You are on page 1of 3

CO-COMPOSTING BAGASSE WITH SLUDGE SUGAR INDUSTRY WASTE USING AERATION TECHNIQUES AND ITS EFFECT IN VALUE OF C/N

Mohamad Yani, Nastiti Siswi Indrasti, and Adi Setiawan Departemen of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Tecnology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga-Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +6285 780377877, e-mail : adie_boxer@yahoo.co.id ABSTRACT Bagasse is the solid waste sugar industry and relatively abundant (30-40%). Sugarcane planted area in Indonesia reaches 395,399.44 hectare and potentially to achieve national bagasse 39,539,944 tons per year. As well as produced sludge each day around 10-50 %. Sludge has quite high carbon content and nitrogen, thus potentially to be composting. Co-composting is one of the alternative solutions in the utilization of industrial solid waste of sugar. One of them is the bagasse and sludge with complementary characteristics, thus simplifying the process of composting. Composting methods and that techniques applied are aerated static pile system and using two factorial of aeration and formulation. Aeration factor conducted by active and passive aeration, while the formulation conducted by a factor of 0%, 25%, and 50% sludge. Composting process carried out during the sixty days with active aeration at first week. Analysis results showed that aeration technique proved didnt have significant effect in changing C/N value. After analysis of variance and advanced test showed that the formulation of three different stages proved significantly different of C/N and significant at 50% sludge. Generally, aeration factor and formulation are not related yet and do not have any significant interaction to co-composting C/N value. There is need for advanced research until the value of C/N can achieve the appropriate standard of quality compost.

Keyword : co-composting, C/N, bagasse, sludge, aeration

ADI SETIAWAN. F34070089. Co-Composting Bagasse dengan Sludge Limbah Industri Gula Menggunakan Teknik Aerasi dan Pengaruhnya Terhadap Nilai C/N. Di bawah bimbingan Mohamad Yani dan Nastiti Siswi Indrasti. 2011

RINGKASAN
Industri gula di Indonesia tidak terlepas dari limbah padat yang dihasilkan, yaitu salah satunya berupa ampas tebu (bagasse) dan sludge. Pemanfaatan dan penggunaan limbah ini masih belum tertangani secara optimal, sedangkan ketersediaan limbah tersebut terus bertambah seiring dengan berjalannya proses produksi. Bagasse jumlahnya relatif melimpah, yaitu sekitar 30-40% dari total proses penggilingan tebu setiap produksi. Fauzi (2005) menambahkan bahwa menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Indonesia mencapai 395,399.44 ha dengan potensi bagasse nasional dihitung dari total luas tanaman tebu mencapai 39,539,944 ton per tahun. Limbah lain hasil proses produksi gula dan belum ditangani dengan baik adalah sludge (lumpur). Sludge dihasilkan dari sisa penanganan air limbah IPAL yang berupa lumpur flok, sisa endapan lumpur dari clarifier, dan endapan lumpur aktif di biological treatment (biasanya ditampung dan dikeringkan di sludge drying bed). Sludge memiliki nilai C/N yang menentukan kandungan karbon dan nitrogen dalam bahan organiknya sebagai indikator dalam pengomposan (composting). Nilai C/N merupakan perbandingan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan organik. Pencampuran antara bagasse dan sludge dilakukan agar kandungan C/N dapat saling melengkapi serta memanfaatkan fungsi bagasse sebagai bulking agent, sehingga mempermudah aliran oksigen dan mempercepat dekomposisi bahan organik. Tujuan dalam penelitian ini mencakup tiga aspek penting, yaitu pemanfaatan limbah padat industri gula berupa bagasse dan sludge dengan pengomposan campuran (Co-composting), mengetahui pengaruh teknik aerasi terhadap perubahan nilai C/N pada proses co-composting, dan mengetahui pengaruh formulasi bagasse dengan sludge terhadap perubahan nilai C/N pada proses cocomposting . Metode dan teknik pengomposan yang digunakan dalam proses co-composting bagasse dan sludge dilakukan dengan sistem aerated static pile (sistem aerasi tanpa pembalikan tumpukan). Perlakuan aerasi yang dirancang berupa pemberian aerasi secara aktif menggunakan bantuan compressor (blower) dan sebagai perbandingan perlakuan, aerasi yang lain menggunakan aliran udara secara alami (aerasi pasif). Sistem pengomposan dilakukan dalam reaktor termodifikasi, agar kondisi bahan pengompos terjaga dari faktor eksternal yang tidak diinginkan. Faktor aerasi dilakukan dengan dua taraf, yaitu perlakuan aerasi aktif dan pasif, sedangkan faktor formulasi dilakukan dengan tiga taraf, yaitu 0%, 25%, dan 50% sludge. Proses pengomposan bahan campuran dilakukan selama 60 hari dengan perlakuan aerasi aktif selama satu minggu. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan perbandingan antara pengaruh formulasi dan aerasi terhadap perubahan nilai C/N. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan (co-composting) yaitu kandungan nilai C/N, pengaruh teknik aerasi, kandungan air, suhu, dan keasaman (pH) serta pengamatan tambahan terhadap ukuran partikel dan porositas. Pengujian parameter proses pengomposan yang paling utama diuji adalah nilai C/N yang didapatkan dari analisa total kadar karbon (C) dan total kadar nitrogen (N) dalam bahan kompos. Selain itu dilakukan analisa terhadap suhu (setiap hari), keasaman (pH), dan kadar air. Hasil dari analisa terhadap sampel yang diambil setiap minggu selama satu bulan menunjukkan beberapa data yang mendukung literatur. Dari grafik yang telah didapatkan menunjukkan bahwa perubahan nilai C/N yang memiliki trend terbaik terjadi pada perlakuan formulasi 50% sludge dengan perlakuan aerasi aktif dan pasif yaitu hingga mencapai 54.73 dan 62.26 (masih belum mendekati

