You are on page 1of 46

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Laporan Kasus

Hemoptoe e.c TB Paru BTA (+3) Kasus Paru

oleh: Rudy Manggasa 03.37470.00126.09

Pembimbing: dr. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2012

1|Laporan Kasus TB Paru

BAB I PENDAHULUAN
Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, data terbaru di Indonesia tahun 2001 di kemukakan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan penyehatan lingkungan Dep Kes RI, Prof.Dr Umar Fahcri Ahmadi, MPH kasus terbaru penderita TBC di Indonesia sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional TBC membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena penyakit TBC ini. Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%, tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan, Karena itu penanggulangan TBC tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun juga

mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat perhatian. Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan melakukan pengobatan yang adekuat terhadap penderita TBC. Dan di harapkan kepada tenaga medis agar angka-angka tersebut dapat di tekan.

2|Laporan Kasus TB Paru

BAB II LAPORAN KASUS Pasien MRS tanggal 11 januari 2010 . Anamnesa dilakukan tanggal 12 Januari 2010 Identitas pasien: Nama Umur : Ny.. S : 41 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Agama Status Pekerjaan : Islam : Menikah : Swasta ( satpam plaza mulia )

Keluhan utama : Batuk berdahak bercampur darah Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk dahak bercampur darah dialami pasien 1 hari sebelum MRS dengan jumlah sekitar 1/5 gelas aqua. keluhan ini didapatkan setelah sebelumnya pasien batuk dengan sangat kuat dan tidak diikuti dengan perasaan mual. Darah bewarna merah segar dan tidak bercampur dengan makanan. Pasien mengaku tidak ada keluar darah dari hidung. Sebelumnya pasien sering mengeluh batuk selama 1 bulan. Batuk awalnya batuk kering lalu beberapa hari kemudian menjadi batuk berdahak sebelum batuk pasien tidak mengeluhkan demam ataupun flu. Batuk dirasakan terus menerus terutama malam hari. Keluhan sesak nafas tidak pernah dirasakan pasien. Selama ini pasien hanya berobat ke mantri dan mendapat obat namun batuk tidak juga berkurang. Pasien lupa nama obat yang diberikan oleh mantri. Selama beberapa bulan ini juga pasien mengeluhkann berat badan nya berkurang yang dirasakan pasien dari celana nya yang mulai longgar. Nafsu makan pasien masih normal. Keluhan keringat malam tidak di rasakan pasien. BAB dan BAK pasien masih dalam batas normal.

Riwayat Psikososial Pasien merupakan petugas keamanan di salah satu mall di samarinda dan baru

bekerja selama 9 bulan. Pasien dalam bekerja berada dalam satu ruangan tertutup ber AC dan menurut keterangan pasien di tempat nya bekerja ada salah satu teman kerja nya yang selalu batuk-batuk setiap hari dan menurut pasien orang itu berat badan nya berkurang dan terlihat kurus daripada sebelum nya.
3|Laporan Kasus TB Paru

Lingkungan rumah padat penduduk (+) Ventilasi masih bagus/ cahaya matahari masih bisa masuk rumah

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat hipertensi (-) Riwayat jantung (-)

Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok (-) Pasien tidak menjaga pola makan. Pasien jarang berolahraga

Pemeriksaan fisik : General status Keadaan umum Kesadaran : sakit sedang : composmentis

Vital sign Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Kepala Mata Hidung Tidak ada deviasi septum nasi Pernapasan cuping hidung (-) Epistaksis (-)
4|Laporan Kasus TB Paru

: 140 / 90 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 36,7 C

Konjungtiva anemis (-) Sclera ikterik (-)

Telinga Tidak ada gangguan pendengaran

Mulut Sianosis (-) Epistaksis (-) Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-). Bibir sianosis (-)

Leher JVP 5+2cm ( normal) Scrofuloderma (-). Trakea deviasi (-) Pembesaran KGB (-)

