You are on page 1of 19

Panduan Penatalaksanaan Kehamilan dengan PJT di Indonesia Koordinator Sekretaris Anggota : HM.

Sulchan Soefeowan : Hariyasa Sanjaya : Agus Abadi Anantyo Binarso Erry Gumilar D Gulardi Wiknjosastro (alm) Hartono Hadisaputro Haryono Roeshadi Hatta Ansyori IG Putu Surya Jay Tinggogoy Johanes C. Mose Kurdi Syamsuri Made Kornia Karkata Najoan N. Warouw Noroyono Wibowo Rukmono Siswishanto Sarma L. Raja Sofie Rifayani Krisnadi Wim T. Pangemanan

PENATALAKSANAAN KEHAMILAN DENGAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT 1. Tujuan Pedoman Sesuai dengan rekomendasi POGI Maret 2011, tentang perlunya perubahan format buku panduan, maka perlu dilakukan revisi terhadap edisi yang lama dalam hal panduan penatalaksanaan kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT). Panduan klinis praktis ini bertujuan untuk membantu para klinisi dalam penanganan kehamilan dengan PJT dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari setiap prosedur diagnostik maupun penatalaksanaan. 2. Harapan dan Ruang lingkup Pedoman ini disusun dengan harapan dapat dipakai sebagai acuan didalam menangani kasus-kasus kehamilan dengan PJT, sehingga diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi-bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan di masa yang akan datang. Adapun ruang lingkup pedoman penatalaksanaan kehamilan dengan PJT ini meliputi: 1. Definisi pertumbuhan janin terhambat 2. Prevalensi 3. Klasifikasi pertumbuhan janin terhambat 4. Faktor risiko dan Etiologi 5. Skrining dan diagnosis pertumbuhan janin terhambat 6. Dampak pertumbuhan janin terhambat 7. Fetal surveillance/Pemantauan fungsional janin 8. Pengelolaan kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat 9. Syarat-syarat terminasi kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat 10. Therapi lain 11. Pengelolaan kehamilan Preterm dengan Pertumbuhan janin terhambat 3. Pendahuluan dan latar belakang Bayi kecil masa kehamilan (KMK) disebut juga SGA (small for gestational age), sering disamakan dengan bayi PJT (pertumbuhan janin terhambat) atau IUGR (intrauterine growth restriction). Diagnosis bayi KMK dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti, kesalahan dalam pencatatan umur kehamilan (HPHT), bayi kecil tapi sehat, cacat bawaan/ kelainan genetic/ kromosom, infeksi intrauterine, dan PJT. Kurang lebih 80-85% bayi KMK adalah kecil tapi sehat, 10-15% yang sesungguhnya PJT dan sisanya 5-10% adalah janin dengan kelainan kromosom, cacat bawaan atau infeksi intrauterine. (Harkness, 2004; Sheridan, 2005) Janin KMK adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil, atau yang lingkaran perutnya sama atau kurang dari 5 persentil. Sekitar 40% janin tersebut konstitusinya kecil dengan risiko morbiditas dan mortalitas perinatalnya yang tidak meningkat. Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta, dan 20% hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang kurang karena disebabkan oleh kelainan genetik atau kerusakan lingkungan. (Harper, T, 2004). Tidak

semua PJT adalah KMK, dan tidak semua KMK menderita PJT. Hanya 15% KMK badannya kecil karena PJT. (Murray, L, 2004) Perbedaan definisi yang dipakai, kurva standar, ketinggian tempat tinggal, jenis kelamin dan ras seseorang, antara lain yang menyebabkan bervariasinya angka kejadian PJT. Selain angka kejadian PJT yang bervariasi antara 3-10%, yang terlebih penting lagi, angka kematian perinatal bayi-bayi dengan PJT kurang lebih 7-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi normal lainnya. Kurang lebih 26% atau lebih kejadian lahir mati, ternyata berhubungan dengan PJT. (Weiner, 2000) Jika didapatkan estimasi berat badan dan lingkaran perut yang kecil, maka perlu dipertimbangkan 4 hal: 1) umur kehamilan yang salah; 2) janin kecil tapi normal; 3) janin kecil abnormal; atau 4) janin kecil yang mengalami starvasi. Secara klinis PJT dibedakan atas 2 tipe yaitu: tipe I (simetris) dan tipe II (asimetris). Kedua tipe ini mempunyai perbedaan dalam etiologi, terapi, dan prognosisnya. (Lin, 1984; Manning, 1991). Cara-cara pemeriksaan klinis untuk mendeteksi PJT (berupa identifikasi faktor risiko dan pengukuran tinggi fundus uteri) seringkali memberikan hasil yang kurang akurat. Campbell mencatat nilai prediksi positif yang rendah, Positive Predicted Value (PPV) 16% dan Negative Predicted Value (NPV) 20% (Manning, 1991, Campbell, 1974). Peninggian kadar Alfa Feto Protein (AFP) pada janin yang normal (tanpa cacat bawaan) akan meningkatkan kejadian PJT 5-10 kali lebih tinggi. (Weiner, 2000) Umur kehamilan yang salah disebabkan karena: HPHT tidak jelas atau lupa, siklus haid tidak teratur, dan setelah penggunaan kontrasepsi pil atau suntik. Semua ukuran biometri janin kecil simetris, tidak ada kelainan anatomis, volume air ketuban dan aktifitas janin yang normal. Perlu pemeriksaan ulangan setelah 2 minggu, akan didapatkan peningkatan ukuran biometri janin dan kecepatan pertumbuhan yang normal. Janin kecil tapi normal: ibu biasanya konstitusi tubuhnya kecil, pada pemeriksaan USG sama dengan umur kehamilan yang salah. Pada pemeriksaan USG 2 minggu kemudian akan menunjukkan deviasi ukuran-ukuran janin lebih jauh dari normal. Janin kecil abnormal: mungkin didapatkan kelainan anatomis, akibat kelainan khromosom atau karena faktor lingkungan. Janin kecil karena starvasi: ukuran janin asimetris, pengukuran ukuran lingkaran perut, femur dan lingkaran kepala. Pengurangan volume air ketuban dan gerakan janin dan terdapat kelainan aliran darah pada a. uterine dan a. umbilikalis. (Pilu, G, Murray, L 2004)

