You are on page 1of 43

LAPORAN PENDAHULUAN A. TEORI KELUARGA 1. Definisi Beberapa definisi keluarga menurut para ahli: a.

Keluarga adalah unit terecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. ( Jhonsons dan Leny, 2010) b. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ibu dan anaknya ( Suprayitno, 2008) c. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 2010). d. Menurut Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang berkumpul dan tinggal dalam suatu tempat dibawah atap dalam keadaan saling bergantung. 2. Tipe-Tipe Keluarga Macam-macam tipe keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010 Ada beberapa tipe keluarga yakni: 1) Menyatakan bahwa tipe-tipe keluarga dibagi atas keluarga inti, keluarga orientasi, keluarga besar. Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah, sebagai orang tua, atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami istri dan anak mereka baik anak kandung ataupun anak adopsi. 2) Keluarga konjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa ( ibu dan ayah ) dan anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua atau Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan. 3) Selain itu terdapat juga Keluarga luas atau keluarga besar yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya. Keluarga luas ini yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lainyang masih mempunyai hubungan darah meliputi hubungan antara paman,bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek.

Menurut (Suprajitno,2008) Keluarga juga dibedakan menjadi keluarga tradisional dan non tradisional. 1) Tradisional Nuclear Family atau Keluarga Inti: Ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah. Reconstituted Nuclear: Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami atau istri. Tinggal dalam satu rumah dengan anak-anaknya baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Niddle Age atau Aging Cauple: Suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah atau perkawinan / meniti karier. Keluarga Dyad / Dyadie Nuclear: Suami istri tanpa anak. Single Parent: Satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak. Dual Carrier: Suami istri / keluarga orang karier dan tanpa anak. Commuter Married: Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu. Single Adult: Orang dewasa hidup sendiri dan tidak ada keinginan untuk kawin. Extended Family: 1, 2, 3 generasi bersama dalam satu rumah tangga. Keluarga Usila: Usila dengan atau tanpa pasangan, anak sudah pisah. 2) Non Tradisional Commune Family: Beberapa keluarga hidup bersama dalam satu rumah, sumber yang sama, pengalaman yang sama. Cohibing Coiple: Dua orang / satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. Homosexual / Lesbian: Sama jenis hidup bersama sebagai suami istri. Institusional: Anak-anak / orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. Keluarga orang tua (pasangan) yang tidak kawin dengan anak.

3. Ciri ciri Struktur Keluarga Ciri-ciri struktur keluarga ada 3 yaitu : a. Terorganisasi: Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. b. Ada Keterbatasan: Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing -masing. c. Ada perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing - masing. 4. Fungsi dan Peran Keluarga a. Fungsi keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010 1) Fungsi anak. 2) Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3) Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4) Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota kelurga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5) Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia. 6) Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala kelurga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhankebutuhan keluarga, 7) Fungsi rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara menonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya. pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan

8) Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman diantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. b. Peran Keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010 Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut: 1) Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. 2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. 3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. 5. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Suprajitno (2008) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan diatasi. Jika keluarga memiliki keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggal. c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga. 6. Tahap Perkembangan Keluarga Tahap perkembangan keluarga menurut (Friedman, 2010) a. Pasangan Baru Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya. Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya. Tugas perkembangan 1) Membina hubungan intim danmemuaskan. 2) membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial. 3) mendiskusikan rencana memiliki anak. 4) Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri dan keluarga sendiri. b. Keluarga child bearing kelahiran anak pertama

Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur 30 bulan atau 2,5 tahun. Tugas perkembangan keluarga yang penting pada tahap ini adalah: 1) Persiapan menjadi orang tua 2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan kegiatan. 3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan. Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai. c. Keluarga dengan anak pra sekolah Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun. Tugas perkembangan: 1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman. 2) Membantu anak untuk bersosialisasi 3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus terpenuhi. 4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan masyarakat. 5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak. 6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga. 7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang. d. Keluarga dengan anak sekolah Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak. Tugas perkembangan keluarga.

1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan. 2) Mempertahankan keintiman pasangan. 3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga. Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah. e. Keluarga dengan anak remaja Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa. Tugas perkembangan: 1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab. 2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga. 3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga. Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja. f. Keluarga dengan anak dewasa Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tugas perkembangan: 1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar. 2) Mempertahankan keintiman pasangan. 3) Membantu orang tua memasuki masa tua. 4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat. 5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga. g. Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua. Tugas perkembangan 1) Mempertahankan kesehatan. 2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anakanak. 3) Meningkatkan keakraban pasangan. 4) Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya. h. Keluarga usia lanjut Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya meninggal. Tugas perkembangan: 1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan. 2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan. 3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat. 4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat. 5) Melakukan life review. 6) Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini.

