You are on page 1of 16

Analisis Jurnal 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Pasien-pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) memiliki risiko tinggi mengalami infeksi dibandingkan dengan pasien lainnya. Seperti diketahui, pasien yang dirawat di ICU mempunyai pertahanan tubuh yang rendah, monitoring keadaan secara invasive, terpapar dengan berbagai jenis antibiotika dan terjadi kolonisasi oleh mikroorganisme resisten sehingga mengakibatkan pasien-pasien yang dirawat di ICU mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami infeksi. Infeksi nosokomial merupakan kejadian yang sering terjadi di rumah sakit dan dapat menimbulkan kerugian bagi pasien, keluarga dan rumah sakit itu sendiri. Salah satu infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah pada pasien-pasien yang terpasang CVC (Central Venous Catheter). Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit. Salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah. Infeksi menjadi penyebab kematian utama di kebanyakan unit perawatan khusus. Di beberapa negara Eropa dan Amerika, infeksi berkisar 1% sedangkan di beberapa tempat di Asia, Amerika Latin, dan Sub-Sahara Afrika mencapai 4%. Survei yang dilakukan oleh WHO pada tahun 1987 di Eropa, Mediterania timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat, ditemukan 8,7% dari seluruh pasien dirumah sakit menderita infeksi. Akibatnya 1,4 juta pasien di dunia terkena infeksi yang didapat di rumah sakit. Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial sekitar 39%-60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya

1 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien (Sumaryono. 2005). Kateter sebagai akses vena sentral, merupakan jalur masuk kuman yang sangat potensial karena menghubungkan dunia luar langsung ke sirkulasi darah. Angkanya cukup mencemaskan. Komplikasi infeksi pada penggunaan CVC berkisar dari 5-26 %. Di Amerika Serikat saja, dengan asumsi setiap tahunnya terdapat 15 juta hari penggunaan CVC di ICU, diperkirakan terjadi 80.000 kasus infeksi terkait CVC. Karena itu, pada setiap penderita yang menggunakan CVC yang kemudian menunjukkan tanda dan gejala infeksi tanpa sumber yang tidak jelas, anggap saja bahwa CVC tersebut menjadi sumber infeksinya. Jika terdapat kecurigaan infeksi yang berkaitan dengan CVC maka harus diambil dua contoh kultur darah untuk evaluasi terjadinya bakteremia (Wikipedia, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari 4 ruangan intensif yaitu HCU, ICCU, ICU, dan Burn Unit tentang pengkajian pemasangan CVC sudah sesuai dengan prosedur dalam pencegahan infeksi. Selain itu perawatan juga sudah dilakukan setiap hari dengan menggunakan standar operasional rumah sakit. Salah satu upaya untuk menekan angka kejadian infeksi aliran atau sirkulasi darah adalah dengan melakukan perawatan kateter sentral dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi. Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis berasumsi bahwa jurnal tentang menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter pada perawatan pasien intensif penting untuk dibahas karena penurunan infeksi merupakan salah satu kriteria dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
1.2

Rumusan masalah Bagaimanakah cara menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah dalam pemakaian kateter di ICU?

1.3

Tujuan

Tujuan umum Untuk mengetahui cara menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah dalam pemakaian kateter di ICU

Tujuan khusus

2 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


1. Menjelaskan definisi, indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter vena

sentral
2. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi aliran darah

3. Menjelaskan prosedur perawatan kateter vena sentral


4. Memaparkan prosedur perawatan kateter vena sentral di ruangan intensif 1.4

Manfaat

Teoritis Untuk menambah pengetahuan dalam hal menurunkan angka kejadian infeksi

dalam pemakaian kateter sentral pada perawatan pasien intensif khususnya di ICU sehingga memungkinkan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Praktis Untuk menerapkan pedoman pencegahan infeksi dalam pemakaian kateter sentral

pada perawatan pasien intensif sehingga meminimalisasi kejadian infeksi khususnya di ICU.

