You are on page 1of 15

HUBUNGAN KADAR TIROKSIN (T4 BEBAS) DENGAN TUMBUHKEMBANG REMAJA USIA 12-16 TAHUN DI DAERAH GONDOK ENDEMIK RELATIONSHIP

BETWEEN THE LEVELS thyroxine (T4-FREE) ON GROWTH AND DEVELOPMENT IN ADOLESCENTS (12-16 YEARS OLD) IN ENDEMIC GOITER AREA
Zulkhah Noor 1, 2, Djannah Prastuti 1, Retno Puspitaningtyas1, Prima A Kurniawan1,

Dinar D Maharani1
1. Medical Faculty of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2. Physiology Department of Medical Faculty of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Keywords GAKY, Free T4, Growing teenagers

ABSTRACT Iodine deficiency disorders (IDD) are still found in some areas in Yogyakarta. Widodo (2003) revealed that the levels of urinary iodine excretion (IUE) of pregnant women insome areas in Kulon Progo are less than 50 ug / l. Women who lack iodine intake may have had children who had become a teenager. The purpose of this study is to determine and assess differences of free T4 levels and development of adolescents in the endemic goiter area (Karangwuluh, Temon, Kulon Progo) and non endemic goiter area (Lemah Dadi, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul) and free T4 levels relationship with adolescent growth parameters in both region. This research is observational cross-sectional study. Respondents of this study is adolescents aged 12-16 years consised 30 people from Lemah Dadi and 40 people from Karangwuluh. Blood samples was measured free T4 levels and development include antopometri, and sexual growth. Antopometri measured by a standard gauge and used the percentile with age, sexual growth as measured by questionnaires and reconciled at the scale Tanner. Analysis of different data using Mann Whitney test and Spearmann correlation test. The results showed that 92.86% of respondents in Lemah Dadi had hypothyroidism with free T4 levels were 0.57 0.083 ng / dL and 90% in Karangwuluh experienced free T4 levels were 0.59 0.081 ng / dL. The percentage of normal BMI is 85% in Karangwuluh and 65% in Lemah Dadi. Percentage of respondents with normal TKS is 60% in Karangwuluh and 51.7% in Lemah Dadi. The conclusion of this research is is no significant difference free T4 level between these two area (p>0,05). The age of menarche of respondents at Karangwuluh are significantly faster than Lemahdadi (p <0.05. ,Tthere was no significant difference of height, weight, dentition, and sexual growth in these two research areas (p> 0.05). Free T4 levels correlated positively with BMI of respondents in Karangwuluh (p < 0.05, r = 0.076) and regularity of menstrual cycle of respondents in Lemah Dadi (p < 0.05, r = 0.001). Free T4 levels did not correlate with the significance of the other growth parameters.

PENDAHULUAN Hipotiroid menimbulkan berbagai gangguan kesehatan tubuh karena fungsi hormon tiroid sangat luas meliputi sintesis enzim dan reseptor seluler berbagai organ yang sangat diperlukan dalam proses metabolisme energi, tumbuh kembang organ, dan kerja organ dalam melakukan fungsinya. Gangguan Akibat Kekurang Iodium (GAKI) adalah gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. GAKI merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Pada ibu hamil penderita GAKI berat untuk kurun waktu lama (kronik), dampak buruk GAKI mulai terjadi pada kehamilan trimester kedua tetapi masih dapat diperbaiki apabila segera mendapat suplemen zat yodium. Apabila GAKI terjadi pada kehamilan tua (lebih dari trimester kedua), dampak buruknya tidak dapat diperbaiki ,artinya kelainan fisik dan mental yang terjadi pada janin akan menjadi permanen sampai dewasa. Dampak buruk pada janin dan bayi dapat berupa keguguran, lahir mati, lahir cacat, kretin/cebol, kelainan psikomotor dan kematian bayi. Pada anak usia sekolah dan orang dewasa GAKI dapat berakibat pembesaran kelenjar gondok, cacat mental dan fisik. Prevalensi GAKI pada anak usia sekolah pada tahun 1980 adalah 27,7%,prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1988. Walaupun terjadi perubahan yang berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5%. Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional, yang dibiayai melalui Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI), untuk mengetahui dampak dari intervensi program penanggulangan GAKY. Dari hasil survei ini diketahui secara umum bahwa Total Goitre Rate (TGR) angka prevalensi gondok yang dihitung berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba maupun yang terlihat pada anak sekolah berkisar 11,1%1. Penelitian di kabupaten Kulonprogo yang mengukur ekskresi yodium urin (EIU) pada ibu hamil menunjukkan bahwa dari 6 kecamatan di Kulonprogo yang diteliti, 5 kecamatan memiliki jumlah sampel dengan ekskresi yodium urin (EIU) <50 ug/l, sehingga dikategorikan sebagai daerah endemik berat hingga sedang. Beberapa daerah seperti kecamatan Kalibawang, Temon, Samigaluh, dan Girimulyo sebagai daerah endemik ringan menuju endemik sedang. Di kecamatan Temon, tercatat beberapa desa yang memiliki urine yodium yang sangat rendah (<50%) yaitu desa Karangwuluh, Sindutan, Kebonrejo, dan Janten2. Ibu yang kekurangan asupan yodium itu mungkin telah melahirkan anak-anak yang kini memasuki usia remaja. Bagaimana kondisi kesehatan remaja di daerah itu perlu dilakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang akurat tentang derajat hipotiroid dan berbagai parameter tumbuh kembang remaja terdiri dari antopometri (tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuh), dan tumbuh kembang seksual meliputi tanda seks sekunder, usia menarche/spermarche, siklus menstruasi, dan intelligence Quotients (IQ) Penelitian dilakukan di daerah endemik gondok dan non endemik gondok untuk dapat dibandingkan parameter-parameter status tiroid maupun tumbuh

