You are on page 1of 50

PLASENTA PREVIA

Definisi Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaaan jalan lahir. Pada keadaan abnormal plasenta terletak di bagian atas uterus. Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Klasifikasi tersebut dibagi berdasarkan 4 macam, yaitu : 1. Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta. 2. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta. 3. Plasenta previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. 4. Plasenta letak rendah, yaitu plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak teraba pada pembukaan jalan lahir.

Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. tentu saja observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang baik.

Frekuensi Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Etiologi Mengapa plasenta previa bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan. Bahwasanya vaskularisasinya yang berkurang, atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar padapenderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluas permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir. Menurut Kloosterman(1973), frekuensi plasenta previa pada primgravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih ssering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun. 1. Usia ibu Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa, pada lebih dari 169.000 pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 1988 sampai 1999, insidensi plasenta previa meningkat secara bermakna di setiap kelompok usia. Pada kedua ekstrim, insidensinya adalah 1 dari 1500 untuk wanita berusia 19 tahun

atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun. Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta previa meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1976 menjadi 0,7 persen pada tahun 1997. Mereka memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah yang lebih tua. Pada primigravida, umur >35 tahun lebih sering daripada umur < 25 tahun. 2. Paritas Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih, Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta previa adalah 2,2 persen dan meningkat drastis dibandingkan dengan insidensi pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih dari 169.000 wanita di Parkland Hospital, insidensinya untuk wanita dengan para 3 atau lebih adalah 1 dari 175. Ananth dkk (2003a) menemukan bahwa rata-rata plaseta previa 40% lebig tinggi pada kehamilan kembar (multifetal gestations) dari pada yang kehamilan tunggal. 3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas kuretase, dan manual

operasi ( seksio sesaria atau miomektomi ), plasenta.

Riwayat seksio sesarea meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Miller dan rekan (1996), dari 150.000 lebih pelahiran di Los Angeles County Women's Hospital, menyebutkan peningkatan tiga kali lipat plasenta previa pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Insidensi meningkat seiring

dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalaniangkanya 1,9 persen pada riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat seksio tiga kali atau lebih. Jelaslah, riwayat seksio sesarea disertai plasenta previa meningkatkan kemungkinan histerektomi. Gesteland dan rekan (2004) dan Gilliam and colleagues (2002) juga menemukan peningkatan resiko plasenta previa pada kelahiran yang progesif dan meningkat juga pada jumlah seksio caesaria. Plasenta previa meningkat lebih dari delapan kali pada paritas ke 4 dan caerasia yang ke 4.

Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan angka histerektomi 25 persen pada wanita dengan seksio sesarea berulang atas indikasi plasenta previa dibandingkan dengan hanya 6 persen pada mereka yang menjalani seksio sesarea primer atas indikasi plasenta previa.

4.

Perokok

Williams dan rekan (1991) mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa meningkat dua kali lipat berkaitan dengan merokok. Mereka berteori bahwa hipoksemia akibat karbon monoksida menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik. Temuan-temuan ini dikonfirmasi oleh Handler dan rekan (1994). Mungkin terdapat kaitan antara gangguan vaskularisasi desiduayang mungkin disebabkan oleh peradangan atau atrofidengan terjadinya plasenta previa.

Gambaran Klinik Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan awal. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggukarena sejak itu segmen bawah uterustelah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya warna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahan adalah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan

lebih dini daripada plasenta letak rendah, ang mungkin baru beerdarah setelah persalinan dimulai. Turunnya bagian terbawah janin kje dalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uetrus. Apabial janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak kesamping karena plasenta previa parsialis, menonjol diatas simpisis karena plasenta previa posterior, atau bagian terbawah janin sulit ditentukan oleh karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang. Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dappat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih prematur tidak selalu dapat dihindarkan. Apabila janai telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yan great denga dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, perdarahan post partum seringkali terjadi karena kekurang-mampuan serabut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta, atau karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.