3 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi, indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral

Kateter Vena Sentral (CVC) adalah metode pemantauan invasif yang umum digunakan untuk pemantauan yang terus menerus dari status peredaran darah pasien dan merupakan jalan masuk menuju vena sentral. Tujuan dari pemasangan CVC adalah :

Untuk menilai jumlah cairan dalam tubuh Menentukan tekanan atrium kanan atau vena sentral Mengevaluasi kegagalan sirkulasi Untuk memberikan cairan parenteral yang bersifat hipertonik, yang apabila diberikan melalui vena tepi akan mudah menyebabkan plebitis Untuk memberikan obat-obatan parenteral atau intravena terutama dalam keadaan darurat Untuk memberikan cairan dengan tepat dan dengan jumah yang banyak apabila melalui vena tepi tidak dapat atau kolaps

Indikasi pasien dipasang CVC secara umum pasien yang kritis membutuhkan pemasukan cairan atau obat atau pengukuran volume darah pada kasus - kasus : Operasi besar Status kekurangan cairan darah Kecelakaan (pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan syok.) Penyakit kardiovaskuler berat. Kateterisasi jantung kanan dalam pemantauan hemodinamik (Arif, Syafri K, 2010) Kontraindikasi : Absolut :

SVC sindrom Infeksi pd area insersi Koagulopati Insersi kawat pacemaker Disfungsi kontralateral diafragma

Relatif :

4 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012

Pembedahan leher

Lokasi insersi untuk CVC Menurut Smeltzer (2002), lokasi umum insersi adalah : 1. Vena Subclavia (dekat dada) 2. Vena Jugular eksternal (leher) 3. Vena Jugular internal (leher) 4. Vena Femoral (pangkal paha) 5. Vena Basilic atau Cephalic (lengan) 6. Vena Umbilical (pada bayi)

Gambar 1. Lokasi insersi untuk CVC

2.2 Tanda dan gejala infeksi aliran darah

5 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


Salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain agent yang masuk ke dalam tubuh memiliki virulensi yang kuat, hospes yang lemah, dan memiliki daya imun yang rendah, (Azwar, S., 1994). Selain itu juga akibat dari prosedur pemasangan kateter yang tidak memperhatikan teknik aseptik. Kateter terlalu lama terpasang dan kualitas perawatan kateter yang kurang baik (Tietjen, Linda, dkk. 2004). Tanda-tanda terjainya infeksi pada CVC adalah:

Adanya kuman pathogen pada hasil kultur Menggigil Kulit teraba hangat Panas/hipertermi (>38 0 C) Adanya nyeri Takikardi Terjadi flebitis/bengkak Tampak kemerahan di area pungsi Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan WBC

Menurut sumber, faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi yaitu interaksi antara pejamu/host (pasien, perawat, dokter), agen (mikroorganisme patogen) dan lingkungan.
Pejamu : -

Usia Penyakit dasar yang menurunkan imunitas pejamu Sistem imun Faktor psikologis Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu Kemampuan invasi dan reproduksi Kemampuan memproduksi toksin Kemampuan menekan sistem imun pejamu Dosis yang tak efektif ( obat )

Mikroorganisme : -

(Smeltzer, 2002)

2.3 Prosedur perawatan kateter vena sentral

6 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


Kualitas perawatan kateter vena sentral merupakan tingkat pemberian pelayanan keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada pasien-pasien terpasang kateter vena sentral mutlak dilakukan untuk meminimalkan dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial pada aliran darah. Menurut teori, perawatan CVC dilakukan dengan cara aseptik, biasanya penggantian balutan dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan. Pasien ditempatkan pada posisi fowler renda untuk penggantian balutan. Perawat dan pasien dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi lewat udara dengan menggunakan masker selama penggantian balutan. Balutan lama dibuang dengan hati hati untuk mencegah kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat, nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine. Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau balutan transparan ditempatkan ditengah area. Keuntungan dari pengunaan balutan transparan dari pada bantalan kassa adalah balutan ini memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih sering terhadap sisi kateter, melekat dengan baik, dan lebih nyaman untuk pasien. Balutan dan selang diberi label tanggal serta waktu penggantian balutan (Smeltzer, 2002).
2.4 Prosedur perawatan kateter sentral di ruangan intensif