4. Identifikasi dan asesment berbasis bukti ................................................................................................................................... 5. Definisi-definisi dari istilah yang dipakai (sesuai dengan topik guideline ) A. DEFINISI Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Hal tersebut dapat disebabkan berkurangnya perfusi palsenta, kelainan khromosome, dan faktor lingkungan atau infeksi (Maulik, D). Penentuan PJT juga dapat ditentukan secara USG dimana biometri tidak berkembang secara bermakna setelah 2 minggu.

B.

PREVALENSI Pada penelitian pendahuluan di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571 KMK dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di RS Dr. Sardjito Yogyakarta 6,44%. C. KLASIFIKASI Simetris: ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu, sering disebabkan oleh kelainan khromosome atau infeksi. Asimetris: ukuran badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, sering disebabkan oleh isufisiensi plasenta (Peleg, D, 1998). Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal kehamilan, saat hiperplapsi (biasanya karena kelainan khromosom dan infeksi), akan menyebabkan PJT yang simetris. Jumlah sel berkurang dan secara permanen akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya jelek. Penampilan klinisnya proporsinya tampak normal karena berat dan panjangnya sama-sama terganggu, sehingga ponderal indeksnya normal. Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat kehamilan lanjut, saat hipertrofi (biasanya gangguan fungsi plasenta, misalnya preeklampsia), akan menyebabkan ukuran selnya berkurang, menyebabkan PJT yang asimetris yang prognosisnya lebih baik. Lingkaran perutnya kecil, skeletal dan kepala normal, ponderal indeksnya abnormal. (Wolstenholme, 2000; Peleg, 1998).

I. FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI A. FAKTOR RISIKO Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan faktor-faktor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilannya (Miller,1972; Manakalata,2002) Tetapi kurang akuratnya pemeriksaan klinis dalam meramalkan kejadian PJT pada umumnya disebabkan oleh: 1) kesalahan dalam menentukan umur kehamilan, 2) kesalahan dalam cara pengukuran tinggi fundus uteri, 3) adanya fenomena trimester terakhir, yaitu bayi-bayi yang tersangka PJT pada kehamilan 28-34 minggu, kemudian menunjukan pertumbuhan yang cepat pada kehamilan 36-39 minggu. Tabel 1: Faktor-faktor Risiko PJT 1. Lingkungan sosio-ekonomi rendah 2. Riwayat PJT dalam keluarga 3. Riwayat obstetri yang buruk 4. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah 5. Komplikasi obstetri dalam kehamilan 6. Komplikasi medik dalam kehamilan (Lin CC,1984) Tabel 2 : Faktor-faktor Risiko PJT sebelum & selama kehamilan

1. Faktor yang terdeteksi sebelum kehamilan Riwayat PJT sebelumnya Riwayat penyakit kronis Riwayat APS (Antiphospholipid syndrome) Indeks masa tubuh yang rendah Maternal hypoksia 2. Terdeteksi selama kehamilan Peninggian MSAFP/hCG Riwayat makan obat-obatan tertentu (coumarin, hydantoin) Perdarahan pervaginam Kelainan plasenta Partus prematurus Kehamilan ganda Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan (Manakatala, 2002) B.ETIOLOGI Maternal: hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DM kelas lanjut, hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi, merokok, narkotik, kelainan uterus, dan trombofili. Plasenta dan tali pusat: sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta khronik, plasenta previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar. Infeksi: HIV, Cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, syphilis. Kelainan khromosome/ genetik: trisomy 13, 18, dan 21, triploidy, Turners syndrome, penyakit metabolisme (Harper, T, 2004). Di RS Dr. Soetomo Surabaya penyebab PJT adalah preeklamsia/ Eklamsi 79%, dan hipertensi 17%, 3,4% dari kehamilan dengan KMK di 4 senter fetomaternal menderita cacat bawaan. II.ASPEK KLINIS A. SKRINING Skrining: pada populasi umum skrining dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal (ANC) sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm. Jika ada perbedaan sama atau lebih besar dari 3 cm dengan kurva standard, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). (Harper,T) Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT pemeriksaan USG dilakukan pertama kali pada kehamilan trim I untuk konfirmasi haid pertama yang terakhir (HPM). Kemudian pada

pertengahan trim II (18-20 minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan kehamilan kembar. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32 minggu untuk deteksi gangguan pertumbuhan dan fisiologi brain sparing effect (oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal). Penegakan diagnosis: estimasi berat janin sama atau kurang dari 10 persentil dan lingkaran perut (AC) yang sama atau kurang dari 5 persentil atau FL/AC > 24, atau biometri tidak berkembang setelah 2 minggu.

