You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS DEMAM TIFOID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kegiatan Internship Di Rumah Sakit Umum Kota Mataram

Disusun Oleh: dr. Ni Luh Ariesty Dewiyani

RUMAH SAKIT UMUM KOTA MATARAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

2013

HALAMAN PENGESAHAN DEMAM TIFOID


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kegiatan Internship Di Rumah Sakit Umum Kota Mataram Telah dipresentasikan dan disahkan pada tanggal ... Agustus 2013

Disusun Oleh: dr. Ni Luh Ariesty Dewiyani

Telah Dipresentasikan dan Disetujui pada Tanggal ... Agustus 2013 Dokter Pembimbing

(dr. Devi Rina M. Tarigan)

(dr. Ita Patriani)

I. LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Umur Jenis Kelamin Alamat No. MR : An. Dewi : 7 tahun : Perempuan : Cakra :

Masuk Tanggal : 23 Juli 2013 II. ANAMNESIS Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Demam sejak 1 minggu SMRS : pusing, menggigil, mual-muntah, perut kembung, mencret

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke UGD RSUD Kota Mataram dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengeluh demam timbul perlahan-lahan, meninggi pada malam hari dan turun kembali pada pagi hari tetapi tidak sampai normal, sehingga membuat pasien berkeringat, pusing (+), menggigil (+), batuk (-), pilek (-), perut kembung, mual-muntah (+) 3x sejak sakit, sebanyak gelas belimbing setiap kali muntah, berisi makanan, darah (-). Pasien juga mengeluh mencret 3x sejak 3 hari SMRS dengan konsistensi cair berisi ampas, berwarna kuning kehijauan sebanyak gelas belimbing , tidak menyemprot, lendir (-), dan darah (-). BAK biasa. Riwayat gusi berdarah, mimisan, berak hitam, muntah darah, bercak merah disangkal. Oleh ibunya pasien diberi obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah dirawat karena sakit apapun. Pasien menyangkal pernah trauma (kecelakaan). Pasien menyangkal pernah menjalani operasi karena penyakit apapun.

Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga Lain/Orang Lain Serumah

Pasien menyangkal di dalam anggota keluarga lain/orang lain serumah ada yang mengalami keluhan seperti yang dialami pasien. III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan darah : Frekuensi nadi : Frekuensi nafas : Suhu Data antropometri Berat badan Panjang badan Kepala Mata Hidung Telinga : 21 kg : 120 cm : 110/70 mmHg 100 kali/menit (isi cukup, kuat angkat regular) 26 kali/menit (regular, adekuat) 38,5 C (axilla) : : Tampak sakit sedang Kompos mentis Status Generalis

: Bulat, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, mata tidak cekung : Cavum nasi lapang/lapang, sekret -/: Liang telinga lapang/lapang, serumen -/-

Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkum oral (-) Lidah : Lidah kotor dengan tepi sedikit hiperemis Tonsil : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis Faring : Faring tidak hiperemis Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar Thoraks Dinding thoraks : laterolateral > anteroposterior, retraksi (-) Paru I : pergerakan dinding dada simetris P : vokal fremitus simetris kanan = kiri P : sonor pada kedua lapangan paru A : bunyi nafas dasar vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/ Jantung :

I : iktus kordis tidak terlihat P : iktus kordis teraba A : bunyi jantung I-II normal, gallop (-), murmur (-) Abdomen :

I : perut tampak datar A : bising usus (+) 5x/menit P : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium (+) P : timpani, nyeri ketok (-) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), capillary refill < 2 Kulit : ptechie spontan (-), turgor baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan hematologi tanggal 23 Juli 2013 Darah lengkap LED HB Ht Eritrosit Leukosit Trombosit Hitung jenis Rt Pemeriksaan Widal S. Typhi titer H S. Typhi titer O V. RESUME Anamnesis Perempuan Usia 7 tahun : (+) 1 : 320 : (+) 1 : 320 : 22 mm / jam : 12.5 g/ dl : 31% : 4.58 juta / ul : 10.400 / l : 310.000/l : 0/0/1/44/45/10 : 100/00

Demam sejak 1 minggu yang lalu Menggigil, pusing, mual muntah, mencret, perut kembung BAK normal tidak ada keluhan Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya Keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang serupa