kembang remaja di kedua wilayah tersebut. Dipilih desa Karangwuluh, Temon Kulonprogo sebagai daerah endemik berdasarkan hasil penelitian sebelumnya merupakan desa dengan kadar yodium ekskresi yang rendah terbanyak3. Dipilih dusun Lamah Dadi desa Bangunjiwo Kecamatan Kasihan yang merupakan daerah pedusunan seperti Karangwuluh. Berdasarkan informasi dari Puskesmas Kasihan I yang melakukan survei enndemisitas gondok dengan melakukan pemeriksaan pembesaran leher dan kandungan yodium garam, Kecamatan Kasihan dinyatakan sebagai daerah bebas GAKI. Data yang akurat sangat diperlukan untuk tindakan lanjutan program kesehatan anak mengingat tahapan ini merupakan penentu dalam pembentukan insan yang sehat, handal, dan berkualitas prima untuk menyongsong masa depan yang semakin sulit. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui dan mengkaji perbedaan kadar T4 bebas daerah endemic dan non endemic gondok dan perbedaan berbagai parameter tumbuh kembang remaja terdiri dari IMT dan tumbuh-kembang seksual (usia menarche/spermarche, siklus menstruasi) di daerah gondok endemic di wilayah Yogyakarta. 3. Mengetahui dan mengkaji hubungan kadar T4 bebas dengan berbagai parameter tumbuh kembang remaja terdiri dari IMT dan tumbuh-kembang seksual (usia menarche/spermarche, siklus menstruasi) di daerah gondok endemic di wilayah Yogyakarta BAHAN DAN CARA KERJA Rancang Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian observasional, data diambil secara cross-sectional. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah gondok endemik wilayah Yogyakarta yaitu desa Karangwuluh Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo dan desa Lemah Dadi Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul sebagai daerah non endemic GAKI. Penelitian dilakukan bulan Mei hingga bulan Desember 2009. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah remaja laki-laki dan perempuan usia 12-16 tahun yang menetap di daerah endemik GAKY hingga sekarang, dan bersedia menjadi responden. Sampel sebanyak 40 orang dari Karangwuluh Temon Kulon Progo dan 30 orang berasal dari Lemah Dadi Bangunjowo Kasihan Bantul. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini meliputi 2 macam yaitu: 1. Variable bebas adalah kadar T4 bebas dari daerah gondok endemik dan non gondok endemik. 2. Variabel tergantung adalah IMT dan tumbuh-kembang seksual (usia menarche/spermarche, siklus menstruasi)

Instrumen dan Bahan Penelitian Beberapa instrumen yang digunakan yaitu (1)Kuesioner dan form data berisi data kriteria responden dan parameter yang akan diukur, (2) Alat untuk mengukur berat badan (timbangan), (3) alat untuk mengukur tinggi badan ( stadiometer), (4) kurva pertumbuhan NCHS, (5) alat dan bahan pengambilan sampel darah serta penampungan sampel, (6) ELISA kit dan ELISA Reader untuk pengukuran T4 bebas. Teknik Pengumpulan Data Tahapan penelitian yang dirancang untuk pengumpulan data dimulai dengan perizinan dilanjutkan survey awal dan sosialisasi penelitian pada pihak-pihak terkait. Setelah semua siap, dilakukan pengambilan sampel darah, pengukuran antopometri dan Pengisian kuesioner untuk mengetahui tentang sistem reproduksi remaja meliputi menarke/ spermake dan siklus menstruasi Teknik Analisis Data Data ditabulasi dan di analisis menggunakan analisis yang sesuai. Perbedaan variabel daerah endemik dan non endemik diuji dengan uji beda Mann-Whitney. Uji korelasi Spearmann digunakan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kadar T4 bebas dengan IMT, Uji Chi-Square Tests (Fishers Exact Test) untuk mengetahui korelasi T4 bebas dengan usia menarche, spermarshe, dan siklus menstruasi. HASIL Gambaran Umum Wilayah Lemah Dadi merupakan salah satu dusun di desa Bangunjiwo. Letak Lemah Dadi berada di sebelah utara Kabupaten Bantul. Sebelah utara Lemah Dadi berbatasan dengan dusun Watulangkah Kecamatan Gamping, sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Sribitan desa Bangunjiwo, sebelah timur berbatasan dengan dusun Ngentak Bangunjiwo, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan dusun Temuwuh Kidul Kecamatan Gamping. Luas dusun lemah Dadi 99,8850 ha yang terdiri dari 7 RT. Jumlah penduduk Lemah Dadi 1213 jiwa. Sebagian besar masyarakat Lemah Dadi tergolong dalam ekonomi menengah ke bawah. Desa Karangwuluh merupakan salah satu wilayah yang berada di Kabupaten Kulon Progo, Kecamatan Temon. Desa Karangwuluh termasuk wilayah dataran rendah serta memiliki luas wilayah 126,125 Ha. Sebelah utara desa tersebut berbatasan dengan desa Hargomulyo Kecamatan Kokap, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Janten Kecamatan Temon, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Palian dan Sindutan Kecamatan Temon serta sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dadirejo Kecamatan Bagelen Kabupaten Kulon Progo. Desa Karangwuluh memiliki 8 Rukun Warga (RW) dan 16 Rukun Tetangga (RT) serta terdiri dari empat dukuh, yaitu Karangwuluh Kidul, Karangwuluh Lor, Candi Wetan dan Candi Kulon. Jumlah penduduk yang ada disana sebesar 1163

orang dengan jumlah remaja 185 orang. Mayoritas warga di Desa Karangwuluh bekerja sebagai petani.