Kualitas perawatan CVC didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang dilakukan oleh perawat yang meliputi standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi aliran darah. Dalam pelaksanaannya, perawat diharapkan mampu mematuhi standar serta prosedur yang telah ditetapkan sehingga nantinya dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Di ruang intensif, biasanya perawatan CVC dilakukan dengan cara: 1. Melepaskan balutan CVC 2. Membersihkan area pungsi dengan alcohol 3. Mengganti balutan CVC dengan gaas steril yang diisi betadin, kemudian difiksasi dengan plester

7 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


BAB III PEMBAHASAN 3.1 RINGKASAN JURNAL 3.1.1 Latar Belakang Setiap tahun di Amerika Serikat, kateter vena sentral dapat menyebabkan estimasi 80.000 kateter terkait infeksi aliran darah dan, sebagai hasilnya, sampai dengan 28.000 kematian di antara pasien di unit perawatan intensif (ICU). Mengingat bahwa rata-rata biaya perawatan untuk pasien dengan infeksi adalah $ 45.000, infeksi tersebut bisa memakan biaya hingga $ 2,3 juta per tahun. Menurut National Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) system of the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tingkat rata-rata kateter terkait aliran darah infeksi di ICU dari semua rentang jenis 1,8-5,2 per 1000 hari penggunaan kateter. Intervensi bertujuan menurunkan tingkat infeksi yang diperlukan untuk mengurangi konsekuensi serius terhadap kesehatan masyarakat dari infeksi yang didapat di rumah sakit. Berapa banyak jumlah dari infeksi ini yang dapat dicegah masih belum diketahui. Beberapa studi single rumah sakit dan dua studi multicenter telah menunjukkan penurunan tingkat infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateterisasi. Untuk membangun penelitian ini, kami mempelajari sejauh mana infeksi ini dapat dikurangi di Michigan, dengan menggunakan intervensi sebagai bagian dari keamanan di seluruh negara bagian tentang pasien di ICU, yang dikenal sebagai the Michigan Health and Hospital Association (MHA) Keystone Center for Patient Safety and Quality Keystone ICU project, yang didanai terutama oleh Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek intervensi hingga 18 bulan setelah implementasi. Selain intervensi untuk mengurangi tingkat infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateterisasi, ICU menerapkan penggunaan lembar target harian untuk meningkatkan komunikasi dari petugas medis ke petugas medis lainnya dalam ICU, intervensi untuk mengurangi kejadian pneumonia yang berhubungan dengan ventilator, dan program satuan berbasis keamanan yang komprehensif untuk meningkatkan budaya keselamatan. Periode penting untuk pelaksanaan setiap intervensi diperkirakan 3 bulan. Rumah sakit mulai dengan pelaksanaan selamatan unit-berbasis program dan penggunaan

8 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


lembar tujuan harian dan kemudian, dalam urutan apapun, dilaksanakan dua intervensi lainnya selama 6 bulan berikutnya. Sebelum menerapkan salah satu komponen dari intervensi studi, ICU diminta untuk menunjuk setidaknya satu dokter dan satu perawat sebagai tim pemimpin. Para pemimpin tim diperintahkan dan diintervensi dalam ilmu keselamatan dan kemudian informasi ini disebarluaskan kepada rekan-rekan mereka. Pelatihan para pemimpin tim dicapai melalui panggilan konferensi setiap minggu lainnya, pembinaan oleh staf penelitian, dan mengadakan pertemuan negara tiap dua kali setahun. Tim menerima informasi pendukung tentang efektivitas setiap komponen intervensi, saran untuk mengimplementasikannya, dan instruksi dalam metode pengumpulan data. 3.1.2 1. Metode

Pengukuran dan Kategorisasi Data Pada seluruh studi ini, data angka kejadian infeksi aliran darah berkaitan dengan

pemakaian kateter dikumpulkan setiap bulan dari seorang praktisi pengendalian infeksi Rumah Sakit yang telah terlatih. Staf pengendalian infeksi di Rumah Sakit telah mengecek kultur yang terkontaminasi sebelum memasukkan data untuk penelitian. Kami mendefinisikan kateter sentral sebagai kateter yang berujung pada jantung atau dekat dengan jantung atau di pembuluh darah besar dekat jantung, dimana termasuk kateter sentral yang dimasukkan lewat perifer. Data laju infeksi selama 3 bulanan dihitung sebagai angka infeksi per 1000 catheter-days untuk tiap periode 3 bulan.
2.

