You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan teknologi didunia industri dizaman sekarang ini
yang sangat pesat membuat industri-industri yang ada di indonesia saling bersaing dan
berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam sistem produksinya
dengan cara memaksimalkan pemanfaatan alat-alat produksi (mesin), bahan baku,
pekerja, sehingga dapat mencapai produksi yang semaksimal mungkin.
Pada mulanya pemakaian pengelasan hanya berfungsi sebagai perbaikan dan
pemeliharaan dari semua alat- alat yang terbuat dari logam baik sebagai proses
penambalan retakretak, penyambungan sementara, maupun sebagai alat pemotongan
bagianbagian yang dibuang atau diperbaiki. Kemajuan teknologi dewasa ini semakin
pesat, demikan pula yang terjadi di Indonesia sangat membutuhkan teknik pengelasan
yang baik. Perkembangan teknologi ini dapat dilihat dengan semakin kompleksnya
proses penyambungan logam dengan pengelasan. Pada proses pengelasan ada beberapa
faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengelasan, dimana perubahan logam yang
disambung diharapkan mengalami perubahan sekecilkecilnya sehingga mutu las
tersebut dapat dijamin.
Pada pengelasan juga terdapat beberapa macam jenis model penyambungan las
seperti Preheat dan PWHT ( Pos Welt Heat Treatment), PWHT adalah bagian dari
process heat treatment yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang
terbentuk setelah proses welding selesai. Material terutama carbon steel akan mengalami
perubahan struktur dan grain karena effect dari pemanasan dan pendinginan. Struktur
yang tidak homogen ini menyimpan banyak tegangan sisa yang membuat material
tersebut memiliki sifat yang lebih keras namun keunggulannya lebih rendah.
Mengacu pada uraian diatas, penulis akan mengkaji bagaimana analisa
perbandingan kekuatan material bejana tekan dengan model penyambungan Preheat dan
PWHT menggunakan metode simulasi dan uji coba.
Dalam penelitian ini akan menggunakan material plat baja SA-516-Gr-70 dengan
ketebalan 20 mm dimana material SA-516-Gr-70 ini termasuk baja karbon rendah (C <
0,25%). Jenis pengelasan yang akan dilakukan pada proses pengujian tersebut adalah
dengan menggunakan jenis las FCAW dan SAW. Diharapkan nantinya akan
mendapatkan hasil yang terbaik dari tiaptiap jenis model penyambungan dari preheat
dan PWHT, pengujian dalam penelitian ini meliputi pengujian tarik, dan pengujian
analisa menggunakan metode simulasi Ansys.


1.2. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dicari permasalahanya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh yang terjadi pada material SA-516-Gr-70
setelah dilakukannya proses pengelasan dengan pengaruh Preheat
dan PWHT ?
2. Apa saja perbandingan yang terdapat pada material SA-516-Gr-70
setelah dilakukannya proses pengelasan dengan pengaruh Preheat
dan PWHT pada Uji tarik ?
3. Manakah hasil pengelasan yang memiliki ketangguhan yang
terbaik dari setiap perlakuan ?
4. Menganalisa hasil proses uji tarik dengan analisis metode simulasi
Ansys.

1.3. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu melebar dari tujuan yang
ingin dicapai, maka perlu ditentukan batasan masalah, adapun batasan permasalahan
adalah sebagai berikut:
1. Hanya menguji material jenis SA-516-Gr-70 dengan proses
pengelasan dan pengaruh Preheat dan PWHT
2. Pengujian menggunakan uji tarik dan software Ansys.
3. Material yang digunakan dengan thickness 20 mm.

1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh yang terjadi pada material SA-516-Gr-70
setelah dilakukannya pengelasan dengan pengaruh Preheat dan
PWHT.
2. Mendapatkan perbandingan hasil pengujian uji tarik dari masing-
masing perlakuan panas.
3. Mendapatkan hasil pengelasan yang terbaik dari tiap-tiap
perlakuan.
4. Mendapatkan hasil analisa antara uji tarik dengan metode Ansys.







1.5. Manfaat Penelitian
Output yang diharapkan dalam melakukan pengujian adalah mendapatkan hasil
perbandingan uji tarik pada material SA-516-Gr-70 Kegunaan yang dapat diperoleh
antara lain :
1. Mendapatkan hasil yang terbaik dari pengelasan yang
menggunakan Preheat dan PWHT.
2. Sebagai referensi atau ide dalam pengembangan teknologi las di
masa depan.