Thorax Paru Inspeksi :normochest, hemitorak simetris kanan=kiri, pergerakan simetris,retraksi ICS(-),petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), retraksi (-), jejas (-) Palpasi Perkusi Auskultasi : pelebaran ICS (-), pergerakan simetris, fremitus kanan=kiri : sonor, nyeri (-) : vesikuler, ronki basah kering(+/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi Palapasi Perkusi : iktus cordis tidak tampak : iktus cordis tidak teraba : redup pada batas : Atas : ICS III

Kanan : parasternal line dextra Kiri Auskultasi : ICS V midclavicula line sinistra

: S1 dan S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

5|Laporan Kasus TB Paru

Abdomen Inspeksi : cembung, sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), jejas(-) Palpasi Perkusi Auskultasi : soefl, nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba, balotemen (-) : tympani, shifting dullness (-), nyeri (-) : bising usus (+) normal

Ektermitas Superior : hangat, edem (+),clubing finger (-),Sianosis(-),Ptekie(-) Inferior : hangat, edem (+),clubing finger (-),Sianosis(-),Ptekie(-)

Pemeriksaan penunjang Laboratorium 12-01-2010 Hb Leukosit Ht Trombosit MCV MCH MCHC GDS Ureum Creatinin SGOT SGPT Alkali phos Bl.Total Bil. Direk Bil. Indirek Kolesterol Asam urat Protein total Albumin Globulin Natrium Kalium Chlorida : 9,8 : 14.300 : 32,6 : 421.000 : 76 : 28 : 32 : 163 : 21 : 0,9 : 13 :8 : 44 : 0,5 : 0,2 : 0,3 : 149 : 3,3 : 7,5 : 2,9 : 4,6 : 146 : 4,2 : 98
6|Laporan Kasus TB Paru

Rontgen:

Diagnosa IGD : Hemoptoe + cavitas paru (D) + TB paru

Penatalaksanaan IGD: IVFD RL 20 tetes per menit Ranitidine injeksi 2 x 1 amp Kalnex injeksi 3 x 500 mg Cefotaxime 3 x 1 gr Codein 3 x 10 mg

PROGNOSIS Vitam Fungsionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

7|Laporan Kasus TB Paru

Follow up dan treatment ; Date 11-01-2010 Subjective(S), objective (O), Assesment (A) S : batuk darah (+), O : composmentis, sakit sedang TD 130/80 mmHg N 88x /menit RR 20x / menit T= 36,8 C Wheezing (-/-), rhonki basah kering (+/-), A : hemoptoe + susp. TB paru S:batuk darah (-), nyeri epigastrium (+) O : composmentis, sakit sedang TD =130/80 mmHg N = 84x /menit RR = 20x / menit T= 36,8 C Wheezing (-/-), rhonki basah kering (+/+), A : Hemoptoe + TB paru BTA +3 Planning therapy IVFD RL 20 tpm Kalnex 3x500 mg Cefotaxim 3x1 gr iv Ranitidin 2x1 iv Codipront 2x1 Cek DL, KDL, BTA 3x

12-01-2010 BTA I = +3 BTA II = +3 BTA III = +3 Leukosit = 14.300 Hb = 9,8 Ht = 32,6 Trombo = 421.000 MCV = 76 MCH =28 MCHC=32 GDS = 163 SGOT = 13 SGPT = 8 Bil total = 0,5 Bil direct = 0,2 Bil indirect = 0,3 Protein total = 7,5 Cholesterol = 149 Asam urat = 3,3 Ureum = 21,0 Creatinin = 0,9

IVFD RL 20 tpm Kalnex 3x500 mg Cefotaxim 3x1 gr iv Ranitidin 2x1 iv Codipront 2x1 INH 400 mg Rifampisin 600 mg Ethambutol 1000 mg Pirazinamid 1500 mg Vit B6 10 mg

8|Laporan Kasus TB Paru

13-01-2010

S:batuk darah (-),nyeri epigastrium (+) O : composmentis, sakit sedang TD =120/80 mmHg N = 88x /menit RR = 20x / menit T= 36,8 C Wheezing (-/-), rhonki (-/-), A : Hemoptoe + TB paru BTA +3