Diagnosis Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebanya ialah plasenta previa sampai kemudian dugaan itu ternyata salah. Anamnesis : perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan luar : bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul atau mengolak kesamping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang. Pemeriksaan in spekulo : pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina , seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, prolapsus servitis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai. Penentuan letak plasenta tidak langsung : penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotopi, dan ultrasonogarfi. Nilai diagnostiknya cukup tinggi di tangan ahli, akan tetapi ibu dan janin pada pemeriksaan radiografi dan radioisotopi masih di hadapkan

pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini mulai ditinggalkan. Ultrasonografi : penentuan letak plasenta ternyata pada cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri. Penentuan letak plasenta secara langsung : untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalishanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaanya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam dilakukan sebagai berikut : Perabaan fornises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaanya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta, dan akan terasa padat (keras) apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk dapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa. meja operasi

Pemeriksaaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat menyebabkan perdarahan banyak.

Penanganan Di negara yang sedang berkembang, perdarahan hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi penderita maupun penolongnya. Keadaan yang serba kurang akan memaksa penolong menangani setiap kasus secara individual, tergantung pada keadaan ibu, keadaan janin, dan keadaan fasilitas pertolongan dan penolongnya pada waktu itu. Ibu yang menderita anemia sebelumnya akan sangat rentan terhadap perdarahan, walaupun perdarahannya tidak terlampau banyak. Darah sebagai obat utama untuk mengatasi perdarahan belum selalu ada atau cukup tersedia di rumah sakit. Kurangnya kesadaran akan peerdarahan, atau sukarnya pengangkutan cepat ke rumah sakit mengakibatkan terlambatnya penderta mendapatkan pertolongan yang layak. Semua keadaan tersebut diatas, ditambah dengan fasilitas pertolongan dan tenaga penolong yang kurang, akan sangat melipatgandakan beban pekerjaan

10

para penolongnya. Dengan demikian penanggulangannya pun tidak selalu akan berhasil dengan baik.

Prinsip dasar penanganan Setiap ibu dengan perdarahan ante partum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi pedarahan

11

berikutnya yang hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya. Jangan sekalikali melakukan pemeriksaan dalam kecuali dalam keadaan siap operasi. Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yan gtelah berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan atau janinnya (yang masih hidup) dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup diluar kandungan lebih baik lagi. Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi ngka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas, asal jangan dilakukan pemeriksaan dalam. Sebaliknya kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya, atau kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalina telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap opeerasi. Penanganan pasif Pada tahun 1945 Johnson dan Macafee mengumumkan cara baru penanganan pasif beberapa kasus plasenta previa yang janinnya masih prematur dan perdarahannya tidak berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan segera. Pengalamannya membuktikan bahwa perdarahan pertama pada plasenta previa jarang ssekali fatal apabila sebelumnya tidak dilakukan

12

pemeriksaan dalam, dan perdarahan berikutnya pun jarang sekali fatal apabila sebelumnya ibu tidak menderita anemia dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam. Atas dasar pengalaman itu, tindakan pengakhiran kehamilan untuk beberapa kasus tertentu dapat ditunda, sehingga janin dapat hidup diluar kandungan lebih besar lagi. Berhasilnya Macafee menurunkan angka kematian perinatal pada plasenta previa ini berkat kepatuhannya menjalankan penanganan pasif seperti tersebut diatas, dan berkat tindakan seksio sesarea yang lebih liberal. Tampaknya penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam kenyataanya, kalau dilakuakn secara konsekuen, menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter yang luar biasa. Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkkan tidak adanya plasenta previa, atau sampai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi mengingat kemungkinan perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara berkala, daripada memperkirakan banyaknya darah yang hilang pervaginam. Ada atau tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak langsung. Menurut Pedowitz (1965), penanganan pasif ini tidak akan berhasil menurunkan angka kematian perinatal pada kasus-kasus plasenta previa sentralis.

13

Memilih cara persalinan Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari derajat plasenta previa, paritas dan banyaknya pedarahan. Beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan adalah terhadap penderita yang pernah dilakukan pemeriksaan dalam, atau penderita yang sudah mengalami infeksi seperti seringkali terjadi pada kasus-kasus kebidanan yang terbengkalai. Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea, tanpa menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi yan gberulang, merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada apa yang ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada serviks dan segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi apabila ternyata pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yan gtimbul kemudian, maka seksio sesarea harus dilakukan. Dalam memilih cara persalinan per vaginam hendaknya dihindarkan cara persalinan yang lama dan sulit karena akan membahayakan ibu dan janinnya. Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi intrauterin, baik seksio sesara maupun persalinan per vaginam sama-sama tidak

