You are on page 1of 15

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA BLOK 22 SISTEM ENDOKRIN II: JOURNAL KETOASIDOSIS (KAD) UMAR SYAHMI BIN MOHD RASHID

102009277 KELOMPOK A6

PENDAHULUAN Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat. Meningitis bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim otak, atau disebut juga meningoensefalitis.

PEMBAHASAN 1 Anamnenis1 Awitan gejala akut(<24jam) disertai trias meningitis : demam,nyeri kepala hebat, kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus, atau katup jantung. Pada bayi dan neonates, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, irritabilitas, letargi, muntah dan kejang. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran premature, persalinan lama, dan ketuban pecah dini.

2 Pemeriksaan 2.1 Pemeriksaan Fisik1,2,3 Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut : I. Bisa dilihat dari manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak. Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, reaksi pupil terhadap cahaya negatif. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri. Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus. Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

II. III.

IV. V. VI. VII.

2.2 Pemeriksaan Penunjang1,2,3 Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS) Keruh atau purulen. Protein . Leukosit (1000-5000 sel/mm3 ). Predominasi netrofil (80-95%) Glukosa (<40 mg/dL) Rasio glukosa CSS:serum 0.4 (sensitivitas 80%,spesifisitas 98% untuk diagnosis penyakit ini pada pasien >2 bulan)

Pewarnaan Gram cairan serebrospinalis Cepat,murah,hasilnya bergantung pada bakteri penyebab. Sensitfitas 60-90%,spesifisitas 97%.

Kultur cairan serebrospinalis PCR Sensitivitas 100%,spesifisitas 98.2%. Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS,tidak dipengaruhi terapi antimikroba yang telah diberikan. Identifikasi kuman. Butuh waktu lama(48jam)

Kultur darah CT scan kepala Pada permulaan penyakit,CT scan normal. Adanya eksudat purulen di basal,ventrikel yang mengecil disertai edema otak,atau ventrikel yang membesar akibat obstruksi cairan serebrospinalis. Bila penyakit berlanjut,dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis. Indikasi CT scan sebelum LP:deficit neurologis fokal,kejang pertama kali,edema papil,penurunan kesadaran,dan penekanan status imun. Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organism penyebab.

MRI kepala Lebih baik dibandingkan dgn CT scan dalam menunjukkan daerah edema dan iskemi otak. Penambahan kontras gadolinium menunjukkan diffuse meningeal enhancement.

3 Diagnosis 3.1 Diagnosis Kerja2,3 Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat. Bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh: Hemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis.

Diagnosis meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan cairan serebrospinal, disokong oleh pemeriksaan : Darah : LED, leokosit, hitung jenis, biakan. Air kemih : biakan. X-foto dada. Uji tuberkulin. Biakan cairan lambung.

3.2 Diagnosis Banding3,4,5 Tabel 1. Analisis Cairan Serebrospinalis. Warna Tekanan Eritrosi CDD(mmHO t ) 70-180 0 Leukosit Protein (mg/dL) Glukos a (mg/dL ) 50-75

Normal

Jernih

0-5 limfosit 0 PMN Sesuai dgn RBC

<50

Traumatik

Darah(+),

Normal

SAH

Meningitis Bakterial Meningitis TBC Meningitis viral Meningitis jamur

Supernatan jernih Darah(+), supernatant xantokrom Keruh/purul en Normal/ker uh Normal Normal/

4mg/dL per 5000 RBC

atau 0 0

0 atau (+) akibat Normal meningitis iritatif sekunder (PMN) Normal / (mononuclear ) Normal / (mononuclear ) Normal / (mononuclear )

Normal/

Normal

Normal/ker uh

Normal/

Meningitis Tuberkulosa Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis.Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi

primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 3 stadium gejala: Prodromal Demam,sakit perut,nausea.muntah.apatis/iritebel Belum ada kelainan neurlogis Transisi Sopor,kelainan neurologis,Brudzinski dan Kernig(+) Kejang-kejang umum Saraf otak terkena : III,IV,VI,VII Terminal Nadi tidak teratur Koma Kaku badan semua Febris tinggi tidak dikurangi ubat antipiretik Mati tanpa sadar Ensefalitis4 Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme . Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.. Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia Kesadaran dengan cepat menurun Muntah Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejangkejang di muka) 5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersamasama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya Kejang Demam5 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu: o Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik

Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

o Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

4 Etiologi3,5,6 Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif seperti Escherichia coli dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan sering didapatkan Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab meningitis. Listeria monocytogenes pula merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas pada pengidap meningitis bakterial. Meningitis Streptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan. Penyakit ini sering menyerang bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal. Streptococcus grup B serotipe 3 merupakan 90% penyebab meningitis onset lanjut. Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi oleh Citrobacter diversus dan Salmonella sp pula jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada penderita yang juga menderita abses otak. Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB) dimana Haemophilus influenza tipe B pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negaranegara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin. Streptococcus pneumoniae Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen

atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. Bakteria ini sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy dan penderita asplenia anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 17 hari dan prevalensi terbanyak adalah pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya. Neisseria meningitidis Patogen ini merupakan bakteri gram negative yang berbentuk seperti ginjal dan sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dalam 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7 hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. Haemophilus influenzae tipe B HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anakanak usia 1 bulan-3 tahun. Menjelang usia 3 tahun, banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari. Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan sekuelae. Listeria monocytogenes Bakteri ini menyebabkan meningitis pada neonatus dan anak-anak immune compromised. Patogen ini sering dihubungkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi seperti susu dan keju. Kebanyakan kasus disebabkan oleh serotipe Ia, Ib,

IVb. Gejala pada penderita dengan Listerial meningitis cenderung tersamar dan diagnosis sering terlambat ditegakkan. Etiologi lain5,6 Staphylococcus epidermidis sering menimbulkan meningitis dan infeksi saluran LCS pada penderita dengan hidrocephalus dan post prosedur bedah. Anak-anak yang immunocompromised sering mendapatkan meningitis oleh spesies Pseudomonas, Serratia, Proteus dan diphteroid. 5 Faktor Resiko3,6 Berikut merupakan faktor-faktor yang membuat seseorang rentan dapat terinfeksimeningitis:
Neonatus dan balita Usia lanjut Peminum alcohol berat Penderita immunocompromised Pasien cedera kepala Berada pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak berlangsung sehingga mempermudah penyebaran faktor penyebab meningitis, contohnya sekolah, kamp militer, kampus, dsb.

Kehamilan. Jika anda sedang hamil maka anda mengalami peningkatan listeriosis infeksi yang disebabkan oleh bakteri listeria, yang juga menyebabkan meningitis. Jika anda memiliki listeriosis, janin dalam kandungan anda juga memiliki risiko yang sama.

Bekerja dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko listeria, yang juga dapat menyebabkan meningitis.

6 Epidemiologi5 Di Amerika Serikat, sebelum penggunaan Vaksin HIB secara luas, insidensi adalah sekitar 20.000-30.000 kasus/tahun. Sedangkan Neisseria meningitidis meningitis adalah kurang lebih 4 kasus/100.000 anak usia 1-23 bulan. Rata-rata kasus Streptococcus pneumoniae meningitis adalah sekitar 6,5/100.000 pada anak usia 1-23 bulan. Insidensi meningitis pada neonatus adalah 0,25-1 kasus/1000 kelahiran hidup.Didapati juga kurang lebih 30% kasus sepsis neonatorum adalah berhubungan dengan meningitis bakterial. Sebelum ditemukannya antimikroba, mortalitas akibat meningitis bakterial adalah cukup tinggi. Dengan adanya terapi antimikroba, mortalitas didapati menurun tapi masih tetap dikhawatirkan tinggi. 19-26% mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh Sterptococcus pneumoniae, 3-6% oleh Haemophilus influenzae, 3-13% oleh Neisseria