C. KELUARGA DENGAN USIA SEKOLAH 1. Definisi Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan yang khusus baik itu kebutuhan fisik, psikologis, sosoial, dan spiritual (Hidayat, 2008). Anak usia sekolah adalah anak usia sekolah dasar yang dimulai dari usia 6 tahun sampai dengan usia 12 tahun (DeLaune dan Ladner, 2008; Potter dan Perry, 2009). Hidayat (2008) mengatakan bahwa anak usia sekolah dimulai dari usia 5 tahun sampai dengan usia 11 tahun. Sedangkan Nursalam dkk (2005) anak usia sekolah dibagi menjadi dua yaitu anak laki laki dimulai dari usia 8 12 tahun dan anak perempuan dimulai dari usia 6 10 tahun. Pada masa anak usia sekolah juga akan terjadi perkembangan yang lebih baik dalam hal perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Potter dan Perry, 2009; Supartini, 2010; Hidayat, 2008). 2. Tumbuh kembang anak Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik / anatomi dan struktur tubuh seperti bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh secara kuantitatif yang dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ organ yang bersifat kualitatif dan dapat dicapai melalui pertambahan kematangan fungsi dari masing masing bagian tubuh (IDAI, 2012 cit Nursalam dkk, 2009; Whalley dan Wong, 2010 cit Hidayat, 2008). 3. Tahapan tumbuh kembang anak Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai tumbuh kembang dan setiap tahap memilki ciri ciri tertentu. Biasanya tumbuh kembang pada masa anak - anak yang paling memerlukan perhatian lebih. Tahapan tumbuh kembang tersebut adalah : a. Masa Pranatal (konsepsi lahir) yang terdiri atas masa embrio / mudigah dimulai dari masa konsepsi 8 minggu, dan masa janin / fetus dimulai dari 9 minggu kelahiran b. Masa pascanatal yang terbagi atas

1) Masa neonatus / usia 0 28 hari yang terdiri atas neonatal dini / perinatal yang dimulai dari usia 0 7 hari, dan neonatal lanjut yang dimulai dari usia 8 28 hari 2) Masa bayi juga terdiri dari masa bayi dini dimulai dari usia 1 12 bulan, dan masa bayi akhir yang dimulai dari usia 1 2 tahun. c. Masa pra sekolah (usia 2 6 tahun) yang terbagi atas masa pra sekolah awal / masa balita dimulai dari usia 2 3 tahun, dan masa pra sekolah akhir dimulai dari usia 4 6 tahun. d. Masa sekolah atau masa pubertas dibagi atas anak perempuan yang dimulai lebih awal dari anak laki laki yaitu usia 6 10 tahun, dan anak laki laki baru dimulai dari usia 8 12 tahun. e. Masa adolesensi atau masa remaja juga dibagi atas anak perempuan yang dimulai lebih awal dari anak laki laki yaitu usia 10 18 tahun, dan anak laki laki baru dimulai dari usia 12 20 tahun (Soejtiningsih, 2012 cit Nursalam dkk, 2009). 4. Tumbuh kembang anak usia sekolah a. Fisik Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah terjadi lebih lambat dibanding setelah lahir, namun pertumbuhan pada anak usia sekolah berlangsung secara terus menerus. Pada anak usia sekolah nampak lebih proporsional bentuknya tubuhnya dibanding dengan anak usia pra sekolah, hal ini disebabkan karena adanya perubahan distribusi dan konsistensi lemak pada tubuh. Pada masa ini anak memiliki tinggi badan meningkat sekitar 5 cm per tahun dan berat badan juga mengalami peningkatan sekitar 2 3,5 kg per tahunnya. (Edelman dan Mendel, 2005 cit Potter dan Perry, 2008). b. Kognitif Perkembangan kognitif pada masa ini, anak mampu berpikir secara logis tentang kondisi yang dialaminya saat ini. Saat usia mereka menginjak sekitar 7 tahun, anak cenderung lebih sedikit egosentris dan mampu berkonsentrasi lebih dari satu aspek situasi dibanding saat usia mereka pada masa pra sekolah. Selain itu anak

juga memiliki kemampuan dalam menempatkan obyek berdasarkan tempat dan ukurannya serta kemampuan mental yang lebih kompleks. Dan saat mereka menginjak usia pertengahan sekolah, anak mulai mampu dalam memecahkan permasalahan (Potter dan Perry, 2008). Anak usia sekolah sebagian besar sudah mampu dan mengerti bahasa yang sedemikian kompleks, memberikan penjelasan dengan interpretasi bagaimana keadaan yang mengganggu dan menakutkan (Wong, 2010). Perkembangan bahasa yang dialami pada anak masa pertengahan sekolah sangat cepat. Rata rata mencapai 300 kosakata seiring dengan pergaulan serta kemampuan membaca sang anak. Anak usia sekolah menerima bahasa sebagai alat untuk menggambarkan dunia secara subyektif dan menyadari bahwa kata kata mempunyai arti yang tidak absolut (Potter dan Perry, 2008). c. Psikososial Dalam hubungannya dengan teman sebaya, anak usia sekolah menyukai sebaya sejenis daripada lain jenis dan terjadi peningkatan identitas kelompok. Masa ini juga mulai terjadi ketertarikan dalam seksualitasnya. Anak akan belajar bekerjasama sama dan bersaing dengan teman sebayanya dalam hal positif, seperti dalam akademik, pergaulan yang dilakukan secara bersama sama. Gambaran diri seorang anak dapat dipengaruhi apabila terjadi perubahan fisik, emosi, dan sosialnya (Supartini, 2012). Dalam masa tumbuh kembang, pola tidur pada setiap anak berbeda beda, semakin dewasa terjadi perubahan pola tidur baik secara kualitas maupun kuantitasnya (Whalley dan Wong, 2007 cit Umeda dan Nawangwulan, 2009).