a. SUSPEK PJT JIKA TERDAPAT SATU ATAU LEBIH TANDA-TANDA DI BAWAH INI : 1. TFU 3 cm atau lebih dibawah normal 2. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK 24 minggu atau < 8 kg pada UK 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30) 3. Estimasi berat badan < 10 persentil 4. HC/AC > 1 5. AFI 5 cm atau kurang 6. Sebelum UK 34 minggu plasenta grade 3 7. Ibu merasa gerakan janin berkurang (MUHC; Guideline) b. DIAGNOSIS 1. Palpasi: akurasinya terbatas, dapat mendeteksi janin KMK sebesar 30%, sehingga perlu tambahan pemeriksaan biometri janin (Evidence III dan IV). 2. Mengukur tinggi fundus uteri (TFU): terbatas akurasinya untuk mendeteksi janin KMK, sensitivitas 56-86%, spesifisitas 80-93%. Dengan jumlah sample 2941, sensitifitas 27%, spesifisitas 88%. Pengukuran TFU secara serial akan meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas (Evidence II dan III). Dengan jumlah sample 1639. TFU tidak meningkatkan luaran perinatal (Evidence Ib). 3. Estimasi berat janin (EFW) dan abdominal circumference (AC) lebih akurat untuk diagnosis KMK. Pada KRT AC<10 persentil untuk memprediksi KMK sensitifitas 72,994,5% dan spesifisitas 50,6-83,8%. Pengukuran AC dan EFW dapat memprediksi luaran perinatal yang jelek (Evidence II). Systematic Review dalam Cohrane database menunjukkan bahwa pemeriksaan USG pada KRR setelah umur kehamilan 24 minggu tiadk meningkatkan luaran perinatal. (Ia). 4. Mengukur volume air ketuban (AFV), Doppler, KTG dan BPS lemah dalam mendiagnosis PJT. Meta analisis menunjukkan bahwa AFI antepartum < 5 cm meningkatkan bedah sesar atas indikasi gawat janin. AFI dilakukan setiap minggu atau 2 kali seminggu tergantung berat ringannya PJT (Evidence I dan III). Doppler pada a, uterine akurasinya terbatas untuk memprediksi PJT dan kematian perinatal. (RCOG, Guideline No.31) Diagnosis tersebut di atas disesuaikan berdasarkan tingkat pengetahuan, skill dan peralatan yang dimiliki baik pada bidan, dokter umum, dokter spesialis obgin atau konsultan fetomaternal.

c. DAMPAK PJT Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi daripada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal adalah : prematuritas, oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatkan angka SC, asfiksia intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi, hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal dipengaruhi beberapa faktor, termasuk: derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil berat badannya makin tinggi angka kematian perinatalnya. Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan tinggi badan dan berat badan bayi preterm KMK yang PJT ketinggalan dibanding bayi preterm Appropriate for Gestational Age (AGA) yang tidak PJT. Bukti epidemiologis menunjukkan adanya SGA dengan meningkatnya risiko dari kejadian kadar lipid darah yang abnormal, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik pada masa dewasa (hipotesis Barker) (Maulik; Harper, 2004; Barker, 1997).

6. Keterbatasan data dalam pedoman .......................................................................................................................... 7. Intervensi I. FETAL SURVEILLANCE / PEMANTAUAN FUNGSIONAL JANIN

Test yang dipergunakan adalah Non Stres Test (NST), Biophisic Score (BPS), Amniotic Fluid Index (AFI) dan Doppler Velocimetry dari a. Umbilikalis atau pembuluh darah lainnya. False Negative Rate (FPR) NST 2-3 per 1000, NPV 99,8% dan False Positive Rate (FPR) 80%. NST dilakukan setiap minggu, dua kali perminggu atau setiap hari, tergantung berat ringannya PJT. BPS efektif untuk memprediksi keluaran perinatal, FNR 0,8 per 1000, NPV 99,9% dan FPR 40%-50%. Pemantauan biometrik janin dengan USG penting untuk menegakkan diagnosis dini PJT, akan tetapi yang lebih penting adalah peranan USG dalam menentukan fungsional janin. Hal ini sangat penting oleh karena akan menentukan etiologi, derajat beratnya PJT, prognosis janin, jenis dan waktu tindakan yang harus diambil. A. Penilaian volume air ketuban : USG dapat digunakan untuk menilai volume air ketuban secara semikuantitatif yang sangat bermanfaat dalam mengevaluasi PJT. Penilaian volume air ketuban dapat diukur dengan mengukur skor 4 kuadran atau pengukuran diameter vertikal kantong amnion yang terbesar. Nilai prediksi oligohidramnion untuk PJT berkisar antara 79-100% (Phelan, 1985; Manning, 1981). Namun demikian volume air ketuban yang normal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan adanya PJT. Janin PJT dengan oligohidramnion akan disertai dengan peningkatan angka kematian perinatal lebih dari 50 kali lebih tinggi (Manning, 1981). Oleh sebab itu oligohidramnion pada PJT diangap sebagai suatu keadaan emergensi dan merupakan indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan pada janin viable.