1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang pemilihan
topik, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan
metode penulisan.
BAB II : Tinjauan pustaka, dalam bab ini menguraikan tentang teori
yang mendasar tentang Pengelasan, PWHT, dan Preheat.
BAB III : Metodologi, dalam bab ini menerangkan tentang perencanaan
pembuatan spesimen sampai pengujian serta langkah-
langkahnya.
BAB IV : Analisa hasil percobaan, dalam bab ini membahas hasil
pengujian untuk mengetahui pengaruh yang terjadi dan
mendapatkan hasil yang terbaik dari material SA-516-Gr-70
setelah dilakukannya model penyambungan Preheat dan
PWHT.
BAB V : Kesimpulan, dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan
dan saran tentang hasil dari pengujian yang telah dilakukan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Pengelasan
Pengelasan adalah cara penyambungan dua benda padat melalui pencairan dan
perpaduan dengan menggunakan panas .
Pada saat ini teknik las telah banyak digunakan dalam proses penyambungan
batang-batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Banyaknya
penggunaan teknologi teknologi las pada proses penyambungan logam dikarenakan
bangunan dan mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik ini menjadi lebih
murah. Penggunaan proses las dalam konstruksi sangat banyak, meliputi perkapalan,
jembatan, rangka baja bejana tekan, perpipaan dan lain sebagainya. Disamping itu
proses las dapat digunakan untuk memperbaiki, misalnya untuk menambal lapisan
yang sudah aus.

2.1.1. Definisi Pengelasan
Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las
adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi
panas. Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk
pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung
sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari logam yang
disambungkan.

2.1.2. Klasifikasi Pengelasan
Pada saat ini belum ada kesempatan mengenai cara-cara pengklasifikasian
dalam bidang las. Hal ini disebabkan belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut.
Secara konvensional pengklasifikasian tersebut dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu klasifikasi berdasar cara kerja dan klasifikasi berdasar energi yang
digunakan. Diantara kedua klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasar cara kerja yang
paling banyak digunakan. Berdasarkan pengklasifikasian cara kerja, proses
pengelasan dibagi menjadi tiga kelas utama yaitu :
1. Pengelasan Cair
Cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair
dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang
terbakar.
2. Pengelasan Tekan
Cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan
hingga menjadai satu.
3. Pematrian
Cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan
menggunakan paduan logam lain yang memiliki titik cair yang rendah.
Dalam proses ini logam induk tidak ikut mencair. Perincian lebih
lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat dalam diagram gambar 2.1.



















Gambar 2.1 : Diagram Klasifikasi Cara Pengelasan


Cara
Pengelasan
Pengelasan
Tekan
Pengelasan
Cair
Pematrian
Las busur
Las gas
Las listrik terak
Las listrik gas
Las termit
Las sinar
elektronik
Las busur plasma
Las resistansi
listrik
Las tekan gas
Las tempa
Las gesek
Las ledakan
Las induksi
Las ultrasonik
Las busur gas
Las busur gas & fluks
Las busur fluks
Las busur tanpa logam
pelindung
Pembrasingan
Penyolderan
Elektroda
tak
terumpan
Elektroda
terumpan
Las MIG
Las busur Co2
Las TIG atau
las wolfram gas
Las elektroda terbungkus
Las busur dengan elektroda
berisi fluks
Las busur rendam
Las titik
Las tumpang
Las busur tekan
Las tumpul tekan
Las busur Co2 dengan
elektroda berisi fluks
Klasifikasi berdasarkan jenis dan bentuk alur sebagai berikut :
a. Sambung las dasar
b. Sambung tumpul
c. Sambung T dan bentuk silang.
d. Sambung sudut
e. Sambung tumpang
f. Sambung sisi
g. Sambung dengan plat penguat

Klasifikasi berdasarkan cara pengelasan sebagai berikut :
- Sambung las cair
- Sambung las tekan
- Sambung pematrian

Pada penelitian ini jenis pengelasan yang akan dipakai yaitu pengelasan jenis
Submerged Arc Welding (SAW) dan Flux Cored Arc Welding (FCAW).