Karakteristik subyek Penelitian Responden dari Dusun Lemah Dadi, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul sebanyak 29 orang dan dari Desa Karangwuluh, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo 40 orang responden. Seluruh responden adalah remaja berusia 12-16 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Status tiroid Hasil penelitian di Lemah Dadi didapatkan responden hipotiroid berjumlah 27 orang (93,10%) dengan rerata kadar T4 bebas 0,5660,082 ng/dL, sedangkan responden dengan status tiroid normal berjumlah 2 orang (6,90%) dengan rerata kadar T4 bebas 0,9670,021 ng/dL. Hasil penelitian di Karangwuluh responden hipotiroid berjumlah 36 orang (90%) dengan rerata kadar T4 bebas 0,5870,082 ng/dL, sedangkan responden dengan status tiroid normal berjumlah 4 orang (10%) dengan rerata kadar T4 bebas 0,8240,017 ng/dL. Uji beda kadar T 4 antara kedua wilayah tersebutdengan uji Mann-Whitney menujukkan nilai p = 0,654. Hasil penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Rerata Status Tiroid serta Uji Beda Mann-Whitney di Lemah Dadi dan Karangwuluh
Status Tiroid Hipotiroid Normal Total (n) p Lemah Dadi Karangwuluh Distribusi Distribusi Rerata Rerata (ng/dL) Frekuensi Frekuensi (ng/dL) 27 (93,10%) 0,5660,082 36 (90%) 0,59 0,081 2 (6,90%) 0,9670,021 4 (10%) 0,82 0,017 29 40 0,654

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Status Tiroid dengan Uji Beda Mann-Whitney
Status Tiroid Hipotiroid Normal p Frekuensi Indeks Massa Tubuh (persentil) di Lemah Dadi Kurus 6 (20,69%) 0 (0%) Normal 20 (68,97%) 2 (6,90%) Gemuk Frekuensi Indeks Massa Tubuh (persentil) di Karangwuluh Kurus Normal 34 (85%) 4 (10%) Gemuk 0 (0%) 0 (0%)

1 2 (3,45%) (5%) 0 0 (0%) (0%) 0,134

Tabel 2 menunjukkan bahwa di Lemah Dadi respoden hipotiroid dengan IMT di bawah persentil normal (kurus) berjumlah 6 orang (20,69%), IMT normal sebanyak 20 orang (68,97%). Responden dengan status tiroid normal berjumlah 2

orang semua dengan IMT normal. Ditemukan 1 orang responden (3,45%) dengan hipotiroid dengan IMT di atas persentil normal (gemuk) di Lemah Dadi.Responden di Karangwuluh dengan hipotiroid dan IMT di bawah persentil normal (kurus) berjumlah 2 orang (5%), sedangkan responden hipotiroid dan IMT normal berjumlah 34 orang (85%). Semua responden dengan status tiroid normal memiliki IMT normal berjumlah 4 orang (10%). Uji korelasi Spearman hasil penelitian di Lemah Dadi diperoleh nilai p = 0,354 dan nilai r = 0,109 dan di Karangwuluh diperoleh nilai p = 0,009 dan nilai r = 0,076. Tumbuh Kembang Seks Sekunder Tabel 3 menujukkan bahwa jumlah anak dengan status hipotiroid yang memiliki Tingkat Kematangan Seksual (TKS) cepat di Lemah dadi sebanyak 10 orang (34,5%) dan di Karangwuluh sebanyak 8 orang (20%), TKS normal di Lemah Dadi sebanyak 15 orang (51,7%) dan di Karangwuluh sebanyak 24 orang (60%), sedangkan TKS lambat di Lemah Dadi sebanyak 2 orang (6,9%) dan di Karangwuluh sebanyak 4 orang (10%). Hasil penelitian menujukkan bahwa jumlah anak dengan status tiroid normal yang memiliki TKS cepat di Lemah Dadi tidak ada dan di Karangwuluh sebanyak 2 orang (5%), TKS normal di Lemah Dadi sebanyak 1 orang (3,45%) dan di Karangwuluh tidak ada, sedangkan TKS lambat di Lemah Dadi sebanyak 1 orang (3,45%) dan di Karangwuluh sebanyak 2 orang (5%). Hasil uji beda Mann-Whitney Test menunjukkan nilai p = 0,424 berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara TKS remaja di daerah Lemah Dadi dan Karangwuluh. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kematangan Seksual (TKS) Berdasarkan Status Tiroid Tabel

