You are on page 1of 9

Pada era globalisasi seperti sekarang berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat sudah mengalami proses evolusi, (proses

evolusi adalah proses yang berlangsung secara lambat yang bergerak kepada arah yang lebih baik). Salah satu bidang yang seharusnya sudah mengalami evolusi ialah bidang pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat .Pendidikan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang merupakan perwujudan dari aktualisasi pancasila. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan juga sebagai identitas nasional terdiri dari 5 sila yaitu: 1.Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan., 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sila Kedua adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral, dan beragama. Sila ketiga mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sila ke empat mengandung nilai bahwa demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara. Sila ke lima mengandung nilai-nilai tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama (keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama) Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Filsafat pancasila sebagai sumber imajinasi dan filsafat bangsa. Filsafat bangsa adalah landasan idiil bangsa tersebut dalam menggapai cita-citanya yang mengilhami anak bangsa dalam meletakkan dasar pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya ialah pada aspek pendidikan untuk masa depan bangsa Indonesia yang cerah. Sesungguhnya aktualisasi pancasila dalam bidang pendidikan adalah wujud sebagai landasan idiil bagi pembangunan pendidikan , budaya dan kegamaan di indonesia yang

menghilangkan penonjolan kesukuan, keturunan dan ras; ideologi terbuka yang mendorong kreativitas dan inovativitas; spirit untuk pengembangan dinamika masyarakat dalam pembentukan watak peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; serta visi dan misi pendidikan nasional bagi anak indonesia. Sistem pendidikan yang baik tentu saja akan menghasilkan mahasiswa-mahasiswa generasi pengubah bangsa untuk masa depan yang lebih baik dari sebelumnya pula. Di dalam sistem pendidikan Indonesia terdapat pula pendidikan pancasila untuk mengembangkan potensi mahasiswa sebagai Warga Negara Indonesia yang berkepribadian mantap, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Aktualiasasi dari Pendidikan kewarganegaraan ini sendiri adalah untuk melahirkan mahasiswa sebagai ilmuan professional, sekaligus warga negara Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (nasionalisme) yang tinggi. Hal ini sesuai dengan paradigma Pendidikan Tinggi Nasional yang telah dicanangkan. Namun pada kenyataannya penyelenggaraan pendidikan yang terjadi di Indonesia belum sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kualitas pendidikan Indonesia dianggap masih rendah oleh banyak kalangan.Masih banyak lulusan SMA ataupun kuliah yang bisa dikatakan tidak memiliki kemampuan untuk bekerja.Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura. Hal ini menyebabkan timbulnya pertanyaan, sesungguhnya apakah yang salah dari sistem pendidikan di Indonesia yang sudah seharusnya sebagai perwujudan dari pembangunan nasional dan pancasila ini?. Banyak sekali peristiwa-peristiwa konkrit yang dapat kita lihat sendiri bahwa peristiwa itu merupakan buah hasil dari sistem pendidikan yang kurang baik, seperti hal-nya tawuran antar kaum yang seharusnya menjadi kaum yang terpelajar, kasus tukar guling SMP Negeri 56 Jakarta serta kasus Kampar dimana kalangan pendidik dan kepentingan pendidikan masihlah sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama, dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa. Masih

banyak nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dalam pancasila yang pada akhirnya mengakibatkan timbulnya beberapa kesalahan dalam penyelenggaraan sistem

pendidikan diindonesia. Kesalahan-kesalahan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia diantaranya: 1. Pendanaan pendidikan yang kurang dicermati dengan baik. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana. Selain itu anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih dibawah 20% sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2-5%. Sedangkan kita lihat dari Negara lain kita ambil contoh Singapura, pemerintah mengalokasikan dana untuk peningkatan pendidikan sebesar 35% dan juga memberikan fasilitas setiap tahun kepada kepala sekolah untuk mengadakan studi banding di luar negeri. Begitu laporan hasil diterima oleh menteri pendidikan Singapura, hasilnya langsung diteruskan ke parlemen untuk mendapat tindak lanjut. Malaysia pada awalnya meng-import guru-guru dari Indonesia karena tarifnya masih reatif murah, tetapi mahasiswanya langsung dalam jumlah besar melanjutkan ke luar negeri (Inggris dan USA) atas biaya negara. Pada waktu perang dunia kedua di Inggris, Sir Winston Churchill menekankan parlemen untuk menambah anggaran pendidikan negara tersebut. Selain itu kurikulum teknologi yang dipakai di Inggris, sudah diberika di Grade 1 (usia 5 tahun) sampai Grade 10, sudah pula diajarkan pola fikir untuk menjadikan anak didik di Inggris dapat mandiri/memiliki life skill sebagai dasar dari entrepreneur, sehingga lulus SMU tak tergantung lagi pada orangtua. Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti singapura sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya

semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.

2.

Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional. Metode Spoon Feeding yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan

Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, ""Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembang kreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya".Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar-gencarnya ditumbuh suburkan di Indonesia. Permasalahan system pendidikan nasional juga terlihat dari pemfokusan pembelajaran seakan akan di negeri kita siswa siswinya diharuskan menjadi manusia super yang harus dapat mengusai semua disiplin ilmu. Sedangkan di Negara lain sebagai contoh Selandia Baru, di negara ini memberlakukan sistem yang cukup menarik, siswa level SMA hanya diwajibkan mengambil dua mata pelajaran wajib, yakni Matematika dan Bahasa Inggris. Selebihnya adalah pelajaran pilihan yang disesuaikan dengan cita-cita masingmasing. Bagi yang ingin menjadi dokter silahkan mengambil pelajaran Kimia dan Biologi, bagi penyuka Fisika dan Kimia akan diarahkan menjadi engineer, sedangkan pencinta ilmu ekonomi bisa mengambil Statistik dan Akuntansi. Sedangkan Siswa SMA di negeri kita diharuskan menjadi manusia super yang menguasai seluruh ilmu, baik sains, sosial dan juga bahasa. Ya, mereka memang mempelajarinya namun tidak banyak yang bisa mengaplikasikan ilmu yang telah didapat. Hal ini bisa dilihat dari lulusan SMA yang bisa dikatakan tidak memiliki kemampuan untuk bekerja.

Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijasah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini. Lebih lanjut sebaiknya disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.

3.

Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh,

selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.

4.

Manajemen Pendidikan. Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia

masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia

pendidikan di wilayah wilayah Indonesia adalah tidak sama. Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia. Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas. Dari beberapa contoh diatas, kita bisa menraik benang merah kesalahan paradigma pendidikan yang dipakai sekarang yaitu mempersiapkan anak didik yang siap pakai. Hal ini secara mendasar telah membentuk budaya Employye. Kita seharusnya mempersiapkan anak didik yang siap memakai. Kita sadar bahwa sebagai employye nasibnya ditentukan oleh orang lain, bukan menentukan nasib orang lain. Sasaran pendidikan dari paradigma SIAP PAKAI adalah keterampilan khusus seperti akuntan, hokum dan lainnya. Kemudian dengan kursus singkat yang diharapkan memimpin bebagai macam disiplin keilmuan, atau bermain diluar bidang keahliannya,. Kita lihat dampaknya sekarang, mis manajemen dalam birokrasi sebab tidak ada standar kompetensi sebagai Patoka untuk menjadi pimpinan.

Ini sejalan dengan penjelasan Bukhori Nasution, bahwa untuk waktu yang mungkin tidak terlalu lama jepang bercita-cita agar di Negara tersebut tidak lag memiliki industri yang menghasilkan limbah berbahaya, semuanya akan di letakkan di luar jepang, dengan saham terbesar tetap dimiliki oleh jepang, dan mereka mempersiapkan anak bangsanya untuk menjadi pemikir atau bergerak dalam hal desain serta perdagangan, sedangkan pekerjaan dirty/kotor, dangerous/berbahaya pelaksanaannya serta difficult work akan diserahkan kepada orang lain di luar negaranya. Dan ternyata China, Korea dan Taiwan telah sejak awal menyadari serta mengikuti jejak jepang. ini indikasi bahwa mereka mempersiapkan anak bangsanya siap memakai dan siap mempekerjakan, Pemerintah dalam hal ini dianggap tdak pernah berbuat salah dan tidak boleh dianggap salah membuat keputusan merugikan rakyat seperti ujian dengan system multiple choices yang menyebabkan anak didik kurang mampu menganalisa, standar untuk lanjut pendidikan tergantung nilai NEM sehingga anak didik selalu mentok di ranah kognitifnya. Bukan itu saja, tapi konsep menghafal yang sudah menjadi konsep dasar pendidikan, learning by memorizing bukan dengan learning by doing sehingga menurut pakar pendidikan Bukhori Nasuiton, anak didik tidak mendapatkan haqqul yaqin. Kekeliruan paradigma pendidikan kita yang lain adalah adanya standar Terdaftar, Diakui, Disamakan, yang ditentukan oleh pemerintah padahal terdapat sekolah swasta yang memiliki gedung yang lebih baik dari sekolah negeri namun sangat sulit mendapat status disamakan,sementara sekolah negeri dengan kondisi gedung yang memperihatinkan, langsung mendapatkan predikat disamakan. Selain itu, pendidikan harus mempergunakan buku paket hingga perpustakaan pun hanya di isi dengan buku paket akhirnya berdampak hilangnya budaya baca anak didik karena buku paket yang dibagikan sama dengan yang ada di perpustakaan. Sistem pendidikan kita belum mampu mengakomodir perbedaan potensi dan kemampuan setiap individu anak bangsa ini. Seluruh kejanggalan yang sudah muncul di public maupun yang menunggu giliran menjadi indikasi bahwa tidak ada komitmen secara nasional untuk memperioritaskan pendidikan seperti di Jepang dan negara lain. Baru sejak tahun 2002 anggaran pedidikan mulai di naikkan untuk memenuhi amanat UU pendidikan nasional. Itupun masih menunggu optimalisasi pemerataan anggaran ke seluruh satuan pendidikan. Namun paling tidak, di masa mendatang, diharapkan kepada para pengambil kebijakan, guru dan stakeholder pendidikan lainnya seperti orang tua dan LSM, agar bisa

fokus untuk memperbaiki kesalahan paradigma tentang pendidikan yang terjadi di negeri ini serta turunan masalahnya. agar nasib bangsa ini lebih baik dan bermartabat. Solusi dari permasalahan permasalahan ini yaitu sebaikya pemerintah harus berbenah diri dalam mengatur system pendidikan di Indonesia agar sesuai dengan tujuan yang tertera pada UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4, dinyatakan tujuan pendidikan nasional, yaitu: Pendidikan Nasional bertujuan

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.. Dan pemerintah harus selalu berusaha meratakan pendidikan di Indonesia ini agar dapat tercapai keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia yang tertera pada sila ke 5 pada pancasila dalam kasus ini yaitu keadilan dalam mendapatkan pendidikan. Dan juga pemerintah Indonesia bisa mengadopsi system system yang baik dari Negara Negara lain untuk di adaptasi di Indonesia agar system pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi dan menjadikan Negara Indonesia menjadi negara yang maju.

Kemajuan suatu Negara akan berbanding lurus dengan kemajuan dan kesuksesan dari sistem pendidikan yang berkembang di Negara tersebut

Daftar Pustaka
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : PARADIGMA. http://Wikipedia.co.id

You might also like