Kalnex 3x1 Ranitidin tab 2x1 Cefadroxil 2x1 Codipront 2x1 INH 400 mg Rifampisin 600 mg Ethambutol 1000 mg Pirazinamid 1500 mg Vit B6 10 mg Metioson 3x1 Boleh Pulang

BAB III ANALISA KASUS Anamnesa Fakta Teori Gejala Respiratorik Batuk 1 bulan Batuk > 3 minggu Batuk berdahak Berdahak Batuk darah Batuk darah Demam Nyeri dada BB turun Sesak nafas Riwayat OAT(-) Riwayat teman kerja batuk lama Gejala sistemik : ( +) Demam Keringat malam Malaise Nafsu makan menurun Berat badan turun

Pada kasus ini didapatkan keluhan yang sama dengan teori yaitu didapatkan gejala yang sesuai teori TB seperti batuk > 3 minggu, berdahak,batuk darah,berat badan menurun, demam. Dan ada beberapa hal yang tidak sesuai teori yang ditemukan pada kasus ini yaitu keringat malam, nyeri dada dan sesak nafas. Pada pasien ini dating dengan keluhan batuk darah dimana itu merupakan tanda telah terjadi ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas.

9|Laporan Kasus TB Paru

Pemeriksaan fisik Fakta Composmentis GCS 15 TD : 140 / 90 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,7 C Anemia (-/-), ikterik (-/-), cyanosis (-/-) Paru Inspeksi Bentuk normal dan simetris, gerakan nafas simetris Palpasi : pelebaran ICS (-), pergerakan simetris, fremitus kanan=kiri Perkusi sonor hemithorax kanan dan kiri Auskultasi : vesikuler, ronki basah kering(+/-), wheezing (-/-) Teori Keadaan umum ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia Suhu demam ( subfebris ) Badan kurus atau berat badan menurun Bila infiltrat luas,maka ditemukan perkusi yang resdup dan auskultasi suara nafas yang bronkial Suara nafas tambahan berupa ronki basah,kasar dan nyaring Bila infiltrat di liputi oleh penebalan pleura maka suara nafas jadi vesikuler lemah Bila kavitas besar, perkusi hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Tb paru lanjut dan fibrosis luas ditemukan atropi dan retraksi otot2 intercostal. Bagian paru yang sakit akan menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya,paru yang lain jadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik lebih dari sejumlah jaringa paru-paru,akan terjadi pengecilan aliran darah paru dan selanjutnya peningkatan tekanan arteri pulmonalis diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanna.

Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini tidak semua sesuai dengan teori ,hanya beberapa hal yang sama dengan teori yaitu hanya di temukan ronki kasar pada paru kanan. menurut literatur , pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak lebih kedalam segmen posterior, akan sulit menemukan pada pemeriksaan fisik ,karena hantaran suara/getaran yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi ,perkusi dan auskultasi.
10 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Pemeriksaan Penunjang Fakta Hb Leukosit Ht Trombosit MCV MCH MCHC GDS SGOT SGPT BTA I = +3 BTA II = +3 BTA III = +3 : 9,8 : 14.300 : 32,6 : 421.000 : 76 : 28 : 32 : 163 : 13 :8 Teori Lab TB : Leukosit bisa normal Atau sedikit meningkat Limfosit normal LED meningkat Pemeriksaan sputum BTA 3x Hasil positif bila 2 dari 3 spesimen dahak ditemukan BTA (+) Bila 1 spesimen positif ,perlu pemeriksaan foto thorax atau SPS ulang

Gambaran radiologi yang di curigai lesi Rontgen : TB aktif : Kavitas pada paru kanan Bayangan berawan /nodular di Jaringan fibrotik di daerah hilus segmen apikal dan posterior Kolaps paru pada lobus medius lobus atas dan segmen superior dan superior (kesan atelektasis lobus bawah paru atau di daerah ?) hilus menyerupai tumor paru Kaviti ,terutama lebih dari satu ,dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak bilier Efusi pleura

Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagian sesuai dengan teori dimana di dapat kan leukosit yang meningkat dan pada pemeriksaan sputum BTA 3x dimana didapatkan hasil yang positif pada ketiga spesimen. Pada pemeriksaan hasil rontgen juga didapatkan kavitas

11 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

pada paru kanan dan jaringan fibrotik pada hilus serta juga didapatkan kolaps paru lobus superior dan medius (kesan atelektasis?)

