You are on page 1of 15

EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL (Tri Ilmiah Alfaidah 110206073) I.

. PENDAHULUAN Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif.1 Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Obat antipsikotik dapat juga disebut sebagai Neuroleptics, major tranquillizers, ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptika.2 Obat pertama yang dipakai sebagai suatu antipsikotik adalah reserpin. Fenotiazin pertama yang dipakai pada psikiatri adalah Chlorpromazine (CPZ). Chlorpromazine telah dipakai untuk mempotensiasi anestesia ketika Laborit mengetahui efek psikotropiknya yang unik pada tahun 1952.3 Obat antipsikotik telah diklasifikasikan ke dalam kelompok tipikal dan atipikal, obat antipsikotik tipikal adalah antipsikotik yang menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif pada sebagian pasien. Efek samping ekstrapiramidal meliputi parkinson, reaksi distonik akut, dyskinesia, akatisia ( restlessness), dan tardive dyskinesia. Mereka juga disebut neuroleptik karena efek penghambatan pada agresivitas. Obat antipsikotik atipikal adalah antipsikotik dengan kecenderungan secara signifikan lebih rendah untuk menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif. Mereka kadang-kadang disebut sebagai obat antipsikotik baru (novel), yang mencerminkan perkembangan selanjutnya dari sebagian senyawa ini (dengan pengecualian clozapine) atau dengan farmakologinya, misalnya multireceptor antagonis atau serotonin (5-hydroxytryptamine) antagonis 2A.4 Semua antipsikotik ini bekerja pada reseptor dopamin-2, tapi kerja antipsikotik atipikal berbeda daripada antipsikotik tipikal (tipikal) dalam hal reseptor-reseptor. Selain itu, antipsikotik atipikal juga memblok reseptor serotonin-2. Perbedaan-perbedaan dalam mengikat reseptor ini merupakan teori yang menjelaskan mengapa 2 klasifikasi antipsikotik sama efektifnya tetapi berbeda dalam efek samping, terutama pada kecenderungan mereka untuk menyebabkan efek samping motorik seperti gejala ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia.5,6,7

I.1. Fisiologi Jalur Dopamin dan Fungsinya Empat jalur dopamin di otak berperan dalam patofisiologi skizofrenia serta terapi efek dan efek samping dari agen antipsikotik (Gambar 1). Setiap jalur memiliki kerja yang unik pada fisik, kognitif, dan psikologis. Sebagai contoh, hiperaktivitas dopamin pada jalur dopamin mesolimbik diduga menginduksi psikosis, sehingga mengurangi aktivitas dopamin di jalur tersebut, maka dengan memblokir reseptor dengan obat antipsikotik, secara teoritis akan mengurangi gejala psikotik. Meskipun blokade reseptor D2 mungkin memiliki hasil yang bermanfaat dalam satu jalur, dapat menimbulkan masalah di bagian lain.5

Gambar 1. Empat jalur dopamin pada otak. (Dikutip dari kepustakaan 5) Jalur Dopamin Nigrostriatal Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan. Jalur ini merosot pada penyakit Parkinson, dan blokade reseptor D2 di jalur ini menyebabkan penyakit drug-induced-movement EPS dan,

akhirnya, tardive dyskinesia. Kekurangan Dopamin serta blokade reseptor dalam jalur ini juga dapat menyebabkan distonia dan akatisia.5 Jalur Dopamin Mesolimbik Hiperaktivitas dalam jalur dopamin mesolimbik diduga menyebabkan psikosis dan gejala positif skizofrenia seperti halusinasi dan delusi. Jalur ini juga diduga terlibat dalam emosi dan sensasi kesenangan (pleasure) - stimulan dan kokain meningkatkan kegiatan dopamin di sini. Bahkan, paranoia dan psikosis yang dapat diinduksi oleh jangka panjang penyalahgunaan stimulan, hampir tidak bisa dibedakan dari skizofrenia. Pemblokiran hiperaktivitas pada jalur ini dapat mengurangi atau menghilangkan gejala positif. 5 Jalur Dopamin Mesokortikal Peran jalur dopamin mesokortikal, terutama pada skizofrenia, masih diperdebatkan. Jalur ini diduga untuk mengontrol fungsi kognitif, dan kekurangan dopamin dalam jalur ini bertanggung jawab untuk gejala negatif dan kognitif dari skizofrenia. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif. Dengan kata lain, agen antipsikotik harus dapat menurunkan dopamin di jalur mesolimbik untuk mengurangi gejala positif tetapi meningkatkan dalam jalur mesokortikal untuk mengobati gejala negatif dan kognitif.5 Jalur Dopamin Tuberoinfundibular Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi. Jika fungsi normal dari jalur ini terganggu, misalnya, dengan D2-blocking obat, hiperprolaktinemia dapat terjadi, dengan efek samping seperti galaktorea, amenore, dan disfungsi seksual.5 II. MEKANISME KERJA Semua antipsikotik memiliki kerja pada reseptor D 2 di otak. Salah satu cara untuk membedakan antipsikotik atipikal dari antipsikotik tipikal adalah bahwa atipikal memblokir reseptor 5-HT2A serta reseptor D2 dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar. Satu antipsikotik atipikal (quetiapine) tidak memiliki EPS lebih dari placebo. Selain itu, setidaknya 2 antipsikotik (olanzapine dan risperidone) telah menunjukkan efikasi yang lebih besar daripada antipsikotik tipikal untuk gejala negatif, dan 3 (olanzapine, ziprasidone, dan quetiapine)