Tabel 4 menujukkan bahwa di Lemah Dadi tidak ada responden hipotiroid dengan usia menarke cepat, sebanyak 17 orang (100%) dengan usia menarke normal. Responden di Karangwuluh terdapat 1 orang (3,7%) hipotiroid dengan menarche cepat, dan sebanyak 22 orang (81,5%) hipotiroid dengan menarche normal, dan tidak terdapat responden hipotiroid dengan menarke lambat Semua responden dengan status tiroid normal di Karangwuluh memiliki usia menarke normal. Hasil uji beda yang menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa nilai p = 0,001, artinya terdapat perbedaan yang bermakna pada usia terjadinya menarke remaja di daerah Lemah Dadi dan Karangwuluh. Hasil uji korelasi dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan di Lemah Dadi tidak dapat ditampilkan. Karangwuluh menunjukkan nilai r = 1,000 dan p memiliki tidak dapat dinilai. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Usia Terjadinya Menarke Berdasarkan Status Tiroid
Status Tiroid Hipotiroid Normal p Usia Terjadinya Menarke di Lemah Dadi Usia Terjadinya Menarke di Karangwuluh

Menarke Menarke Menarke Menarke Menarke Menarke Cepat Normal Lambat Cepat Normal Lambat 0 (0%) 0 (0%) 17 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (3.7%) 0 (0%) 0.001 22 (81.5%) 4 (14.8%) 0 (0%) 0 (0%)

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Usia Terjadinya Spermake Berdasarkan Status Tiroid

Tabel 5 menujukkan bahwa responden hipotiroid dengan usia spermake cepat di Lemah Dadi dan di Karangwuluh tidak ada, usia spermake normal di Lemah Dadi sebanyak 4 orang (57,1%) dan di Karangwuluh sebanyak 8 orang (80%), sedangkan usia spermake lambat di Lemah Dadi sebanyak 2 orang (28,6%) dan Karangwuluh sebanyak 2 orang (20%). Hanya ada 1 responden (14,3%) dengan status tiroid normal di Lemah Dadi dengan usia spermake normal, sedangkan di Karangwuluh tidak ditemukan. Hasil uji beda menggunakan Mann-Whitney Test menujukkan nilai p = 0,691, artinya tidak terdapat perbedaan spermake remaja yang bermakna antara daerah Lemah Dadi dan Karangwuluh.

Tabel 6 menujukkan bahwa responden hipotiroid di Lemah Dadi yang memiliki siklus menstruasi teratur sebanyak 14 orang (82,35%), dan siklus menstruasi tidak normal sebanyak 3 orang (17,65%). Responden hipotiroid di Karangwuluh dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 19 orang (70,4%) dan siklus menstruasi yang tidak teratur sebanyak 4 orang (14,8%). Responden dengan status tiroid normal semua memiliki siklus menstruasi teratur ditemukan di Karangwuluh sebanyak 4 orang (14,8%). Uji beda Chi-Square Tests (Fishers Exact Test) didapatkan nilai p = 0,559, artinya tidak terdapat perbedaan siklus menstruasi remaja yang bermakna antara daerah Lemah Dadi dan Karangwuluh.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi Berdasarkan Status Tiroid


Status Tiroid Hipotiroid Normal p Siklus Menstruasi di Lemah Dadi Teratur (reguler) 14 (82.35%) 0 (0%) Tidak teratur (ireguler) 3 (17.65%) 0 (0%) 0.559 Siklus Menstruasi di Karangwuluh Teratur (reguler) 19 (70.4%) 4 (14.8%) Tidak Teratur (ireguler) 4 (14.8%) 0 (0%)

PEMBAHASAN Status Tiroid Hasil penelitian menunjukkan status tiroid responden adalah hipotiroid dan normal, tidak ditemukan responden dengan status hipertiroid. Tabel 1 menunjukkan bahwa prosentase hipotiroid di Lemah Dadi sebanyak 93.1% dengan kadar T4 bebas sebesar 0,5660,082 ng/dl dan prosentase hipotiroid di Karangwuluh sebanyak 92,1% dengan kadar T4 bebas sebesar 0,59 0,081 ng/dl. Penilaian status tiroid ini berdasarkan nilai normal T4 bebas yang diperiksa dengan metode ELISA yaitu 0.8-2.2 ng/dl. Penelitian sebelumnya mengenai hipotiroid kongenital4 membagi tingkat keparahan hipotiroid; yaitu hipotiroid berat (0,0-0,3 ng/dl), sedang (0,4-0,6 ng/dl) dan ringan (0,7-1,6 ng/dl). Dengan demikian, keparahan hipotiroidism remaja di daerah Lemahdadi dan di Karangwuluh tergolong hipotiroid sedang. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa meskipun hipotiroid, tapi responden tidak memperlihatkan adanya gejala-gejala klinis hipotiroid yang nyata, sehingga masyarakat tidak merasa ada ancaman kesehatan akibat hipotiroid ini. Rendahnya kadar tiroid remaja di Karangwuluh mungkin disebabkan oleh kekurangan Iodium atau sebab lain yang berkaitan dengan sintesis T4, sedangkan rendahnya kadar tiroid di Lemah Dadi yang merupakan daerah bebas endemik