Kemungkinan adanya kelainan bawaan yang dapat mnyebabkan terjadinya oligohidramnion (agenesis atau disgenesis ginjal) juga perlu diwaspadai (Phelan, 1985; Manning, 1981). AFI <5 cm dan diameter kantong amnion, 2 cm memiliki LR positif sebesar 2,5 dan LR negatif 0,94 dan 0,97 dalam memprediksi volume air ketuban < 5 promil. Suatu penelitian meta analisis yang melibatkan 18 penelitian dengan 10.000 pasien melaporkan bahwa AFI <5 berhubungan dengan peningkatan risiko nilai Apgar 5 menit < 7 (RR:5,2;CI:95%2,4-11,3) (Chauhan, 1999) (Evidence level I dan III, rekomendasi B) (Coomarasamy, 2002) B. Penilaian kesejahteraan janin :

Dengan mengetahui kesejahteraan janin, dapat dideteksi ada tidaknya asfiksia pada janin dengan PJT. Beberapa cara pemeriksaan dapat dikerjakan, antara lain pemeriksaan BPS. Kematian perinatal akibat asfiksi akan meningkat jika nilai skor jumlahnya <4 (Manning, 1991). Hasil penelitian meta analisis melaporkan bahwa penilaian BPS tidak meningkatkan perinatal outcome. Namun pada KRT penilaian BPS memiliki nilai prediksi negatif yang baik. Kematian janin lebih jarang pada kelompok dengan BPS yang normal (Alfirevic, 1997). (Evidence level Ia, rekomendasi A) (Coomarasamy, 2002). Pada pelaksanaanya penilaian BPS sangat menyita waktu dan tidak dianjurkan pada pemantauan rutin Kehamilan Risiko Rendah (KRR) atau untuk surveillance primer janin dengan PJT (Ecidence level IB, rekomendasi A) (Coomarasamy, 2002). C. Pengukuran Doppler Velocimetry

PJT tipe II yang terutama disebabkan oleh infusiensi plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara Doppler USG. Peningkatan resistensi perifer dari kapiler-kapiler dalam rahim (terutama pada HDK) akan ditandai dengan penurunan tekanan diastol sehingga S/D ratio akan naik, demikian juga PI dan RI. Pada akhir-akhir ini Doppler USG dianggap sebagai metode yang paling dini mendiagnosis adanya gangguan pertumbuhan sebelum terlihat tanda-tanda lainnya. Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi dengan pemeriksaan KTG satu minggu kemudian. Hilangnya gelombang diastole (AEDF) akan diikuti dengan kelainan pada KTG 3-4 hari kemudian. Gelombang diastol yang terbalik (REDF) akan disertai dengan peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72 jam (Anandakumar, 1991). Dengan demikian pemeriksaan Doppler USG dapat digunakan untuk mengetahui etiologi, derajat penyakit dan prognosis janin dengan PJT. D. Pemeriksaan pembuluh darah arteri 1. Arteri umbilikalis Pada kehamilan yang mengalami PJT, maka gambaran gelombang Dopplernya akan ditandai oleh menurunnya frekuensi akhir diastolis. Pada preeklampsi dan adanya PJT akan terlihat gambaran gelombang diastolis yang rendah (reduced), hilang (absent), atau terbalik (reversed). Hal ini terjadi akibat adanya perubahanperubahan pada pembuluh darah di plasenta dan umbilikus. Adanya sklerosis yang disertai dengan obliterasi lapisan otot polos pada dinding arteriole vili khorialis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan perifer pada pembuluhpembuluh darah ini. Sampai pada saat ini pemeriksaan arteri umbilikalis untuk

mendiagnosis keadaan hipoksia janin pada kasus preeklampsi atau PJT masih menjadi cara pemeriksaan yang terpilih oleh karena lebih mudah mendapatkannya dan mudah interpretasinya (Sebire, 2003) Hilang (AEDF) atau terbaliknya (REDF) gelombang diastol arteri umbilikalis berhubungan dengan peningkatan kesakitan kematian perinatal. Walaupun kejadian RDS dan NEC tidak meningkat dengan kejadian AEDF/REDF, namum akan disertai dengan peningkatan kejadian perdarahan serebral, anemia dan hipoglikemia. (Karsdorp, 1994). (Evidence level Ia, rekomendasi C) (Coomarasamy, 2002). Doppler Velocimetry pada a. umbilikalis pada KRT merupakan predictor keluaran perinatal. Pulsatility Index (PI), Systolic/Diastolic ratio (S/D ratio) dan Resistence Index (RI) mempunyai sensitifitas 79%, spesifitas 93%, PPV 83%, NPV 91% dan Kappa Index 73%.

2. Arteri serebralis media (MCA) Sirkulasi serebral pada kehamilan trimester I, akan ditandai oleh gambaran absent of end-diastolic flow, kemudian gelombang diastol mulai akan terlihat sejak akhir trimester I. Doppler velocimetry pada serebral janin juga membantu mengidentifikasi fetal compromise pada Kehamilan Risiko Tinggi (KRT). Jika janin tidak cukup mendapatkan oksign akan terjadi central redistribution dari aliran darah dengan meningkatnya aliran darah ke otak, jantung dan glandula adrenal. Hal ini disebut brain-sparing reflux atau brain-sparing effect, yaitu redistribusi aliran darah ke organ-organ vital dengan cara mengurangi aliran darah ke perifer dan plasenta (Abuhamad, 2003). Pada janin yang mengalami hipoksia (PJT), maka akan terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter. Pada keadaan ini, gambaran Doppler akan memperlihatkan adanya peninggian resistensi atau peninggian indeks pulsatilitas arteri umbilikasis yang disertai penurunan resistensi sirkulasi serebral yang terkenal dengan fenomena brain sparing effect (BSE) yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan organ-organ penting lainnya. Pada keadaan hipoksia yang berat, hilangnya fenomena BSE merupakan tanda kerusakan yang irreversible yang mendahului kematian janin. Velositas puncak sistolis MCA merupakan indikator yang baik bagi anemia janin dengan inkompatabilitas rhesus, namun kurang sensitif untuk menegakkan anemia janin pada janin dengan PJT.(Makh, 2003). 3. Cerebroplacental ratio (CPR) Pemeriksaan rasio otak/plasenta (CPR) janin (yaitu nilai PI arteri serebralis media (MCA)/nilai PI arteri umbilikalis) merupakan alternatif lain untuk mendiagnosis PJT. (Bahado-Singh, 1999). Pemeriksaan CPR bermanfaat untuk mendeteksi kasus PJT yang ringan. Janin yang mengalami PJT akibat insufisiensi plasenta sebelum kehamilan 34 minggu seringkali disertai dengan gambaran Doppler arteri umbilikalis yang abnormal. Apabila tejadi gangguan nutrisi setelah kehamilan 34 minggu, bisa terjadi gambaran Doppler arteri umbilikalis masih normal walaupun respons MCA abnormal.