Diagnosa Fakta Diagnosa berdasarkan : 1. Gejala klinis Batuk 1 bulan Batuk berdahak Batuk darah Demam BB turun Riwayat tempat kerja ( +) TB paru Teori ditegakkan Berdasarkan gejala klinis , pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi

2. Pemeriksaan fisik Rhonki kering pada hemithorax kanan BB turun

3. Pemeriksaan Lab Leukosit meningkat 3 spesimen BTA (+) 4. pemeriksaan Radiologi Kavitas pada paru kanan Jaringan fibrotik di daerah hilus Kolaps paru pada lobus medius dan superior (kesan atelektasis ?) Pada pasien ini di temukan gejala klinis yang sesuai dengan gejala TB paru dan pada pemeriksaan sputum BTA pada ke 3 spesimen di temukan hasil yang positif.selain itu juga hasil rontgen pasien ini juga mendukung diagnosa ke arah TB paru.
12 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Pengobatan Fakta Kalnex 3x500 mg Ranitidin 2x1 iv Cefotaxime 3x1 gr Codipront 2x1 INH 400 mg Rifampisin 600 mg Ethambutol 1000 mg Pirazinamid 1500 mg Vit B6 10 mg Metioson 3x1 Terapi Tb paru : Kategori I ( 2HRZE/4H3R3 ) Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3 ) Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3 ) Teori

Pada kasus ini terapi yang di berikan untuk mengobati TB paru pasien adalah terapi kategori I yaitu INH, Rifampisin, pirazinamid, dan ethambutol. Hal ini sesuai dengan literature yang ada. Pemberian kalnex bertujuan untuk mengatasi keluhan batuk berdarah pasien. Pemberian Ranitidin untuk mengatasi keluhan nyeri epigastrium yang dirasakan oleh pasien baik karena efek dari batuk darah ataupun dari efek samping obat kalnex. Cefotaxim diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.Codipront juga di tujukan karna pasien menekan efek batuk pasien agar tidak terjadi perdarahan berulang.Pemberian metioson sebagai hepatoprotektor. Pemberian Vitamin B6 dimaksudkan untuk mencegah defisiensi vitamin B6 akibat penggunaan INH ( isoniazid ) dalam jangka waktu lama. Karena pemakaian INH dalam waktu lama berakibat meniadakan efek piridoksin ( vit B6 ). Selain itu juga vitamin ini diberikan untuk mencegah neuritis perifer akibat penggunaan INH dalam jangka waktu lama.
13 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

HEMOPTOE Definisi Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau sputum yang berdarah. Sputum mungkin bercampur dengan darah. Mungkin juga seluruh cairan yang dikeluarkan paru-paru berupa darah. Setiap proses yang mengakibatkan terganggunya kontinuitas aliran pembuluh darah paru-paru dapat mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius. Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini dari tuberkulosis aktif. Sebab-sebab lain dari hemoptoe adalah karsinoma bronkogenik, infarksi, dan abses paru-paru. Hemoptoe harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis disebabkan oleh lesi pada saluran cerna, sedangkan hemoptoe disebabkan oleh lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus.

Kriteria batuk darah: 1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam) 2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam) 3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel membagi batuk darah menjadi :
14 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Derajat 1 : bloodstreak 2 : 1 30 cc 3 : 30 150 cc 4 : 150 500 cc Massive : 500 1000 cc atau lebih Ada juga yang mengatakan bahwa batuk darah massif apabila didapatkan batuk darah berjumlah lebih dari 600 cc dalam 24 jam.