GAKY, mungkin bukan karena defisiensi Iodium tetapi oleh sebab lain yang mengganggu Iodinasi dan sintesis T4. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah hipotiroidism yang terjadi merupakan hipotiroid primer atau sekunder. Beberapa faktor yang dapat menurunkan kadar T4 bebas di kedua wilayah merupakan pembahasan yang sangat penting. Banyak keadaan medis yang dapat menyebabkan turunnya kadar T4 bebas, misalnya kelainan kongenital, tumor pituitari, craniopharyngioma, post cranial irradiation, pituitary irradiation, metastase ke pituitary, pasca pembedahan, empty sella syndrome, Sheehan's syndrome5. Rendahnya kadar tiroid remaja di Karangwuluh diduga karena kelainan kongenital yang merupakan dampak dari hipotiroidism selama dalam kandungan. Selain defisiensi yodium, hipotiroid dapat terjadi karena zat lainnya, misalnya thyosianat dan selenium6. Thiosianat adalah goitrogen yang menghambat iodinasi. Konsumsi makanan yang bersifat goitrogenik seperti kubis juga dapat mempengaruhi kadar tiroksin. Peran selenium dalam interaksi metabolisme yodium adalah pada iodotyronine deiodinase yang berfungsi merubah thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3). Enzim tersebut merupakan selenium-dependent enzymes yang selain merubah T4 menjadi T3, juga merubah T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T37. Pertumbuhan Hasil penelitian di Lemah Dadi dari 27 orang responden (93,10%) yang mengalami hipotiroid, 20 orang responden (68,97%) memiliki IMT yang normal, 6 orang responden (20,69%) memiliki IMT kurang dari normal (kurus), dan 1 orang responden (3,45%) yang memiliki IMT lebih dari normal (gemuk). Hasil penelitian di Karangwuluh dari 36 orang responden (90%) yang mengalami hipotiroid, 34 orang responden (85%) memiliki IMT yang normal dan 2 orang responden (5%) memiliki IMT kurang dari normal (kurus). Hasil uji statistik Mann Whitney terhadap IMT di Lemah Dadi dan Karangwuluh tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan p = 0,134. Nilai IMT diperoleh dengan membandingkan berat dan tinggi badan. Nilai IMT menggambarkan proporsionalitas tubuh. Hasil uji korelasi Spearman untuk daerah Karangwuluh menunjukkan hasil yang bermakna. Wanita dengan eutiroid yang mengalami obesitas memiliki kadar T4 bebas yang lebih rendah daripada wanita yang bertubuh kurus. Setelah dilakukan penyesuaian umur, status merokok, T4 bebas, tetapi tidak untuk TSH ternyata tidak ada korelasinya dengan IMT. Kesimpulan penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara kadar T4 bebas yang berada dalam batas normal dengan IMT pada orang dengan eutiroid, tetapi ada kecenderungan bahwa kadar T4 bebas yang lebih rendah berhubungan dengan obesitas pada subyek dengan eutiroid 8. Wanita yang mengalami obesitas dengan IMT >40 kg/m2 tanpa komplikasi memiliki kadar TSH serum yang lebih tinggi daripada wanita yang mengalami obesitas dengan IMT <40 kg/m2 (p <0,01). Kesimpulan penelitian tersebut adalah ada hubungan antara TSH dan IMT walaupun fungsi tiroid pada populasi studi ini normal 9.

Indeks masa tubuh berkorelasi positif terhadap TSH serum dan berkorelasi negative dengan T4 bebas serum, serta tidak berkorelasi dengan T3 bebas serum10. Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh beberapa factor. Faktor-faktor tersebut antara lain factor heredo konstitusional , yaitu ras, genetic, jenis kelamin dan kelainan bawaan. Faktor hormonal , yaitu insulin , tiroid, hormon sex dan steroid. Faktor lingkungan selama dan sesudah lahir, meliputi gizi, trauma, sosio ekonomi, iklim, aktivitas fisik, penyakit, dll. Berbagai factor tersebut mempengaruhi responden di masyarakat dengan proporsi yang berbeda-beda sehingga hasil penelitian pada masyarakat membutuhkan subyek yang banyak untuk mendapatkan akurasi hasil yang lebih baik11 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden hipotiroid dapat mencapai berat badan normal dan responden dengan status tiroid normal dapat memiliki tubuh kurus. Hal ini karena hipotiroid dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat. Lemak dan karbohidrat yang ada cenderung disimpan sehingga menimbulkan penimbunan yang menyebabkan kegemukan, tetapi masih dapat mencapai normal jika ada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi. Berat badan yang kurang (kurus) dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran energi atau karena adanya pandangan modern terhadap badan kurus terutama pada remaja perempuan sehingga pencapaian berat badan yang normal menjadi terhambat. Memasuki masa pubertas, anak perempuan telah mencapai kira-kira 60% berat dewasa12. Volume tiroid dan konsentrasi TSH lebih tinggi pada wanita dengan obesitas; sedangkan konsentrasi T4 bebas dan T3 bebas lebih rendah pada wanita dengan obesitas; tetapi volume tiroid, TSH, T4 bebas, dan T3 bebas masih dalam batas normal. Penelitian ini juga menyatakan bahwa ada hubungan antara volume tiroid dan berat badan, berat lemak tubuh dan lingkar pergelangan tangan Konsentrasi TSH juga berhubungan dengan berat dan berat lemak tubuh Setelah 6 bulan terapi untuk obesitas, maka volume tiroid dan konsentrasi TSH menurun hanya pada wanita yang berat badannya menurun >10%, walaupun secara klinis tidak bermakna13. Tumbuh Kembang Seks Sekunder Responden hipotiroid di Lemah Dadi dan karangwuluh menunjukkan keadaan yang sama, yaitu sebagian besar menunjukkan TKS normal. dan responden eutiroid tidak selalu memiliki TKS normal. Hal ini menunjukan bahwa TKS remaja tidak hanya ditentukan oleh status tiroid. Rendahnya kadar hormon tiroid seseorang dapat mempengaruhi pacu tumbuh seorang remaja (adolescent growth spurt). Apabila saat usia pertumbuhan seorang remaja mengalami kekurangan hormon tiroid, maka dapat menyebabkan keadaan yang disebut dengan kretinism atau kerdil. Kekurangan hormon tiroid hanyalah salah satu sebab yang dapat mengganggu pertumbuhan badan maupun seksual. Masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi TKS pada remaja seperti halnya dengan pertumbuhan badan Responden di Lemah Dadi menujukkan bahwa 100% responden dengan usia menarke yang normal ternyata memiliki status hipotiroid dan Karangwuluh menunjukkan keadaan yang sama yaitu sebesar 81,5% dari total responden. Hasil penilaian ini menimbulkan dugaan bahwa hipotiroid ringan sampai sedang yang