Oleh sebab itu niali CPR bisa abnormal pada janin dengan PJT yang ringan. Setelah kehamilan 34 minggu, nilai indeks Doppler MCA atau CPR yang menurun harus dicurigaiakan adanya PJT walaupun indeks artei umbilikalis masih normal. (BahadoSingh, 1999). Pemeriksaan CPR juga diindikasikan pada janin yang kecil dengan nilai Doppler a. umbilikalis yang normal. Apabila sudah ditemukan AEDF/REDF pada a.umbilikalis, maka pemeriksaan CPR tidak diperlukan lagi.(Harkness, 2004).

E. Pemeriksaan pembuluih darah vena 1. Vena umbilikalis Dalam keadaan normal, pada kehamilan trimester I, terlihat gambaran pulsasi vena umbilikalis sedangkan pada kehamilan >12 minggu gambaran pulsasi ini menghilang dan diganti oleh gambaran continuous forward flow. Pada keadaan insufisiensi uteroplasenta, gambaran pulsasi VU akan terlihat (kembali) pada trimester II-III dan gambaran ini menunjukkan keadaan hipoksia yang berat sehingga sering dipakai sebagai indikasi untuk menentukan terminasi kehamilan.(Loughna,2003) 2. Duktus venosus Duktus venosus (DV) Arantii, pada akhir-akhir ini banyak menarik perhatian para ahli untuk diteliti karena perannya yang penting pada keadaan hipoksia janin. Apabila terjadi keadaan hipoksia, maka mekanisme spingter di percabangan VU ke vena hepatika akan bekerja sebaliknya akan terjadi penurunan resistensi DV sehingga darah dari plasenta (VU) akan lebih banyak diteruskan melalui DV langsung ke atrium kanan dan atrium kiri melalui foramen ovale. Dengan demikian gambaran penurunan resistensi DV yang menyerupai gambaran mekanisme BSE, merupakan petanda penting dari adanya hipoksia berat pada PJT. Dalam keadaan normal, gambaran arus darah DV ditandai oleh adanyan gelombang A dari takik akhir diastol. Jadi, merupakan gambaran bifasik seperti punggung unta. Puncak yang kedua (gelombang A) merupakan akibat dari adanyan kontraksi atrium. Dengan bertambahnya umur kehamilan maka akan terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut : terjadi peningkatan pada time averaged velocity, peak systolic velocity, dan peak diastolic velocity . Sedangkan peak S/D dengan sendirinya akan menetap. Pada keadaan hipoksia seperti pada preeklamsi atau PJT, maka akan terjadi pengurangan aliran darah yang ditandai dengan pengurangan atau hilangnya gambaran gelombang A. Pada hipoksia yang berat bisa terlihat gambaran gelombang A yang terbalik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemeriksaan Doppler DV merupakan prediktor yang terbaik dibandingkan dengan Doppler arteri uterina dan KTG.(Bilardo, 2004). B. PENGELOLAAN 1. Surveillance janin: systematic review dengan meta analisis menunjukkan bahwa Doppler pada a. umbilikalis pada KRT mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal. RI a.

umbilikalis merupakan predictor luaran perinatal yang jelek seperti SGA, Apgar Score yang rendah, KTG yang abnormal dan pH tali pusat yang rendah (Evidence II). Jika SGA dengan Doppler a. Umbilikalis yang normal menunjukkan KMK yang kecil tapi normal.(Evidence II). PI, S/D ratio dan RI mempunyai sensitifitas 79%, spesifisitas 93%, PPV 83% dan NPV 91% Kappa Index 73%. (Evidence II). 2. AFI < 5 cm, single pocket < 2 cm ada hubungannya dengan meningkatnya risiko AS<7 pada 5 menit (RR:5,2;95%CI:2,4-11,3) (Evidence I). Reduksi AFV ada hubungannya dengan meningkatnya mortalitas perinatal disbanding dengan control (Evidence III). 3. BPS: ada bukti bahwa BPS pada KRT mempunyai NPV yang baik, pada BPS yang normal jarang terjadi kematian janin. BPS tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin pada KRR. BPS pada KRT dikerjakan jika Doppler a. umbilikalis abnormal dan mempunyai NPV yang baik. Ada bukti bahwa BPS jarang abnormal jika Doppler a. umbilikalis normal (Evidence Ib). BPS efektif untuk memprediksi luaran perinatal, FNR 0,8 per 1000, NPV 99,9% dan FPR 40-50%. Berlainan dengan NST dan BPS, efektifitas fetal surveillance dengan cara Doppler velocimetry a. umbilikalis pada KRT akan meningkatkan luaran perinatal. Hal ini telah dibuktikan dengan meta analisis, terutama pada PJT karena preeklampsia. 4. KTG: FNR NST 2-3 per 1000. NPV 99,8% dan FPR 80%. NST dilakukan setiap minggu, 2 kali perminggu atau setiap hari tergantung berat ringannya PJT. (RCOG, Guideline No. 31, 2002).