meningitidis. Rata-rata mortalitas paling tinggi adalah pada tahun pertama kehidupan dan akan menurun pada usia muda, tetapi akan kembali meninggi pada usia tua. Kebanyakan penderita adalah anak dengan usia kurang dari 5 tahun. 70% kasus terjadi pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun Insidensi rata-rata pula adalah lebih tinggi pada populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan pada populasi Kaukasia dan Hispanik. Bayi laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena meningitis oleh bakteria gram negatif dibanding bayi perempuan. Tetapi bayi perempuan lebih rentan terhadap meningitis oleh Listeria monocytogenes. Sedangkan risiko meningitis oleh Streptococcus pneumoniae adalah sama untuk bayi perempuan maupun laki-laki. 7 Patofisiologi7 Pertama sekali bakteri akan berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal di mana kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih. Dari tempat-tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan tubuh seperti barier fisik, imunitas lokal serta fagosit dan makrofag yang umumnya mempermudah akses bakteri tersebut untuk menuju sistem syaraf pusat (SSP). Invasi bakteri ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran umumnya adalah melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung atau selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun misalnya antibodi, fagositosis, neutrofil serta sistem komplemen dan kemudian akan terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ-organ yang letaknya jauh termasuk SSP. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor nekrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial. Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor atau lebih dikenali sebagai toll-like receptor.

TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin intrasisternal. Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF pula dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB(brain blood barrier) sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS dan sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produkproduk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, mungkin akan terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen. Tekanan tinggi intra kranial pula merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka akan terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang mungkin akan membawa kepada henti napas atau henti jantung.

8 Manifestasi Klinis5, 6 1. Neonatus Tanda meningitis pada neonates jarang dari SSP. Kaku kuduk dan ubun-ubun menunjol jarang nampak awal. Kalau ada sering bererti terlambat. Tanda sepsis neonates: (Mungkin hanya satu yang wujud!) =Lemah =Muntah =Menangis,merintih =Hypothermia =Apnea =Hyperthermia(>38C) =Apatis(mata tidak beres) =Pucat =Malas mengisap =Kulit marmer/mottled =Iritibel(mudah terangsang) =Kejang fokal 2. Anak 2 bulan 2 tahun. =Gambaran klasik(-) =Hanya panas,muntah,gelisah,kejang berulang. =Kadang-kadang high pitched cry. 3. Anak 2 tahun keatas =Panas,menggigil,muntah,nyeri kepala. =Kejang =Gangguan kesadaran,midriasis =Tanda rangsang meningeal,kaku kuduk,tanda Brudzinski dan Kernig (+). 9 Penatalaksanaan5,6,8 Penanganan penderita meningitis meliputi: 1. Farmakologis: a. Obat anti bacterial: Meningitis bakterial, umur <2 bulan : Cephalosporin Generasi ke 3, atau Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis

Meningitis bakterial, umur >2 bulan: Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

Sefalosporin Generasi ke 3 Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum pemberian antibiotika

b.

Pengobatan simptomatis

Menghentikan kejang: Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis, kemudian dilanjutkan dengan: Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

Menurunkan panas: c. Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

2. Perawatan: a) Pada waktu kejang: Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka Hisap lendir Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) b) Bila penderita tidak sadar lama: Beri makanan melalui sonde Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika c) Pemantauan ketat: Tekanan darah

Pernafasan Nadi Produksi air kemih Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC

10 Pencegahan8 Pencegahan dibagi 2 cara yaitu dengan kemoprofilaksis dan imunisasi. a) Kemoprofilaksis untuk N.meningitidis meningitis Semua individu yang tinggal serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan penderita perlu diberi kemoprofilaksis. Karena peningkatan resistensi terhadap sulfonamid maka obat pilihannya adalah rifampin, ceftriaxone, ciprofloxacin. Sulfonamid digunakan sebagai profilaksis pada keadaan tertentu di mana patogen tersebut masih sensitif. Bahkan setelah kemoprofilaksis adekuat, kasus sekunder dapat terjadi sehingga orang yang kontak dengan penderita harus segera mencari pertolongan medik saat timbul gejala pertama kali. Dosis rifampin 600 mg peroral tiap 12 jam selama 2 hari. b) Kemoprofilaksis untuk HIB meningitis Rifampin dengan dosis 20 mg/kg/hari untuk 4 hari dianjurkan kepada individu yang kontak dengan penderita HIB meningitis. Jika anak usia 4 tahun atau lebih muda kontak dengan penderita maka anak tersebut harus diberi profilaksis tanpa memedulikan status imunisasinya. Yang dimaksud dengan kontak adalah seseorang yang tinggal pada rumah yang sama dengan penderita atau seseorang yang telah menghabiskan 4 jam atau lebih waktunya per hari dengan penderita tersebut selama 5-7 hari sebelum diagnosis ditegakkan. Jika 2 atau lebih kasus HIB meningitis terjadi pada anak yang mendatangi tempat pelayanan kesehatan maka petugas kesehatan dan anak-anak lain perlu diberi profilaksis. c) Imunisasi Imunisasi massal di seluruh dunia terhadap infeksi HIB telah memberikan penurunan dramatis terhadap insidensi meningitis. FDA (Food and Drug Administration) telah meluncurkan vaksin konjugasi pneumococcal yang pertama (Prevnar) pada April 2000. Semua bayi dianjurkan untuk menerima imunisasi yang mengandung antigen dari 7 subtipe pneumococcal. Vaksin quadrivalent meningococcal dapat diberikan bersama kemoprofilaksis saat adanya wabah. Vaksin quadrivalent yang mengandung antigen subgrup A, C, Y, W-135 dianjurkan untuk kelompok resiko tinggi termasuk penderita dengan imunodefisiensi, penderita dengan asplenia anatomik atau fungsional, defisiensi komponen terminal komplemen. Vaksin ini terdiri dari 50 mcg polisakarida bakteri yang telah dimurnikan. The Advisory Committee on Imunization Practices (ACIP)

menganjurkan penggunaan vaksin ini untuk siswa sekolah yang tinggal di asramaasrama. 11 Komplikasi8,9 Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka panjang sangat penting untuk mendeteksi sekuelae. Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus nonkomunikan, atropi serebral. Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Pemberian dini dexamethasone dapat mengurangi komplikasi audiologis pada HIB meningitis. Gangguan pendengaran berat dapat menganggu perkembangan bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan pemantauan perkembangan dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika ditemukan sekuelae motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi untuk menghindari kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik. 12 Prognosis9 Jika segera diberikan pengobatan, maka jumlah penderita yang meninggal mencapai kurang dari 10%. Tetapi jika diagnosis maupun pengobatannya tertunda, maka bisa terjadi kerusakan otak yang menetap atau kematian, terutama pada anak yang sangat kecil dan pada usia lanjut. Sebagian besar penderita bisa sembuh sempurna, tetapi beberapa penderita sering mengalami kejang. Gejala sisa lainnya adalah kelainan mental yang menetap serta kelumpuhan.

KESIMPULAN Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan memberikan sekuelae yang bernakna pada penderita. Oleh itu, meningitis dikategorikan sebagai kasus darurat karena jika tidak diobati dengan benar dalam masa yang benar boleh menimbulkan prognosis yang tidak diingini. Pemberian terapi antimikroba merupakan hal penting dalam pengobatan meningitis bakterial di samping terapi suportif dan simptomatik. Pencegahan meningitis dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilaksis.

DAFTAR PUSTAKA 1. George Dewanto,Wita J. Sowano,Budi Riyanto,Yuda Turana.Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf,Penerbit Buku Kedokteran,Hal,38-44. 2. Tonam. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Saraf. 2004 3. Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and HumanDevelopment Michigan State University. College of Medicine and En SparrowHospital. www.emedicine.com/PED/topic198.htm. 4. Ensefalitis,diunduh dari http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/ensefalitis.html. 4 April 2009. 5. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of Medicine. Mayo Clinic College of Medicine.www.emedicine.com/med/topic2613.htm 6. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia, Pennsylvania. 2006 7. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 6. Jakarta : EGC; 2007 8. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90. 9. Meningitis Bakterialis, diunduh dari http://www.emedicine.com/ped/topic198.htm.

You might also like