Penyebab hemoptisis secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu infeksi, neoplasma, kelainan kardiovaskular dan hal lain-lain yang jarang kejadiannya. Infeksi adalah penyebab tersering hemoptisis, tuberkulosis adalah infeksi yang menonjol.

Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat disebabkan oleh kavitas aktif atau oleh proses inflamasi tuberkulosis di jaringan paru. Apabila tuberkulosis berkembang menjadi fibrosis dan perkijuan, dpat terjadi aneurisma arteri pulmonalis dan bronkiektasis yang akan mengakibatkan hemoptisis pula. Pursel sendiri membagi etiologi batuk darah berdasarkan usie penderita, menjadi : a. anak- anak dan remaja b. Usia 20-40 tahun c. usia lebih dari 40 tahun : bronkektasis, stenosis mitral , tuberkulosis : tuberkulosis, bronkiektasis, stenosis mitral : kearsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis

Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif: 1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti. 2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung. 3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama
15 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti. Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah (hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut : Tanda-tanda batuk darah: 1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan. 2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas. 3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan. 4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman. 5. pH alkalis. 6. Bisa berlangsung beberapa hari 7. Penyebabnya : kelainan paru

Tanda-tanda muntah darah : 1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah. 2. Suara napas tidak ada gangguan. 3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium. 4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan. 5. pH asam. 6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe. 7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis.

Differentiating Features of Hemoptysis and Hematemesis


Hemoptoe History Absence of nausea and vomiting Lung disease Asphyxia possible Hematemesis Presence of nausea and vomiting Gastric or hepatic disease Asphyxia unusual

16 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Hemoptoe Sputum examination Frothy Liquid or clotted appearance Bright red or pink Laboratory Alkaline pH

Hematemesis Rarely frothy Coffee ground appearance Brown to black

Acidic pH

Mixed with macrophages and neutrophils Mixed with food particles

Diagnostic Clues in Hemoptysis: Physical History


Clinical clues Anticoagulant use Association with menses Dyspnea on exertion, fatigue, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, frothy pink sputum Fever, productive cough History of breast, colon, or renal cancers History of chronic lung disease, recurrent lower respiratory track infection, cough with copious purulent sputum HIV, immunosuppression Suggested diagnosis* Medication effect, coagulation disorder Catamenial hemoptysis Congestive heart failure, left ventricular dysfunction, mitral valve stenosis Upper respiratory infection, acute sinusitis, acute bronchitis, pneumonia, lung abscess Endobronchial metastatic disease of lungs Bronchiectasis, lung abscess

Neoplasia, tuberculosis, Kaposis sarcoma

Nausea, vomiting, melena, alcoholism, chronic Gastritis, gastric or peptic ulcer, esophageal varices use of nonsteroidal anti-inflammatory drugs Pleuritic chest pain, calf tenderness Tobacco use Travel history Pulmonary embolism or infarction Acute bronchitis, chronic bronchitis, lung cancer, pneumonia Tuberculosis, parasites (e.g., paragonimiasis, schistosomiasis, amebiasis, leptospirosis), biologic agents (e.g., plague, tularemia, T2 mycotoxin) Emphysema, lung cancer, tuberculosis, bronchiectasis, lung abscess, HIV

Weight loss

17 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : 1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya. 2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta. 3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus. 4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik). 5. Benda asing di saluran pernapasan. 6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab terpenting dari hemoptoe masif adalah : 1. Tumor : a. Karsinoma. b. Adenoma. c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal. 2. Infeksi a. Aspergilloma. b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas). c. Tuberkulosis paru. 3. Infark Paru 4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis 5. Perdarahan paru a. Sistemic Lupus Eritematosus b. Goodpastures syndrome. c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis. d. Bechets syndrome. 6. Cedera pada dada/trauma a. Kontusio pulmonal. b. Transbronkial biopsi. c. Transtorakal biopsi memakai jarum. 7. Kelainan pembuluh darah a. Malformasi arteriovena. b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis. 8. Bleeding diathesis.
18 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis.

