You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang

umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Gagal ginjal mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit, asam basa dan air (Tambayong, 2001). Gagal ginjal di klasifikasikan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Menurut Nursalam (2006) Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). Centers Disease Control (CDC) melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999-2004 terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun, mengalami penyakit ginjal kronis (PGK). Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5%. Insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun di negara-negara berkembang. Laporan The United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2007 menunjukan adanya peningkatan populasi penderita dengan End Stage Renal Disease (ESRD) di Amerika Serikat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Prevalensi penderita ESRD pada tahun 2005 mencapai 1.569 orang per sejuta penduduk. Nilai ini mencapai 1,5 kali prevalensi penderita ESRD pada tahun 1995. Data di beberapa bagian nefrologi di Indonesia, diperkirakan insidensi PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk (Firmansyah, 2010). Angka kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah (hemodialisis) 1,5 juta orang. Prevalensi di Amerika Serikat yang terkena gagal ginjal sebanyak 300 ribu dengan hemodialisis sebanyak 220 ribu orang. Jumlah penderita gagal ginjal di
1

Indonesia sekitar 150 ribu orang dan yang menjalani hemodialisis 10 ribu orang (Yuwono, 2010). Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik dapat mempertahankan hidupnya lebih lama dan berkualitas dengan hemodialisa (cuci darah), hemodialisa merupakan pilihan utama saat ini dengan teknik menggunakan mesin dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terampil serta profesional. Prinsip hemodialisa adalah mengalirkan darah pasien ke ginjal pengganti untuk dibersihkan melalui proses difusi osmosis dan ultrafiltrasi menggunakan bantuan sebuah mesin hemodialisa, sehingga harapan hidup pasien dapat di tingkatkan (Aru, 2009). Menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000, glomerulonefritis merupakan 46,39% penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, sedangkan diabetes melitus insidennya 18,65 % di susul obstruksi/ infeksi ginjal 12,85% dan hipertensi 8,46% (Aru, 2009). Mengingat bahwa penyelenggaraan hemodialisis merupakan suatu upaya untuk membantu pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik untuk dapat mempertahankan hidupnya lebih lama dan perlu diketahui oleh mahasiswa kedokteran, maka kami akan melakukan Tugas Pengenalan Profesi untuk mengobservasi mekanisme kerja hemodialisis di Rumah Islam Siti Khadijah Palembang. 1.2 Rumusan Masalah a. b. c. d. e. Apa manfaat hemodialisis? Apa saja indikasi pasien yang harus menjalani hemodialisis? Bagaimana mekanisme kerja alat hemodialisis? Bagaimana sterilisasi dari alat hemodialisis? Apa saja efek samping setelah proses hemodialisis?

1.3

Tujuan Tugas Pengenalan Profesi 1.3.1 TujuanUmum Setelah menyelesaikan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami, menjelaskan, serta mengaplikasikan metode kerja hemodialisis. 1.3.2 TujuanKhusus Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu : a. Mengetahui manfaat hemodialisis b. Mengetahui indikasi pasien yang harus menjalani hemodialisis c. Mengetahui mekanisme kerja alat hemodialisis d. Mengetahui sterilisasi dari alat hemodialisis e. Mengetahui efek samping setelah proses hemodialisis

1.4

Manfaat Tugas Pengenalan Profesi Hasil dari Tugas pengenalan profesi (TPP) diharapkan akan bermanfaat yaitu untuk: 1. Menambah pengetahuan mengenai alat hemodialisis 2. Menambah ilmu tentang proses hemodialisis di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. 3. Menambah pengalaman dalam observasi proses hemodialisis Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hemodialisa berasal dari kata hemo dan dialisa. Hemo adalah darah sedangkan dialisa adalah pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeable. (Pernefri, 2003) Menurut Price dan Wilson, dialisa merupakan suatu proses solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. (Price, 1995) Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox, hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat. (Havens, 2005) Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
4

maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. (NKF, 2006)

B. Indikasi Hemodialisa sebagai terapi penyakit ginjal end-stage digunakan lebih dari 300.000 orang di Amerika Serikat. Standarisasi terapi ini dimulai pada tahun 1973 oleh beberapa ahli seperti Kolff, Merrill, Sribner dan Schreiner. Terapi ini juga mempertimbangkan segi pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kesehatan pasien. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan terapi berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria sedangkan pada wanita diatas 4 mg/100 ml. Selain itu, nilai kadar glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. (Wijaya, 2010) Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus (mL/menit/1,73m2) Risiko meningkat Stadium 1 Normal Normal atau meningkat > 90, terdapat faktor risiko > 90, terdapat kerusakan ginjal, proteinuria menetap, kelainan sedimen urin, kelainan kimia darah dan urin, kelainan pada pemeriksaan radiologi. Stadium 2 Stadium 3 Penurunan ringan Penurununan sedang 60-89 30-59

