You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Pembangunan nasional dapat terlaksanan sesuai dengan cita cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta memiliki perencanaan kesehatan dan pembiayaan terpadu dengan justifikasi kuat dan logis yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.1,2 Pada Peraturan Pemerintah RI No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, BAB II pasal 2 ayat 3.10.j menyatakan bahwa salah satu kewenangan pemerintah di bidang kesehatan adalah surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah penyakit menular dan kejadian luar biasa, sementara pada BAB II pasal 3 ayat 5.9.d menyatakan bahwa salah satu kewenangan propinsi di bidang kesehatan adalah surveilans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar biasa.3 Surveilans epidemiologi merupakan pengamatan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya. Surveilans kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epidemiologi namun karena berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi di luar bidang epidemiologi

surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan dalam kesehatan masyarakat. Surveilans mencakup masalah mortalitas, masalah gizi, penyakit menular, penyakit tidak menular, demografi, kesehatan lingkungan dan masalah masyarakat dan lingkungan sekitarnya.1,2

BAB II PEMBAHASAN

II. 1. Definisi Surveilans Epidemiologi Surveilans berasal dari bahasa Prancis yaitu surveillance, yang berarti mengamati tentang sesuatu. Sebelum tahun 1950, surveilans memang diartikan sebagai upaya pengawasan secara ketat kepada penderiya penyakit menular, sehingga penyakitnya dapat ditemukan sedini mungkin dan diisolasi secepatnya serta dapat diambil langkah langkah pengendalian seawal mungkin.4 Pengertian surveilans epidemiologi menurut World Health Organization (WHO) terdiri atas surveilans yang merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan intepretasi data secara terus menerus serta penyebaran informasi pada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Epidemiologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi dan determinan penyakit. Jadi surveilans epidemiologi adalah pengumpulan, pengelolahan, analisis data kesehatan secara sistematis, terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan, dipadukan dengan diseminasi informasi tepat waktu.4,5 Menurut Noor (1996), surveilans epidemiologi adalah pegumpulan data dan pengamatan secara sistematis berkesinambungan, analisa dan intepretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat

penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.6 Surveilans epidemiologi merupakan pengamatan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pecegahan dan

penanggulangannya. Surveilans kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun karena berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi di luar bidang epidemiologi, surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan dalam kesehatan masyarakat. Surveilans dapat dipergunakan untuk mengetahui informasi yang up to date mengenai penyakit di masyarakat, informasinya berguna untuk :7 1. Memonitor program yang sedang berjalan 2. Mengevaluasi hasil program 3. Sistem kewaspadaan dini.

II. 2. Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara operasional masalah masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerja sama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari :8 1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular

Merupaka analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular. 2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Merupakan analisiS terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular. 3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan lingkungan Dan Perilaku Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan. 4. Surveilans Epidemiologi Masalah kesehatan Merupakan analisi terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program program kesehatan tertentu.

II. 3. Tujuan Surveilans Epidemiologi Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi sehingga penyakit dan faktor resiko dapat dideteksi dini dapat dilakukan respon pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans adalah memonitor kecenderungan penyakit, mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak, memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit pada populasi, menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring dan evaluasi program kerjaa kesehatan, mengevaluasi

cakupan dan efektivitas program kesehatan dan mengidentifikasi kebutuhan riset.9

II. 4. Manfaat Surveilans Epidemiologi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa datang Inti kegiatan surveilans pada akhirnya adalah bagaimana data yang sudah dikumpul, dianalisis dan dilaporkan ke stakeholder atau pemegang kebijakan untuk ditindaklanjuti dalam pembuatan program intervensi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah kesehatan.10

II. 5. Sasaran Surveilans Epidemiologi 1. Individu Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan penyakit sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya.11

2. Populasi lokal Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang orang dengan resiko terkena suatu penyakit. Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak dengan karier atau penderita, pada pejamu yang rentan,

terhadap kelompok individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita.11 3. Populasi nasional Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program pemberantasan dilaksanakan.11 4. Populasi internasional Kegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara bersama sama, yang ditujukan untuk penyakit penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi. Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.11