tidak terjadi secara terus menerus pada seorang remaja tidak banyak berpengaruh terhadap usia menarkenya. Usia menarke seseorang baik cepat maupun lambat waktunya, tidak hanya dipengaruhi oleh kadar T4 dalam tubuh namun banyak faktor yang terlibat seperti faktor endogen (kecukupan tidur, leptin) dan faktor eksogen (panca indera). Selain itu, timbulnya menarke juga sangat erat dengan pacu tumbuh tinggi badan. Distribusi frekuensi juga menyatakan bahwa di Lemah Dadi, jumlah anak dengan keadaan hipotiroid serta usia spermake yang lambat yakni sebanyak 2 orang (28,6%), sedangkan di Karangwuluh yakni sebanyak 2 orang (20%). Uji statistik korelasi dengan menggunakan uji Spearman menunjukan tidak terdapat korelasi. Uji beda dengan uji Mann- Whitney antara dua daerah ini menunjukan hasil p = 0,691 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna. Sama halnya dengan usia menarke remaja perempuan, usia spermake pada laki-laki juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Responden hipotiroid di dusun Lemah Dadi, Bantul menunjukan siklus menstruasi teratur sebanyak 14 orang (82,35%), sedangkan Karangwuluh, Kulon Progo sebanyak 19 orang (70,4%), secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna.Uji korelasi dengan menggunakan Lambda di Lemah Dadi menunjukkan nilai p = 0,056 dan r = 0,001 dan di Karangwuluh menunjukkan nilai p = tidak dapat ditampilkan dan nilai r = 0,366, sehingga dapat disimpulkan bahwa di Lemah Dadi terdapat hubungan yang lemah antara kadar T 4 bebas dengan siklus menstruasi. Siklus menstruasi lebih dipengaruhi secara langsung oleh hormon gonadotropin yaitu LH dan FSH walaupun hormon tiroid secara umum sangat berperan. Secara umum tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh ( growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang remaja, merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. Perubahan merupakan ciri utama dari proses biologis pubertas. Sistem regulasi hormon di hipotalamus, pituitary, kelamin (gonad), dan kelenjar adrenal akan menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada masa prapubertas sampai dewasa. Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan yang cepat dari tinggi badan dan berat badan, perubahan komposisi tubuh dan jaringan, timbulnya tandatanda seks primer dan sekunder, sehingga seorang anak laki-laki akan tumbuh dan berkembang menjadi pria dewasa dan anak perempuan kemudian tumbuh dan berkembang menjadi seorang wanita dewasa. Timbulnya ciri-ciri seks sekunder merupakan manifestasi somatik dari aktifitas gonad dan dibagi dalam beberapa tahap yang berurutan, yang oleh Tanner disebut sebagai Sexual Maturity Rating (SMR) atau Tingkat Kematangan Seksual (TKS). Terdapat 5 tahap pertumbuhan fisik dari prapubertas (TKS 1) ke dewasa (TKS 5), yang disebut dengan Tanner Stages. Memasukkan rambut pubis