C. PERSALINAN 1. Jika End Diastole (ED) masih ada, persalinan ditunda sampai umur kehamilan 37 minggu. Kapan saat terminasi kehamilan dengan PJT sangat bervariasi. OR untuk AEDF atau REDF untuk kematian perinatal masing-masing 4,0 dan 10,6 dibanding dengan jika End Diastole Flow masih ada. Insidensi RDS dan NEC tidak meningkat pada AEDF atau REDF, tetapi meningkatkan perdarahan otak, anemia atau hipoglikemia (Evidence IIa). 2. Jika AEDF atau REDF surveillance ketat, diberi steroid. Jika surveillance yang lain (BPS, venous Doppler) abnormal segera diterminasi. Jika umur kehamilan > 34 minggu, meskipun yang lain normal, terminasi perlu dipertimbangkan. 3. Pemberian kortikosteoid bila umur kehamilan < 36 minggu untuk mengurangi kejadian RDS (Evid level Ia) 4. Persalinan dilakukan di tempat mana ada sumber daya manusia dan fasilitas resusitasi yang berpengalaman. 5. Monitoring intrapartum dengan KTG 6. Cara persalinan : belum cukup data yang mendukung seksio sesaria efektif pada semua KMK (RCOG), Guideline No.31, 2002). Di 4 senter Fetomaternal di Indonesia 66,2% janin KMK lahir pervaginam, sisanya secara seksio sesaria. Di RS Dr. Soetomo Surabaya persalinan pervaginam 66% seksio sesaria 34%. Dilakukan terminasi kehamilan bila: A. a. Rasio FL/AC biometri 26, janin termasuk PJT berat

b. c. d. e. f.

Doppler velocimetry a atau v umbilikalis (PI 1,8) yang disertai AEDF/REDF AFI 4 BPS memburuk KTG: deselerasi lambat Tambahan: Doppler a. Uterina, MCA, DV.

Terminasi kehamilan mutlak bila: a, b dan c terpenuhi B. Umur kehamilan : g. Umur kehamilan 37 minggu: terminasi kehamilan dengan seksio sesaria atau pervaginam bila Bishop Score 5. h. Umur kehamilan 32-36 minggu: konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dari 50% kasus PJT terutama preeklampsia. i. Umur kehamilan < 32 minggu: perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagian besar kasus berakhir dengan terminasi. j. TERAPI LAIN Bed rest masih dipertanykan manfaatnya, tidak ada perbedaan keluaran janin antara perawatan bed rest dengan perawatan jalan/ambulatoir. Bed rest bisa menyebabkan thromboembolism, makan biaya dan tidak menyenangkan. Nutrisi dengan protein tinggi, balanced energy/protein supplementation (protein < 25% energi total) dapat mengurangi PJT. Kurang bukti bahwa pemberian oksigen, dekompensasi abdomen, obat-obat seperti: Ca channel blocker, beta mimetic dan magnesium menguntungkan dan efektif mencegah PJT. Meta analisis yang melibatkan 13.000 ibu hamil mendapatkan bahwa pemberian aspirin dapat mengurangi kejadian PJT tetapi gagal dalam meningkatkan keluaran perinatal. Pemberian aspirin pada kehamilan risiko tinggi tidak mengurangi kejadian PJT tetapi mengurangi preterm. (Maulik, RCOG, Guideline No. 31, 2002) Menurut The Cochrane Library, Issue 3, 2005, bed rest, nutrisi, oksigen, betamimetic, Ca channel blocker dan hormon belum ada cukup bukti untuk dievaluasi pengaruhnya untuk pengobatan kehamilan dengan janin KMK (Say,L,2005) k. PENGELOLAAN KEHAMILAN PRETERM DENGAN PJT a. 1. 2. 3. 4. 5. Umur Kehamilan < 32 minggu : Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: infeksi, kelainan bawaan atau menurunnya sirkulasi feto-plasenter Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok dan atau narkotik Istirahat tidur miring Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry a. umbilikalis setiap 3 minggu sampai UK 36 minggu atau sampai timbul oligohidramnion BPS setiap minggu termasuk NST, diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama.

6.

Dirawat di Rumah Sakit jika : 1. AFI < 2,5 persentil dengan Doppler velocimetry a. umbilikalis normal 2. Doppler velocimetry a. umbilikalis hilang (AEDF) atau terbalik (REDF) Terminasi jika : 1. Anhydramnion (tidak ada poket) pada UK 30 minggu atau lebih 2. Deselerasi berulang 3. Selama 2 minggu tidak ada pertumbuhan janin dan paru janin sudah masak 4. Doppler velocimtery : AEDF atau REDF b. Umur Kehamilan 32 minggu : 1. Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: kelainan bawaan, infeksi atau menurunnya sirkulasi feto-plasenter 2. Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris 3. Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok dan atau obat narkotika 4. Istirahat tidur miring kekiri 5. Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry a. umbilikalis setiap 3 minggu 6. Setiap minggu dilakukan BPS termasuk NST, diikuti dengan hanya NST saja pada minggu yang sama.