Patofisiologi Hemoptoe Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. (4) Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut : 1. Radang mukosa Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah. 2. Infark paru Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur. 3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis. 4. Kelainan membran alveolokapiler Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpastures syndrome. 5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
19 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptoe masif. 6. Invasi tumor ganas 7. Cedera dada Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah : 1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut : a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi. b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan. c. Infark paru yang minimal. d. Menstruasi vikariensis. e. Hipertensi pulmonal. 2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan a. Pada prinsipnya berasal dari : b. Saluran napas i. Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru. ii. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis. iii. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena cacing. c. Sistem kardiovaskuler
20 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

i. Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi. ii. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta. d. Lain-lain i. Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptoe dapat dibagi atas : 1. Hemoptoe massif Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam. 2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta : Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti. Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh karena : o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya. o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung o Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh : Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock).

21 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap: Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis. Lamanya perdarahan. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel : + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum ++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml +++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptoe sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptoe masif.

Diagnosis Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptoe sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutanurutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.

22 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

1) Anamnesis Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data : - Jumlah dan warna darah - Lamanya perdarahan - Batuknya produktif atau tidak - Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan - Sakit dada, substernal atau pleuritik - Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk - Wheezing - Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. - Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah - Perokok berat dan telah berlangsung lama - Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada - Hematuria yang disertai dengan batuk darah. Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan petunjuk sebagai berikut : Keadaan 1. Prodromal Hemoptoe Rasa tidak enak Hematemesis di Mual, stomach distress

tenggorokan, ingin batuk 2. Onset Darah dibatukkan, dapat Darah disertai batuk 3. Penampilan darah 4. Warna 5. Isi Berbuih Merah segar dimuntahkan

dapat disertai batuk Tidak berbuih Merah tua

Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan makrofag, hemosiderin

6. Reaksi

Alkalis (pH tinggi)

Asam (pH rendah) Gangguan kelainan hepar lambung,

7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Dahulu 8. Anemi 9. Tinja Kadang-kadang Warna tinja normal Guaiac test (-)

Selalu Tinja bisa berwarna

hitam, Guaiac test (-)


23 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening teleangiektasi. snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis,

3. Pemeriksaan penunjang Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptoe masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.

4. Pemeriksaan bronkoskopi Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui. Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : 1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan 2. Batuk darah yang berulang ulang 3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan. Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.
24 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Penanganan Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptoe yang masif. Tujuan pokok terapi ialah : 1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku 2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi 3. Menghentikan perdarahan Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptoe masif. Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik. Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah : Terapi konservatif Terapi definitif atau pembedahan.

1. Terapi konservatif Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan. Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi. Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.

25 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi. Pemberian oksigen

Tindakan selanjutnya bila mungkin : Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan. 2. Terapi pembedahan Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan : a. Terjadinya hemoptoe masif yang mengancam kehidupan pasien. b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi. c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang berulang dapat dicegah.

Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut : 1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti. 2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung. 3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dantetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti. Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
26 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin digunakan adalah : Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl fisiologis pada suhu 4C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan suction. Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm.

Komplikasi Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga faktor : 1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan. 2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan hipovolemik. 3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi. Prognosis Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe yang rekuren. Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis : 1) Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih baik. 2) Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe. 3) Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.(1,14)

27 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

TB PARU DEFINISI Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru. ETIOLOGI Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat. PATOFISIOLOGI Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dalam kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh

28 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus ( limfangitis lokal ), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus ( limfadenitis regional ). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = komplek primer ( Ranke ). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi : Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan 10 % di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. Berkomplikasi dan menyebar secara : a) Perkontuinatum, yakni menyebar ke sekitarnya b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus c) Secara limfogen, ke organ tubuh lain-laimmya d) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer. Tuberkulosis Pasca Primer ( Tuberkulosis Sekunder )
29 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa ( tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder ). Mayoritas reinfeksi mencapai 90 %. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru ( bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula- mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans ( sel besar dengan banyak inti ) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua ( elderly tuberculosis ). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi : Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menenyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek menbentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik ( kronik ). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat : a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga
30 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura b) Memadat dan menbungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma. c) Besrih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped. Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yakni : a) Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi. b) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna. c) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan sempurna juga. Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut. Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat tetapi kuman tersebut akan jadi aktif bila: Kekurangan gizi Kondisi fisik yang lemah Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus Pecandu obat-obat terlarang Menggunakan hormon steroid Perokok berat

31 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Kuman-kuman akan mulai berkembang-biak dan menimbulkan penyakit TBC. Timbulnya penyakit bisa langsung terjadi setelah terinfeksi atau butuh waktu tahunan untuk berkembang.