tidak meningkatkan kadar prolaktin seperti antipsikotik tipikal. Ziprasidone dikaitkan dengan kurangnya penaikan berat badan dibandingkan dengan antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal lainnya. 5,6 Serotonin Antipsikotik atipikal memiliki aksi antipsikotik dengan jauh lebih sedikit atau bahkan tidak ada efek samping motorik seperti EPS dan tardive dyskinesia. Secara teoritis, efek ini bisa menjadi akibat dari blokade reseptor 5-HT 2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti jalur nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik, serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, ketika 5-HT2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik.5 Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat membalikkan beberapa blokade D2 dengan antipsikotik atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi. Ketika reseptor serotonin diblokir di jalur ini, dopamin meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah blokade oleh agen antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik berkurang (Gambar 2).5

memunculkan efek samping motor seperti EPS. Jadi, jika antipsikotik memiliki aksi " hitand-run", juga disebut disosiasi cepat (rapid dissociation), hal tersebut berdisosiasi dari reseptor D2 setelah aksi antipsikotik yang terjadi tapi sebelum efek sisi motorik diinduksi. 5

Gambar 2. Blokade reseptor serotonin sehingga pelepasan dopamin melebihi dari blokade reseptor dopamin. (Dikutip dari kepustakaan 5) Namun, disinhibisi dalam jalur nigrostriatal tidak mempengaruhi blokade dari pengikatan D2 dalam jalur dopamin mesolimbik, dikarenakan sedikitnya reseptor 5-HT 2A yang berada di jalur dopamin mesolimbik; sehingga aksi antipsikotik tertahan. Menurut hipotesis ini, antipsikotik dikatakan atipikal, saat antagonis 5-HT 2A tumpang-tindih pada antagonis D2, sehingga mengurangi pengikatan D2 mereka, dimana hal ini cukup untuk menurunkan efek motorik tetapi tidak cukup untuk menurunkan efek antipsikotik.5,6 Dopamin Hipotesis lain dari atypical adalah, meskipun semua antipsikotik memiliki aksi pada reseptor D2, blokade dopamin dengan atipikal agen hanya berlangsung cukup lama untuk menyebabkan aksi antipsikotik namun tidak cukup lama untuk menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan tipikal agents. Secara teoritis, hanya dibutuhkan blokade cepat dari reseptor D2 untuk menyebabkan aksi antipsikotik, namun cukup lama untuk

Gambar 3. Aksi hit-and-run pada reseptor dopamine: Tipikal vs Atipikal. (Dikutip dari kepustakaan 5) Pada Gambar 3, gigi antipsikotik tipikal cocok dengan alur di reseptor, menghasilkan ikatan yang erat dan blokade yang tahan lama dengan agents tersebut. Antipsikotik atipikal, walaupun, menduduki reseptor dengan baik, namun dapat dengan halus kembali keluar, untuk memukul dan kemudian lari ( hit-and-run). Reseptor tersebut kemudian kosong sebentar, untuk secara alami segera memproduksi dopamin sebelum dosis berikutnya. Menurut hipotesis ini, kurangnya efek samping motorik berasal dari ikatan D2 yang rendah karena cepatnya disosiasi. Disosiasi cepat terjadi lebih mudah ketika obat memiliki potensi rendah, agen-potensi rendah (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih tinggi seperti clozapine dan quetiapine) memiliki disosiasi lebih cepat dari reseptor D2 dibandingkan agen-potensi tinggi (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih rendah seperti risperidone), dengan agen potensi menengah seperti olanzapine di tengah. Hirarki ini sekitar berkorelasi dengan kecenderungan obat ini menyebabkan efek sisi motorik dalam kelompok antipsikotik atipikal dan hal tersebutlah yang membedakannya dari antipsikotik tipikal. Perbedaan antara rendah dan tinggi-potensi atipikal antipsikotik ini juga mengharuskan untuk hati-hati dalam penggunaan dosis,

terutama dengan agen-potensi tinggi, untuk memaksimalkan antipsikotik aksi tetapi meminimalkan efek samping seperti gangguan gerakan.5 Salah satu konsekuensi dari disosiasi cepat adalah bahwa aksi obat hilang dari reseptor sampai dosis berikutnya. Dopamin alamiah kemudian dapat menduduki reseptor untuk sementara sebelum dosis obat selanjutnya. Ada kemungkinan bahwa adanya sedikit dopamin dalam sistem dopamin nigrostriatal diperlukan untuk mencegah efek samping motorik. Jika dopamin alami cukup tersedia di jalur nigrostriatal untuk meminimalkan efek samping, tetapi tidak cukup tersedia di sistem dopamin mesolimbik untuk mengaktifkan kembali psikosis antara dosis, maka obat tersebut dikatakan memiliki komponen dari antipsikotik atipikal.5 III. JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL1,6 Berikut adalah jenis-jenis obat antipsikotik atipikal atau Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) menurut golongannya: Benzamide : Sulpiride Dibenzodiazepine : Clozapine, Olanzapine, Quetiapine Benzisoxazole : Risperidone Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) yang digunakan sebagai : First line: risperidon, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole Second line: clozapine Indikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain : Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid Sindrom psikosis organik, misalnya : demensia, intoksikasi alkohol Indikasi spesifik, misalnya : efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan terapi osi skizofrenia yang tidak berespons dengan obat antipsikotik tipikal. III.1 a. Beberapa obat antipsikotik atipikal6,7,8 Clozapine

Clozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek samping yang mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik tipikal. Bekerja terutama dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamin tipe 2 (D 2). Clozapine efektif terhadap gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik tipikal. Clozapine disertai agranulositosis pada kira-kira 1 sampai 2 persen dari semua osi. Memerlukan monitoring hematologis setiap minggu pada osi yang diobati dengan clozapine. Clozapine cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal (GI). Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 1 - 4 jam (rata-rata 2 jam). Clozapine dimetabolisme secara lengkap, dengan waktu paruh antara 10 dan 16 jam (rata-rata 12 jam). Kadar stabil dicapai dalam tiga sampai empat hari dengan dosis dua kali sehari. Metabolit diekskresi dalam urin dan feses. Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptor D1, serotonin tipe 2 (5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya 1). Selain itu clozapine memiliki aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H 1) dan memiliki afinitas yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4 (D4). Indikasi Terapeutik Indikasi satu-satunya yang diusulkan oleh FDA untuk clozapine adalah sebagai terapi untuk skizofrenia resisten, tardive dyskinesia parah atau kepekaan khusus terhadap efek samping ekstrapiramidal dari obat antipsikotik standar. Berbeda dengan antipsikotik tipikal clozapine dapat mengobati pergerakan, gangguan skizoafektif, gangguan bipolar I yang parah, kepribadian ambang dan osi dengan penyakit parkinson. Efek samping Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek merugikan ekstrapiramidal, tidak mempengaruhi sekresi prolaktin dan tidak menyebabkan galaktorea. Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapine adalah : Agranulositosis Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis osi yang diobati dengan clozapine akhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara awal gangguan hematologis dan menghentikan pemakaian clozapine. paling sering terjadi dalam enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine. Kejang

Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapine dapat dimulai kembali pada kira-kira 50 persen dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap. Carbamazepine (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan clozapine karena hubungannya dengan agranulositosis. Efek samping lainnya adalah : Efek Kardiovaskular Takikardia, hipotensi, dan elektroensefalogram (EEG) berhubungan dengan terapi clozapine menunjukkan terjadinya takikardia, karena inhibisi vagal. Keadaan ini dapat diobati dengan antagonis adrenergik yang bekerja perifer. Efek hipotensif clozapine cukup parah, sehingga menyebabkan episode sinkop, bilamana dosis awal melebihi 75 mg sehari. Sedasi, kelemahan, penambahan berat badan, berbagai gejala GI (paling sering adalah konstipasi), efek antikolinergik, dan demam. Sedasi paling sering terjadi pada awal terapi dan efek sedasi siang hari dapat diturunkan dengan memberikan sebagian besar dosis clozapine pada malam hari. Obat ini dapat diekskresikan dalam air susu, sehingga tidak boleh digunakan oleh ibu yang menyusui. Interaksi Obat Clozapine tidak boleh digunakan dengan salah satu obat lain yang disertai dengan perkembangan agranulositosis atau supresi sumsum tulang. Obat-obatan tersebut adalah carbamazepine, propylthiouracil, sulfonamide dan captopril (Capoten). Depresan sistem saraf pusat, alkohol, atau obat trisiklik yang diberikan bersama dengan clozapine dapat meningkatkan resiko kejang, sedasi, dan efek jantung. Pemberian bersama benzodiazepin dan clozapine dapat berhubungan dengan peningkatan insidensi hipotensi ortostatik dan sinkop. Titrasi dan Dosis Clozapine tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen dengan kira-kira 1,5 sampai 2 mg chlorpromazine. Dosis awal biasanya 25 mg, satu atau dua kali sehari. Dosis awal konservatif adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari) sampai 300 mg sehari dalam dosis terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari.

Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan, terutama karena potensi perkembangan hipotensi, sinkop, dan sedasi. Efek merugikan tersebut biasanya dapat ditoleransi oleh osi jika titrasi dosis dilakukan. Sediaan obat Nama generik : Clozapine Nama dagang : Clozaril (Novartis), Sizoril (Meprofarm). Sediaan : tab 25 mg dan tab 100 mg Dosis anjuran : 25 100 mg/hari Risperidone Risperidone adalah benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat untuk terapi Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D 2, selain itu, risperidone merupakan antagonis yang potensial untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2). Farmakokinetik Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh makanan dan mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian dan memiliki waktu paruh plasma kira-kira 24 jam. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang aktif. Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada osi dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada osi dengan gangguan fungsi hati. Farmakodinamik Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor 1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik. Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia. b.

