You are on page 1of 17

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.

PENGKAJIAN Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial. a. Identitas Mien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran. c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. f. Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan

stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan

kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan.oleh defisit neurolcgis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu. g. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1)

B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. 2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg). 3) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 4) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 6) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. 7) Pengkajian Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. 8) Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. 9) Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. 10) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. 11) Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. 12) Lobus Frontal Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama. 13) Hemisfer Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi. h. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11. 1) 2) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. 3) 4) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. 5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus. 6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 7) 8) 9) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal. i. Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. 1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. 2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

Gambar 2.5 : Pemeriksaan tonus otot Sumber : Muttaqin, (2008) j. Pengkajian Sistem Sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk

menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA, (2011) dalam Tarwoto, Dkk, (2007) adalah : a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia paralisis c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan

neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi, integrasi, stres psikologik

e.

Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan kognitif

f.

Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi.

g.

Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan peristaltik, immobilisasi

3. RENCANA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.

Data pendukung Penurunan kesadaran. Nilai GCS. Perubahan tanda vital. Perubahan sensorik dan motorik. Penurunan fungsi memori. Nyeri kepala. Muntah. Kejang. Perubahan pupil. Perubahan pola napas.

Nilai AGD. Hasil CT Scan, MRI adanya edema serebri, perdarahan, herniasi. Pengunaan terapi diuretik, sedativ.

Kriteria hasil Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kogriltlf, sensorik dan motorik. Tanda-tanda vital stabil, peningkatan TIK tidak ada. Gangguan lebih lanjut tidak terjadi. Rencana tindakan 1. Kaji 2. Kaji GCS. 3. Kaji terhadap 4. Kaji refleks gag. pupil, ukuran, cahaya, gerakan mata. refleks kornea dan 2. Tingkat kesadaran merupakan respon indicator terbaik adanya Rasional

status neurologiksetiap jam.1. Menentuksn perubahan deficit tingkat kesadaran dengan neurologic lebih lanjut

perubahan neurologi

3. Mengetahui fungsi N.II dan III 5. Evaluasi keadaan motorik dan sensori 4. Menurunya refleks kornea dan pasien. 6. Monitor 7. Hitung tanda vital setiap 1 jam. refleks gag indikasi kerusakan pada batang otak

irama denyut nadi,auskultasi

adanya murmur. 8. Pertahankan pasien bedrest, 9.Berikan batasi lingkungan pengunjung, atur 5. Gangguan motorik dan sensori tenang, dapat terjadi akibat edema otak 6. Adanya perubahan tanda vital seperti respirasi menunjukan

waktu istirahat dan aktivitas. kerusakan pada batang otak

7. Bradikardia dapat di akibatkan adanya gangguan otak murmur dapat jantung 8. Istirahat lingkungan yang cukup dan tenang terjadi pada gangguan

yang

mencegah perdarahan kembali 9. Memfasilitasi drainasi vena dari otak 10. Dapat meningkatkan tekanan

intracranial 11. Suhu tubuh yang meningkat akan meningkatkan aliran darah ke otak sehingga meningkatkan TIK 12. Kejang dapat terjadi akibat iritasi srebral dan keadaan kejang

memerlukan banyak oksigen 13. Meminimalkan stimulus sehingga menurunkan TIK 14. Mempertahankan adekuatnya

oksigen, suction yang lama dapat meningkatkan TIK 15. Karbondioksida menimbulkan

vasodilatasi adekuatnya oksigen sangat penting dalam metabolism

mempertahankan otak

16. Meningkatkan aliran darah ke otak dan mencegah pada kloting stroke

kontraindikasi haemorogik.

Mencegah lisis dan pendarahan Menanggulangi hipertensi Pengontrol edema serebral Mengontrol kejang Mencegah proses mengedan dan menghindari peningkatan tekanan intracranial

17. Pasien stroke perlu memeriksaan lanjutan untuk menentukan

tindakan lebih lanjut. 1. Mengidentifikasi kekuatan otot kelemahan motorik. 2. Latihan massa perbaiki ROM tonus, fungsi meningkatkan kekuatan jantung otot, dan

pernapasan. 3. Mencegah footdrop Mencegah kontraktur fleksi bahu Mencegah edema dan kontraktur fleksi pada pergelangan 4. Daerah yang tertekan mudah sekali terjadi trauma 5. Membantu mencegah kerusakan kulit 6. Membantu sirkulasi darah 7. Mengembangkan khusus. 8. Membantu memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan control volunteer. 9. Menurunkan tekanan pada ulang. program memperlancar

1. Mengidentifikasi komunikasi karena

masalah gangguan

bicara atau gangguan bahasa 2. Pasien dapat memperhatikan

ekspresi dan gerakan bibir lawan bicara sehingga dapat mudah menginterpretasi. 3. Membantu menciptakan

komunikasi yang efektif 4. Memudahkan penerimaan pasien. 5. Dengan membaiknya bicara,

percaya diri akan meningkatkan dan meningkatkan motivasi untuk memperbaiki bicar 6. Menunjukan adanya respond an rasa empati terhadap gangguan bicara pasien 7. Penanganan lebih lanjut dengan tekhnik khusus. 1. Mengantisipasi deficit dan upaya perawatannya 2. Menurunkan resiko cidera. 3. Menghindari kebingungan. 4. Menghindari kesalahan persepsi terhadap realitas. 5. Memenuhi kebutuhan sehari hari dan mencegah injuri

1. Membantukan intervensi 2. Menumbuhkan dalam perawatan

merencanakan

kemandirian

3. Meningkatkan harga diri klien. 4. Perawat dalam memberi keperawatan 5. Memenuhi kebutuhan ADL dan melatih kemandirian. 6. Mengembangkan rencana terapi. 1. Menentukan rencana lebih lanjut. 2. Melatih BAK secara teratur 3. Obstruksi saluran kemih konsisten asuhan

kemungkinan dapat terjadi 4. Menghindari terjadinya infeksi. 5. Mengetahui secara dini infeksi saluran kemih. 6. Memberikan rasa nyaman. 7. Menghindari BAK saat tidur

4.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia paralisis

5.

Hambatan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

gangguan

sirkulasi,

gangguan

neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca 6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi, integrasi, stres psikologik 7. Defisit perawatan diri ;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan kognitif 8. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi. 9. Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan peristaltik, immobilisasi

You might also like