2.1.3. Submerged Arc Welding (SAW)
SAW adalah salah satu jenis las listrik dengan proses memadukan material
yang dilas dengan cara memanaskan dan mencairkan metal induk dan elektroda oleh
busur listrik yang terletak diantara metal induk dan elektroda. Arus dan busur lelehan
metal diselimuti (ditimbun) dengan butiran flux di atas daerah yang dilas.
SAW tidak membutuhkan tekanan dan bahan pengisi (filler metal) dipasok
secara mekanis terus ke dalam busur lsitrik yang terbentuk diantara ujung filler
elektroda dan metal induk yang ditimbun oleh fluks. Elektroda pada proses SAW
terbuat dari metal padat (solid).
Pengelasan SAW dilakukan dengan cara otomatis dengan menggunakan
shielding slag yang dapat dipakai beberapa kali. Pengelasan ini tidak flexible karena
hanya bisa dilakukan pada posisi flat atau datar dan horizontal.
1. Prinsip SAW
Pada SAW, kawat elektroda secara mekanis diumpankan pada gundukan
fluks, busur terbentuk dianatara ujung elektroda dan benda kerja dibawah fluks.
Hal ini dapat dikatakan bahwa seolah-olah logam inti dan fluks pelapis dari
elektroda berlapis telah dipisahkan, dan logam inti dan flux dapat secara mekanis
diumpankan. Fluks menutupi busur dan kolam las. Fluks dan terak melindungi
kampuh las dari kontaminasi udara. Terak yang terbentuk dari lelehan fluks
mempengaruhi hal-hal berikut :
Perlindungan logam las dari udara
Reaksi metalurgis dari lelehan logam dan lelehan terak, dan
Membentuk kampuh lasan saat pembekuan (solidifikasi)

SAW digunakan karena lebih cepat dan efisien, tidak menimbulkan banyak
asap dan tidak perlu menggunakan kaplas karena sudah ada fluk dari alat lasnya.
FLUK sangat menentukan dalam :
1. Penyetabil busur las / welding arc stabilizer
2. Mengontrol properti mekanikal dan kimiawi hasil lasan
3. Mutu akhir lasan


Gambar 2.2 : Mesin Las Tower Submerged Arc Welding (SAW)

Gambar 2.3 : Peralatan las busur rendam Submerged Arc Welding (SAW)

Gambar 2.2 menunjukkan penampakan dari mesin tower SAW dan Gambar
2.3 menunjukkan peralatan las busur rendam SAW. Pengangkut (Carriage) yang
berjalan pada rel mengangkut gagang pengelasan (welding torch), pengumpan
elektroda (electrode feeder), kabel elektroda (electrode wire), kotak pengontrol
(control box), dan penyuplai fluks (flux hopper). Kotak pengontrol mengontrol
kondisi pengelasan seperti kecepatan pengumpan elektroda, kecepatan las, dan voltase
las. Mesin SAW secara relatif sangat berat.
Diameter elektroda umumnya berkisar antara 3.2 mm hingga 6.4 mm. Arus
pengelasan sekitar 100A hingga 2000A. Catu daya dengan tipe inti (core) movable
shunt umumnya selalu digunakan. Inti (core) movable shunt biasanya digerakkan oleh
motor yang akan mengatur besarnya arus pengelasan. Kecepatan pengumpanan
elektroda dikontrol melalui kontrol umpan balik (feed-back controlled) melalui
voltase pengelasan agar panjang busur dijaga konstan. Ketika tegangan busur terlalu
tinggi, kecepatan pengumpanan elektroda ditingkatkan untuk memendekan panjang
busur. Sebaliknya, ketika volase busur turun, kecepatan pengumpanan elektroda
diturunkan agar panjang busur menjadi meningkat.
SAW dengan kawat las kecil (dengan diameter 1.2 mm hingga 1.6 mm)
digunakan pada produksi yang berkala. Pada kasus ini, digunakan catu daya
pengelasan dengan voltase yang konstan: kawat las diumpan dengan kecepatan yang
tetap. Panjang busur secara otomatis oleh mesin diatur agar tetap konstan dengan catu
daya yang bersifat mengatur sendiri (self-regulating) seperti pada las busur logam
dengan pelindung gas (gas shielded metal arch welding)


Gambar 2.4 : Peralatan Submerged Arc Welding (SAW)

2. Keunggulan dari SAW adalah sebagai berikut:
1. Proses pengelasan sangat efisien dengan arus las yang tinggi
2. Penetrasi lasannya dalam
3. Tidak diperlukan masker pelindung mata karena busurnya terkubur
4. Jarang terjadi percikan las (spatter) dan asap
5. Sedikit sekali gangguan dari angin
6. Dapat dioperasikan dengan arus DC atau AC pada waktu bersamaan
7. Dapat dioperasikan menggunakan satu elektroda atau lebih secara
bersamaan



Gambar 2.5 : Proses Skematik Submerged Arc Welding

3. Keterbatasan dari SAW adalah sebagai berikut:
1. Posisi las terbatas hanya untuk posisi datar dan horizontal
2. Hasil pengelasan terbatas hanya untuk jalur las lurus (linier), semi linier, dan
kurva dengan radius yang besar
3. Tidak bisa diaplikasikan dipengelasan dengan jalur las yang rumit
4. Memerlukan preparasi pengelasan (groove) yang ketat
5. Heat affected zone mengalami pelunakan dan kegetasan akibat besarnya
masukan panas
6. Harga mesin relatif mahal.
7. Perawatan lebih sukar dibanding dengan type analog.

