulan ini dengan TDS tertingi 160 mmHg. Riwayat DM disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal. RPT RPO RPK : Hipertensi, stroke, post op Ca mammae : Pasien tidak jelas : Riwayat keluarga menderita penyakit jantung, gula, maupun stroke tidak diketahui oleh pasien. Faktor risiko PJK : usia > 45 tahun, wanita menopause, hipertensi

STATUS PRAESENS
Ringan Sedang Berat

Kondisi Umum:

31

Kesadaran

Compos Mentis

Deskripsi: Komunikasi baik, rasa awas terhadap lingkungan baik

Nadi (HR) Tekanan darah

104 x/i Berbaring: Lengan kanan : 140/90 mmHg Lengan kiri : 140/90 mmHg

Reguler, t/v: cukup Duduk: Lengan kanan : 140/90 mmHg Lengan kiri Rektal : tdp Deskripsi: reguler, torakoabdominal : 140/90 mmHg

Temperatur Pernafasan

Aksila: 36,7 C Frekuensi: 28 x/menit

Sianosis (-), Ortopnea (-), Dispnea (-), Ikterus (-), Edema (+), Pucat (-)

PEMERIKSAAN FISIK

MATA: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil isokor, ka=ki, 3mm. LEHER: TVJ R+2 cm H2O, trakea medial, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-). TELINGA: dalam batas normal HIDUNG: dalam batas normal RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN: dalam batas normal

32

TORAKS Depan Inspeksi Simetris fusiformis Iktus kordis tidak terlihat Palpasi Paru Stem fremitus ka=ki, kesan mengeras pada lapangan bawah kedua paru Paru: Stem fremitus ka=ki, kesan mengeras pada lapangan bawah kedua paru Belakang Simetris fusiformis

Jantung

Iktus kordis (+)

Perkusi

Paru

: Sonor pada semua lapangan paru : ICR III sinistra : LSD : 2 cm lateral LMCS pada

Jantung : Batas atas Batas kiri Batas kanan Auskultasi Paru

Paru: Sonor pada semua lapangan paru

semua SP: vesikuler pada semua lapangan paru ST: ronki basah basal (+/+), ronki basah kasar (-/-), wheezing (-/-) ST: ronki basah basal (+/+), ronki Jantung : S1(N) S2(N) S3(-) S4(-), reguler basah kasar (-/-), M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, wheezing (-/-) A2>P2 Murmur (-)

: SP: vesikuler lapangan paru

ABDOMEN Inspeksi Palpasi : : Simetris membesar, asites (+) H/R/L: ttb

33

Perkusi

Pekak hati (+), shifting dullness (+) Normoperistaltik

Auskultasi :

EKSTREMITAS Superior Inferior Akral : : : Sianosis (-/-), clubbing finger (-/-) Edema pretibial (+/+), pulsasi arteri (+/+) Hangat

INTERPRETASI REKAMAN EKG SR, QRS rate 88 x/i, QRS axis RAD, P wave (N), PR interval 0,12 s, QRS duration 0,04 s, rS V1-V4, LVH (-), VES (-), Kesan EKG: SR + RAD + OMI akut septal

INTERPRETASI FOTO TORAKS PA CTR 62,7 %, Ao normal, pinggang jantung mendatar, apeks downward, kongesti (+), infiltrat (-). Kesan Foto Toraks: Kardiomegali + kongesti

HASIL LABORATORIUM IGD Darah Lengkap (CBC) Hb Eritrosit : 12,8 g% : 4,47x106/mm3 METABOLISME KARBOHIDRAT

34

Leukosit

: 8,36x103/mm3

Glukosa Darah (Sewaktu)

: 165,70 mg/dl

Hematokrit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV PCT PDW Hitung jenis Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neutrofil absolut Limfosit absolut Monosit absolut Eosinofil absolut Basofil absolut

: 39,8% : 176x103/mm3 : 89,0 fL : 28,60 pg : 32,20 g% : 19,30% : 9,70 fL : 0,17% : 11,0 fL

Analisis Gas Darah pH pCO2 pO2 HCO3 TCO2 BE SaO2 Ginjal Ureum : 85,40 mg/dl : 1,87 mg/dl : 7,399 : 27,1 mmHg : 134,9 mmHg : 16,4 mmol/L : 17,2 mmol/L : -7,0mmol/L : 98,9%

: 70,00% : 17,20% : 12,00% : 0,700% : 0,1% : 5,85% : 1,44% : 1,00% : 0,06% : 0,01%

Kreatinin Elektrolit Natrium Kalium Klorida

: 126 mEq/l : 5,2 mEq/l : 103 mEq/l

DIAGNOSIS KERJA 1. 2. Fungsional : CHF Fc II-III Anatomi :

35

3.