II. 6. Sumber Data Surveilans Epidemiologi Pengumpulan data merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan surveilans yang paling penting untuk proses selanjutnya. Dalam pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans aktif dan pasif. Macam macam sumber data dalam surveilans epidemiologi :12

Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat

Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat

Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat

Data geografi yang dapat diperoleh dari unit meteorologi dan geofisika Data kondisi lingkungan Laporan wabah Laporan penyelidikan wabah/KLB Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya

II. 7. Definisi Goiter Goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid yang dapat berupa gangguan funsgi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.13

II. 8. Surveilans Epidemiologi Goiter Sebuah survei goiter secara rinci menunjukkan terjadinya goiter di setiap negara dengan berbagai macam intensitas, beberapa negara tampak sudah sepenuhnya bebas dari penyakit ini. Tanpa perlu diragukan pusat terjadinya goiter sering ditemukan di pegunungan pegunungan tinggi di Eropa dan Amerika. Hal ini disebabkan karena rendahnya kadar iodium dalam tanah yang terdapat di daerah pegunungan.14

Lebih dari 2,2 miliar orang di seluruh dunia memiliki beberapa macam bentuk gangguan yang disebabkan oleh defisiensi yodium yang salah satunya adalah goiter. Dua puluh sembilan persen dari populasi dunia yang tinggal di daerah yang memiliki kandungan yodium kurang ( terutama di Asia, Amerika Latin, Afrika Tengah dan wilayah Eropa). Dari mereka yang beresiko, 655 juta orang diketahui memiliki goiter. Seperti yang dilaporkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa prevalensi gondok kurang dari 5% (yodium urine >100 mg/dl), defisiensi yodium ringan ( iodium urine 50 99 mg/dl),, dengan prevalensi goiter 5 20%, kekurangan iodium sedang ( iodium urine 20 49 mg/dl), dengan prevalensi goiter 20 30%, kekurangan iodium berat ( rata rata iodium urine < 20%), dengan prevalensi goiter lebih dari 30%.15 Meskipun dalam beberapa rentang waktu jumlah kasus goiter di Amerika telah menurun drastis setelah meningkatnya penggunaan garam beryodium namun penyakit ini masih diakui sebagai masalah kesehatan regional yang serius di Amerika Serikat. Pada tahun 1958 Starr melaporkan bahwa di antara 4.500 orang yang bekerja di industri di California Selatan mengalami defisiensi tiroid sebesar 7%. Jumlah orang yang mengalami penyakit goiter di beberapa negara bagian Amerika Serikat Masih tergolong tinggi. Misalnya, di negara bagian Ohio, 26% dari jumlah anak laki laki dan 40% dari jumlah anak perempuan ditemukan mengidap goiter endemik. Di negara bagian Minnesota tingkat kejadian goiter endemik bahkan lebih parah, 41% anak laki laki dan 70% anak perempuan menunjukkan adanya pembesaran tiroid dari 13 lokasi yang dijadikan tempat penelitian. 14

Goiter endemik juga merupakan masalah penting bagi kesehatan masyarakat di India. Sekitar 40 45 juta orang menderita penyakit ini. Menurut perkiraan terakhir yang dilakukan oleh Program Kontrol Goiter Nasional yang berada di bawah naungan Departemen Kesehatan India, sekitar 300 juta orang ( 50% dari total penduduk india) mempunyai resiko untuk mendapatkan goiter. Hal ini diperkuat dengan letak geografis negara India yang berdekatan dengan pegunungan Himalaya yang merupakan daerah endemis goiter. Berdasarkan sebuah survey yang dilakukan oleh Pemerintah India, rata rata prevalensi goiter di india mencapai 29%. Angka ini didasarkan pada survei yang dilakukan di daerah Bengal Barat, Nagaland, Jammu, Kashmir dan Uttar Pradesh. Masih banyak daerah yang merupakan daerah endemik yang tidak terhitung di mana prevalensi goiter pada anak anak usia sekolah mencapai 55%.14 Angka Kejadian Goiter Di India (1970-1975) No Regio Jumlah orang Prevalensi Goiter (%) 90 32 32 70 67

yang di survei 1. 2. 3. 4. 4. Kashmir Uttar Pradesh Punjab Timur Bihar Bengal Barat 1374 554 5042 563 8204