14

mengamankan ibu maupun janinnya.akan tetapi, dengan bantuan transfusi darah dan antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih aman daripada persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesarea pada multigravida pada yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat dipeertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomia untuk menghinddarkan perdarahan postpartum yang sanagt mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindarkan kehamilan berikutnya. Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam, dan persalinan perabdominam (seksio sesarea). Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yan gberdarah selama persalina nberlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sunber perdarahan, dengan demikian memeberikan kesempatan pada uterus untuk berkontraksi mengurangi

perdarahannya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam. Persalinan pervaginam Pemecahan selaput ketuban adalah cara terpilih untuk melangsungkan persalina pervaginam, karena : 1. Bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah.

15

2. Bagian plasenta yang berdarah itu akan bebas

mengikuti regangan

segmen bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan. Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka terdapat 2 cara lainnya yang lebih keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan, yaitu pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks. Kedua cara ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan mutakhir karena seksio sesarea jauh lebuh aman bagi ibu dan janinnya daripada kedua cara itu. Akan tetapi kedua cara ini masih mempunyai tempat tertentu dalam dunia kebidanan, umpamanya dalam keadaan darurat sebagi pertolongan pertama untuk mengatasi perdrahan banyak, atau apabila seksio sesarea tidak mungkin dilakukan. Semua cara ini mungkin mengurangi atau menghentikan perdarahan, dengan demikian menolong ibu, akan tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekana yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan mengurangi sirkulasi darah antara uterus dan plasenta, sehingga dapat menyebabkan anoksia sampai kematian janin.oleh karena itu, cara ini cenderung dilakukan padajanin yan gtelah mati, atau yang prognosisnya untuk hidup diluar uterus tidak baik. Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara karena persalinannya dijamin lebih lancar, dengan demikian tekanan pada plasenta berlangsung tidak terlampau lama.

16

Seksio sesarea Dirumah sakit yan gserba lengkap, seksio sesarea akan meeupakan persalinan yang terpilih. Nesbitt (1962) melaporkan 62% dari semua kasus plasenta previanya diselesaikan dengan seksio sesarea. Gawat janin atau kematian janin tidak boleh merupakan halangan untuk melakukan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan. Apabila fasilitasnya tidak memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, jangan ragu-ragu untuk melakukan seksio sesarea jika itu satu-satunya tindakan yang terbaik, seperti pada plasenta previa totalis dengan perdarahan banyak. Dalam keadaan gawat, laparatomi dengan sayatan kulit median jauh lebih cepat dapat dilakukan daripada dengan sayatan Pfannenstiel yang lebih kosmetik itu. Sayatan pada dinding uterus sedapat mungkin menghindarkan sayatan pada plasenta, agar perdarahan pada ibu dan janin jangan lebih banyak lagi. Perdarahan dari pihak janin akan sangat membahayakan kehidupannya, apabila tidak segera ditemukan tali pusatnya untuk kemudian dijepit. Walaupun diakui bahwa seksio sesarea transperitonealis profunda merupakan jenis operasi yang terbaikuntuk melahirkan janin perabdominam, akan tetapi hendaknya jangan ragu-ragu unuk melakukan seksio sesarea korporalis apabila ternyata plasenta pada dinding depan uterus, untuk menghindarkan sayatan pada plasenta, dan menghindarkan sayatan pada segmen bawah uterus yang biasanya

17

rapuh dan penuh dengan pembuluh darah besar-besar, dengan demikian menghindarkan darah postpartum. Perdarahan yang berlebihan dari bekas insersio plasenta tidak selalu dapat diatasi dengan pemberian uterotonika, apalagi kalau penderita telah sangat anemis. Memasukkan tampon kedalam uterus untuk menghentikan perdarahan segmen bawah uterus selagi melakukan seksio sesarea merupakan suatu tindakan yang tidak adekuat. Histerektomia totalis merupakan tindakan yang cepat untuk menghentikan perdarahan, dan dapat menyelamatkan jiwa penderita.namun sebaiknya dicoba terlebih dahulu untuk menghentikan perdarahan itu dengan jahitan. Apabila cara-cara tersebut tidak berhasil mengatasi perdarahan, dianjurkan untuk menghentikan perdarahan demikian itu dengan jalan mengikat arteria hipogastrika. Prognosis Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama. Penangan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum dicukupi pada banyak tempat di tanah air kita, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama ditinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih terpaksa dipakai juga seperti pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks. Tindakan-tindakan ini sekurang-kurangnya

18

masih dianggap penting untuk menghentikan perdarahan dimana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan demikian tindakan-tindakan itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu daripada janinnya.