A. MASALAH KESEHATAN (TUNA RUNGU) 1. Definisi Menurut Hallahan dan Kauffman (2011) memberikan batasan tentang tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa : Hearing impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that range insevety from milk to profound in includis the subsets deaf and hard of hearing. Deaf person in one whos hearing disability precludes successful processing of linguistic

information though audio, with or without a haering aid, has residual hearing sufficient to enable sucxessful processing of linguistic information thoght audition. Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (2010) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang, terutama indra pendengaran. Menurut batasan dari Sri Moerdiani (2012) dalam buku psikologi anak luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembanganya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (2010). Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi medis dan pedagogis sebagai berikut : Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus. ( Salim, 2008). Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO atau lebih besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang dikatakan kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melauli pendengaranya sendiri tanpa atau menggunakan alat bantu dengar. Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa tunarungu adalah suatu istilah umun yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat dan di golongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga tidak dapat memproses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau tanpa alat bantu dengar. Sedangkan orang kurang dengar adalah seseorang yang pada

umumnya

menggunakan

alat

bantu

dengar

sisa

pendengarannya

cukup

memungkinkan keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya. Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin. Atau dengan menggunakan bahasa lain, bahwa anak tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya indra pendengaran sehingga mengalami hambatan dalam perkembanganya. Denagn demikian anak tuna rungu memerlukan pendidikan secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang layak. 2. Faktor predisposisi Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan, sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan Sekolah Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud mengemukakan bahwa : a. b. c. Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal) Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal) Sesudah anak dilahirkan (post natal). a. Klasifikasi tunarungu Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). b. Karakteristik Anak Tunarungu Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak kelemahan-

kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh. Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena merupakan awal untuk belajar bahasa. Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu pula ia tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang dekat darinya. Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan. Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut: a. Fisik Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut : b. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya. c. Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya. d. Gerakan kaki dan tangan yang cepat. e. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa. f. Bahasa dan Bicara

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran. Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai berikut: 1. Fase motorik yang tidak teratur. Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya : Gerakan tangan Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru. 2. Fase meraban (babbling) Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara. Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang mkenjadi proses terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri, karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat. 3. Fase penyesuaian diri. Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara. Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F.

Hallahan dan James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat suara. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar. Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu berkenaan dengan bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya bahasa. g. Intetelegensi Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di klasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal (YukeSiregar, 2004) Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal . h. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi non verbal. i. Kepribadian dan emosi. Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak

tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian.

Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya adalah : 1. Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti : Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan orang lain. Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran sendiri mereka sulit menyusuaikan diri. 2. Mempunyai perasaan takut akan hidup 3. Sikap ketergantungan kepada orang lain 4. Perhatian yang sukar di alihkan 5. Kemiskinan dalam bidang fantasi 6. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem 7. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa 8. Lekas marah dan cepat tersinggung 9. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan. j. Sosial Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26 ) mengemukakan tentang saran untuk mencapai kematangan sosial, yaitu: Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya

Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik. Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan diri sendiri.
c. Prinsip Pembelajaran Umum Dan Khusus Pada Anak Tunarungu

Prinsip pembelajaran umum agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara aktif dan efesien guru perlu memperhatikan prinsipprinsip secara umum sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang berlaku pada siswa pada umumnya, namun demikian, karena di dalam kelas inklusi terdapat siswa berkelainan yang mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial, emosional dan sensor isneurologis dibanding dengan siswa pada umumnya, maka guru yang mengajar di kelas inklusif disamping menerapkan prinsip-prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan siswa. Prinsip-prinsip umum pada pembelajaran anak tuna rungu adalah: 1. Prinsip motivasi guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada anak agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 2. Prinsip latar/konteks guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakancontoh, memanfaatkan sumber belajar yang di lingkungan sekitar, siswa. dan maksimal mungkin menghindari pengulanganpengulanganmateri pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi

3.

Prinsip keterarahan setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harusmerumuskan tujuan secara jelas menetapkan bahan dan alat yangsesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.

4.

Prinsip hubungan sosial dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan, serta interaksi banyak arah.

5.

Prinsip belajar sambil bekerja dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan praktek/percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penilaian, dansebagainya.

6.

Prinsip individualisasi guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap siswa secara mendalam baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuan, kelambanannya dalam belajar, dan perilakunya sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing siswa mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.

7.

Prinsip menemukan guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing siswa untuk terlibat secara aktif baik fisik, mental,sosial dan emosional.

8.

Prinsip pemecahan masalah guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar, dan siswa dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis dan memecahkan masalah yang sesuai dengan kemampuan.

Prinsip Pemecahan Masalah


a.