2.1.4. Flux Cored Arc Welding (FCAW)
FCAW adalah salah satu jenis las listrik yang memasok filler elektroda secara
mekanis terus ke dalam busur listrik yang terbentuk di antara ujung filler elektroda
dan metal induk. Flux Cored Arc Welding (FCAW) merupakan las busur listrik fluk
inti tengah / pelindung inti tengah.
1. Prinsip FCAW
Prinsip dari proses pengelasan metode FCAW pada dasarnya sama dengan
metode GMAW (Gas Metal Arc Welding) dimana kedua proses tersebut
memanfaatkan energi panas yang dihasilkan oleh nyala busur antara elektrode
wire roll terkonsumsi yang disuplai secara kontinyu dengan benda kerja yang akan
dilas. Permukaan dari logam induk dan ujung dari elektrode filler akan dicairkan
oleh panas dari busur. Filler metal meleleh kemudian ditransferkan melalui busur
kemolten pool. Kedalaman penetrasi dikontrol oleh kecepatan pengelasan. Dalam
proses pengelasan FCAW, elektrode yang digunakan adalah elektrode flux cored
dimana fluks dari elektrode akan menciptakan selubung perlindungan (self
Shielded). Dalam FCAW gas pelindung bersifat optioanl. Proses FCAW dapat
dikerjakan secara semi otomatis maupun otomatis dan posisi pengelasan yang
dapat dikerjakan dengan FCAW, Direct Current Electrode Positive (DCEP) atau
Direct Current Rod Positive (DCRP) selalu digunakan, sedangkan Alternating
Current (AC) jarang dan bahkan tidak digunakan.



Gambar 2.6 : Peralatan Mesin Las FCAW

Dari Gambar 2.6 diatas dapat dilihat bahwa untuk pengelasan yang
menggunakan tambahan gas pelindung, kawat elektrode dan gas pelindung
dialirkan dalam satu hose dimana hose tersebut terhubung dengan mesin las DC
constant voltage dan menjadi satu kesatuan dengan welding gun. Proses
pengelasan dengan metode FCAW dapat menggunakan gas pelindung antara lain
adalah gas Argon (Ar), gas Helium (He), gas campuran antara Argon dan Helium
(He), gas campuran antara Argon dan Oksigen (O2), dan gas karbondioksida
(CO2). Logam yang dapat dilas dengan FCAW adalah hampir semua jenis logam,
logam yang akan dilas menentukan variasi pengelasan dan gas pelindung yang
digunakan. Ketebalan logam yang dapat dilas dengan FCAW adalah mulai 0.005
in (0.13 mm) keatas.
2. Peralatan FCAW
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengelasan metode FCAW sama
dengan yang digunakan pada metode GMAW, antara lain adalah :
a. Welding Gun/Torch
Tipe dari welding gun atau torch yangdigunakan pada FCAW sama
dengan yang digunakanpada GMAW. Bentuk dari welding gun dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.7 : Tipe FCAW guns (A) 350 ampere rating self-shielding, (B) 450
ampere rating gas-shielding, and (C) 600 ampere rating gas-shielding.

Pada Gambar 2.7 merupakan control switch atau trigger berfungsi untuk
memicu pengumpanan kawat elektrode, suplai power listrik, dan aliran gas
pelindung sehingga megakibatkan terjadi busur listrik.

b. Pengumpan Elektrode
Unit pengumpan elektrode menyuplai elektrode saat pengelasan. Model
kebanyakan menyediakan laju pengumpanan elektrode yang konstan, namun
mesin yang lebih modern kecepatan pengumpanan dapat divariasikan sebagai
respon dari panjang busur dan voltase dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


Gambar 2.8 : Unit Pengumpan elektrode

c. Keuntungan dari FCAW adalah sebagai berikut :
1. Tingkat proses deposisi yang tinggi
2. FCAW merupakan pengelasan yang bisa dikerjakan pada semua
posisi
3. Electrode yang digunakan yaitu flux cored dimana fluks dari
elektrode akan menciptakan selubung perlindungan (self shielded)
4. Bisa dikerjakan secara otomatis dan semi otomatis
5. Hemat Elektrode