Efek pada organ dan sistem spesifik Risperidone tidak mempunyai efek merugikan dari segi neurologis dan efek merugikan lainnya lebih sedikit dibandingkan obat lain dalam kelas ini. Indikasi terapeutik Indikasi terapeutik risperidone hampir sama dengan clozapine yaitu untuk terapi skizofrenia yang resisten terhadap terapi dengan antipsikotik tipikal. Efek samping Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih ringan dibanding dengan obat antipsikotik tipikal lainnya. Dosis Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari (titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa osi) Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari Dosis umum 4-8 mg per hari. Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas 10 mg/hari dapat digunakan hanya pada osi tertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belum dievaluasi keamanannya sehingga tidak boleh digunakan. Interaksi Obat Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol. Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya. Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone. Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone. Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi risperidone. c. Olanzapine Farmakokinetik

Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu paruhnya kira-kira 30 jam. Indikasi Terapeutik Pengobatan skizofrenia yang resisten dan dapat digunakan untuk mengurangi gejala negatif dan agitasi. Efek Samping Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat berhubungan erat dengan dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan leukopeni/agranulositosis seperti pada clozapine. Olanzapin menunjukkan peningkatan hepatik transaminase (ALT, AST, GGT) dosis dependen dan menunjukkan gejala ekstrapiramidal. d. Quetiapine Farmakokinetik Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di plasma dalam waktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang terdapat di dalam batas dosis klinik yang dianjurkan. Efek Samping Hipertensi Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala kedinginan, takikardi dan pada beberapa osi terjadi sinkop, khususnya selama periode pemberian dosis inisial. Katarak Liver Secara asimtomatik, transien dan reversibel meningkatkan serum transaminase (terutama ALT). Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS. Indikasi Gejala positif pada skizofrenia. Gejala negatif pada skizofrenia. Gangguan kognitif pada skizofrenia. Gangguan mood pada skizofrenia.

Perilaku agresif pada skizofrenia.

e. Aripiprazole Sediaan obat Nama generik : Aripriprazole Nama dagang : Abilify (Otsuka) Sediaan : tab 10-15 mg Dosis anjuran : 10-15mg/hari Indikasi Skizofrenia (ini masih dalam penelitian lebih lanjut). Efek samping Efek samping yang dapat terjadi adalah Gangguan ekstrapiramidal (insidensnya sangat minimal). Penambahan berat badan (sangat minimal). Peningkatan QT interval (minimal sampai tidak terjadi). Peningkatan kolesterol, glukosa, dan prolaktin (minimal). IV. KESIMPULAN Antipsikotik merupakan antagonis dopamin yang bekerja menghambat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Pada antipsikotik atipikal, selain menghambat reseptor D2, agen ini juga memblokir reseptor 5-HT 2A , dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar. Secara teoritis, efek motorik seperti EPS bisa menjadi akibat dari blokade reseptor 5-HT2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti jalur nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik, serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, ketika 5-HT 2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik. Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat mengurangi beberapa blokade D2 oleh antipsikotik atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi. Ketika reseptor serotonin diblokir di jalur ini, dopamin meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah blokade oleh agen

antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik berkurang. Hal tersebut yang membedakan antipsikotik atipikal dengan antipsikotik tipikal. Adapun antipsikotik atipikal, seperti clozapin, risperidone, olanzapin, quetiapine, dan aripriprazole, memiliki efek klinis yang lebih besar dan efek samping ekstrapiramidal yang lebih minimal dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Namun, dua efek merugikan yang paling serius dari clozapine adalah : Agranulositosis dan kejang, efek samping lainnya seperti efek kardiovaskular, sedas DAFTAR PUSTAKA 1. Malim,R dr.,SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi III. Jakarta: 2007. 2. Santoso,S.O, Sinta S.W, Metta. Psikotropik. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1995. 3. Beebee,A,MD, Bartzokis,George,MD. Medikasi Antipsikotik Neuroleptik. Buku Saku Psikiatri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1994. 4. Gelder,M.G. Antipsychotic and Anticholinergic Drugs. New Oxford Textbook of Psychiatry. Ebook.Oxford University Press. UK: 2003. 5. Stahl,S.M., MD,PhD. Describing an Atypical Antipsychotic: Reseptor Binding and Its Role in Pathophysiology. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2003 [cited 2011 August 14]. Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05s03/v05s0302.pdf 6. Bennett,P.N.,MD,FRCP, Brown,M.J.,MA,MSc,MD,FRCP. Antipsychotics. Clinical Pharmacology Ninth Edition. Churchill Livingstone. 2003. 7. Henderson,D.C, Kunkel,L, Goff,D.C. Antipsychotic Drugs. Massachusetts General Hospital Psychiatry Update and Board Preparation Second Edition. McGrawHill Companies, Inc. USA: 2004. 8. Sharif,Z.A,MD. Pharmacokinetics, Metabolism, and Drug Interactions of Atypical Antipsychotics in Special Population. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2003 [cited 2011 August 14]. Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05s06/v05s0605.pdf 9. Saltz,B.L,MD, Robinson,Delbert G,MD, Woerner,Margaret G,PhD. Recognizing and Managing Antipsychotic Drug Treatment Side Effects in the Elderly. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2004 [cited 2011 August 14]. Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v06s02/v06s0203.pdf

LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA PARANOID (F.20.0) IDENTITAS PASIEN Nama Umur Agama Status Perkawinan Pendidikan terakhir Pekerjaan Alamat Suku Bangsa Warga Negara