Pemaparan, Hasil, Dan Hipotesis Studi Kami memaparkan intervensi penelitian menjadi 6 kategori variabel sementara,

membandingkan nilai setiap variabel dengan nilai dasar. Hasilnya adalah data per 3 bulan dari angka infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter. Analisis termasuk 3 karakteristik Rumah Sakit, yang diperoleh dari panduan American Hospital Association yaitu status pengajaran (variabel biner), kapasitas bed (varibel kontinyu), dan wilayah geografis (8 kategori). Rumah Sakit pendidikan diharuskan menjadi anggota dari Council of Teaching Hospitals Health Systems dan harus disetujui untuk pelatihan residensi oleh Accreditation Council for Graduate Medical Education atau American Osteopathic Association. Hipotesis utama studi adalah angka laju infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter akan menurun selama 3 bulan pertama setelah implementasi. Hipotesa

9 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


kedua adalah penurunan angka infeksi yang diobservasi antara 0-3 bulan setelah implementasi akan bertahan selama periode pengamatan selanjutnya. Definisi infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter pada orang dewasa, sesuai pedoman National Nosocomial Infections Surveillance System (NNIS) :

Adanya kultur kuman patogen yang didapatkan dari 1 atau lebih sampel darah dan kultur organisme dari darah tidak berkaitan dengan infeksi yang terjadi di area lain atau menunjukkan salah satu gejala di bawah ini yaitu : Panas (temperature >38 0 C) Menggigil Hipotensi

Tanda dan gejala dan hasil yang positif tidak berkaitan dengan infeksi yang terjadi di area lain Menunjukkan salah satu tanda di bawah ini yaitu : Kontaminan/ bakteri kulit yang umum ( Diphtheroids, Bacillus spesies, Propionibacterium waktu yang berbeda Kontaminan/ bakteri kulit yang umum, didapatkan dari paling tidak 1 kultur darah dari sampel pasien dengan pemakaian kateter intravascular Tes antigen positif pada darah (Haemophillus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, atau grup B Streptococcus) spesies, Coagulase-negative staphylococci atau Micrococci) didapatkan dari 2 atau lebih sampel darah yang diambil pada

3.

Analisa Statistik Sampel yang digunakan sebanyak 103 ICU. Karena distribusi data tidak normal dalam interkuartil digunakan untuk meringkas data.

penelitian median dan rentang

Median dibandingkan dengan dasar nilai-nilai dengan penggunaan test Wilcoxon duasampel. Kami menggunakan perangkat lunak Stata (versi 9.1) untuk analisis. 4. Prosedur Intervensi (Perawatan CVC) Intervensi studi ditargetkan kepada petugas medis. Lima basis bukti prosedur telah direkomendasikan oleh CDC dan diidentifikasi memiliki pengaruh terbesar pada tingkat kateter terkait infeksi aliran darah dan merupakan hambatan terendah untuk pelaksanaan implementasi.