Prinsip keterarahan wajah siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli), sehingga organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut siswa tuna rungu dengan istilah permata, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip ini menuntut guru ketika member penjelasan hendaknya menghadap ke siswa (face to face). Sehingga siswa dapat membaca gerak bibir guru, karena organ bicaranya

kurang berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapatmemahaminya, maka siswa diminta menghadap guru (face to face) ketika berbicara.

Prinsip keterarahan suara Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/bunyinya. Dengan sisa pendengarannya, siswa hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses belajar-mengajar siswa terutama dalam pembentukan sikap, pribadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya. Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara guru hendaknya menggunakan lafal atau ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah suaranya dikenali siswa. Demikian pula, bagis i s w a y a n g m e n g a l a m i gangguan komunikasi, agar bicaranya selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya terarah. Prinsip keperagaan Siswa tunarungu karena mengalami ganguan organ pendengaran,maka mereka lebih banyak menggunakan indera. 3. Faktor Presipitasi Untuk faktor presipitasi dari gangguan tunarungu belum bisa di pastikan baik karena virus ataupun bakteri, yang jelaskan pada orang yang mengalami gangguan tuna rungu ada bagian dari syaraf pendengaran mau bicara mengalami gangguan sehingga tidak bisa merespon apa yang di sampaikan dan tidak paham apa yang akan dijelaskan. 4. Patofisologi Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Prenatal

Masa Prenatal Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan oleh: Faktor keturunan atau hereditas disebabkna anak mengalami tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara keluarga ada yang tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak berkembang secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput), Cacar air, campak (rubella, german measles) pada waktu ibu sedang mengandung menderita penyakit campak, cacar air, sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak dapat bicara lisan), Toxamela (keracunan darah) apabila ibi sedang mengandung menderita keracunan darah (toxameia) akibatnya placenta menjadi rusak. Hal ini sangat berpengaruh pada janin. Besar kemungkinan anak yang lahir menderita tuna rungu. Menurut Audiometris pada umumnya anak ini kehilangan pendengaran 70-90 dB. Penggunaan obat pil dalam jumlah besar Hal ini akibat menggugurkan kandungan dengan meminum banyak obat pil pengggugur cochlea. Kelahiran premature Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal, jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia (kurangnya zata asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei) Kekeurangan Oksigen (anoxia), adlah anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada inti brain system dan bagal ganglia. Anak yang dilahirkan dapat menderita tuna rungu pada taraf berat. Masa Neo Natal Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis Manusia selain mempinyai jenis darah A-B-AB-0. Juga mempunyai jenis darah factor rh positif dan negative. Kedua jenis rh tersebut masing-masing normal. Tetapi ketidak cocokan dapat terjadi apabila seseorag perempuan berrh negatif kawin dengan seseorang laki-laki ber-rh positif, seperti ayahnya tidak sejenis dengan ibunya. Akibat sel-sel darah itu membentuk anti body yang justru merusak anak. Akibatnya anak menderita anemia (kurang darah) kandngan, tetapi kandunganya tidak gugur, ini dapat mengakibatkan tuna rungu pada anak yang dilahirkan, yaitu kerusakan

dan sakit kuning setelah dilahirkan, hal ini dapat berakibat anak menjadi kurang pendengaran. Anak lahir premature atau sebelum 9 bulan dalam kandungan. Anak yang dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala yang sama dengan anak yang rh nya tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.

Post Natal Sesudah anak lahir dia menderita infeksi misalnya campak (measles) infection atau anak terkena syphilis sejak lahir karena ketularan orang tuanya. Anak dapat menderita tunarungu perseptif. Virus akan menyerang cairan cochlea Meningitis (peradangan selaput otak), penderita meningitis mengalami ketulian yang perseptif, biasanya yang mengalami kelainan ialah pusat syarf pendengaran Tuli perseptif yang bersifat keturunan Ketunarunguan ini akibat dari keturunan orang tuanya Otitis media yang kronis. Cairan otitis media yang kekuning-kuningan menyebakan kehilanagn pendengaran secara konduktif. Pada secretory media akibatnya sama dengan kronis atitis media, yaitu keturunan konduktif Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran tonsil adenoid dapat menyebabkan ketuna runguan konduktif (media penghantar suara tidak berfungsi). Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam.

5. Pathway

Pre natal

Natal

Post natal

Tuli konduktif

Tuli sensori

Suara sebagai gelombang getaran Membran Tympani

Perubahan status kesehatan Stessor pada klien

Degenerasi tulangtulang pendengaran bagian dalam

Koping tidak efektif

Hilangnya sel-sel rambaut pada basal kohlea Penurunan fungsi pendengaran Resiko jatuh

Kurang pengetahua n

Perubahan persepsi sensori : pendengaran

Penurunan pendengaran terhadap rangsangan suara

Kerusakan komunikasi verbal

6.

TANDA DAN GEJALA Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati ( 2010) sebagai berikut: a. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri- ciri : Sukar mendengar percakapan yang lemah Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang kesulitannya Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan penguasaan perbendaharaan kata. b. Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan kelompok Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang terbatas Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.

c.

Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter Perbendaharaan kata terbatas

d.

Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciriciri : Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.

e.

Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas. Memiliki ciri : Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar. Menurut buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa ( SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna runguan yang didasarkan klasifikasi etiologis, klasifikasi anatomos fisiologis, menurut nada yang tak dapat didengar dan menurut saat terjadinya ketuna runguan, Depdikbud ( 1977 : 8 ).

7. a.

Akibat yang ditimbulkan Tuna rungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga bagian bawah b. c. Tuna rungu syaraf (perseptif) adalah ketunarunguan sebagai akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya alat pendengarn telinga bagian dalam Menurut nada yang tak dapat di dengar Tuna rungu nada rendah Tuna rungu nada tinggi Tuna rungu total Menurut terjadinya ketunarunguan d. Tuna rungu yang terjadi saat dalam kandungan (prenatal) Ketunarunguan terjadi akibat keracunan makanan, kekurangan gizi, pengaruh obat obatan dan infeksi virus yang dialami pada masa triwulan pertama menimbulkan kerusakan syaraf, dan jaringan otak.

e.

Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (natal) Segala bentuk ganguan pada saat bayi lahir seperti : Prematuresasi, pinggul sempit, lahir dengan porceps dan berbagai kesulitan saat kelahiran dapat menimbulkan kerusakan syaraf dan jaringan otak.

f.

Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (post natal) Dapat terjadi akibat peradangan selaput otak infeknsi telinga tengah, peradangan gendang telinga dan sebagainya

g.

Ditinjau dari tingkat kehilanagn pendengaran dalam satuan ukuran bunyi ( deciblell/Db ) tuna rungu dibedakan atas : Mereka yang kehilangan pendengaran 90 dB atau lebih (golongan tuli). Batas 90 dB diambil sebagi patokan karena pada tingkat kehilanagn yang demikian si penderita tak akan mampu lagi untuk mendengar suara sendiri Mereka yang kehilangan pendengaran kurang dari 90 dB (golongan kurang dengar). - Kehilanagn pendengaran antara 35-34 dB, termasuk kurang dengar ringan - Kehilangan pendengaran antara 55-69 dB, termasuk kurang dengar sedang.

h.

Ditinjau dari waktu kehilangan pendengaran dibedakan atas: Tuli prabahasa yaitu kehilangan pendengaran, waktu anak berumur kurang dari 2 tahun sebelum menguasai bahasa Tuli purna bahasa yaitu kehilangan pendengaran waktu anak berumur lebih dari 4 tahun, setelah menguasai berbagi bahasa.

8.

Penatalaksanaan medis a. Alat Bantu Dengar ( Hear Aid) Untuk membantu pendengaran digunakan alat bantu berikut : model saku, model telinga belakang, model dalam telinga dan model kaca mata b. c. Untuk membantu pendengaran dalam proses pembelajaran: Hearing Group dan loop Induction System Latihan bina persepsi bunyi dan irama : Anak tunarungu biasanya memiliki gangguan dan hambatan dalam berkomunikasi dan bahasa. Untuk membantunya digunakan alat bantu sebagai berikut: Cermin, alat latihan meniup (seruling,

terompet,kapas, peluit), alat musik perkusi, sikat getar, lampu aksen, meja latihan wicara, Speech and Sound Simulation, Spatel. d. Alat Latihan Fisik : untuk mengembangkan kemampuan fisik anak tunarungu. Alat alat yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut: Bola, net voly, bola sepak, meja tenis, raket, net bulu tangkis, suttle cock, power rider, static bycicle e. f. g. h. i. j. SCAN TEST (alat untuk mendeteksi pendengaran) BUNYI BUNYIAN(segala alat yang dapat menimbulkan bunyi) GARPUTALA(pengukur tinggi nada) AUDIOMETER & BLANGKO AUDIOGRAM MOBILE SOUND PROOF Soaud level materi

9.

Pengkajian keperawatan a. Identitis Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat kejadiannya sama. b. Keluhan utama Demam yang mendadak. Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari. c. Riwayat keperawatan 1) Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh 2) Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin 3) Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani. d. Pemeriksaan dan observasi Fisik, keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Review of sistem : 1. Sistem pernafasan

Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada 2. Sistem cardiovaskuler Perdarahan, anemia, demam, bradikardia. 3. Sistem persyrafan Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah.fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis 4. Sistem perkemihan Oligoria, azometmia,perdarahan adernal 5. Sistem pencernaan Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana 6. Sistem muskoloskletal Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang teresebar pada badan. Pretibial.

Pengkajian tentang pembelajaran anak Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini dapat dipenuhi, yaitu: 2. Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak tunarungu dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak tunarungu mampu mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa harus menjadi penonton di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak tunarungu hanya sebagai hiasan di kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru. 3. Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi. 4. Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang diberikan dapat dipahami dengan mudah.

5.

Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.

6. 7.

Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus. Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus. Jika persyaratan diatas telah dipenuhi, maka selanjutnya pembelajaran di kelas

inklusi bagi anak tunarungu dapat dilakukan. Pembelajaran tunarungu yang paling utama dan terutama adalah pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa ini diperoleh melalui percakapan. Untuk mencapai kepada pembelajaran yang bermakna bagi tunarungu dibutuhkan pendekatan khusus yaitu metode maternal reflektif (MMR). Pembelajaran bagi tunarungu berbeda dari pembelajaran yang ada pada umumnya. Hal ini dikarenakan tunarungu tidak dapat menerima informasi melalui pendengarannya dan untuk itu maka diperlukan adanya visualisasi untuk lebih memudahkan tunarungu menyerap informasi. Melalui metode maternal reflektif ini tunarungu diolah bahasanya. Mulai dari mengeluarkan suara, mengucapkan kata dengan benar sesuai dengan artikulasinya, hingga tunarungu mampu berkomunikasi dengan menggunakan beberapa kalimat yang baik dan benar.Secara garis besar, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ini terdiri atas kegiatan percakapan, termasuk di dalamnya menyimak, membaca dan menulis yang dikemas secara terpadu dan utuh. Dengan ini anak memahami dan dapat menemukan sendiri kaidah-kaidah percakapan. 1. Kegiatan Percakapan Kegiatan percakapan menjadi ciri utama dalam menggunakan metode maternal reflektif, karena penyampaian materi ajar semua bidang studi dilakukan melalui percakapan. Dalam metode ini dikenal dua jenis percakapan, yaitu percakapan dari hati ke hati atau conversation form heart to heart dan percakapan linguistik atau linguistic conversation (Uden, 1977).Percakapan dari hati ke hati merupakan percakapan yang spontan, fleksibel untuk mengembangkan empati anak. Ungkapan yang dimaksud anak melalui katakata atau suara yang kurang jelas, gesti atau gerakan-gerakan lainnya dan isyarat ditangkap oleh guru(seizing method) dan dibahasakan sesuai dengan maksudnya kemudian meminta anak untuk mengucapkannya kembali (play a

double part). Namun dalam kegiatan ini guru tetap menjaga lajunya percakapan dan pertukaran yang terjadi di antara anggota yang bercakap (anak dengan anak atau anak dengan guru) misalnya berupa persetujuan, penyangkalan, imbauan, atau komentar atau pertanyaan untuk memperjelas pesan komunikasi. Membaca dan menulis penyandang tunarungu dikembangkan melalui percakapan. Pada awalnya perilaku berbahasa mereka berada pada taraf pengungkapan diri melalui gesti atau gerakan-gerakan lainnya, isyarat, dan suara-suara yang kurang jelas maknanya yang kemudian dibahasakan oleh guru melalui seizing method dan play a double part. Anak menerima masukan bahasa tersebut melalui membaca ujaran dan atau melalui pemanfaatan sisa pendengarannya. Ungkapan-ungkapan bahasa yang belum ditangkap secara sempurna dari diucapkannya dalam kegiatan percakapan itu dituliskan atau divisualkan dalan bentuk tulisan yang kemudian dibacanya. Bacaan visualisasi hasil percakapan dipahami anak secara global intutif karena apa yang ditulisi dan dibacanya merupakan ide-ide mereka sendiri. Oleh karena itu membaca merupakan ide-ide mereka sendiri. Oleh karena itu membaca permulaan pada anak tunarungu menurut MMR merupakan membaca ideo visual. Pengenalan bunyi fonem (vokalisasi dan konsonan) diberikan menyatu dalam kata dan pengucapannya sehingga lebih bermakna yang pada akhirnya anak mengenal huruf, kata, cara pengucapan, dan cara penulisannya. Dengan demikian dapat diaktakan bahwa perkembangan kemampuan berbahasa anak berlangsung secara serempak. Pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi bagi guru reguler hendaknya mengikuti teknik atau kaidah-kaidah guru sekolah luar biasa dalam membelajarkan anak tunarungu, prinsip-prinsip MMR harus dipahami oleh guru reguler, sehingga sekalipun di dalam kelas regular anak tunarungu tetap dilibatkan dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Kemampuan guru dalam melibatkan anak tunarungu dalam proses pembelajaran memang tidak semudah membelajarkan anak-anak yang mendengar, dikarenakan setiap kata yang diucapkan oleh guru harus dimengerti dan dipahami anak terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam substansi materi yang akan diberikan. Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi haruslah benar-benar terprogram dan selalu berbasis pada pengembangan bahasa anak yang dilakukan secara

berkesinambungan, karena tanpa bahasa yang dikuasai anak tunarungu, maka pembelajaran di kelas inklusi tidak akan bermanfaat. 2. BKPBI dan Bina Wicara Sebagai Pendukung dalam Pembelajaran Tunarungu di Sekolah Inklusi Ruang Khusus untuk kegiatan pembelajaran yang sebaiknya dilengkapi dengan medan pengantar bunyi (sistem looping) Perlengkapan terdiri atas perlengkapan nonelektronik dan perlengkapan elektronik Alat-alat penunjang yaitu perlengkapan bermain Tenaga khusus pelaksana BKPBI hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memiliki latar belakang pendidikan guru anak tunarungu, memiliki dasar pengetahuan tentang musik, dan memiliki kreativitas dalam bidang seni tari dan musik Agar anak tunarungu dapat terhindar dari cara hidup yang semata-mata tergantung pada daya penglihatan saja, sehingga cara hidupnya lebih mendekati anak normal Agar kehidupan emosi anak tunarungu berkembang dengan lebih seimbang Agar penyesuaian anak tunarungu menjadi lebih baik berkat dunia pengalamannya yang lebih luas Agar motorik anak tunarungu berkembang lebih sempurna Agar anak tunarungu mempunyai kemungkinan untuk mengadakan kontak yang lebih baik sebagai bekal hidup di masyarakat yang mendengar. Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) ialah pembinaan dalam penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga sisasisa pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak-anak tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi. Pembinaan secara sengaja yang dimaksud adalah bahwa pembinaan itu dilakukan secara terprogram; tujuan, jenis pembinaan, metode yang digunakan dan alokasi waktunya sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pembinaan secara tidak sengaja adalah pembinaan yang spontan karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang yang hadir pada situasi pembelajaran di kelas, sepeti bunyi motor, bunyi

