You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA ICH
RUMAH SAKIT WAVA HUSADA KEPANJEN

Disusun oleh : Agus Jaipur 201210461011034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013

TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989). Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 ) Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994) Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002) Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994). Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000). 2. Etiologi a. Perdarahan serebri Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan

ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik. Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS): 1) Perdarahan intracerebrum hipertensif 2) Perdarahan subaraknoid (PSA) Ruptura aneorisma sakular (berry) Ruptura malformasi arteriovena (MAV) Trauma Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah: Vasopasme reaktif disertai infark Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu. Ruptur ulang Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca perdarahan dini. Hiponatremia Hidrosefalus Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).

3) Penyalahgunaan kokain, amfetamin 4) Perdarahan akibat tumor otak 5) Infark hemoragik 6) Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan. b. Pecahnya aneurisma Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995). c. Aterosklerosis (trombosis) 40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut. d. Embolisme Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. e. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan). Trombosis sinus dura Diseksi arteri karotis atau vertebralis Vaskulitis sistem saraf pusat Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif) Kondisi hyperkoagulasi Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin) Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia) Miksoma atrium.

3. Faktor risiko Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996). a. Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah : Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar. Keturunan, sejarah stroke dalam keluarga Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya. b. Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah: Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90% penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada seorang yang tidak menderita

hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan, obatobatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian akibat stroke sebesar 40%. Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral. Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal. Penyakit Arteri koroner Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke. Fibrilasi atrial Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit. Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian merokok mengurangi risiko.

Peningkatan hematokrit Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.

Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan sistem pembekuan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.

Hemoglobinopathy Sickle-cell disease Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria Dapat berakibat trombosis v.serebral.

Penyalahgunaan obat Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.

Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.

Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab autoimun.

Diet Konsumsi alkohol Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi. Kegemukan Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.

Penyakit pembuluh darah perifer Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah. Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.

Homosistinemia atau homosistinuria Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.

Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

4. Patofisiologi

5. Klasifikasi a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu 1) Stroke Haemorhagi Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu: Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabangcabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tandatanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahanbahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain). Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) Gejala Timbulnya Nyeri Kepala Kesadaran Kejang Tanda Meningeal. Hemiparese Gangguan saraf otak ++ + +/+++ Hebat Menurun Umum rangsangan +/PIS Dalam 1 jam 1-2 menit Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++ PSA

2) Stroke Non Haemorhagic Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik. b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya: 1) TIA ( Trans Iskemik Attack) Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2) Stroke involusi Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3) Stroke komplit Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang 6. Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; Nyeri kepala akut dan terasa berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).

7. Pemeriksaan Diagnostik a. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. b. CT Scan Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas c. Pungsi lumbal Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi. d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak. e. USG Dopler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). f. EEG Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. g. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik Pemeriksaan glukosa darah Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak Pemeriksaan analisa gas darah Untuk mengetahui gas darah yg disuplai ke jaringan otak sbg sumber metabolisme Pemeriksaan serum elektrolit

Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah) Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi risiko stroke hemoragik Pemeriksaan faal hemostatis Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke hemoragik

8. Penatalaksanaan a. Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut: Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan: Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. b. Pengobatan Konservatif Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. c. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral: Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

9. Pengkajian Keperawatan Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998) a. Data demografi Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. b. Keluhan utama Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik. d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) f. Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996) g. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi.

2) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291) 3) Pola eliminasi Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290) 4) Pola aktivitas dan latihan Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290) 5) Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot h. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran Suara bicara: kadang mengalami gangguan : sukar dimengerti, tidak bisa bicara Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi 2) Pemeriksaan integumen Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah hemoragik harus bed rest 2-3 minggu Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis Rambut : umumnya tidak ada kelainan 3) Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) yang menonjol karena klien stroke

4) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan resiko. 5) Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. 6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine 7) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8) Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah. Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral. Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf M., 1999, Doengoes, 2000: 291) 10. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret c. Gangguan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia

d. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi e. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot fasial ketidakmampuan berbicara 11. Intervensi Keperawatan a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil : No Kriteria 1 Tekanan systole dan diastole dbn 2 3 4 5 6 7 NIC : Monitor TTV Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala Monitor level kebingungan dan orientasi Monitor tonus otot pergerakan Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus Monitor status cairan Pertahankan parameter hemodinamik Tinggikan kepala 0-450 tergantung pada konsisi pasien dan order medis Tidak ada ortostatikhipertensi Komunikasi jelas Menunjukkan konsentrasi dan orientasi Pupil seimbang dan reaktif Bebas dari aktivitas kejang Tidak mengalami nyeri kepala Score 5 5 5 5 5 5 5

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15x24 jam, menunjukkan keefektifan jalan nafas dengan kriteria hasil: No 1. 2. 3. 4. 5. NIC : Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning. Berikan O2 l/menit Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator Monitor status hemodinamik Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Berikan antibiotik Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi. c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, terjadi peningkatan NOC Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu Menunjukkan jalan nafas yang paten Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penyebab Saturasi O2 dalam batas normal Foto thorak dalam batas normal 5 5 5 5 Score 5

mobilisasi dengan kriteria hasil: No NOC 1. ROM aktif / pasif meningkat 2. Perubahan posisi adekuat NIC : Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan Kaji lokasi nyeri/ketidaknyamanan selama latihan Jaga keamanan klien Bantu klien utk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif Beri reinforcement ppositif setipa kemajuan Ukur TTV sebelum sesudah latihan Score 5 5

Daftar Pustaka
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC. Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC. Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta, Diknakes. Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, Jakarta, EGC. Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC.

You might also like