: : : : : : : : :

Nn. S 29 tahun Iskam Belum Menikah Tamat SMA Pegawai Swasta Arungkeke, Keb. Jeneponto Makassar Indonesia

mengetahui orang tersebut datang karena ia mendengar langkah kaki orang tersebut padahal tidak ada orang serumahnya yang mendengarnya. Pasien lalu mengamuk jika semua anggota keluarga meyakinkan bahwa apa yang didengar pasien tidak benar adanya. Karena keadaan ini keluarganya memutuskan untuk membawa pasien ke RS. DADI. Ini adalah pertama kalinya pasien dirawat di RS. DADI. o Hendaya / disfungsi Hendaya sosial : (+) Hendaya pekerjaan : (+) Hendaya waktu senggang: (+) Faktor Stressor Psikosial Tidak jelas, faktor stresor psikososialnya Hubungan gangguan sekarang dengan penyakit fisik dan psikis sebelumnya: Pasien tidak pernah mendapat perawatan psikiatri sebelumnya.

o o

RIWAYAT PSIKIATRI Diperoleh dari alloanamnesa dari: Nama Pendidikan terakhir Hubungan dengan pasien Tanggal I. RIWAYAT PENYAKIT A. Keluhan Utama Mengamuk

: : : :

Ny. Ima Tamat SD Ibu Kandung 20 Sept 2011

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya Penyakit neurologis Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit neurologis sebelumnya Penyakit medis Tidak ditemukan penyakit medis yang bermakna Riwayat penggunaan zat psikoaktif Pasien tidak mempunyai riwayat penggunaan zat psikoaktif D. Riwayat Kehidupan Pribadi Riwayat prenatal dan perinatal(0-1 tahun) Pasien lahir di Jeneponto pada tahun 1982, lahir normal, cukup bulan, dan proses persalinan dibantu oleh dukun. Selama masa kehamilan ibu pasien dalam keadaan sehat. Riwayat masa kanak-kanak (1-18 tahun) o Riwayat masa kanak awal (sejak lahir hingga usia 1-3 tahun) Pasien memperoleh ASI hingga umur 6 bulan. Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak sebayanya. Tidak ada riwayat trauma dan infeksi selama masa ini. o Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)

B. Riwayat Gangguan Sekarang o Keluhan dan Gejala Dialami sejak 1 tahun yang lalu, awalnya pasien sering melamun dan menyendiri dan makin parah 1 minggu setelah lebaran (7 Sept 2011) dimana pasien mulai merusak barang-barang dan memukul anggota keluarganya termasuk ibu pasien. Pasien juga sering memaki-maki orang yang ada dirumahnya dengan kata-kata kotor. Pasien juga serinng mengatai ibunya dan orang2 disekitarnya kafir. Pasien sering mengatakan ada seseorang yang selalu mendatangi rumahnya dan hendak mencelakai pasien. Pasien tidak menyebut nama orang tersebut dan hanya mengatakan bahwa orang yang dimaksud adalah pelacur. Pasien mengatakan bahwa ia

Pasien bersekolah disalah satu sekolah dasar di Jeneponto. Menurut ibunya pasien adalah anak yang baik dan pendiam. o Riwayat masa kanak akhir dan remaja (usia 12-18 tahun) Setamat SD, pasien melanjutkan sekolah di SMP Jeneponto hingga tamat. Setelah tamat SMP, Pasien tidak melanjutkan SMA karena keterbatasan biaya. Riwayat masa dewasa o Riwayat pendidikan : Tidak melanjutkan ke bangku kuliah o Riwayat pekerjaan : Pasien bekerja sebagai pegawai di toko sepatu di Jeneponto dan telah berhenti bekerja sejak 1 tahun yang lalu. Pasien berhenti bekerja karena berencana menjadi tenaga kerja asing. o Riwayat perkawinan : Pasien belum pernah menikah. Pasien sempat dijodohkan tapi pasien menoloak karena menganggap calonnya tidak serasi dengannya. E. Riwayat Kehidupan Keluarga Pasien merupakan anak ke 4 dari 7 bersaudara (, , , , , , ). Pasien dibesarkan oleh kedua orang tuanya di Jeneponto. Pasien dibesarkan oleh orang tuanya dengan cukup disiplin. Sebelum gejala muncul, hubungan pasien dengan keduua orang tua dan saudaranya baik. Setelah gejala muncul, pasien mulai memukul dan menghina sang ibu karena dianggap tidak peduli terhadapnya. Ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama yaitu sepupu dua kalinya dari pihak ibu pasien. F. Situasi Sekarang Pasien sekarang tinggal bersama ibu, bapak dan ketiga adiknya. Pasien masih dibiayai oleh orang tuanya. G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya Pesien merasa dirinya tidak sakit AUTOANAMNESIS (2 Oktober 2011) o Dm : selamat sore bu sinar ! o P : Sore dok. o Dm : perkenalkan saya Tri. Dokter muda disini (sambil mengulurkan tangan) bagaimana keadaannya bu sinar? o P : baik dok.

