Professional Documents
Culture Documents
I. BEBERAPA PENGANDAIAN
a. Kitab Suci adalah Wahyu Allah: Kitab Suci merupakan perwahyuan Sabda Allah yang dengan ilham Roh Kudus disampaikan melalui tulisan penulis kitab, yang ditunjuk oleh Allah untuk menuliskan hanya yang diinginkan oleh Tuhan Tuhan. Namun demikian demikian, ini melibatkan juga kemampuan sang penulis tersebut dalam hal gaya bahasa, cara penyusunan, latar belakang budayanya, dst. Maksud perwahyuan Sabda Allah dalam Kitab Suci: Segala tulisan yang y g diilhamkan Allah memang g bermanfaat untuk mengajar, g j , untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16) agar kita yang menjadi umat-Nya diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. Menafsirkan Kitab Suci dalam konteks Gereja: Otoritas Gereja dalam menafsirkan Kitab Suci: Dei Verbum 9 mengatakan: .Oleh Tradisi Suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, y kepada para pengganti gg mereka, supaya y mereka ini disalurkan seutuhnya dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Penentuan kanon Kitab Suci:
b.
c. d.
e.
a.
b b. c.
d d.
Hubungan H b antara t k ke-empat t arti ti Kitab Kit b Suci: Berikut ini adalah pepatah yang berasal dari Abad Pertengahan tentang arti ke-empat p arti Kitab Suci. Huruf mengajarkan kejadian (literal); apa yang harus kau percaya (alegori); apa yang harus kau lakukan (moral); ke mana kau harus berjalan (anagogi).
2. Bahasa 2 B h perkiraan: ki adalah d l h penggambaran b perkiraan, ki seperti jika dikatakan pembulatan angka-angka perkiraan. Misalnya,Yesus memberi makan kepada lima ribu orang laki-laki (Mat 14: 21; Mrk 6:44; Luk 9:14; Yoh 6:10) dapat berarti kurang lebih 5000 orang, dapat kurang atau lebih beberapa puluh puluh. 3. Bahasa fenomenologis: adalah penggambaran sesuatu seperti yang nampak, bukannya seperti apa adanya. Kita mengatakan matahari terbit dan matahari terbenam terbenam, meskipun kita mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan akibat dari perputaran bumi. Demikian juga dengan ucapan bahwa matahari tidak bergerak (Yos 10: 13-14).
4. Personifikasi/ antropomorfis : adalah pemberian sifat-sifat manusia kepada sesuatu yang bukan manusia, biasanya berkaitan dengan "Yang Ilahi". Contohnya adalah ungkapan wajah Tuhan atau tangan Tuhan (Kel 33: 20-23). 5 H 5. Hyperbola: b l adalah d l h pernyataan t dengan d penekanan k efek f k yang berlebihan, sehingga kekecualian tidak terucapkan. Contohnya, Mat 5: 29-30: "Jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, itu karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, itu karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka." 6. Gaya bahasa puitis: Gaya bahasa ini lebih mnekankan keindahan ungkapan. g p Dalam Kitab Suci bahkan ada kaidah-kaidah tertentu untuk jenis puisi ini, yang biasanya menekankan unsur-unsur keseimbangan (tekanan, huruf, baris kalimat, ungkapan, arti). Di dalam Alkitab gaya puisi ini kita temukan dalam penulisan nubuat para nabi, kitab Mazmur, sastera Kebijaksanaan, dan sejumlah doa berupa kidung.
V. AKTUALISASI: Sabda Allah diwahyukan ribuan tahun yang lalu di tengah bangsa tertentu, budaya tertentu, kondisi sosial dan politik tertentu. Oleh karena itu, penafsiran Kitab Suci membutuhkan b t hk upaya aktualisasi. kt li i VI. INKULTURASI Sementara aktualisasi memungkinkan Alkitab bisa tetap berbuah pada periode yang berbeda, inkulturasi dengan cara yang sama memperhatikan perbedaan-perbedaan perbedaan perbedaan tempat. Inkulturasi menjamin bahwa pesan alkitabiah bisa berakar pada tempat yang berbeda-beda. Perbedaan ini tidak pernah bersifat mutlak dan menyeluruh. menyeluruh Pada kenyataannya, setiap kebudayaan yang autentik dengan caranya sendiri merupakan pembawa nilai-nilai universal yang ditentukan oleh Allah.
VII.