ke dalam criteria, agak kurang valid bila dibandingkan dengan kriteria genital dalam menilai maturasi seksual, karena pertumbuhan rambut pubis lebih berkaitan dengan kelenjar adrenal (istilahnya adrenarche, pubarche atau spermache) daripada kelenjar gonad. Adanya hormon androgen adrenal (dehydroepiandrosterone dan dehydroepiandrosterone sulfate) pada umur sekitar 8 tahun, mengakibatkan mulai tumbuhnya rambut pubis yang jumlahnya sekitar beberapa lembar. Walaupun demikian, seringkali aktifitas genital dan adrenal terjadi bersamaan14. TKS berhubungan dengan maturasi pertumbuhan fisik, yang lebih baik diukur dengan umur tulang daripada dengan umur kronologis. TKS juga berhubungan dengan kondisi medic tertentu seperti akne, ginekomasti, skoliosis, dan slipped capital femoral epiphysis, dan peningkatan alkalin fosfatase pada kedua jenis kelamin, serta peningkatan kadar hemoglobin pada remaja laki-laki. Pertumbuhan somatik pada remaja mengalami perubahan dalam ukuran dan umur mulainya remaja, hal ini disebabkan adanya perbaikan gizi dan lingkungan. Terdapat 4 daerah kerja utama hormon yaitu pada tumbuh kembang, reproduksi, mempertahankan lingkungan internal, produksi, penggunaan dan penyimpanan energi. Pertumbuhan melibatkan interaksi antara endokrin dan sistem tulang. Banyak hormone yang mempengaruhi pertumbuhan, termasuk hormon pertumbuhan (GH), tiroksin, insulin, dan kortikosteroid, leptin, hormon paratiroid, 1,25-dihydroxy-vitamin D dan calcitonin. Kelebihan sekresi hormonhormon ini mengakibatkan maturasi yang cepat, sedangkan defisiensi dapat mengakibatkan pubertas terlambat. Tingkat Kematangan Seksual (TKS) dipengaruhi selain oleh hormon seks steroid juga oleh hormon androgen adrenal. Pada remaja perempuan tanda pubertas pertama pada umumnya adalah pertumbuhan payudara stadium 2. Haid pertama (menarche) terjadi pada stadium lanjut dari pubertas dan sangat bervariasi pada umur berapa masing-masing individu mengalaminya, rata-rata pada umur 10,5 15,5 tahun. Hubungan antara menarke dan pacu tumbuh tinggi badan sangat erat, menarke ini pada setiap anak perempuan terjadi bila kecepatan pertumbuhan tinggi badan mulai menurun atau deselerasi. Riwayat reproduksi berhubungan dengan tanda dan gejala disfungsi tiroid secara kronologis. Hanya 31,8% dari subyek hipotiroid dan 35,3% subyek hipertiroid yang memiliki pola menstruasi normal dibandingkan 56,3% subyek eutiroid dan 87,8% kontrol sehat (p < 0,001). Disfungsi reproduksi mungkin berhubungan dengan salah satu gejala gangguan tiroid pada wanita, akan tetapi harus dipikirkan juga penyebab idiopatik15. Pertumbuhan organ seksual laki-laki stadium G2 (Genital 2) terjadi pada rata-rata umur 11,6 tahun (9,5 13,5 tahun). Pembesaran testis sebagai tanda pubertas pertama terjadi pada 98% remaja laki-laki. Ejakulasi pertama terjadi pada TKS 3. Pada TKS 4 umumnya berhubungan dengan fertilitas, tetapi jumlah sperma sama dengan yang terdapat pada TKS 3 (Pardede. Sistem reproduksi wanita memiliki 3 fase kehidupan yaitu prepubertas, reproduksi, dan pascamenopause. Fase-fase tersebut terjadi karena adanya pengaturan hormon dari hipotalamus yang mensekresikan Gonadothropin Releasing Hormone (GnRH). Semakin lama gonadotropin akan meningkat yang disebabkan oleh faktor endogen yaitu kecukupan tidur malam karena terjadi

pemasakan hipotalamus dan leptin yang merupakan substansi yang dihasilkan oleh jaringan lemak yang dapat merangsang hipotalamus menghasilkan GnRH, selain itu peran faktor eksogen juga dibutuhkan yaitu panca indera yang dapat memicu masaknya hipotalamus. Gonadotropin memelihara gonade (ovarium) dan merangsang hormon gonade (estrogen dan progesteron). Menstruasi terjadi apabila terdapat puncak LH (LH Surge). Hipotiroid menyebabkan infertilitas. Rendahnya tiroid akan meningkatkan kepekaan hipotalamus dan hipofisis, khususnya hipotiroidisme primer menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH meningkat. Tyrotrpphin Releasing Hormone merangsang sel laktotrof untuk mensintesis prolaktin (PRL) berlebihan, sedangkan biosintesis PIF (Prolactin Inhibiting Factor) menurun, sehingga wanita dengan hipotiroid mengidap hiperprolaktinemia 16. Meningkatnya kadar PRL plasma menyebabkan wanita dengan hipotiroid akan mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan menimbulkan gangguan siklus haid dari oligomenorea sampai amenorea, dan anovulasi. Pada hipotoridisme pula, jaringan payudara akan lebih peka terhadap PRL, meski pada kadar yang normal sekalipun. Sehingga hiperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hamper selalu menampilkan galaktorea. Pada keadaan ini sering dijumpai sella tursika yang melebar. Selain itu, pada keadaan-keadaan seperti nyeri prahaid, galaktorea atau kadar PRL yang tinggi harus dipikirkan adanya hipotiroid. Bahkan sindrom prahaid yaitu gejolak panas dam keringat dingin yang agresif sering dihubungkan dengan keadaan hipertiroid, padahal sebenarnya sindrom tersebut gejala dari keadaan hipotiroid. Hubungan tingginya kadar PRL dengan hipotiroid dapat dijelaskan akibat tiadanya reaksi umpan balik negative dati T3 dan T4 terhadap hipofisis anterior, maka hipofisis akan mengeluarkan TRH dalam jumlah banyak, hal ini akan memicu selain T3 dan T4 maupun sekresi PRL. Dengan demikian hipotiroid hampir selalu menimbulkan hiperprolaktinemia yang akhirnya akan mengganggu ovarium. Kadar PRL yang tinggi akan menekan sekresi LH dan FSH, sehingga terjadi gangguan pematangan folikel. Di samping itu, PRL yang tinggi juga menyebabkan peningkatan sekresi androgen dari kelenjar adrenal yaitu dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAs). Kadar androgen yang tinggi selanjutnya akan menghambat pematangan folikel. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Prosentase hipotiroid remaja di Lemah Dadi sebesar 93,1% dengan rerata kadar T4 bebas sebesar 0,570,083 ng/dL dan di Karangwuluh sebesar 90% dengan rerata kadar T4 bebas sebesar 0,590,081 ng/dL . Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kadar T4 bebas di Lemah Dadi dan Karangwuluh (p = 0.654).