Masalah goiter endemik di Indonesia tidak terlepas dari namanya Gangguan Akibat Kekurangan Yodium. Prevalensi gondok pada anak sekolah sering digunakan untuk menunjukkan bahwa masalah kekurangan yodium adalah masalah yang sangat

10

serius. Data yang digunakan untuk analisis adalah data dari survei gondok yang dilakukan pada tahun 1980 dan 1987 yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi masyarakat, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Universitas Diponegoro.16

Tabel 1. Prevalensi Gondok Total (PGT) Anak Sekolah Di Daerah Gondok Endemik di 4 Propinsi di P. Jawa Tahun 1980 - 1987 Jumlah Anak Propinsi Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur 1980 4359 8479 5678 8000 1987 2543 3870 4591 3833 PGT (%) 1980 29,7 29,1 54,5 30,6 1987 15,6 23,0 4,8 32,3 Perubahan PGT Dari Tahun 1980 - 1987 -14,1 -6,1 -19,7 1,7

Prevalensi Gondok Total ( PGT) pada anak sekolah tahun 1980 1987 di 4 propinsi diperlihatkan dalam tabel 1 di atas. Secara umum, PGT menurun pada tahun 1987 bila dibandingkan tahun 1980 di semua propinsi kecuali di Jawa Timur tidak berubah. Pada tahun 1980 tidak ada PGT yang berada di bawah 29% akan tetapi pada tahun 1987 hanya propinsi Jawa Timur yang mempunyai PGT di atas 29%. Penurunan PGT yang drastis terlihat di Yogyakarta yaitu dari 54,5% yang merupakan PGT

tertinggi pada tahun 1980 menjadi 4,8% pada tahun 1987 yang berarti terjadi penurunan 50% selama masa waktu 7 tahun.17

11

Tabel 2. Prevalensi Gondok Total ( PGT) Anak Sekolah Dasar Di Daerah Gondok Endemik Menurut Jenis Kelamin di 4 Provinsi di P. Jawa Tahun 1997 Propinsi Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Total 15,9 19,1 3,6 29,4 19,3 PGT (%) 23,8 24,2 5,2 34,9 24,9

PGT di 4 propinsi menurut jenis kelamin ditunjukkan dalam tabel 2 di atas. Umur anak sekolah yang tercakup dalam analisis adalah antara 6 sampai 14 tahun akan tetapi sebagian besar berumur 8 9 tahun. Secara keseluruhan terlihat bahwa jumlah penderita goiter pada anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki laki. Keadaan di Jawa Timur cukup merisaukan karena lebih dari 30% anak perempuan menderita goiter. Dengan kata lain, prevalensi goiter pada perempuan di Jawa timur masuk dalam kategori endemis berat sedangkan di 3 propinsi lainnya, PGT pada anak perempuan masuk dalam kategori endemik sedang.17 Data goiter menurut jenis kelamin hanya tersedia dari survei tahun 1987. Secara faali memang kebutuhan akan yodium pada perempuan kebih tinggi dibanding laki laki. Apabila suatu daerah mendapatkan suntikan minyak beryodium maka dalam 3 tahun prevalensi gondok mencapai titik terendah dan mulai tumbuh lagi terutama pada perempuan. Puncak prevalensi gondok pada anak perempuan biasanya dicapai pada umur puber yaitu 14 16 tahun.17

12

BAB III PENUTUP

III. 1. Kesimpulan Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor resiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif Surveilans epidemilogi penyakit goiter sangat penting mengingat banyaknya daerah endemis di Indonesia yang membutuhkan perhatian dari pemerintah Dengan adanya surveilans epidemiologi maka diharapkan adanya

penanganan serta pencegahan goiter

III. 2. Saran Kiranya surveilans epidemiologi dilakukan secara lengkap sehingga mempermudah hasil dari surveilans epidemilogi untuk ditindak lanjuti. Hendaknya hasil surveilans epidemilogi dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk membuat sebuah kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan.

13

You might also like