19

BAB II IKHTISAR KASUS

I.

IDENTITAS Nama : Ny. R.U : Perempuan : 41 tahun : SMA : Ibu Rumah Tangga : Protestan : Batak / Indonesia : Mangseng Bekasi Utara

Jenis Kelamin Umur

Pendidikan Pekerjaan

Agama Suku/bangsa Alamat Tgl. Masuk RSUD

: 25-09-2010

20

ANAMNESIS ( 09-10-2010 jam 11.36 ) A. Keluhan Utama Hamil 8 bulan, Keluar darah jalan lahir 5 jam smrs B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan Hamil 8 bulan dengan Perdarahan dari kemaluan sejak 5 jam SMRS warna merah, perdarahan terjadi secara mendadak, warna darah merah segar dengan jumlah sedikit, sekitar 1 pembalut. Perdarahan tidak disertai rasa nyeri, Perdarahan terjadi ketika pasien bangun tidur, Pasien mengaku pernah mengalami perdarahan seperti ini 4 minggu yang lalu namun tidak sebanyak sekarang dan segera hilang. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas , sering pusing dan mengantuk. Keluhan lain seperti mulas, nyeri perut menjalar ke ari-ari, keluar air-air dari jalan lahir tidak ada. Gerakan janin masih dirasakan aktif oleh ibu, mual dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien berkata Buang air besar dan buang air kecil tidak dirasakan ada kelainan. Riwayat adanya benturan pada perut tidak ada. Riwayat trauma disangkal oleh pasien. C. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menyangkal menderita penyakit darah tinggi, jantung, kencing manis, Paru, ginjal maupun hati. Pasien juga tidak pernah dioperasi sebelumnya.

21

D. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit darah tinggi, jantung, kencing manis, paru,ginjal dan hati.

E. Riwayat Menstruasi Menarche umur 13 tahun. Siklus : Teratur 30 hari/bulan

Lamanya : 7 hari Banyaknya : 3 x pembalut/hari Hari pertama dari haid terakhir : 5 februari 2010 Taksiran Persalinan : 12 November 2010 Dismenore : (-) F. Riwayat Pernikahan Pasien sudah menikah 1 x dengan suami sekarang G. Riwayat Obstetri 1. Hamil ini H. Riwayat Keluarga Berencana (-) I.Riwayat Operasi

22

Pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya J.Riwayat Kebiasaan Psikososial Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum jamu dan tidak minum kopi. K. Riwayat ANC

Pasien teratur memeriksakan kehamilan setiap bulan ke RSUD Bekasi III. A. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : : : Tampak sakit sedang Compos mentis TD N RR S Kepala : 110 /70 mmHg : 80x/menit : 20 x/menit :36,5 0C

: Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

Mata

:Pupil bulat isokor, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik

THT

: Sekret tidak ada, mukosa tidak hiperemis

23

Leher

:Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba membesar, perabaan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Thoraks : Cor : S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada Mamae :Simetris, besar normal, retraksi papil -/-

Abdomen: Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai dengan masa kehamilan Palpasi : Supel, Nyeri tekan ( - )

Auskultasi : BU + 3x/menit Ekstremitas :Akral hangat, oedema tungkai -/-, CRT < 2

24

B.

Status Obstetrikus 1. Pemeriksaan Luar Inspeksi : Perut membuncit sesuai dengan masa kehamilan, Striae

gravidarum ( + ) Linea Nigra ( + ) Palpasi : TFU 3 jari diatas pusat (31 cm), Lingkar perut 94 cm.

L1 : teraba satu bagian bulat, tidak melenting Kesan bokong. L2 : - Kiri teraba bagian lurus yang membujur dari atas ke bawah tidak terputus. Kanan : teraba bagian-bagian kecil janin Kesan punggung kanan. L3 : teraba 1 bagian bulat, keras, dan melenting Kesan kepala L4 : Konvergen (belum masuk rongga PAP). Kontraksi : (-) Auskultasi : DJJ : 146 kali permenit, irama teratur.