MANIFESTASI KLINIS Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian. Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan: 1. Gejala Respiratorik Batuk lebih dari 3 minggu Dahak (sputum) Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada Wheezing

2.

Gejala Sistemik Demam dan menggigil Penurunan berat badan Rasa lelah dan lemah (Malaise) Berkeringat banyak terutama di malam hari Tidak ada nafsu makan (Anoreksia) Sakit-sakit pada otot (Mialgia)

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu :
32 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru 2) Bakteriologi ; hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif 3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat 4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah 1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai 2. Registrasi kasus secara benar 3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan Beberapa istilah dalam definisi kasus: 1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter. 2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk: 1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga 2. Mencegah timbulnya resistensi, 3. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga 4. Meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) 5. Mengurangi efek samping.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
33 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah : i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan aktif iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b. Tuberkulosis paru BTA (-) i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Myccobacterium tuberculosis positif ganbaran tuberculosis

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2) Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif. 4) Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

34 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain: Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Catatan: TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

TB paru juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) TB Paru BTA (+) yaitu: Dengan atau tanpa gejala. Gambaran radiology sesuai dengan TB paru.

2) TB paru BTA (-) Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB paru. BTA (-).

3) Bekas TB paru BTA (-). Gejala klinik tidak ada, ada gejala sisa akibat kelainan paru yang di tinggalkan. Radiolgi menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih gambaran serial menunjukan foto yang sama Riwayat pengobatan TB (+)
35 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori: 1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan lain-lain. 2. 3. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).

Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB diluar paru selain kategori I.

4.

Kategori IV: tuberkulosis kronik.

KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada: 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: a. b. c. d. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah). Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Secret di saluran nafas dan ronkhi. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus.

2. Laboratorium a. Kultur sputum.

b. Mantoux Test/Tuberkulin Test. c. Biopsi jarum pada jaringan paru.

36 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

3. Radiologis Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu: a. b. c. d. e. f. g. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular). Adanya kavitas, tunggal, atau ganda. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru. Adanya kalsifikasi. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian. Bayangan milier.

PENATALAKSANAAN MEDIS Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

37 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

38 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Kategori Anak: 2HRZ/4HR Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan. 3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
39 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Paduan OAT dan peruntukannya. a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

40 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

c. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi yang jelas
41 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Pemantauan Hasil Kemajuan Pengobatan TB Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif


42 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya

Pengobatan Lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

Pindah Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

Default (Putus berobat) Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

43 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit: Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk

PROGNOSIS 1. 2. Jika berobat teratur sembuh total (95%). Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps.

44 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

KOMPLIKASI Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu : 1. Hemoptoe berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. 2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. 3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru 4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

45 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society. Diagnostic Standard and Classification of Tuberculosis in Adults and Children. 2000. USA. Bahar, A. Tuberkulosis Paru dalam Soeparman, WS. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI, 2003: Jakarta. Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2007: Jakarta. E, Jewetz, Mikrobiology Untuk Profesi Kesehatan edisi 16, Fransisico (terjemahan), EGC, 2004: Jakarta. Wilson, Price, Patofisiologi,Konsep-konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed,4. EGC, 2004: Jakarta. World Health Organization. Treatment of Tuberculosis Guideline. 2010 : Geneva, Switzerland World Health Organization. Global Tuberculosis Control. 2011 : Geneva, Switzerland

46 | L a p o r a n K a s u s T B P a r u

You might also like