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign Status Generalis Abdomen I : perut tampak datar A : bising usus (+) 5x/menit P : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium (+) P : timpani, nyeri ketok (-) Pemeriksaan Penunjang VI. Leukosit : 10.400 : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Suhu: 38.5 :

Lidah kotor dengan tepi sedikit hiperemis

Hemoglobin : 12.5 Hematokrit : 31% Trombosit : 310.000 : (+) 1 : 320 : (+) 1 : 320

S. Typhi titer H S. Typhi titer O

DIAGNOSA KERJA Demam Tifoid

VII. -

PENATALAKSANAAN Diet lunak IVFD: D5 NS 16 tpm makro MM/: Cefotaxime 3x600 mg Ranitidine 2 x 20 mg

Paracetamol 4 x 1/2 tablet (Po) VIII. PROGNOSIS Dubia ad bonam

II. TINJAUAN PUSTAKA


Definisi
Demam tifoid ( tifus abdominalis, demam enterik ) adalah suatu penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih, disertai gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang merupakan kuman batang Gram negatif, mempunyai flagela, motil, berkapsul, tidak membentuk spora, tumbuh dengan baik pada suhu optimal (suhu tubuh manusia) 37C (15C-41C), dan fakultatif anaerob. 2

Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4C selama satu jam dan 60C selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama. Pada media yang selektif kuman ini memfermentasikan glukosa dan maltosa, namun tidak dapat memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatik (tidak menyebar) Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagel dan bersifat termolabil Antigen Vi = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis

Ketiga jenis antigen trsebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 1,2

Patogenesis
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai di lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu; (1) jumlah kuman yang masuk dan (2) kondisi asam lambung. Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan S.typhi sebanyak 10 - 10 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi S.typhi, kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus. Di usus halus, kuman melekat pada sel-sel mukosa, bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyers patch) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (bakteremia pertama yang asimtomatik). Bakteremia primer ini terjadi 24-72 jam setelah pasien menelan mikroorganisme dan selanjutnya kuman menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan mengakibatkan bakteremia kedua dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari kuman ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Kuman Salmonella di dalam makrofag yang sudah teraktivasi ini akan merangsang makrofag menjadi hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator (sitokin) yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Sepsis dan syok septik dapat terjadi pada stadium ini. 4

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau tanda klinis akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti tifoid pada bayi. Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari tergantung pada jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum, status gizi serta status imunologis penderita. Secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan: 1 1. Demam Berlangsung satu minggu atau lebih dengan pola remiten. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari hingga malam hari. Setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-3 demam turun perlahan.1 Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan.3 2. Gangguan saluran pencernaan Gejala sangat bervariasi. Pada mulut terdapat lidah yang tampak kering, dilapisi selaput tebal dengan putih di tengah sedangkan tepi dan ujungnya kemerahan (coated tongue). Hal ini biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat. Pada perut pasien dapat mengeluh diare, obstipasi atau obstipasi kemudian diikuti episode diare, banyak dijumpai meteorismus dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatosplenomegali.3 3. Gangguan kesadaran Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai koma.3 4. Gejala lain : Rose Spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah pucat yang hilang dengan penekanan, berukuran 1-5 mm, seringkali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.3

Diagnosis

Gambaran klinis demam tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, batkteriologis dan serologis. 2,4 Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. dahulu dikatakan bahwa leukopenia mempunyai nilai diagnostik yang penting, namun hanya sebagian kecil penderita demam tifoid mempunyai gambaran tersebut. Diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit terjadi aneusinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. 4 Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella typhi pada salah satu biakan darah, feses, urin, sumsum tulang ataupun cairan duodenum. Waktu pengambilan sampel sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan bakteriologis tersebut. Misalnya biakan darah biasanya positif pada minggu pertama perjalanan penyakit, biakan feses dan urin biasanya pada minggu kedua dan ketiga, biakan sumsum tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan ataupun pemberian antibiotik sebelumnya. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari.1,3 Hasil pemeriksaan biakan positif dari sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 1,4 a. Telah mendapatkan terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapatkan antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif karena 1-2 hari setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan di dalam darah. b. Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah) bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman.

c. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. d. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, dimana pada saat itu aglutinin semakin meningkat. Waktu pengambilan darah paling baik ialah pada saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik. Hasil pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feses dan urine digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum atau karier. Metode biakan kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan kuman ini sulit dilakukan di tempat pelayanan kesehatan sederhana yang tidak memiliki sarana laboratorium. 2 Pemeriksaan Serologi 1. Uji Widal Sampai saat ini uji Widal merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu : 4 a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman) b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman) c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat. Biasanya antibodi O muncul pada hari ke 6-8 dan H pada hari 10-12 setelah onset penyakit. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan 2 tahun. 2 Peningkatan titer empat kali setelah 1 minggu dapat memastikan demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, tes Widal sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati nilai standar setempat. 1,4

Akan tetapi spesifitas pemeriksaan Widal kurang begitu baik karena serotype Salmonella yang lain juga memiliki antigen O dan H.1 2. TUBEXTF Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.15 Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.9 Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. 5,7

INTERPRETASI HASIL 6 SKALA INTERPRETASI KETERANGAN 2 3 Negatif Borderline Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid Pengukuran tidak dapat disimpulkan Lakukan pengambilan darah ulang 3-5 hari

kemudian 4-5 6 Positif Positif Indikasi infeksi demam tifoid Indikasi kuat infeksi demam tifoid

Diagnosis Banding
Demam Berdarah Dengue Influenza Bronkopneumonia Infeksi saluran kemih Malaria

Sesuai dengan perjalanan penyakit tifoid, permulaan sakit harus dibedakan antara lain :

Penatalaksanaan
Penderita yang dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian,yaitu: 1 Perawatan Diet Obat-obatan

Perawatan Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lalu. Mobilisasi dilakukan sewajarnya sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tifoid yang lain. Mengenai lamanya perawatan di RS sampai saat ini sangat bervariasi dan tidak ada keseragaman, sangat tergantung pada kondisi penderita serta adanya komplikasi selama penyakit berjalan.1 Diet

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin, maupun mineral serta diusahakan makanan yang rendah/bebas selulosa dan menghindari makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita dengan gangguan kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.1 Obat-obatan Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah: 1 Kloramfenikol Kotrimoksasol Ampisilin Amoksisilin Ceftriaxone Cefixime Ciprofloxacin

Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan suatu obat yang paling dikenal dalam pengobatan demam tifoid. Obat ini telah digunakan sejak tahun 1948 dan masih sebagai obat pilihan dibanyak negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk pengobatan demam typoid pada anak, kloramfenikol masih merupakan pilihan utama karena efekif, murah didapat dan dapat diberikan secara oral. Dari beberapa penelitian dilaporkan sekitar 3-8 % strain Salmonella telah resisten terhadap kloramfenikol, kejadian kekambuhan dan pengidap kuman ditemukan pada 2-4 % kasus setelah pengobatan dengan kloramfeikol, serta adanya efek samping berupa depresi sumsum tulang ( tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/ L) dan anemia aplastik. Keadaan tersebut mendorong untuk mencari obat alternatif dalam pengobatan demam tifoid pada anak. Pemakaian yang luas, harga obat yang murah dan pengalaman penggunaan yang banyak merupakan alasan obat ini masih dipakai. 1,2

Dosis obat kloramfenikol 50-100mg/kgBB/24jam iv dibagi dalam 4 dosis selama 1014 hari. Untuk neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25mg/kgBB/hari, selama 10 hari. 1,2 Kekhawatiran terhadap efek supresi sumsum tulang, adanya resistensi obat, alergi terhadap obat mendorong orang mencari obat lain sebagai alternatif. Antimikroba yang ideal untuk demam tifoid mempunyai syarat-syarat sebagai berikut : 8 Murah Dapat diberi peroral Bisa untuk semua kelompok pasien, termasuk anak dan wanita hamil Efektif, cepat menurunkan suhu tubuh Dapat mencegah karier dari kandung empedu Tidak menimbulkan perubahan flora usus Meskipun di Indonesia belum ada laporan yang pasti tentang resistensi terhadap obat terutama Kloramfenikol, namun kita perlu bersiap mencari alternatif obat yang dapat digunakan dalam pengobatan demam tifoid pada keadaan-keadaan khusus seperti multidrug resisten Salmonella typhi, adanya alergi obat, depresi sumsum tulang. Telah dilaporkan bahwa sefalosporin generasi ketiga memberikan hasil yang baik sebagai obat alternatif. 8 Ampisilin dan Amoksisilin Digunakan pada pengobatan demam tifoid terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier. Kelemahannya dapat terjadi skin rash dan diare. Dosis yang dianjurkan adalah : 1 Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari

Ceftriaxone Dosis yang dianjurkan adalah 50-100mg/kgBB/hari, tunggal atau dibagi dalam 2 dosis IV (maksimal 4 gr/hari ) selama 5-7 hari. 1,3 Cefotaxime Dosis yang dianjurkan adalah 50-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis iv. 1

Cefixime Merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan peroral. Secara kimia cara kerja dan toksisitasnya hampir sama dengan penisilin tetapi lebih stabil terhadap betalaktamase bakteri sehingga mempunyai spektrum aktifitas yang lebih luas. Cefixim mempunyai waktu paruh yang panjang dibanding dengan sefalosporin oral lainnya, mempunyai spektrum antimikroba dan daya pemusnah kuman yang lebih luas. Diabsorbsi dari saluran cerna tetapi tidak dipengaruhi oleh makanan meskipun kecepatan absorbsinya menurun bila ada makanan. Cefixime dapat menembus plasenta. Dosisnya pada kasus demam tifoid 20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis perhari selama 8 hari.9 Keuntungan Cefixim pada demam tifoid adalah : mempunyai daya penetrasi ke dalam sel terinfeksi dapat diberi pada anak-anak dapat diberi secara oral Cefixime stabil terhadap betalaktamase dan penisilinase

Fluorokuinolon Fluorokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin diatas, dengan angka penyembuhan mendekati 100% dalam kesembuhan kinis dan bakteriologis, di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian obat ini masih kontroversial dalam pemberian untuk anak mengingat adanya pengaruh buruk terhadap pertumbuhan kartilago. Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari. Penggunaan obatobat ini dianjurkan pada kasus demam tifoid dengan MDR. 2 Kortikosteroid Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan perdarahan usus dan relaps, misalnya bila ditemukan status kesadaran delirium, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kbBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari. 1,2

Komplikasi

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid dibagi atas 2 bagian: 1 1. Komplikasi intestinal ( pada usus halus ) : - perdarahan usus - perforasi usus - ileus paralitik - peritonitis 2. Komplikasi ekstra-intestinal ( di luar usus halus ): - ensefalopati - kolesistitis - meningitis - karier kronik

Komplikasi Intestinal
1. Perdarahan Usus Pada plague Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. 4 Kasus ini lebih jarang terjadi pada anak-anak. Di surabaya dilaporkan terjadi pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3. Diagnosis dapat ditegakkan dengan: 1 Penurunan tekanan darah Denyut nadi bertambah cepat dan kecil Kulit pucat Penurunan suhu tubuh Mengeluh nyeri perut Sangat iritabel Darah tepi : sering diikuti leukosit dalam waktu singkat

2. Perforasi Usus Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga serta lokasi yang paling sering adalah di ileum terminalis. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan radiologis. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tandatanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.1 Pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada rongga peritonium merupakan tanda yang cukup untuk menentukan terdapatnya perforasi usus. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.4 Penatalaksanaan Umumnya diberikan antibiotik sprektum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan usus harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Sebaiknya sebelum dilakukan tindakan pembedahan maka keadaan umum penderita diperbaiki dahulu.4