Etiologi

: Hipertensi, atherosclerosis

DIAGNOSIS SEMENTARA CHF Fc II-III ec HHD, CAD

PENATALAKSANAAN Tirah baring Diet jantung III O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Furosemide extra 40 mg drips start 5 mg/jam Spironolakton 1x25 mg Captopril 3x6,25 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 5 mg (k/p) Simvastatin 1x10 mg Laxadyn Syr 1xCI

RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN LFT KGDN, KGD 2 jam pp Profil lipid EKG Ekokardiografi

PROGNOSIS

36

Ad vitam Ad functionam Ad sanationam

: dubia : dubia : dubia ad malam

37

Tgl

A
38

P Terapi

6 /12/ 2012

Sesak nafas (+), Sens: cm bengkak pada TD : 120/80 mmHg kedua kaki (+) HR : 88 x/i RR : 28 x/i T : 36 oC

CHF Fc II-III ec HHD, CAD + AKI

Tirah baring Diet jantung III O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Furosemide 0,5 cc/jam Spironolakton 1x25 mg Captopril 3x6,25 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 5 mg (k/p) Simvastatin 1x10 mg Laxadyn Syr 1xCI

7 /12/ 2012

Sesak nafas (+), bengkak pada kedua kaki (+)

Sens: cm TD : 110/70 mmHg HR : 92 x/i RR : 24 x/i T : 36 oC

CHF Fc II-III ec HHD, CAD + AKI

Tirah baring Diet jantung III O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) - Furosemide 20 mg/jam - Spironolakton 1x25 mg - Captopril 3x12,5 mg - Aspilet 1x80 mg - ISDN 5 mg (k/p) - Simvastatin 1x10 mg - Alprazolam 1x0,15 mg (malam) - Laxadyn Syr 1xCI Tirah baring Diet jantung III O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) - Furosemide 15 mg/jam - Spironolakton 1x25 mg - Captopril 3x12,5 mg - Aspilet 1x80 mg - ISDN 5 mg (k/p) - Simvastatin 1x20 mg - Alprazolam 1x0,15 mg (malam) - Laxadyn Syr 1xCI Tirah baring Diet jantung III O2 2-4 L/i IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro) Furosemide 15 mg/jam Spironolakton 1x25 mg Captopril 3x12,5 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 5 mg (k/p) Simvastatin 1x20 mg Alprazolam 1x0,15 mg

8 /12/ 2012

Sesak nafas (+), bengkak pada kedua kaki (+)

Sens: cm TD : 100/80 mmHg HR : 72 x/i RR : 20 x/i T : 36 oC

CHF Fc II-III ec HHD, CAD + AKI

10 /12/ 2012

Sesak nafas (+), bengkak pada kedua kaki (+)

Sens: cm TD : 110/80 mmHg HR : 72 x/i RR : 24 x/i T : 36 oC

CHF Fc II-III ec HHD, CAD + AKI

39

BAB 4 PEMBAHASAN

No Gejala 1

Hipotesis

Sesak nafas memberat dalam beberapa hari Penyakit Kardiovaskuler: ini - Congestive Heart Failure - Hypertensive heart disease - Infark Miokard (STEMI/NSTEMI) Penyakit Pulmonal - COPD Keluhan sesak nafas dirasakan saat Congestive heart melakukan aktivitas ringan tetapi tidak functional III dirasakan sewaktu istirahat failure

Nyeri dada dirasakan seperti terbakar disertai Penyakit Kardiovaskuler: penjalaran ke bahu dan punggung. Nyeri dada bersifat hilang timbul, berlangsung <10 menit - Angina Pectoris - Infark Miokard setiap kali serangan nyeri. Nyeri dirasakan (STEMI/NSTEMI) saat pasien beraktivitas dan hilang dengan istirahat, keringat dingin (-), mual (+), muntah Penyakit Pulmonal (-). - Pleuritis Penyakit Gastrointestinal - Gastroesophagal Reflux Disease (GERD)

Berdasarkan hasil pemeriksaan status praesens, pasien ini tampak takikardia disertai takipneu dengan kesadaran compos mentis. Dari hasil anamnesa diperoleh bahwa sesak pasien dipengaruhi perubahan posisi dan aktivitas, pasien juga mengeluh sering terbangun pada malam hari karena sesak, serta ditemukan ronkhi basah basal yang merupakan gejala gagal jantung kiri. Pada status lokalis ditemukan nilai TVJ meningkat dan edema pretibial yang menandakan gagal jantung kanan, namun tidak ditemukan adanya hepatomegali dan splenomegali. Berdasarkan hasil pemeriksaan

40

laboratorium pada pasien ini, hasil pemeriksaan darah lengkap cenderung dalam batas normal, kadar gula darah sewaktu dalam batas normal.. Berdasarkan hasil foto toraks, didapatkan kesan kardiomegali dan kongesti. Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, didapatkan sinus ritme , aksis QRS yang deviasi ke arah kanan disertai CMI akut septal. 5. Meninjau hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan, disimpulkan suatu diagnosis kerja gagal jantung kongestif Fc II-III. Klasifikasi berdasarkan New York Heart Association (NYHA) dan dibagi dalam 4 kelas : Kelas I, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan. Kelas II, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. Kelas III, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. Kelas IV, bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring. Di IGD, pasien diberikan pertolongan pertama dengan tirah baring, oksigen, infus untuk persiapan pemberian obat intravena, spironolakton, captopril, aspilet, ISDN, simvastatin, laxadyn sirup. Pasien kemudian dirawat di CVCU dan setelahnya kondisi umum membaik, pasien dipindahkan ke ruangan.

41

BAB 5 KESIMPULAN

Pasien menderita Congestive Heart Failure Fc II-III ec HHD, CAD + Acute Kidney Injury.

You might also like