2.1.5. Metalurgy Pengelasan
Dalam Pengelasan terdiri dari tiga bagian yaitu logam Pengelasan, daerah
pengaruh panas (Heat Affected Zone) dan logam induk yang tak terpengaruhi. Logam
Pengelasan adalah bagian dari logam yang ada pada waktu pengelasan mencair dan
kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah logam dasar yang
bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus
termal pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk tidak terpengaruhi adalah
bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya
perubahanperubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut
masih ada satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh
panas, yang disebut batas batas las.
Dalam pengelasan cair bermacammacam cacat terbentuk dalam logam las,
misalnya pemisahan atau segregasi, lubang halus dan retak. Banyaknya dan
macamnya cacat yang terjadi tergantung dari pada kecepatan pembekuan. Pada proses
pembekuan logam las terjadi tiga proses reaksi metalurgi, proses tersebut adalah :
1. Pemisahan
Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu pemisahan
makro, pemisahan gelombang dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah
perubahan komponen secara perlahanlahan yang terjadi mulai dari sekitar
garis lebur menuju ke garis sumbu las, sedangkan pemisahan gelombang
adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi
pada proses terbentuknya gelombang manik las. Pemisahan mikro adalah
perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu
pilar.
2. Vaporasi
Lubanglubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak larut dalam
logam padat. Lubanglubang tersebut disebabkan karena tiga macam cara
pembentukan gas sebagai berikut: yang pertama adalah pelepasan gas karena
perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada suhu
pembekuan, yang kedua adalah terbentuknya gas karena adanya reaksi kimia
didalam logam las dan yang ketiga penyusupan gas kedalam atmosfir busur.
Gas yang terbentuk karena perbedaan batas kelarutan dalam baja
adalah gas hidrogen dan gas nitrogen, sedangkan yang terjadi karena reaksi
adalah terbentuknya gas CO dalam logam cair dan yang menyusup adalah gas-
gas pelindung atau udara yang terkurung dalam akar kampuh las.
3. Oksidasi
Oksidasi menghasilkan gas-gas atau oksidasi-oksidasi yang
mengakibatkan mutu las menjadi rendah, misal karena mudah timbul korosi,
menyebabkan adanya rongga-rongga dalam logam las kegetasan bahan
bertambah atau berkurangnya kekuatan logam las.
Sebenarnya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalam baja, tetapi
karena tekanan disosiasi dari kebanyakan oksida sangat rendah, maka pada
umumnya akan terbentuk oksida-oksida yang stabil. Karena pengukuran yang
tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam baja sangat sukar,
maka untuk melepaskan oksigen dari larutan biasanya dilakukan usaha-usaha
seperti melepaskan oksida. Proses menghilangkan oksida ini disebut proses
deoksidasi.
Ketangguhan logam las turun dengan naiknya kadar oksigen, oleh
karena itu harus selalu diusahakan agar logam las mempunyai kadar oksigen
yang serendah-rendahnya. Usaha penurunan oksigen ini dapat dilakukan
dengan menambah unsur-unsur yang bersifat deoksidasi seperti Si, Mn, Al dan
Ti atau menaikkan kebasaan dari terak lasnya. Struktur, kekerasan dan
berlangsungnya transformasi dari daerah HAZ dapat dibaca dengan segera
pada diagram transformasi pendinginan berlanjut atau diagram CCT. Diagram
semacam ini dapat digunakan untuk membahas pengaruh struktur terhadap
retak las, keuletan dan lain sebagainya, yang kemudian dapat dipakai untuk
menentukan prosedur dan cara pengelasan.

2.1.6. Parameter Pengelasan
1. Tegangan busur las
Tingginya tegangan busur tergantung pada panjang busur yang
dikehendaki dari jenis dari elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis
tingginya tegangan busur yang diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur.
Pada dasarnya busur listrik yang terlalu panjang tidak dikehendaki karena
stabilitasnya mudah terganggu sehingga tegangan yang terlalu tinggi hanya akan
membuang-buang energi saja.
Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah
elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas dengan elektroda bergaris
tengah 3 sampai 6 mm, kira-kira antara 20 sampai 30 volt untuk posisi datar.
Sedangkan untuk posisi tegak atau atas kepala biasanya dikurangi lagi dengan 2
sampai 5 volt. Kestabilan busur dapat juga didengar dari kestabilan suaranya
selama pengelasan. Untuk mereka yang telah berpengalaman kesempatan panjang
busurpun dapat diduga atau diperkirakan dari suara pengelasan. Sehubungan
dengan panjang busur, hal yang paling sukar dalam las busur listrik dengan tangan
adalah mempertahankan panjang busur yang tetap.