10 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


Prosedur yang direkomendasikan adalah mencuci tangan, menggunakan pelindung selama pemasangan kateter vena sentral, membersihkan kulit dengan chlorhexidin, menghindari akses femoralis jika mungkin, dan melepas kateter yang tidak perlu. Secara singkat, tenaga kesehatan dididik tentang praktik untuk mengontrol infeksi dan kerusakan yang disebabkan dari kateter terkait infeksi aliran darah. Checklist digunakan untuk memastikan kepatuhan terhadap pengendalian infeksi di lapangan. 3.1.3 Hasil Penelitian Di ICU, implementasi penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Juni sampai Agustus 2004 setelah data awal didapatkan, dimana rata-rata jumlah kateter harian yang digunakan sebanyak 4779 per bulan. Peneliti menerapkan intervensi sederhana dan murah untuk mengurangi infeksi di 103 ICU, yaitu melakukan perawatan CVC dengan menggunakan chlorhexidin untuk desinfeksi dan menggunakan teknik aseptic dalam perawatan. Bersamaan dengan intervensi yang dilaksanakan,, angka kejadian infeksi mengalami penurunan dari 2,7 (rata-rata 7,7) infeksi per 1000 penggunaan kateter menjadi 0 (rata-rata 2,3) dalam 3 bulan setelah implementasi dalam penelitian intervensi (p0,002) dan bertahan 0 (rata-rata 1,4) sampai 18 bulan selama follow up. Perubahan yang signifikan terjadi saat observasi pada rumah sakit pendidikan maupun non pendidikan dan di rumah sakit - rumah sakit kecil (<200 tempat tidur) dan rumah sakit besar (200 tempat tidur). 3.1.4 Kesimpulan Analisa berfokus pada intervensi untuk mengurangi infeksi terhadap penggunaan kateter setelah dilakukan implementasi di 103 ICU di Michigan pada tahun 2004. Peneliti menerapkan intervensi sederhana dan murah untuk mengurangi infeksi di ICU. Bersamaan dengan intervensi yang dilaksanakan, tingkat rata-rata infeksi menurun dari 2,7 per 1000 hari kateter pada awal menjadi 0 dalam 3 bulan setelah pelaksanaan intervensi. Terjadi penurunan angka kejadian infeksi dari 66% pada 16 sampai 18 bulan setelah implementasi. Penggunaan luas dari intervensi ini secara signifikan dapat mengurangi morbiditas dan biaya perawatan yang terkait dengan kateter terkait infeksi aliran darah. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah :

11 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


Data organisme yang menyebabkan infeksi kateter terkait aliran darah tidak

dimasukkan, hal ini membatasi wawasan tentang mekanisme dari infeksi.


Tidak ada evaluasi kepatuhan terhadap intervensi penelitian, karena sumber daya

yang terbatas.
Tidak dapat mengevaluasi kepentingan relatif dari komponen individu dari intervensi

multifaset atau intervensi keselamatan.


Tidak adanya data infeksi aliran darah terkait pemakaian kateter dari ICU yang tidak

berpartisipasi. Namun demikian, ICU berpartisipasi dalam studi ini menyumbang 85% dari tempat ICU di Michigan.
Data infeksi di ICU hanya dalam satu negara, yang dapat membatasi kemampuan

untuk menggeneralisasi temuan. 3.2 ANALISIS JURNAL Menurut Smeltzer (2002) dari beberapa tindakan keperawatan salah satu terapi yang paling sering mengakibatkan infeksi adalah terapi intravena, karena terapi ini membuka akses vena dan sangat mudah terjadi infeksi apabila kita tidak melakukannya dengan benar dan dengan teknik aseptik. Terapi intravena ini juga menimbulkan kecendrungan berbagai bahaya, termasuk komplikasi local dan sistemik. Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi sering lebih serius dibandingkan komplikasi local dan termasuk kelebihan sirkulasi (kelebihan beban cairan), emboli udara, reaksi demam, dan infeksi. Dari hasil peneliti, angka kejadian infeksi mengalami penurunan dari 2,7 (rata-rata 7,7) infeksi per 1000 penggunaan kateter menjadi 0 (rata-rata 2,3) dalam 3 bulan setelah implementasi (perawatan CVC dengan chlorhexidine dan teknik aseptik) dalam penelitian intervensi (p0,002) dan bertahan 0 (rata-rata 1,4) sampai 18 bulan selama follow up. Penelitian ini didukung oleh jurnal yang berjudul Chlorhexidine Compared with Povidone-Iodine Solution for Vascular CatheterSite Care dimana dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejadian infeksi aliran darah berkurang secara signifikan pada pasien dengan akses vaskular sentral yang menerima chlorhexidine glukonat dengan povidone-iodine untuk pada kulit yang didesinfeksi. Penggunaan chlorhexidine glukonat adalah cara sederhana untuk mengurangi infeksi yang berhubungan dengan kateter pembuluh darah. Chlorhexidine adalah suatu antiseptik yang termasuk golongan bisbiguanide. Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan yang mempunyai efek