o o o o o o o o o

o o o o o o o o o o o o

Dm : saya boleh panggil namanya ibu sinar kan? P : janganjangan (dengan raut muka yang berbeda) tidak cocok. Kita lebih tua Dm : ibu memengnya kelahiran berapa? P : 1982 Dm : artinyaibu lebih tua dari saya. Saya kelahiran 1989. Artinya saya lebih muda dari ibu P : tidaktidak cocok. Panggilma pale ade sinar (Nampak mata pasien sayu seperti sedang mengantuk) Dm : de sinarsudah makan? Kenapa sepertinya loyo sekali? P : sudah.!!dokdok..mauma pulang.. Dm : jangan dulu kita cerita-cerita dulu de sinar, siapa tau saya bisa membantu. Kenapa kita loyo sekali? Matanya ngantuk sekali saya liat. Tadi obatnya diminumkan? Mungin itu pengaruh obat de! P : bukan dok, memang ini ada iblis yang kasih begini mataku (seperti orang yang mengantuk). Na kasi tutup mataka terus. Dm : bisa cerita tentang iblis itu de sinar? Dari mana iblis itu? P : ada itu 4 orang kafir yang kirim. Dm : terus kafir itu, bikin apa de sinar? P : ada itu dok namanya jufri, leli, Aa Gym, sama Guntur Dm : kenapa 4 orang itu, mengirimkan iblis de? P : mau na celakaika, dok(waham kejaran). Itumi kenapa saya sering Tanya mamaku bilang dunia apa je ini, kenapa seperti ini. Dm : de sinar kenal 4 orang itu, dari mana? P : nda tauka mereka tiba-tiba datang. Dm : jadi darimana de sinar tau 4 orang itu datang? Pernah ketemu sebelumnya? P : tidak. Saya tau mereka lewat komputerjidi situmi saya tau mereka kirim itu iblis. Dm : tolong suaranya dikeraskan, saya tidak dengar desinar.karena mau terus saya liat kita tidur. Betulkah itu kafir yang mengirimkan de sinar iblis? Karena saya liat itu iblis nda ada di dekatnya de sinar!! P : ini mi iblis..dia ganggu juga suaraku. Itumi tidak bisaka kasi besarkiiya, betul dok ...adaki itu mereka. Ini na ganggu teruska iblis

o o

o o

o o o o o o o o

o o o o o

tidak bisa kubuka matakusesak ku rasakafir itu semua didalam penjara dok!! Dm : kenapa de sinar bertanya sama mama tentang itu iblis? P : itu mi saya Tanya mamaku dokdunia apa ini? Kenapa bisa kayak ini..? kenapa banyak orang kafir?...ehdokmamaku juga itu kafir Dm : kenapa de sinar sebut mamanya kafir? P : karena suka na sembah-sembah berhalabiasa saya ingatkan bilang janganki begitu tapi apaji..nda mauki dengarka. Kalau bapakku baekji. Tidakji dia. Dm : oohtapi mamanya nda kenal 4 orang kafir itu dengan para iblisnya.? P : tidakji dok. Nda kenalji. Baekji mamaku. Cuman sukaki sembah berhala. Dm : jadi, menurut de sinar nda ada hubungan mama dengan 4 kafir ini? P : iyaehTidak adaji dok. Dm : kalau boleh saya tau, kenapa de sinar di bawa ke sini? Kita tau? P : tidak tauka. Saya tidak sakitji(muka bingung) Dm : jadi kenapa di bawa ke sini kalau tidak sakit? P : tidak sakitka memang. Na suruhka mamaku tanda tangan surat dok. Na bilang surat mau ke Malaysia ini. Sudah itu dibawama kesini. Dokdokbolehma pulang? Dm : tunggu dulu de.. kita cerita-cerita lagi sedikit. Kalau menurutnya kita, orang-orang di sekitartnya de sinar baik atau jahat sama kita? P : kadang baik kadang juga jahat. Dokbanyak juga yang telanjang disini Dm : kenapa bilang kadang jahat? P : iya, kadang na pukulika.. Dm : menurutnya de sinar ada hubungannya orang-orang disini dengan kafir? P : iya sa, sekongkol itu mau siksaka..

o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o

Dm : de sinarbagaimana pendengarannya? Ada tidak hal lain kita dengar? P : hmm.selalu ada kudengar suara-suara.. Dm : suara apa itu? P : banyak, suara laki-laki sama perempuan. Ada juga suaranya leli (halusinasi auditorik) Dm : mereka bilang apa? P : selalu na bilangika pake bicara kotor.. Dm : yang kita dengar terus menerus? malam hari juga ada? P : ada terus dok.tiap hari. Ini saja ada lagi..hmmm dengarki.ada toh dok! Dm : sejak kapan kita dengar itu suara? P : lamami..adami 3 tahun kapang.. Dm : kenapa kita mengamuk dulu? P : iya, jengkelka. Tidak ada yang perhatikanka. Na tutup semuami hatinya keluargaku sama saya Dm : katanya pernah kita pukul mama yah..? P : pernah, karena tidak na pedulikanka Dm : sebelumnya pernah sekolah de? P : iya. Tamat SMP.. Dm : sekolah dimana dulu? Masih kita ingat? P : di Jenaponto.. Dm : tauki peribahasa ini berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian? kan tamat SMP toh? P : apa itu? Tidak kutauki.. Dm : kalau panjang tangan? P : kenapa na panjang tangan..mau diapai itu..? Dm : apa artinya? P : tidak kutaui Dm : menurunya kita ini siang hari, pagi hari, sore atau malam? P : sore.. Dm : kalau berhitung 100-7 berapa? P : 93 Dm : coba kita ulangi yang saya bilang 432321!