-
Bacalah bagian Alkitab yang akan ditafsir dengan seksama, kalau perlu bacalah beberapa kali. Selalu mengajukan pertanyaan, seperti apa, kapan, siapa, mengapa, bagaimana (5 W 1 H: What, When, , Why, y, How) ). Coba cari kata atau p pokok p penting g dari p perikop p Who, dan ayat yang kita baca. Perhatikan hal-hal kecil yang biasanya lalai diperhatikan. Coba menyelami perasaan dari tokoh-tokoh di dalam Alkitab atau membayangkan keadaan dan situasi waktu itu itu. Carilah dimensi baru dalam pembacaan Alkitab. Biarlah Alkitab sendiri yang berbicara. Memperhatikan kesejajaran/paralelisme kepada ayat-ayat atau kisah-kisah yang berhubungan atau sejajar. P h tik t Perhatikan tujuan j penulisan li kit kitab bt tersebut, b t latar l t b belakang l k b budaya, d tempat dan penulisnya. Misalnya kita ingin menafsir kitab I Korintus, maka sangat dianjurkan untuk membaca buku-buku mengenai latar belakang kota-kota di Perjanjian Baru. Analisa Sejarah dan Latar Belakang teks Analisa Sastra Analisa Konteks A li A Analisa Arti ti K Kata t (S (Semantik/Lexicon) tik/L i )
VIII. MEMBANGUN SIKAP BATIN DALAM MEMBACA DAN MENAFSIRKAN a. Tafsir Kitab Suci harus praxis-oriented, p , terarah kepada praksis. b.Tafsir Kitab Suci harus dilandasi oleh semangat t kerendahan-hati, k d h h ti tidak tid k sombong. b c. Erat terkait dengan poin yang kedua tadi, tafsir Kitab Suci juga harus bisa menyuburkan cinta kasih. d.Sejarah d Seja a ilmu u tafsir ta s mempunyai e pu ya s sikap ap rendah e da hati, yaitu rela mengakui bahwa tidak ada tafsir tunggal.
XI. BEBERAPA ASPEK YANG DAPAT KITA CARI DARI BACAAN KITAB SUCI
a. Aspek kognitif : Ketika membaca teks, kita menjadi lebih tahu akan beberapa hal yang berkaitan dengan hidup beriman. Pendalaman secara teliti t liti pada d t teks k akan k menambah b h pengetahuan t h kit kita t tentang t ajaran Yesus, latar belakang kehidupan di jaman-Nya. Setelah itu kitapun menjadi lebih tahu pula bagaimana cara melaksanakan ajaran itu dalam hidup kita. b. Aspek afektif : Ketika membaca teks Kitab Suci, mungkin mendapatkan sentuhan perasaan tertentu. Misalnya, sentuhan rasa haru ketika membaca kisah sengsara Yesus, sentuhan rasa bahagia yang g memberi p penghiburan g ketika membaca sabda-sabda Yesus y dan peneguhan kepada para murid. c. Aspek motorik: Kedua aspek di atas mungkin masih dapat ditambah plagi dengan aspek motorik yang menunjuk pada kekuatan sabda Tuhan untuk mengobarkan niat atau semangat kita untuk berbuat sesuatu. Misalnya, perhatian Yesus pada kaum lemah dan tersingkir, mampu menggerakkan kita untuk membuat gerakan sosial bagi mereka yang kekurangan atau menderita.
9. Hindarilah kata-kata yang dapat membuat malu atau sakit hati pendengar (baik sebagai pribadi maupun kelompok). Mimbar homili bukanlah mimbar untuk memojokkan umat. 10. Berbicaralah dengan enak, jangan terlalu lembut tetapi juga jangan sampai berteriak, yang wajar saja. Jangan biarkan suara kita hilang di akhir kalimat. 11 Perhatikan sikap tubuh atau tangan anda pada waktu 11. berkotbah, jangan sampai mengusik perhatian pendengar atau menimbulkan kesan lucu. 12. Konsentrasikan perhatian pada pewartaan, bukan pada pewarta (diri anda sendiri). Pendengar akan dapat dengan cepat menangkap e a g ap apa apakah a pasto pastor seda sedang g mewartakan e a ta a sabda Tuhan atau mewartakan diri sendiri. 13. Seandainya anda sedang memberi kesaksian, jagalah jangan sampai muncul semacam kesombongan rohani rohani.
14. Jangan memberi kesan bertele-tele dalam homili. Batasilah waktu, ungkapkanlah hal-hal yang sekiranya perlu saja. Pada umumnya, waktu cukup singkat. Oleh karena itu, usahakan agar homili anda dapat efektif, tanpa harus terburu-buru, meski diungkapkan pada waktu yang terbatas itu. 15. Gunakanlah ungkapan bahasa dan kalimat yang benar. Hatihati dengan ungkapan salah kaprah, misalnya penggunaan kata daripada p oleh p para p pejabat j kita, ,p penggunaan gg kalimat y yang g tidak utuh, dsb. 16. Ciptakanlah homili yang komunikatif. Kiranya sudah bukan jamannya j y lagi g kalau homili hanya y berisi sederetan instruksi tanpa p memperhitungkan situasi dan kondisi pendengar. 17. Jangan gunakan kesempatan homili untuk marah-marah, mengeritik dengan semena-mena, semena mena, dan memaksakan pendapat pribadi. 18. Tampillah dengan penuh keyakinan diri. Anda tampil sebagai pewarta yang sedang mewartakan Sabda Allah sendiri sendiri. Anda perlu meyakini kebenaran Sabda Allah tersebut sebelum mengajak orang lain untuk meyakininya.