2. Pemeriksaan Dalam a. Inspekulo tidak dilakukan b. Vagina toucher tidak dilakukan

25

C. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : - Hb - Ht - Leukosit - Trombosit - GDS - Fungsi hati : 9.6 g/dL : 28.2 : 17.200 : 304.000 : 186mg/dL : SGOT/AST : 12, SGPT/ALT : 7

- Fungsi ginjal : ureum/creatinin : 1.4/7

III.ASSESMENT A. DIAGNOSA KERJA B. Ibu :

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis C. Anak : Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala

D. PROGNOSA Kehamilan : Dubia Persalinan : Dubia.

26

IV.

PLANNING

Rencana Tindakan Rawat Observasi Tanda vital, DJJ, Perdarahan, kontraksi. Transfusi PRC 250 cc sampai Hb >10 gr/dl Cek Lab post transfusi IVFD : RL 20tpm (+) Duvadilan drip Dexamethasone 3x1

27

FOLLOW UP

28/09/10 (VK) S : Keluar darah dr jalan lahir sedikit, mules (+), lemas ( + ) , pusing O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Status Obstetric Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra + LI Palpasi : TFU 33cm : bokong. Kesadaran : compos mentis TD : 120/80 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,9C. Congjungtiva anemis +/+

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: 2x/10

28

Auskultasi DJJ 142 dpm, v/u tenang, perdarahan aktif (+) Ultrasonografi (USG) Tampak janin tunggal hidup prsentasi kepala DBP 9,36; AC 376,2; FL 57,2; EFW 3100 gr Plasenta di korpus depan sampai menutupi OUI Kesan : Kehamilan sesuai 41-42 minggu, Previa Totalis. Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup Plasenta

A: G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis perawatan hari 1 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala P: IVFD RL 20 tpm Dexamethasone 3 x 1 ampul Lab: - Hb - Ht - Leukosit - Trombosit : 8.9 g/dL : 25.8 : 15.500 : 307.29/09/10 (VK)

29

S : Keluar darah dr jalan lahir agak banyak, nyeri (-), mules (+), lemas ( + ) , pusing O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Status Obstetric Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra + LI Palpasi : TFU 33cm : bokong. Kesadaran : compos mentis TD : 11/80 mmHg Nadi : 84x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,6C. Congjungtiva anemis +/+

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: 2x/10, < 10 Auskultasi DJJ 138 dpm, v/u tenang, perdarahan aktif (+)

30

A:

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis, perawatan hari 2 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala P: IVFD RL 20 tpm Dexamethasone 3 x 1 ampul Amoxilin 3x500 mg Pro transfusi Hb 10 g/dL

30/09/10 (Bangsal) S : Keluar darah dr jalan lahir sedikit, nyeri (-), mules (-), lemas ( - ) , pusing (-) O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Kesadaran : compos mentis TD : 110/80 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,6C. Congjungtiva anemis +/+

31

Status Obstetric Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra + LI Palpasi : TFU 33cm : bokong.

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: (-) Auskultasi DJJ 140 dpm, v/u tenang, perdarahan aktif (+)

A:

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis, perawatan hari 4 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala P: IVFD RL 20 tpm Dexamethasone 3 x 1 ampul Amoxilin 3x500 mg

32

01/10/10 (Bangsal) S : Keluar darah dr jalan lahir sedikit, nyeri (-), mules (-), lemas ( - ) , pusing (-) O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Status Obstetric Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra + LI Palpasi : TFU 33cm : bokong. Kesadaran : compos mentis TD : 120/70 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,6C. Congjungtiva anemis +/+

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: (-) Auskultasi DJJ 140 dpm, v/u tenang, perdarahan aktif (+)

33

A:

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis, perawatan hari 5 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala - Hb - Ht - Leukosit - Trombosit : 8.6 g/dL : 25.5 : 11.100 : 265.000

P: IVFD RL 20 tpm Amoxilin 3x500 mg Pro transfusi Hb 10 g/dL

34

02/10/10 (Bangsal) S : Keluar darah dr jalan lahir (-), sedikit, nyeri (-), mules (-), lemas ( - ) , pusing (-) O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Status Obstetric Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra + LI Palpasi : TFU 33cm : bokong. Kesadaran : compos mentis TD : 110/70 mmHg Nadi : 88x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,8C. Congjungtiva anemis +/+