2. Usia menarche responden di karangwuluh lebih cepat secara signifikan dibanding di Lemahdadi (p<0,05) dan tidak diperoleh perbedaan IMT, tumbuh kembang seksual lainnya di kedua wilayah penelitian

3. Semakin normal kadar T4 maka semakin normal IMT responden di Karangwuluh (p = 0,009, r = 0,076) dan semakin normal kadar T4 bebas maka semakin teratur siklus menstruasi responden di Lemah Dadi (p = 0,056, r = 0,001). Kadar T4 bebas tidak berkorelasi signifikans dengan parameter tumbuh kembang lainnya pada responden di kedua wilayah penelitian.

Saran 1. Pemerintah hendaknya memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan status kecukupan asupan yodium di setiap daerah endemik GAKY dan daerah pedesaan yang rawan gisi sehingga penanganannya lebih tepat sasaran. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar kecukupan asupan Iodium dengan fungsi Tiroid di daerah pedesaan baik teridentifikasi endemic maupun non endemic gondok, dengan polimorfisme tiroksin untuk menentukan gangguan sintesis dan fungsi hormone tiroid di daerah endemic gondok dan pedesaan UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan pada FKIK UMY yang telah mendanai penelitian ini dan memberi fasilitas untuk menggunakan laboratorium penelitian FKIK UMY.

DAFTAR PUSTAKA 1. Indriastuti, W., 2007, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) diakses dari file://F:/GAKY/Dinkes Kulon Progo Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), htm. Januari 2009 2. Widodo, U. S., 2003, Hasil Analisa Pemeriksaan EYU Kabupaten Kulon Progo, Balai Penelitian GAKY Jayan Borobudur, Magelang. 3. Widodo, U. S, 2007, Surveilans GAKY di Kabupaten/Kota, Balai Penelitian GAKY Jayan Borobudur, Magelang. 4. Kempers et all. Neonatal screening for congenital hypothyroidism in the Netherlands: cognitive and motor outcome at 10 years of age. J Clin Endocrinol Metab: 92 (3): 919-9234, 2007. 5. Low basal free T4 (2010). Diakses dari http://www.wrongdiagnosis.com/symptoms/low_basal_free_t4/causes.ht.

6. Thaha, RD, Djunaidi M; Jafar, N., Jafar. Analisis faktor resiko coastal goiter dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001

7. Suyitno H., Narendra, BM., 2002, Pertumbuhan Fisik anak dalam: Narendra, MB., Sularyo, TS., Soetjiningsih, Suyitno, H., Ranuh, IGD., Penyunting Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. 8. Shon, HS. Jung, ED., Kim, SH., 2008, Free T4 is Negatively Correlated with Body Mass Index. In Euthyroid Women. The Korean Journal of Internal Medicine, 23:53-57 9. Iacobellis, G., Ribaudo, MC., Zappaterreno, A., Iannucci, CV., Leonetti, F., 2005, Relationship of Thyroid function with Body Mass Index, leptin, Insulin sensitivity and Adiponectin in Euthyroid Obese Women, J Clin Endocrinol 6:487-91. (2005) 10. Knudsen,N., Laurberg, P., Rasmussen, LB., Blow, I., Perrild, H., Ovesen, L. and Jrgensen, T., 2005, Small Differences in Thyroid Function May Be Important for Body Mass Index and the Occurrence of Obesity in the Population, J Clin Endocrinol Metab Vol. 90, No. 74019-4024 Copyright 2005 by The Endocrine Society 11. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto 12. Sari, R., Balci, MK., Altunbas, H., Karayalcin, U., 2003, The Effect of Body Weight and Weight Loss on thyroid Volume and Function in Obese Women, J Clin Endocrinol Metab 59 (2):258-62(2003) 14.Pardede, N., 2002, Masa Remaja sex Maturity Rate (SMR), Dalam Moersintowati B, Narendra, Titi,S.,Sularyo, Soetjiningsih, Suyitno, H. editor:Gde Ranuh, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Edisi 1, Sagung Seto, Jakarta 15. Joshi JV, Bhandarkar SD, Chadha M, Balaiah D, Shah R. ,1993, Menstrual irregularities and lactation failure may precede thyroid dysfunction or goitre. J Postgrad Med. 1993 Jul-Sep;39(3):137-41. 16. Armada, LD, Carvalho, J.J.,. Breitenbach M.M.D,. Franci C.R and Moura E.G., 2001, Is the infertility in hypothyroidism mainly due to ovarian or pituitary functional changes?Braz J Med Biol Res, September 2001, Volume 34(9)1209-1215 diakses dari http://www.scielo.br/scielo.php? script=sci_arttext&pid=S0100-879X2001000900015

You might also like