2. Besar ampere las
Besarnya ampere las yang diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran
dari lasan, geometri sambungan, posisi pengelasan macam elektroda dan diameter
ini elektroda. Dalam hal daerah las mempunyai kapasitas panas yang tinggi maka
dengan sendirinya diperlukan ampere las besar dan mungkin juga diperlukan
pemanasan tambahan. Dalam pengelasan logam paduan, untuk menghindari
terbakarnya unsur-unsur paduan sebaiknya menggunakan ampere las yang kecil.
3. Kecepatan pengelasan
Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti
elektroda, bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan dari lain-
lainnya. Dalam hal hubungannya dengan tegangan dari ampere las, dapat
dikatakan bahwa kecepatan las hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan
las tetapi berbanding lurus dengan ampere las. Karena itu pengelasan yang cepat
memerlukan ampere las yang tinggi.
Bila tegangan dari ampere dibuat tetap, sedang kecepatan pengelasan
dinaikkan maka jumlah deposit per satuan panjang las jadi menurun. Tetapi
disamping itu sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan kecepatan akan
memperbesar penembusan. Bila kecepatan pengelasan dinaikkan terus maka
masukan panas per satuan panjang juga akan menjadi kecil, sehingga pendinginan
akan berjalan terlalu cepat yang mungkin dapat memperkeras daerah HAZ.
4. Polaritas Listrik
Seperti telah diterangkan sebelumnya bahwa pengelasan busur listrik
dengan elektroda terbungkus dapat menggunakan polaritas lurus dan polaritas
balik. Pemilihan polaritas ini tergantung pada bahan pembungkus elektroda,
konduksi termal dari bahan induk, kapasitas panas dari sambungan dan lain
sebagainya.
Bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas panasnya besar sebaiknya
digunakan polaritas lurus dimana elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif.
Sebaliknya bila kapasitas panasnya kecil seperti pada pelat tipis maka dianjurkan
untuk menggunakan polaritasbalik dimana elektroda dihubungkan dengan kutub
positif. Untuk menurunkan penembusan,misalnya dalam pengelasan baja tahan
karat austenit atau pada pengelasan pelapisan keras, sebaliknya elektroda
dihubungkan dengan kutub positif.

Sifat busur pada umumnya lebih stabil pada arus searah dari pada arus
bolak balik, terutama pada pengelasan dengan arus yang rendah. Tetapi untuk
pengelasan sambungan pendek lebih baik menggunakan arus bolak balik karena
pada arus searah sering terjadi ledakan busur pada akhir dari pengelasan.
5. Besarnya penembusan
Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tinggi diperlukan
penembusan atau penetrasi yang cukup. Sedangkan besarnya penembusan
tergantung kepada sifat-sifat fluks, polaritas, besarnya arus, kecepatan las dari
tegangan yang digunakan. Pada dasarnya makin besar arus las makin besar pula
daya tembusnya. Sedangkan tegangan memberikan pengaruh yang sebaliknya
yaitu makin besar tegangan makin panjang busur yang terjadi dan makin dangkal.
Dalam hal tegangan ada pengecualian terhadap beberapa elektroda khusus untuk
penembusan dalam yang memang memerlukan tegangan tinggi. Pengaruh
kecepatan seperti diterangkan sebelumnya bahwa sampai pada suatu kecepatan
tertentu naiknya kecepatan akan memperdalam penembusan, tetapi melampaui
kecepatan tersebut penembusan akan turun dengan naiknya kecepatan.
6. Kondisi standar pengelasan
Beberapa kondisi standar dalam pengelasan dengan syarat-syarat tertentu
seperti tebal pelat,bentuk sambungan, jenis elektroda, diameter inti elektroda dan
lain sebagainya, telah ada. Sudah tentu bahwa kondisi standar ini harus
dilaksanakan secara seksama dari sesuai dengan bentuk dan ketelitian alur,
keadaan tempat pengelasan dan lain-lainnya.

2.1.7. Heat Input
Heat input adalah nilai dari energi yang ditransfer per unit panjang dari suatu
pengelasan. Heat input merupakan parameter penting karena seperti halnya
pemanasan awal dan temperatur interpass, heat input juga mempengaruhi laju
pendinginan yang akan berpengaruh pada mechanical properties dan struktur
metalurgi dari HAZ. Hubungan ini ditunjukan dalam gambar 2.6
Salah satu parameter yang penting dalam proses pengelasan adalah heat input.
Heat input merupakan fungsi dari tegangan busur las, besar arus las, dan kecepatan
pengelasan. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya heat input yaitu :
Heat Input (Kj/mm) = Arus (I) x Tegangan (V) x 60
Travel Speed (TS) x 1000
Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengelasan. Apabila heat input
dari suatu pengelasan terlalu tinggi maka daerah HAZ akan menjadi lebar sehingga
mudah terjadi cacat seperti undercut. Akan tetapi apabila heat input terlalu kecil maka
juga akan menimbulkan cact las seperti inclusion.
Efek dari heat input terhadap laju pendinginan hampir sama dengan
temperatur pemanas awal. Apabila heat input atau temperatur pemanasan awal
dinaikkan maka laju pendinginan akan turun yang biasanya digunakan untuk base
metal yang tebal. Berdasarkan hubungan antara temperatur pemanasan awal, heat
input dan laju pendinginan maka (R. Scott, 1999) :
R 1
TH




Heat input akan mempengaruhi material properties pada pengelasan. Pada
pengelasan multiple-pass, bagian dari pengelasan pas sebelumnya akan dihaluskan
oleh pas selanjutnya, sehingga ketangguhan material akan meningkat. Hal ini
disebabkan karena panas dari suatu pass akan mengeraskan weld metal yang
sebelumnya. Apabila bagiannya kecil, maka akan terjadi perbaikan oleh butir yang
lebih besar sehingga ketangguhan material pada kondisi ada notch lebih baik.
(R.Scott,1999).