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: (-) Auskultasi DJJ 144 dpm,

35

v/u tenang, perdarahan aktif (-)

A:

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis, perawatan hari 6 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala - Hb - Ht - Leukosit - Trombosit : 9.2 g/dL : 27.1 : 11.700 : 313.000

P: IVFD RL 20 tpm Amoxilin 3x500 mg Inbion 1x1 Pro transfusi Hb 10 g/dL

36

03/10/10 (Bangsal) S : Keluar darah dr jalan lahir (-), nyeri (-), mules (-), lemas ( - ) , pusing (-) O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Status Obstetric Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra + LI Palpasi : TFU 33cm : bokong. Kesadaran : compos mentis TD : 120/70 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,6C. Congjungtiva anemis +/+

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: (-) Auskultasi DJJ 140 dpm, v/u tenang, perdarahan aktif (+)

37

A:

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis, perawatan hari 5 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala

P: IVFD RL 20 tpm Amoxilin 3x500 mg Pro transfusi Hb 10 g/dL

04/10/10 (Bangsal) S : Keluar darah dr jalan lahir (-), nyeri (-), mules (-), lemas ( - ) , pusing (-) O : Status Generalis Keadaan Umum : sakit sedang. Kesadaran : compos mentis TD : 120/70 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 20x/menit. Suhu : 36,6C.

38

Status Obstetric -

Congjungtiva anemis +/+

Inspeksi : perut tampak buncit, striae gravidarun +, linea nigra +

LI

Palpasi : TFU 33cm : bokong.

LII : PUKA LIII : Kepala. LIV : belum masuk PAP. Kontraksi: (-) Auskultasi DJJ 140 dpm, v/u tenang, perdarahan aktif (+)

A:

G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+) Anemia (+) leukositosis, perawatan hari 7 Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala

39

P: IVFD aff Amoxilin 3x500 mg Pro rawat jalan

40

ANALISA KASUS

Pada Ny. R>U ditegakan diagnosis Ibu : G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan HAP e.c Plasenta Previa Parsial (+)

Anemia (+) leukositosis Anak : Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala Diagnosis G1P0A0 hamil 33-34 minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterine Presentasi Kepala Berdasarkan : dari

anamnesa diketahui pasien mengaku hamil 8 bulan, Hari pertama dari haid terakhir 5 februari 2010. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut membuncit, ,Linea nigra ( + ) strie gravidarum (+), TFU 33 cm, L1: Bokong, L2 : Pu-ka, L3 : Kepala, L4 : Belum memasuki PAP . Pada pemeriksaan usg didapatkan Tampak janin tunggal hidup prsentasi kepala USG tgl 27-09-2010: - Janin tunggal hidup - Presentasi kepala - BPD: 83 mm - FL: 67 mm Plasenta diniding belakang meluas kedepan ( plasenta besar ) mencapai OUI - Ketuban cukup

41

- Jenis kelamin Perempuan - Kesan: Plasenta Previa Parsialis Diagnosa Anemia berdasarkan : Pada anamnesa ditemukan adanya keluhan rasa lemas , sering pusing dan mengantuk. Pada pemeriksaan fisik : Mata : Konjungtiva anemis +/+

Pada pemeriksaan Lab : Hb: 8.6gr/dl

Ditegakkan diagnosis plasenta previa berdasarkan : Dari Anamnesis didapatkan : Keluar darah dari kemaluan Perdarahan terjadi mendadak Warna merah segar Perdarahan tidak disertai nyeri Perdarahan berulang dengan jumlah yang cukup banyak Riwayat kontraksi Riwayat trauma disangkal Pada Pemeriksaan fisik didapatkan : Status Obstetrikus

42

Abdomen Palpasi : L4 : Konvergen Anogenital Inspeksi USG : Plasenta di korpus kiri depan meluas kebawah menutupi OUI Palpasi pada pasien ini didapatkan L4 konvergen. Menurut literature, keluhan utama pada plasenta previa adalah perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida dan berwarna merah segar. Pada PP Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Pada USG tampak Plasenta di korpus depan meluas kebawah menutupi OUI. Dengan USG diagnosis pasti dapat ditegakan, rata-rata tingkat akurasinya adalah sekitar 96 persen, dan angka setinggi 98 persen pernah dicapai. Pemeriksaan letak plasenta secara langsung sebenarnya dapat menegakan diagnosis dengan tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa. Tetapi :V/U tampak tenang, perdarahan (+),fluor (-).