helikopter atau halilintar, kemudian guru membahasakannya. Misalnya, Oh kalian dengar suara motor ya ? Suaranya brem brem brem benar begitu ?. Kemudian guru mengajak anak menirukan bunyi helikopter dan kembali meneruskan pembelajaran yang terhenti karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang tadi Secara singkat tujuan BKPBI adalah sebagai berikut : Dalam hal kemampuan berbicara, BKPBI dapat membantu agar anak tunarungu dapat membentuk sikap terhadap bicara yang lebih baik dan cara berbicara yang lebih jelas. Sarana BKPBI mencakup : Sekolah yang di dalamnya terdapat anak dalam tunarungu,hendaknya memiliki ruang BKPBI sebagai pendukung

membelajarkan anak tunarungu dalam mengolah bahasanya. Sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat ditingkatkan dan semakin berkembang. Guru berlatarbelakang pendidikan luar biasa kajian tunarungu, sangat diperlukan dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu melalui BKPBI dan Bina Wicara. Untuk itu sekalipun berada di kelas inklusi namun anak tunarungu tetap mendapatkan latihan strong (BKPBI dan Bina Wicara. Strong). BKPBI dan Bina Wicara ini sebaiknya diberikan secara rutin dan terus menerus hingga kosa kata anak bertambah banyak dan pada akhirnya mampu berkomunikasi dengan baik dan benar. Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi yang dipaparkan diatas adalah salah satu contoh bentuk pembelajaran yang memasukan anak tunarungu di kelas regular untuk bersama-sama belajar dengan anak mendengar lainnya namun dalam waktu tertentu anak tunarungu tersebut diberikan latihan-latihan yang mampu membantu anak untuk memperoleh bahasa dan mengolah bahasa yang sudah dimilkinya melalui pendekatan MMR lalu ditunjang dengan latihan strong>BKPBI dan Bina Wicara. Memasukan anak tunarungu ke dalam kelas inklusi tanpa memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut hanyalah sia-sia dan menambah penderitaan anak tunarungu saja. Untuk itu agar tidak menjadi penderitaan anak tunarungu sebaiknya sekolah harus benar-benar memberikan semua kebutuhan anak tunarungu dalam proses pembelajarannya melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan pendekatan MMR melalui percakapan dengan didukung strong BKPBI dan Bina Wicara. Dengan demikian pembelajaran anak tunarungu yang dilakukan di kelas inklusi dapat bermakna, sehingga anak tunarungu keberadaanya di sekolah inklusi bukan hanya sekedar diterima namun juga terlayani secara kebutuhannya yang

terkait dengan kemampuannya untuk berbahasa dan berkomunikasi tanpa harus mendiskriminasikannya. 10. Diagnosa Keperawatan a. b. c. d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarganya Resiko jatuh berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

11. Rencana tindakan

No 1

Diagnosa Keperawatan Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Tujuan dan criteria Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

Visual (Body image, Cognitive Communication enhancement : orientation, Sensory function) speech deficit (Komunikasiperangkat tambahan: defisit pendengaran) Auditory (Cognitive memfasilitasi janji orientation. Communicative untuk mendengar pemeriksaan receptiveability, Distorted yang sesuai thought control ) memfasilitasi penggunaan alat Setelah dilakukan kunjungan bantu dengar, yang sesuai keluarga sebanyak 3 x, pasien mampu meningkatkan mengajarkan pasien bahwa suara komunikasi verbal dengan akan dialami berbedadengan kriteria hasil : penggunaan alat bantu dengar Menunjukkan pemahaman menjaga alat bantu dengar bersih verbal, tulis atau sinyal memeriksa baterai alat bantu respon dengan rutin Menunjukkan pergerakan memberikan satu arah sederhana dan ekspresi wajah yang pada suatu waktu rileks mendengarkan dgn perhatian Menjelaskan rencana menahan diri dari berteriak pada memodifikasi gaya hidup pasien dengan untuk mengakomodasi gangguankomunikasi kerusakan visual dan pindah dekat dengan telinga pendengaran kurang terpengaruh Bebas dari bahaya fisik menghadapi klien secara karena penurunan langsung, berbicara keseimbanganpendengaran, perlahan, jelas, dan ringkas penglihatan dan sensasi menggunakan kata sederhana Memelihara kontak dengan dan kalimat pendek, yangsesuai

sumber komunitas yang tepat

meningkatkan volume suara, yang sesuai mendapatkan perhatian pasien melalui sentuhan memvalidasi pemahaman pesan dengan meminta pasien untuk mengulangi apa yang dikatakan menggunakan kertas, pensil, atau komunikasi komputerbila diperlukan memfasilitasi lokasi sumber daya untuk alat bantu dengar memfasilitasi lokasi telepon diadaptasi untuk tuna rungu. Teaching : disease Process Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab,