standar). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan formulasi yang seimbang antara campuran bagasse dengan sludge memberikan perubahan yang cukup baik dibandingkan formulasi 0% sludge dengan 25% sludge. Hasil analisa menggunakan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa faktor aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai C/N. Hal tersebut diakibatkan kurangnya jumlah oksigen yang dialirkan dan waktu aerasi aktif yang singkat. Jumlah banyaknya oksigen yang masuk akan mempermudah aliran oksigen ke dalam bahan, sehingga meningkatkan jumlah mikroorganisme dekomposer. Parameter uji lainnya juga mendukung terhadap proses pengomposan, yaitu pada faktor suhu menunjukkan hasil peningkatan (fase aktif) yang cukup tinggi pada periode hari ke-1 hingga hari ke-30 mencapai sekitar 30-39 oC, lalu dilanjutkan pada trend yang relatif sama (fase pematangan). Fase aktif merupakan fase ketika mikroorganisme beraktivitas mengeluarkan energi cukup banyak (mesofilik) dan konsumsi oksigen tinggi, sehingga membantu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Faktor lain yang mendukung proses dekomposisi bahan organik berupa bagasse dan sludge adalah kadar keasaman (pH), ukuran partikel, serta porositas (rongga tumpukan kompos). Dari data dan pengamatan yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keasaman (penurunan nilai pH) hingga mencapai pH 4 pada formulasi 0% sludge baik aerasi aktif maupun aerasi pasif, sedangkan pada formulasi 50% sludge memiliki kestabilan pH yang berkisar antara 6.5-7.5. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadinya pengaruh formulasi yang signifikan terhadap keasaman bahan. Faktor porositas dan ukuran partikel memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan C/N co-composting bagasse dengan sludge. Hal ini terbukti ketika dibandingkan dengan bahan lain seperti blotong dan abu ketel yang memiliki ukuran partikel dan porositas lebih kecil. Dari berbagai parameter uji proses pengomposan yang dilakukan, membuktikan bahwa perlakuan teknik aerasi pada co-composting tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai C/N, sedangkan perlakuan formulasi co-composting bagasse dengan sludge pada tiga taraf yang berbeda terbukti berbeda nyata terhadap perubahan C/N. Setelah dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa signifikan pada formulasi 50% sludge. Dari analisia data sesuai rancangan percobaan menunjukkan bahwa faktor A (aerasi) dan B (formulasi) belum berkaitan erat dan memiliki interaksi yang belum berpengaruh terhadap perubahan nilai C/N co-composting. Sebagai suatu wujud nyata aplikasi penelitian ini, perlu adanya penelitian lanjutan terhadap co-composting bagasse dengan perlakuan aerasi yang lebih banyak dan intensif, sehingga proses pengomposan lebih berkualitas dan mendapatkan nilai C/N yang mendekati mutu standar kompos. Selain itu, perlu adanya penelitian lanjutan terhadap bagasse yang masih segar dan membandingkan dengan bagasse yang lama tertimbun di land application (proses alami).

You might also like