43

pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan lebih banyak lagi. Karena itu pemeriksaan ini tidak dilakukan. Etiologi dari plasenta previa pada kasus ini dapat disebabkan usia tua,dan multiparitas. Dimana insidensinya adalah 1 dari 1500 untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun.

Dimana pada pasien ini telah hamil lebih dari 37 minggu dan terjadi perdarahan, maka cara yang paling tepat adalah dengan melakukan SC / Casarean Delivery

44

Prognosis pada pasien ini Ad vitam : dubia, karena mengancam kehidupan, Ad fungsionam : bonam karena tidak mengganggu fungsi uterus setelah ini, Ad sanationam : dubia, walaupun ada beberapa literatur yang mengatakan salah satu faktor predisposisinya adalah riwayat multiparitas, tetapi yang terjadi adalah jarang terdapat kasus serupa setelah kehamilan berikutnya.

45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Plasenta previa dapat terjadi pada setiap kehamilan, walaupun insidennya meningkat pada usia lanjut, multiparitas, riwayat oprasi, riwayat plasenta previa dan perokok. Diagnosis dini sangatlah penting untuk menentukan prognosis dan merencanakan terapi. Setiap pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester dua dan tiga, plasenta previa dan solutio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan ini tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG jelas membuktikan ketiadaannya. Pemeriksaan dalam tidak boleh dilakukan karena akan memperberat perdarahan yang sudah terjadi.

46

Komplikasi terbesar untuk ibu adalah perdarahan dan syok akibat perdarahan, sampai kematian. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain Anemia karena perdarahan. Untuk itu keadaan umum dan tanda vital adalah yang paling penting untuk diketahui pada pasien dengan perdarahan pervaginam. Jika terjadi keadaan tersebut, syok harus segara ditangani dan terminasi kehamilan diperlukan walaupun janin imatur. Kehamilan pada plasenta previa dapat diakhiri melalui persalinan pervaginam ataupun perabdominal. Tetapi persalinan pervaginam hanya dapat dilakukan jika plasenta hanya menutupi sebagian dari jalan lahir. Satu - satunya cara untuk mengakhiri kehamilan pada plasenta previa totalis adalah perabdominal. Persalinan prematur adalah causa utama kematian perinatal walaupun sudah dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Untuk kasus ini, perencanaan mencakup pencegahan kelahiran preterm dengan tokolisis, dan pematangan paru guna mempersiapkan bayi lebih viabel untuk hidup diluar uterus. Untuk memperkecil kematian perinatal maka bayi prematur harus dirawat secara intensif setelah lahir.

B. Saran Wanita hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya secara

teratur di RS agar diagnosis dini plasenta previa dapat dideteksi, sehingga kelahiran dapat direncanakan dengan baik.

47

Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya perdarahan

karena plasenta previa harus diberikan pada waktu perawatan antenatal. Plasenta previa sering terjadi pada usia lanjut dan multiparitas.

Edukasi tentang faktor predisposisi plasenta previa setelah melahirkan diperlukan untuk kehamilan selanjutnya.

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi 3, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwonoprawirojardjo. 1999. 2. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, Jakarta. EGC. 1998 3. Cherney, Allan et all. Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. McGraw Hill companies. USA. 2003. 4. Placenta praevia.http://www.en.Wikipedia.org/wiki/Placenta_praevia. 5. Cunningham, F. Garry et all. Williams Obstetrics 21st ed. McGraw Hill companies. USA.2001 6. Yoseph. Perdarahan Selama Kehamilan.

http://www.CerminDuniaKedokteran.com 7. Saju Joy, IND. Placenta praevia.

http://www.emedicine.com/med/topics3721.htm. 8. Gaufberg. V Slava. Abruptio Placenta. http

://www,emedicine.com/med/topic. 9. Greg Marrinan, MD, Plasenta Previa, Article Last Updated: Nov 6, 2008. http:/www.emedicine.com/med/topic3425.htm 10. Patrick Ko, MD, Plasenta Previa, Article Last Updated: Aug 23, 2007. http:/www.emedicine.com/med/topic5467.htm

49

50

You might also like