10

o o o o

P : 432321 Dm : terima kasih de sinar atas waktuta. Semoga cepat sembuh. Minum obatnya yang teratur nah P : bisama pulang dok? Bukan tempatku disini nah.. Dm : iyatunggu nah..nanti kalau kita sudah tenang-tenang baru boleh pulang. Kalau sudah tidak ada kita dengar-dengar bisikan-bisikan baru boleh pulang

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Tampak seorang wanita, wajah sesuai umur, perawakan kurus, warna kulit sawo matang, rambut panjang sepundak dan agak berantakan, memakai baju kemeja lengan panjang dasar putih dengan motif bunga biru dan celana panjang warna hitam dan tanpa alas kaki, sikap tubuh dan cara berjalan biasa, penampilan dan perawatan diri kesan tidak rapi. 2. Kesadaran Berubah 3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Tenang, sewaktu wawancara kadang pasien memejamkan matanya. 4. Pembicaraan Spontan, lancar, intonasi rendah, suaranya kecil 5. Sikap terhadap Pemeriksa Kooperatif B. Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati 1. Mood : sulit dinilai 2. Afek : tumpul 3. Empati : tidak dapat dirabarasakan 4. Keserasian : tidak serasi C. Fungsi Intelektual (kognitif) 1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan: Sesuai dengan taraf pendidikan 2. Daya konsentrasi: Kurang 3. Orientasi (waktu,tempat,dan orang): Baik 4. Daya ingat: o Jangka panjang : baik o Jangka pendek : baik o Jangka segera : baik 5. Pikiran abstrak: Terganggu 6. Bakat kreatif:

11

D.

E.

F. G.

H. I.

Menjahit Kemampuan menolong diri sendiri: Kurang Gangguan Persepsi 1. Halusinasi Halusinasi auditorik (+), terus-menerus berupa suara laki-laki dan perempuan yaitu suara leli salah satu nama orang kafir yang disebut pasien, yang selalu menjelek jelekkan pasien dengan kata-kata kotor. 2. Ilusi : Tidak ditemukan 3. Depersonalisasi : Tidak ditemukan 4. Derealisasi : Tidak ditemukan Proses Berfikir 1. Arus pikiran a. Produksivitas : cukup b. Kontinuitas : relevan, assosiasi longgar c. Hendaya berbahasa : tidak ada 2. Isi pikiran a. Preokupasi : tidak ditemukan b. Gangguan isi pikiran : waham kejaran (+) pasien yakin ada 4 orang kafir bernama Jufri, Leli, Aa Gym dan Guntur yang mau mencelakainya dengan mengirimkan iblis yang teru mengganggu pasien sehingga pasien merasa tersiksa. Pengendalian Impuls : terganggu Daya Nilai 1. Norma Sosial : terganggu 2. Uji Daya Nilai : terganggu 3. Penilaian Realitas : terganggu Tilikan (insight) : Tilikan I. Pasien merasa dirinya tidak sakit. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya 7.

Rangsang meanings : kaku kuduk (-), kerning sign (-/-), Pupil bulat isokor 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL, +/+, fungsi motorik dan sensorik serta keempat ektremitas dalam batas normal dan tidak ditemukan refleks fisiologis. IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Tampak seorang wanita umur 29 tahun datang ke RS. DADI dengan keluhan mengamuk. Dialami sejak 1 tahun yang lalu, awalnya pasien sering melamun dan menyendiri dan makin parah 1 minggu setelah lebaran (7 - Sept 2011) dimana pasien mulai merusak barang-barang dan memukul anggota keluarganya termasuk ibu pasien. Pasien juga sering memaki-maki orang yang ada dirumahnya dengan kata-kata kotor. Pasien juga sering mengatai ibunya dan orang-orang disekitarnya kafir. Pasien selalu mengatakan ada seorang yang selalu mendatangi rumahnya dan hendak mencelakai pasien. Hanya pasien yang mendengar orang tersebut datang karena pasien mendengar langkah kaki orang itu memasuki rumahnya. Pasien lalu mengamuk jika diyakinkan bahwa apa yang didengarnya tidak benar adanya. Pada pemeriksaan status mental tampak seorang wanita, wajah sesuai umur, perawakan kurus, warna kulit sawo matang, rambut panjang sepundak dan agak berantakan, penampilan dan perawatan diri kesan tidak rapi. Kesadaran berubah; prilaku dan aktivitas psikomotor saat wawancara duduk tenang, sewaktu wawancara kadang pasien memejamkan matanya; pembicaraan spontan, lancar, intonasi rendah, suaranya kecil; sikap terhadap pemeriksa kooperatif. Keadaan afektif : afek tumpul; empati tidak dapat dirabarasakan; Tidak ada disorientasi waktu, tempat dan orang; daya ingat jangka panjang, pendek, dan segera baik; konsentrasi dan perhatian cukup; pikiran abstrak terganggu; bakat kreatif menjahit; kemampuan menolong diri sendiri kurang. Terdapat gangguan persepsi yaitu : halusinasi auditorik (+) terus-menerus berupa suara laki-laki dan perempuan yaitu suara leli salah satu nama orang kafir yang disebut pasien, yang selale menjelek jelekkan pasien dengan kata-kata kotor. Arus pikir : produktivitas cukup; kontinuitas relevan, kadang asosiasi longgar; terdapat waham kejaran (+) pasien yakin ada 4 orang kafir yang mau mencelakianya dan mengirimkan iblis yang teru-menerus mengganggu pasien sehingga pasien merasa tersiksa.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUT A. Status Internus Tekanan Darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, kuat angkat, frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu 36,7oC B. Status Neurologis GCS : E4M6V5