Dirawat di Rumah Sakit jika : 3. AFI 5 cm 4. Atau Equivokal BPS (6/10) Terminasi jika : Oligohidramnion (AFI < 5 cm) 1. Umur kehamilan 36 minggu atau lebih 2. Oligohydramnion pada UK < 36 minggu dikombinasi dengan Doppler velocimetry a. umbilikalis Abnormal Doppler velocimetry a. umbilikalis : 1. Pada UK 36 minggu atau lebih 2. Doppler velocimetry a. umbilikalis REDF setelah 32 minggu 3. Doppler velocimetry a. umbilikalis AEDF setelah 34 minggu, jika AEDF pada < 34 minggu, BPS dua kali seminggu 4. AEDF + abnormal NST 5. AEDF + oligohydramnion Abnormal BPS : 1. Kurang atau sama dengan 4/10 2. Jika BPS equivocal (6/10), dipondokkan dan ulangi 4-6 jam, jika tetap equivocal diterminasi. Pertumbuhan janin yang kurang : Jika tidak ada pertumbuhan selama 2 minggu pemeriksaan USG serial

Anhidramnion (tidak ada poket) Deselerasi berulang. (MUHC Guidelin

9. Penjelasan-penjelasan sesuai dengan nilai-nilai evidens nya 1. Dopller arteri uterina pada pasien dengan thrombofili, riwayat keguguran trimester pertama sebelumnya, pemberian aspirin dosis rendah (75-100 mg/hari) bila terjadi notching bilateral Ib/A 2. Bila notching arteri uterina bilateral menetap sampai uk 24 minggu, terdapat hanya sedikit keuntungan dari pemberian aspirin dosis rendah pada pasienpasien tertentu. Tidak terbukti adanya efek yang buruk..............Ib/A 3. Dua pengukuran AC secara terpisah dilakukan dalam 14 hari, dengan dopller arteri umbilikalis dan arteri cerebri media, untuk menentukan antara fetus kecil dengan berat yang normal, dan yang mengalami hambatan pertumbuhan..............................Ib,Ia/A,B. 4. Penentuan status janin yang paling akurat adalah dengan kombinasi antara Dopller dan biophisikal skor.............................III/B,C 5. Penentuan timing persalinan masih ditentukan oleh penuntun standar lokal, dan pendapat ahli; indikasi yang jelas dari saat persalinan belum dites pada penelitian random.......................................Ib/A 6. Pemberian betametason untuk mengantisipasi persalinan sebelum 34 minggu.................................III/B 7. Cara persalinan ditentukan oleh status janin sebelum onset persalinan sesuai dengan faktor-faktor maternal dan obstetrik.OCT mungkin sangat berguna sebelum induksi. Posisi left lateral decubitus digunakan selama persalinan..............................III/B 10. Isu-isu yang terkait dengan Pedoman ....................................................................................................................................... . 11. Standar Audit/ Manajemen risiko/medikolegal/pitt-fall
Apakah surveillance dan penegakan diagnosis pertumbuhan janin terhambat ini sudah dilakukan sedini mungkin.? Apakah tindakan intervensi yang dilakukan berdampak baik terhadap kelangsungan hidup janin? Apakah sudah dilakukan informed consent yang memenuhi kriteria complite correct clear./ Apakah sudah ada skenario waktu dan cara persalinannya.? Apakah sudah ada persiapan pra, persalinan dan fase neonatal dini untuk menangani bayi-bayi yang dilahirkan prematur dan PJT sebagai konsekwensi dari dilakukannya terminasi kehamilan.? Apakah sudah dilakukan pencatatan medik secara lengkap?

13. Jadual revisi yang akan datang Bila terdapat atau ditemukan penemuan dan teknologi terbaru penanganan PJT maka, buku pedoman ini direvisi setiap tiga tahun sesuai dengan pergantian masa
kepengurusan HKFM

ALOGARITMA Suspect PJT

Fetal Surveilance USG : AFI, Biometri, BPS Dopller: a/v Umbilikalis, DV, MCA, AEDF, REDF NST: Deselerasi

DIAGNOSA PJT Ratio FL/AC 26 Dopller a/v umbilikalis: PI1,8, AEDF, REDF AFI 4 Dopller MCA, DV, a. Uterina Deselerasi lambat Umur Kehamilan

37 mg

32-36 mg

<32 mg

TERMINASI: SC Pervag. Bila PS >5

KONSERVATIF 10 hari

KONSERVATIF

-Oligohidramnion (AFI<5) -Dopller a Umb. Abnormal -BPS abnormal -Anhidramnion

-Anhydramnion -Deselerasi berulang -2 mg tdk ada pertumbuhan -Paru janin matur -Dopller AEDF/REDF

DAFTAR PUSTAKA

Abuhamad, A : Contemporary OB/GYN. Cover Story : Does Doppler U/S improve outcomes in growth-restricted fetus ?. (2003); http://obgyn.adv 100.com/obgyn/article/article, Detail.jsp ?id=114932 Alfirevic Z, Neilson JP. Biophysical profile for fetal assessment in high risk pregnancies. Cochrane Database Syst Rev 1997;(4). American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) : Guideline of intrauterine growth restriction (2000). http://www.guideline.gov/summary/summary.aspx?doc id=3962&nbr=003100&string=1 Anandakumar C, Wong YC, Chia D. Doppler analyst and colour flow maping in Obstetrics.In: Ratnam SS, Soon-chye N, Sen DK. (Eds). Contributions to Obstetrics and Gynecology-Vol 2. Singapore: Longman Singapore Pub. (Pte) Ltd. 1991: 147-53. Bahado-Singh RO, Kovanci E, Jeffres A. The Doppler cerebroplacental ratio and perinatal outcome in intratauterine growth restriction. Am J Obstet Gynecol 1999; 180: 750-6. Baschat AA. Pathophysiology of fetal growth restriction: Implications for diagnosis and surveillance. Obstet Gynaecol Surv 2004;59(8):617-27 Barker, D.J: The long-term outcome of retarded fetal growth. Clin Obstet Gynecol 1997. 40:853- 63. Bilardo, C.M., Wolf, H, Stighter, R.H.: Relationship between monitoring parameters and perinatal outcome in severe, early intrauterine growth restriction. Ultrasound Obstet Gynecol 2004; 23:1 19-25. Campbell, S. The assessment of fetal growth by diaghnostic ultrasounded. Clin. Perinat 1974. 1:507 10.f Chauchan, S.P; Sanderson, M; Hendrix, N.W; Magann, E.F; Devou, L.D: Perinatal Outcame and amniotic fluid index in the antepartum and intrapartum period. A Meta Analysis Am J Obstet Gynecol 1999; 181:174 -8. Coomarasamy A, Fisk NM, Gee H, Robson SC. The investigation and management of smallfor-gestational-age fetus. Guideline No.13. Royal College of Obstetricians and Gynecologists. November 2002. Available from: www.ncl.ac.uk/nfmmg/guidelines/sga%guide.htm Harkness, VF, Mari G, Diagnosis and management of intrauterine growth restriction. Clin Perinat. 2004. 31:743 -64. Harper, T; Lam, G.: Fetal Growth Restriction LastUpdate: August 26, 2004. File://E:/eMedicine-Fetal Growth Restriction Article by Terry Harper, MD.htm