Komplikasi Ekstra-intestinal
1. Kolesistitis Kolesistitis jarang terjadi pada anak. Bila terjadi umumnya pada akhir minggu kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas. Angka kejadian pada anak berkisar antara 02%. Bila terjadi klesistitis, penderita cenderung menjadi seorang karier. 1 2. Tifoid Ensefalopati Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa: kesadaran menurun, kejang, muntah, demam tinggi dan pemreiksaan cairan otak masih dalam batas normal. Bila disertai kejang-kejang, prognosis biasanya jelek dan bila sembuh, sering diikuti oleh gejala sisa sesuai dengan lokasi yang terkena. 1 3. Meningitis Meningitis disebabkan oleh S. typhi atau spesies Salmonella yang lain lebih sering didapatkan pada neonatus ataupun bayi dibandingkan pada anak, dengan gejala klinis sering

tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Penyebabnya adalah S. havana dan S. Oranenburg. Gejala klinis antara lain : 1 Bayi tidak mau menetek Kejang Letargi Sianosis Panas Diare Kelainan neurologis seperti : opisthotonus, fontanella cembung, refleks memegang menurun, refleks menghisap menurun. Komplikasi tifoid meningitis dapat berupa efusi subdural, ventrikulitis, hidrosefalus. 4. Karier Kronik Tifoid karier adalah seseorang yang tidak menunjukkan gelaja penyakit demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhi di dalam sekretnya. Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan yang tersembunyi, penemua kasus sedini mungkin serta pengobatannya sangat penting dalam hal menurunkan angka kematian. anak jarang menjadi karier bila dibandingkan dengan orang dewasa. Pengobatan karier merupakan masalah yang sulit, kadang-kadang dengan pemberian obat-obatan antimikroba didapatkan kegagalan karena Salmonella typhi bersarang dalam saluran empedu intrahepatik sehingga diperlukan pengobatan kombinasi obat-obatan dan operasi.1

Pencegahan
Usaha terhadap lingkungan hidup 1 Penyediaan air minum yang memenuhi syarat. Pembuangan kotoran manusia yang higienis. Pemberantasan lalat. Pengawasan terhadap penjual makanan.

Usaha terhadap manusia 1 Imunisasi. Menemukan dan mengobati karier. Pendidikan kesehatan masyarakat.

Imunisasi Vaksin yang digunakan ialah : 1,3 1. Vaksin yang terbuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan. Pada pemberian oral tidak memberikan perlindungan yang baik). 2. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty 21a) pada pemberian peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari memberikan perlindungan selama 6 tahun, dengan efek samping 0-5% berupa demam atau nyeri kepala diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun 3. Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi) disuntik secara SC atau IM 0,5 ml dengan booster 2-3 tahun, dengan efek samping demam 0-1%, sakit kepala 1,5-3% dan 7% pembengkakan dan kemerahan pada tempat suntikan memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

Prognosis
Prognosis tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawtan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortallitas yang tinggi.3

III. PEMBAHASAN DAN REFLEKSI KASUS


Seorang anak perempuan umur 7 tahun, BB: 21 kg, PB:120 cm dirawat di RSUD Kota Mataram sejak tanggal 23 Juli 2013 dengan diagnosa kerja demam tifoid. Anamnesa: Demam 1 minggu, timbul perlahan-lahan, meninggi pada malam hari dan turun pada pagi hari. Disertai dengan menggigil, pusing dan mual muntah serta diare. Dari anamnesa: Data mengenai demam mendukung diagnosa demam typoid dimana menurut tinjauan pustaka demam berlangsung selama satu minggu atau lebih. Adanya gejala perut kembung dan mual-muntah selama pasien sakit kurang spesifik untuk penyakit demam tifoid karena banyak penyakit yang dapat disertai dengan perut kembung dan mual muntah. Tidak di diagnosa dengan DBD, karena pada pemeriksaan: trombosit dalam batas normal , tidak ada peningkatan hematokrit 20% dari nilai normal dan tidak ada tanda-tanda perdarahan spontan seperti ptekie, epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena. Dari pemeriksaan fisik:

Pemeriksaan fisik mengarah ke penyakit demam tifoid karena pada pemeriksaan ditemukan gangguan pencernaan seperti diare dan lidah kotor dengan tepi hiperemis. Dari laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium pertama kali dilakukan tes widal pada tanggal 23 Juli 2013, didapatkan hasil S. typhi titer O (1:320) , S.typhi titer H : (+) 1 : 320 dimana hasil tersebut dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Hal tersebut dapat disebabkan karena biasanya aglutinin O muncul pada hari ke 6-8 dan aglutinin H pada hari 10-12 dimana pada saat dilakukan uji widal perjalanan penyakit sudah memasuki hari ke 8 Pemeriksaan H2TL dilakukan untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda yang mengarah ke demam berdarah dengue. Dari pemeriksaan H2TL ( hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit ) tidak didapatkan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit 20 % normal. Jadi diagnosis demam berdarah dengue dapat disingkirkan. Dari penatalaksanaan : Penatalaksanaan untuk kasus demam tifoid secara garis besar terdiri dari perawatan, diet dan pengobatan. Pada pasien ini perawatan diberikan sudah tepat yakni dengan tirah baring sesuai dengan kondisi pasien. Diet yang diberikan berupa makanan yang lunak dan tidak merangsang (pedas, asam) sudah sesuai dengan pedoman tata laksana demam tifoid. Pengobatan yang diberikan dengan menggunakan Cefotaxime sudah sesuai, dosis yang diberikan sebanyak 3 x 600 mg/hari IV sesuai dengan kepustakaan, dalam buku tersebut dosis Cefotaxime pada anak adalah 50-200mg/kgBB/hari. Ranitide diberikan karena pasien mengeluh nyeri tekan pada daerah epigastrium dimana dosis yang diberikan pada pasien adalah 2 x 20 mg/kg sudah sesuai dengan kepustakaan dosis Ranitidine adalah 1 mg/kgbb (IV) dapat diberikan 2-4 kali dalam sehari. Paracetamol diberikan dengan dosis 1 Cth sesuai dengan kepustakaan dimana dalam kepustakan dosis untuk Paracetamol adalah 10-15 mg/kgbb/kali. Pemberian cairan pengganti yang dengan D5NS 16 tetes/menit makro dengan perhitungan : Kebutuhan Cairan : 10 kg I x 100cc = 1000cc

10 kg II x 50cc = 500cc 1 kg x 20cc = 20cc 1520 cc Pada saat pertama kali datang ke UGD suhu tubuh pasie 38,5C Apabila demam + 12% untuk setiap kenaikan 1C (mulai dari 37C) (38,5C-37,5C) x 12% = 1 x 12% = 12% Kebutuhan Cairan = 1520 + ( 1520 x 12% )cc/24 jam = 1520 + 182.4 cc = 1702.4 cc/24 jam Tetesan Makro ( BB>8kg) = cairan x 15 = 1702.4 = 17.73 tetes/menit 24 jam x 60 96 +

pasien masih mau makan dan minum pembulatan tetesan ke bawah = 16 tetes/ menit (makro) Jumlah tetesan cairan yang diberikan pada saat pertama kali pasien datang ke UGD sudah sesuai dengan hasil perhitungan.

IV. KESIMPULAN
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara berkembang. Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik terutama pada anak sehingga dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang ini meliputi pemeriksaan darah tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler. Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan kultur darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX , sudah mulai dirintis penggunaannya di Indonesia. Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia masih tergolong tinggi, oleh karena itu, usaha pencegahan di Indonesia sebaiknya lebih digalakkan untuk menekan angka kesakitan. Begitu pula angka kematian oleh karena demam tifoid di Indonesia, maka sebaiknya penyuluhan tentang pentingnya berobat pada orangorang dengan gejala tifus pada daerah endemik diperlukan untuk mempercepat diagnosis. Penatalaksanaan dari demam tifoid dengan diet rendah serat dan tidak merangsang (pedas asam), perawatan dengan tirah barih sesuai kondisi pasien serta pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Penatalaksanaan pada pasien demam tifoid harus tepat dan sesuai untuk mencegah terjadinya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rampengan TH. Laurentz. Ir. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2008: 46-64. 2. Trihono, Partini P; Praborini, Asti. Pediatrics Update. Badan Penerbit IDAI: Jakarta, 2003, hal 37-45. 3. Soedarmo, Sumarno S. Purwo; Garna, Herry; Hadinegoro, Sri Rejeki; Satari, Hindra Irawan. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2. Badan Penerbit IDAI: Jakarta, 2010: 338-52. 4. Subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM. Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, 2000. 5. http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.doc 6. http://www.kesad.mil.id/content/diagnosis-demam-tifoid 7. http://www.pacbiotekindo.co.id/files/tubex_tf.pdf 8. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/ 9. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/

You might also like