Gambar 2.9 : Hubungan antara heat input dan waktu pendinginan


Dimana:
R = laju pendinginan
T = temperatut pemanasan awal
H = heat input

2.2. Perlakuan Panas (heat treatment)
Proses perlakuan panas sangat umum dilakukan pada logam yang telah
mengalami proses pengelasan atau pemotongan menggunakan energi panas.
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengembalikan kondisi logam pada
kondisi semula, sebelum mengalami pengelasan maupun pemotongan dengan panas.
Proses dari perlakuan panas terdiri dari pemanasan logam kerja kemudian
diikuti dengan proses pendinginan rangkaian dari prosesini memiliki ciri khusus
bahwa semua proses pemanasan dilakukan tanpa pernah mencapai suhu lebur dari
material yang dipanaskan.
Tujuan utama dari perlakuan panas ini adalah untuk mengubah ataupun
mengembalikan sifat mekanis dari sebuah logam. Melalui perlakuan panas, sebuah
logam bisa diubah menjadi lebih keras, lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih tahan
terhadap beban impact, selain itu perlakuan panas dapat juga membuat logam menjadi
lebih lunak dan ulet.
Kelemahan dari proses perlakuan panas ini adalah tidak ada prosedur
perlakuan panas yang mampu menghasilkan semua karakteristik diatas dalam satu
kali proses. Selain itu peningkatan pada satu sifat maka akan mengurangi sifat yang
lain, misalkan peningkatan kekerasan logam akan membuat logan menjadi getas.

2.2.1. Perlakuan panas baja
Sifat-sifat baja berubah secara signifikan dengan perlakuan panas. Perlakuan
panas terdiri dari normalizing, annealing dan quenching serta tempering. Gambar 2.10
menunjukkan hubungan antara temperatur perlakuan panas dan kurva pendinginan
masing-masing perlakuan panas tersebut. Dalam perlakuan panas, pengaruh
komposisi kimia, bentuk dan ketebalan material, temperatur dan waktu tahan selama
pemanasan dan pendinginan harus dipertimbangkan.

Gambar 2.10 : Jenis-jenis perlakuan panas baja.

