You are on page 1of 1

Dokumen Tambahan Sejarah Pers Sebelas Tahun UU Pers : UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditandatangani dan disahkan

oleh Presiden B.J. Habibie pada 23 September 1999. Ketentuan tentang pers di Indonesia tersebut direspons Asosiate Profesor George Washington DC Amerika, Janet E Steele ( Atmakusumah, Kompas, 6:2009) sebagai membalikan kedudukan pers Indonesia dari posisinya yang berbeda pada masa sebelumnya. UU ini memberikan sanksi pidana denda atau penjara bagi yang berupaya membatasi kebebasan, bukan sebaliknya mengancam pers. UU ini menjamin kemerdekaan pers, menghapus system lisensi berupa perijinan yang membatasi kebebasan pers dan menghapus kekuasaan pemerintah untuk melarang penerbitan pers. Dalam hal tindakan penyensoran, pemberedelan dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik media pers, baik cetak maupun elektronik, dikenai sanksi pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 5oo juta. UU pers memberikan kebebasan kepada pers untuk mencari, memperoleh serta menyebarluaskan gagasan dan informasi, wartawan diberi hak tolak atau hak ingkar, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan narasumber anonym atau konfidensial yang perlu dilindungi, baik dalam pemberitaanya maupun ketika menghadapi pemeriksaan oleh penegak hukum. UU pers menghapus pembatasan tentang siapa yang dapat bekerja sebagai wartawan dan mereka bebas memilih organisasi wartawan untuk menjadi anggotanya. UU pers memungkinkan pers mengatur diri sendiri dengan mendirikan Dewan Pers yang independen. Berdasarkan penelitian lembaga pengamat pers internasional yang berbasis di Paris, Reporters San Frontieres ( Reporter Tanpa Perbatasan) : selama 8 tahun terakhir, kebebasan pers di Indonesia, menurun sejak tahun 2002. Tahun 2002 kebebasan pers berada pada peringkat 57 dari 139 negara. Sesudah itu merosot ke peringkat 100.

You might also like