12

Pengendalian impuls terganggu; tilikan derajat 1 diman pasien dirinya tidak sakit; norma sosial terganggu; uji daya nilai terganggu; penilaian realita terganggu; secara keseluruhan yang diutarakan pasien depat dipercaya V. EVALUASI MULTIAKSIAL AKSIS I Berdasarkan autoanamnesa, alloanamnesa, serta pemeriksaan status mental ditemukan gejala klinis yang bermakna berupa mengamuk. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distrees) dan handaya (disability) bagi pasien dan orang disekitarnya sehingga pasien disimpulkan mempunyai Gangguan Jiwa. Pada pemeriksaan status mental ditemukan handaya halusinasi dan waham sehingga didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik. Pada pemeriksaan riwayat penyakit tidak ditemukan hal-hal yang bermakna yang dapat menimbulkan gangguan fungsi otak sehingga penyebab organik dapat disingkirkan dan didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non-Organik. Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental ditemukan afek pasien tumpul, arus pikir relevan dan kadang asosiasi longgar, adanya gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik terus-menerus, dan ngangguan isi pikir berupa waham, serta perlangsungan gejala lebih dari 1 bulan sehingga didiagnosis Skizofrenia (F 20). Pada pasien ini ditemukan adanya waham kejaran dimana pasien yakin bahwa ada 4 orang kafir yang akan mencelakainya sehingga berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) diagnosis diarahkan ke Skizofrenia Paranoid (F 20.0). AKSIS II Ciri kepribadian tidak khas AKSIS III Tidak ada diagnosis. AKSIS IV Faktor stressor tidak jelas AKSIS V GAF scale 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat. DAFTAR MASALAH

1.

2. 3.

Organobiologik Tidak ditemukan kelainan organobiologik, namun diduga ada ketidak seimbangan neurotransmitter sehingga memerlukan farmakoterapi. Psikologik Ditemukan hendaya berat dalam menilai realita sehingga memerlukan psikoterapi. Sosiologik Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga membutuhkan sosioterapi

VII. PROGNOSIS Dubia at malam Faktor pendukung: o Dukungan keluarga baik o Tidak ditemukan kelainan organobiologik o Belum pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya o Gejala positif menonjol Faktor penghambat: o Belum menikah o Usia muda o Onset perjalanan penyakit yang perlahan-lahan o Tingkat pendidikan rendah o Riwayat mengalami penyakit yang sama dikeluarga VIII. RENCANA TERAPI A. Psikofarmaka Haloperidol 1,5 mg 3x1 B. Psikoterapi suportif Konseling: memberikan penjelasan dan pengertian pada pasien sehingga dapat membantu pasien memahami dan menghadapi penyakitnya. Ventilasi: memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan isi hati dan perasaan sehingga perasaan pasien menjadi lega. C. Sosioterapi Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitar pasien sehingga dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang baik untuk membantu proses penyembuhan penyakitnya.

VI.

13

IX.

FOLLOW UP Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai efektivitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan. X. DISKUSI PEMBAHASAN Skizofenia merupakan suatu sindrom klinis yang bervariasi, merupakan kelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir, kadang merasa dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar,terdapat waham, gangguan persepsi efek abnormal, dan autisme. Menurut diagnostik and statistical manual of mental disorder Edisi keempat (DSM IV), skizofrenia paranoid ditandai oleh pre-okupasi pada satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang paling sering, dan tidak ada pelaku perilaku yang spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik secara klasik skizofrenia paranoid ditandai terutama oleh adanya waham persecutory atau waham kebesaran. Pada pasien ini ditemukan gejala-gejala antara lain: arus pikir yang relevan namun kadang terdapat asosiasi longgar, afek yang tumpul, adanya gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik yang terus menerus, serta gangguan isi pikir berupa waham kejaran sehingga diagnosa diarahkan ke skizofrenia paranoid. Medikasi dari antipsikotik adalah dasar dari pengobatan skizofrenia. Intervensi psikososial juga diharapkan mampu memperkuat perbaikan klinis pada pasien. Pada pasien diberikan obat golongan tipikal potensi tinggi yakni haloperidol. Obat antiprikotik golongan tipikal cepat menurunkan simpton positif seperti halusinasi dan waham. Dosis haloperidol dapat dimulai 1-2 mg dengan pemberian 2-3 kali perhari. Pragnosis pada pasien ini buruk, dinilai dengan melihat faktor pendukung dan penghambat penyembuhannya.

14

15

You might also like