1. Normalizing dan annealing
Pada normalizing, baja dipanaskan sampai dengan temperatur sekitar 50 C
atau lebih tinggi dari temperatur A (tepatnya Ac3) dan dicelup untuk mendapatkan
struktur austenitik homogen dan kemudian didinginkan diudara. Tujuan dari
normalizing adalah untuk mengubah struktur mikro kasar yang disebabkan oleh
pemanasan menjadi lebih halus dan juga untuk menghilangkan tegangan sisa internal.
Pada annealing (Iull annealing), baja dipanaskan sampai dengan temperatur
30-50 C lebih tinggi dari temperatur A3 (tepatnya Ac3), dicelup dengan waktu yang
tepat dan secara bertahap didinginkan didalam dapur (furnace). Tujuan dari annealing
sepenuhnya adalah untuk melunakkan baja dan homogenisasi butir.
2. Quenching dan tempering
Quenching adalah perlakuan panas yang menghasilkan martensit dengan
pendinginan cepat dari daerah austenitik. Temperatur quenching umumnya 30-50 C
lebih tinggi dari temperatur A3 (tepatnya Ac3).
Tempering adalah perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan internal
yang ada pada baja dalam kondisi tidak stabil yang disebabkan oleh quenching dan
memberikan ketangguhan pada martensit yang keras dan rapuh.
Karbon solid solution didalam presipitat martensit akan menjadi fine carbide
(sementit) pada proses tempering dan menjadi apa yang disebut martensit temper
yang memiliki kekuatan dan ketangguhan yang baik.
2.2.2. Post Weld Heat Treatment (PWHT)
PWHT adalah bagian dari proses heat treatment yang bertujuan untuk
menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk setelah proses pengelasan selesai.
Material terutama carbon steel akan mengalami perubahan stryktur dan grain
karena effect dari pemanasan dan pendinginan. Struktur yang tidak homogen ini
menyimpan banyak tegangan sisa yang membuat material tersebut memiliki sifat yang
lebih namun ketangguhannya lebih rendah.
1. PWHT menurut AWS D1.1.
Dalam AWS D1.1 paragraph 3.14 Postweld Heat treatment dijelaskanbahwa
PWHT dapat dilakukan dengan pesyaratan sebagai berikut :
a. Material yang di PWHT memiliki SMYS tidak melebihi 50 Ksi (345 MPa)
b. Material yang di PWHT bukan material Quench Tempered, Quenching and
self Tempering (QST), bukan material TMCP
c. Material yang kan di PWHT tidak mensyaratkan impact test pada Base Metal,
HAZ atau weld metal.
d. Adanya data pendukung kalau material yang di PWHT memiliki strength dan
ductility yang cukup.
2. PWHT menurut ASME B31.I.
a. Aturan PWHT terdapat pada paragraph 331 hal 67 ASME B31.3 masalah Heat
treatment. Disebutkan parameter PWHT merujuk kepada table 331.1.1 dimana
PWHT di tentukan oleh grouping material dan thickness dari material masing
masing.
b. PWHT yang dilakukan harus tertulis secara khusus dalam WPS yang akan di
gunakan. PWHT menjadi factor essential dalam pembuatan WPS berdasarkan
ASME IX.
c. Engineering design harus melakukan penagkajian khusus masalah heat
treatmen dimana quality weldment memenuhi dari requirement code
d. Heat treatment untuk material yang dibending atau forming sesuai para 332.4
3. Yang harus diperhatikan dalam PWHT yaitu :
Proses PWHT dapat dilakukan dengan dua cara yaitu memasukkan benda uji
kedalam dapur atau melakukan pemanasan setempat localized didekat daerah
pengelasan saja. Metode mana yang akan dilakukan lebih bersifat kepada
pertimbangan ekonomis saja.
4. Parameter parameter dalam PWHT yang perlu dijaga adalah:
a. Heating rate
b. Holding temperature
c. Cooling Rate
5. Persiapan sebelum PWHT:
Dalam melakukan PWHT banyak hal yang harus diperhatikan agar tujuan dari
PWHT ini dapat tercapai. Faktor factor penting yang harus diperhatikan
diantaranya:
1. Expansion area : Karena proses panas akan mengakibatkan terjadinya
pemuaian dan expansi material maka harus di perhatikan bahwa saat stress
relieve material tersebut tidak mengalami restraint.
2. Insulasi : Saat element sudah terpasang dengan benar maka area disekitar
(adjacent) element harus ditutup dengan kowool atau ceramic fiber untuk
menjaga kestabilan suhu.
3. Cleaning Material : Material harus bersih dari segala grease , oil.
4. Support material : Proses pemanasan akan mengakibatkan terjadinya
pelunakan material. Dengan adanya gaya gravitasi maka material yang
akan di PWHT harus diberikan support sehingga tidak terjadi distorsion

2.2.3. Preheat
Preheat merupakan pemanasan terhadap logam induk sesaat sebelum
pengelasan. Semua proses pengelasan busur dan proses pengelasan yang lain
menggunakan sumber panas temperatur tinggi. Perbedaan temperatur terjadi diantara
daerah yang mengalami pemanasan akibat busur dengan logam induk yang dingin.
Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan ekspansi termal, kontraksi dan
tegangan tinggi. Hal-hal tersebut dapat diminimalisasikan dengan mengurangi
perbedaan temperatur. Ini juga akan mengurangi terjadinya retak las, mengurangi
harga kekerasan maksimum, mencegah terjadinya distorsi dan membantu gas
hidrogen untuk keluar dari logam/material. Preheat akan mengurangi perbedaan
tersebut dan dengan sendirinya akan mengurangi masalah pengelasan yang lain.
Temperatur preheat tergantung pada komposisi dan massa dari logam induk,
temperatur ambient dan prosedur pengelasan. Temperatur interpass juga harus
diperhatikan diamana temperatur ini penting untuk pengelasan multipass. Biasanya
temperatur interpass sama dengan temperatur preheat.
1. Tujuan dari pemanasan awal (preheating)
Salah satu tujuan paling penting dari pemanasan awal adalah untuk mencegah
retak dingin. Dengan melakukan pemanasan awal, pendinginan pada las menjadi
lambat selama pengelasan dan akibatnya, pengerasan pada HAZ dicegah. Selanjutnya,
waktu pendinginan lebih lama sehingga pelepasan hidrogen dalam kampuh
pengelasan diberikan kesempatan untuk keluar. Jadi, dengan pemanasan awal, dua
Iaktor pengerasan mikro-struktur dan hidrogen diIIusible diantara Iaktor utama
retak dingin dapat dikurangi pada waktu

You might also like