Karsdorp VH, van Vught JM, van Geijn HP, Kostense PJ, Arduini D, Montenegro N, et al. Clinical significance of absent or reversed and diastolic velocity waveforms in umbilical artery. Lancet 1994;344:1664 -4. Li, H, Gudmundsson S, Olofson P.: Prospect for vaginal delivery for growth restricted fetuse with abnormal umbilical artery blood flow. Acta Gynecol Scand 2003; 82:823 -33. Loughna, P.: Intrauterine Growth Restriction : Investigation and Management. Curr Obstet Gynecol. 2003; 13:205 -11. Lin, CC, Evans, M.I.: Intrauterine Growth Retardation. Pathophysiology and Clinical Management. New York. Mc Graw-Hill Book Co. 1984. Makh DS, Harman CR, Baschat AA. Is Doppler prediction of anemia effective in growth retarded fetus? Ultrasound Obstet 112 Gynecol 2003; 22:489 -92. Manakatala, U, Harmeet. Intrauterine Growth Restriction. In; Zutshi, V, Kumar, A, Batra, S. Problem based approach in Obstetrics and Gynecology. New Delhi. Jaypee Brothers Medical Pub Ltd. 2002 P 206-20. Manning F.A., Hill LM, Platt D.: Qualitative amniotic fluid volume determination by ultrasound: Antepartum detection of intrauterine growth retardation. Am J Obstet Gynecol 1981; 139-254 -8. Manning F.A., Hohler, C. Intrauterine growth retardation. Diagnostic, prognostication and management based on ultrasonograph methods. In: Fleischer, A.C., Romero, R, Manning, F.A.; Jeanty, P; James, A.E. (Eds). The principles and Practice of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 4th ed. London: Practice-Hall Internat. 1991. 331-47. Maulik, D; Sicuranza, G; Lysikiewiez, A and Fiqueron, R.: Fetal growth restriction: 3 keys to successful management. File://G:/OBGmanagement-com%20IUGR,thm. Miller, H.E. Fetal growth and neonatal mortality. Pediatrics. 1972. 49:392 -5. MUHC Guidelines for Intrauterine Growth Restriction 4th World Congress Fetal Medicine File://localhost/G:/Intrauterine%20Growth%20Ristriction,%20Office%20of%20Clinical%20Ef fectiveness,%20University%20of%20Missouri%20Health%20Care.htm. Murray, L: Fetal growth Restriction dalam Obstetrics and Gynecology An evidenced-based medicine text for MRCOG International students edition. Ed. David M Luesley and Philip N Baker 2004. Phelan JP, Platt LD, Yeh S. The role 113 of ultrasound assessment of amniotic fluid volume in the management of the post date pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1985; 151:304 -7. Peleg, D; Kennedy, CM and Hunter, SK: Intrauterine Growth Restriction: Identification and Management. August 1998. http://www.aafp.org/afp/980800ap/peleg.html

Pilu, G; Nicolaides, K; Xymenes, R and Jeanty, P: Small for Gestational age. Diagnosis of fetal abnormalities, http://www.centrus.com.br/Diplomat FMF/series FMF/18-23weeks/chapter13/sga-01.html Royal College of Obstetricians and Gynecologists: The investigation and management of the small for gestational age fetus. Guideline No. 31 November 2002. www.reog.org.uk/resources/public/pdf/Small-Gest-Fetus-No.031.pdf Sebire NJ. Umbilical artery Doppler revisited: pathophysiology of changes in intrauterine growth restriction revealed. Ultrasound Obstet Gynecol 2003; 21:419-22. Say, L; Guimezoglu, AM; Hofmeyr, GJ: The Cochrane Library, Issue 3, 2005. http://www.update-software.come/abstract/ab000148.htm Sheridan, C. intrauterine growth restriction. Diagnosis and Management. Aus. Fam. Phisic. 2005. 34:717 -23 Weiner, C.P.; Baschat, A.A. Feta Growth Restriction and Management. In: James, D.K.; Steer, P.J.; Weiner, C.P.; Gonek, B. (Eds). High risk pregnancy. Management options. London WB Saunders 23rd .2000.pp: 291-308. Wolstenhlme, J and Wright, C. 2000 : Gene, chromosome and IUGR. In: Kingdom, J and Baker, P. (Eds): Intrauterine Growth Restriction.

You might also like