Kurang Pengetahuan b/d ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior Setelah dilakukan kunjungan keluarga sebanyak 3 x, pengetahuan pada pasien bertambah dengan kriteria hasil : Dapat membina hubungan saling percaya antara keluarga dan perawat Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan

Coping (koping) Pengambilan keputusan

dengna cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat Nursing Interventian Classification Monitor risiko membahayakan diri

keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Setelah dilakukan kunjungan keluarga sebanyak 3 x, keluarga dapat mengambil keputusan dengan kriteria hasil : Mengungkapkan kemampuan untuk menaggulangi dan meminta bantuan jika perlu Menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah dan ikut serta bermasyaraka Mempertahankan bebas dari perilaku yang destruktif pada diri sendiri maupun orang lain Mengkomunikasikan kebutuhan dan berunding dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan Mendiskusikan bagaimana tekanan kehidupan yang ada melebihi strategi penanggulangan yang normal Menemukan kecepatan penyakit dan kecelakaan

atau orang lain dan tangani secara tepat Amati penyebab tidak efektifnya penaggulangan seperti konsep diri yang buruk, kesedihan, kurangnya ketrampilan dalam memecahkan masalah, kurangnya dukungan, atau perubahan yang ada dalam hidup. Amati kekuatan seperti kemampuan untuk menceritakan kenyataan dan mengenali sumber tekanan Bantu pasien menentukan tujuan yang realistis dan mengenali ketrampilan dan pengetahuan pribadi Gunakan komunikasi empatik, dan dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan ketakutan, mengekspresikan emosi, dan menetapkan tujuan Anjurkan pasien untuk membuat pilihan dan ikut serta dalam perencanaan perawatan dan aktivitas yang terjadwal Berikan aktivitas fisik dan mental yang tidak melebihi kemampuan pasien (misal bacaan, televisi, radio, ukiran, tamasya, bioskop, makan keluar, perkumpulan sosial, latihan, olahraga, permainan) Dorong pasien untuk

Resiko jatuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

menggambarkan tekanan yang dihadapi sebelumnya dan mekanisme penganggulangan yang digunakan Dukunglah perilaku penanggulangan; berikan pasien waktu untuk bersantai Anjurkan penggunaan relaksasi perilaku kognitif (misal terapi musik, guided imagery) Ajarkan teknik relaksasi NOC : Risk Kontrol Environment Management Setelah dilakukan kunjungan (Manajemen lingkungan) keluarga sebanyak 3 x, klien Sediakan lingkungan yang aman tidak dapat terhindar dari resiko untuk pasien injury dengan kriteria hasil : Identifikasi kebutuhan keamanan Klien terbebas dari cedera pasien, sesuai dengan kondisi fisik Keluarga mampu dan fungsi kognitif pasien dan menjelaskan cara/metode riwayat penyakit terdahulu pasien untukmencegah injury/jatuh Menghindarkan lingkungan yang Keluarga mampu berbahaya menjelaskan factor resiko Menempatkan saklar lampu dari lingkungan/perilaku ditempat yang mudah dijangkau personal pasien. Mampumemodifikasi gaya Memberikan penerangan yang hidup untuk mencegah jatuh cukup Menggunakan fasilitas Menganjurkan keluarga untuk kesehatan yang ada menemani pasien. Mampu mengenali Memindahkan barang-barang yang perubahan status kesehatan dapat membahayakan Berikan penjelasan pada pasien dan

tidak melebihi tingkat perkembangan dan usia

keluarga adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito LJ. 2010. Dokumentasi dan Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta Efendi, Ferry Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Friedman, Marilyn. (2008). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. edisi Jakarta : EGC. Komang. 2010. Aplikasi Praktik Asuhan Keperawatan Keluarga . Jakarta: CV. Sagung Seto. Jhonson & Leny. (2010). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika. Onna, D.I. Et al. 2009. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders. Rothrock, C. J. 2012. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta. Soetjiningsih, (2009). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Suherman, (2012). Perkembangan Anak. Jakarta : EGC. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 2011 . Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta. Supartini, (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC. Suprajitno.(2010). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktek . Jakarta : EGC. Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transtruktural. Jakarta: EGC. Sylviana. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Buku 1. EGC. JAkarta

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

Mahasiswa

(Suwarno, S.Kep.,Ns)

(Ina Triharjanti, S.Kep.,Ns)

(Anggit Prakasiwi)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS PADA An. I KELUARGA Bp. S DENGAN TUNARUNGU DI DUSUN SUKOROJO, BANYUROTO, NANGGULAN KULONPROGO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

ANGGIT PRAKASIWI 3212006

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2013

You might also like