12 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-). Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi rendah) dan koagulasi kandungan intraselular sel bakteri (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi tinggi).Chlorhexidine akan diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan penyerapan ini tergantung pada konsentrasi chlorhexidine dan pH. Chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak cukup untuk menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel. Kemudian chlorhexidine akan melintasi dinding sel atau membran luar, diduga melalui proses difusi pasif, dan menyerang sitoplasmik bakteri atau membran dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran semipermeabel ini akan diikuti dengan keluarnya kandungan intraselular sel bakteri. Kebocoran sel tidak secara langsung menyebabkan inaktivasi selular, namun hal ini merupakan konsekuensi dari kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi akan menyebabkan koagulasi (penggumpalan) kandungan intraselular sel bakteri sehingga sitoplasma sel menjadi beku, dan mengakibatkan penurunan kebocoran kandungan intraselular. Jadi terdapat efek bifasik (memiliki 2 fase) chlorhexidine pada permeabilitas membran sel bakteri, dimana peningkatan kebocoran kandungan intraselular akan bertambah seiring bertambahnya konsentrasi chlorhexidine, namun kebocoran ini akan menurun pada chlorhexidine konsentrasi tinggi akibat koagulasi dari sitosol (cairan yang terletak di dalam sel) sel bakteri (http://www.annals.org/content/136/11/792.full). Hal tersebut juga sesuai dengan teori, dimana cara untuk mencegah infeksi pada kateter vena sentral, yaitu dengan mengganti balutan secara aseptik. Penggantian balutan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan (balutan basah atau kotor). Balutan lama dibuang dengan hatihati untuk mencegah kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat, nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine. Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau balutan transparan ditempatkan ditengah area (Smeltzer, 2002).

13 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


Dari hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan oleh mahasiswa selama praktek intensif, perawatan CVC sudah dilakukan di masing masing ruangan intensif, yaitu ICCU, ICU, HCU, dan Burn Unit. Perawatan ini dilakukan dengan teknik aseptik menggunakan alkohol dan betadin, kemudian ditutup dengan gaas steril lalu difiksasi dengan plester. Perawatan CVC dilakukan sesuai waktu, yaitu dua sampai tiga kali dalam sekali. 3.3 IMPLIKASI KEPERAWATAN Perawat merupakan petugas kesehatan yang biasanya berada 24 jam bersama pasien. Perawat juga merupakan petugas kesehatan yang paling sering melakukan perawatan invasif dengan teknik aseptic pada pasien. Peran petugas kesehatan khusunya perawat sangat membantu untuk mengurangi angka kejadian infeksi pada kateter vena sentral (CVC). Cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kemudian memberikan perawatan CVC dengan teknik aseptik seseuai dengan prosedur dan waktu yang ditentukan.

Gambar 3. Cara mencuci tangan yang benar

14 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


BAB IV KESIMPULAN 4.1 KESIMPULAN

Kateter Vena Sentral (CVC) adalah metode pemantauan invasif yang umum digunakan untuk pemantauan yang terus menerus dari status peredaran darah pasien dan merupakan jalan masuk menuju vena sentral.

Perawatan CVC dilapangan telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu perawatan CVC dilakukan dengan cara aseptik, biasanya penggantian balutan dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan. Pasien ditempatkan pada posisi fowler renda untuk penggantian balutan. Perawat dan pasien dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi lewat udara dengan menggunakan masker selama penggantian balutan. Balutan lama dibuang dengan hati hati untuk mencegah kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat, nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine. Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau balutan transparan ditempatkan ditengah area.

4.2 SARAN Untuk membantu mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial diharapkan perawat mampu melakukan pencegahan, seperti cuci tangan sebelum melakukan kontak dari satu pasien ke pasien lain, melakukan prosedur secara benar dalam perawatan CVC agar pasien terhindar dari infeksi aliran darah. Perawat mempunyai peranan penting pada pecegahan terhadap infeksi aliran darah, seperti mengkaji adanya tanda-tanda infeksi pada pasien, membuat inspeksi harian daerah alat akses vascular, dan memantau perubahan yang ada.

15 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Analisis Jurnal 2012


DAFTAR PUSTAKA

Arif, Syafri K. 2010. Pemantauan Invasif: Indikasi, Persiapan, dan Teknik. Makasar: Departemen Anestesiologi Universitas Hassanudin. Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2 & 3. Jakarta: EGC Kenals. 2006. Chlorhexidine Compared with Povidone-Iodine Solution for Vascular CatheterSite Care, (online), (http://www.annals.org/content/136/11/792.full, diakses tanggal 16 Februari 2012) .

16 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

You might also like