Stadium 4 Stadium 5

Penurunan berat Gagal Ginjal

15-29 <15

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia atau malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti edema paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. (Pernefri, 2003) Thiser dan Wilcox menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. (Havens, 2005) Perbandingan Nilai Kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus dan Clearance Creatinin Rate untuk menilai Fungsi Ginjal Nilai GFR (mg/dl) Normal >90 Kreatinin (ml/menit/1,73 m2) Pria : <1,3 Wanita : <1,0 Gangguan Ginjal Ringan Gangguan Ginjal Sedang Gangguan Ginjal Berat 15-29 >4 <35 30-59 60-89 Pria : 1,3-1,9 Wanita : 1,0-1,9 2-4 35-55 Clearance (ml/menit) Pria : 90-145 Wanita : 75-115 56-100 Rate

Tabel 2. Perbandingan Nilai Kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus dan Clearance Creatinin Rate untuk menilai Fungsi Ginjal Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari < 15 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai pemeriksaan tanda dan gejala serta pemeriksaan laboratorium, sebagai berikut : a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata Penderita dapat mengalami gangguan kesadaran. Adanya gangguan asidosis metabolik dan atau gejala sindrom uremia seperti mual, muntah dan anoreksia. Tanda tanda overload cairan seperti edema, sesak napas akibat edema paru, serta adanya gangguan jantung. Penderita juga dapat mengeluhkan sulit kencing (anuria) lebih dari 5 hari. b. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan : Kreatinin serum > 8 mg/dL Ureum darah > 200 /dL Hiperkalemi pH darah < 7,1

C. Kontraindikasi Menurut Thiser dan Wilcox, kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut Pernefri kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut. (Pernefri, 2003)

D. Proses Hemodialisa Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. (Wijaya, 2010) Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan). (Wijaya, 2010) Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena. (Wijaya, 2010) Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit gagal ginjal terminal yaitu dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dialirkan dan dipompa ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan (artificial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialairi cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit yang sama dengan serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zar terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat
8

terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialysis, air juga berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air disebut dengan ultrafiltrasi.(Wijaya, 2010) Cairan dialysis adalah cairan yang digunakan pada proses hemodialisa, terdiri dari campuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan darah. Fungsi cairan dialysis adalah mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh, serta mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa. Cairan dialysis mengandung macam-macam garam, elektrolit dan atau zat antara lain : 1. NaCl / Sodium Chloride. 2. CaCl2 / Calium Chloride. 3. Mgcl2 / Magnesium Chloride. 4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat. 5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat. 6. Dextrose.

Gambar 1. Cairan Dializer

Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan. (Pernefri, 2003)

10

Gambar 2. Mesin Hemodialisa

Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler. (Pernefri, 2003)

11

Gambar 3. Aliran Darah

Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). (Ganong, 1998)

Gambar 4. Sirkuit

12

Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. (Guyton, 1997) Komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.(Price, 1995) Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi
13

solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter. (Price, 1995) Menurut Pernefri waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 45 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 1015 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Pada akhir interval 23 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. (Pernefri, 2003) (Aru, 2009) Price dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien. (Price, 1995) (Aru, 2009).

14

Perawatan Hemodialisa I. Perawatan Sebelum Hemodialisis (Pra HD) Persiapan mesin Alat dan Bahan: Listrik Air (sudah melalui pengolahan) Saluran pembuangan Dialisat (proportioning sistim, batch sistim) Persiapan peralatan + obat-obatan Dialyzer/ Ginjal buatan (GB) AV Blood line AV fistula/abocath Infuse set Spuit : 50 cc, 5 cc, dll ; insulin Heparin inj Xylocain (anestesi local) NaCl 0,90 % Kain kasa/ Gaas steril Duk steril Sarung tangan steril Bak kecil steril Mangkuk kecil steril Klem Plester Desinfektan (alcohol + bethadine) Gelas ukur (mat kan) Timbangan BB Formulir hemodialisis

15

Sirkulasi darah Cuci tangan

Cara Kerja: 1. Letakkan GB pada holder, dengan posisi merah diatas 2. Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah 3. Hubungkan ujung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan dengan alat penampung/ mat-kan 4. Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas 5. Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf) 6. Pasang infus set pada kolf NaCl 7. Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus 8. Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, (untuk hubungan tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan) 9. Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set 10. Jalankan aliran darah (Qb) dengan kecepatan kurang lebih 100 ml/m 11. Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebeas udara) dengan cara menekan-nekan VBL 12. Air trap/Bubble trap diisi 2/3-3/4 bagian 13. Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan 14. Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem tetap dilepas 15. Masukkan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U 16. Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus dibuka 17. Jalankan sirkulasi darah + soaking (melembabkan GB) selama 10-15 menit sebelu dihubungkan dengan sirkulasi sistemik (pasien).

16

Persiapan Sirkulasi 1. Rinsing/Membilas GB + VBL + ABL 2. Priming/ mengisi GB + VBL + ABL 3. Soaking/ melembabkan GB. 4. Volume priming : darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL ) 5. Cara menghitung volume priming : NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah NaCl yang ada didalam mat kan (gelas tampung/ ukur) Contoh : NaCl yang dipakai membilas : 1000 cc NaCl yang ada didalam mat kan : 750 cc Jadi volume priming : 1000 cc 750 cc = 250 cc 6. Cara melembabkan (soaking) GB Yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi dialisat 7. Bila mempergunakan dialyzer reuse / pemakaian GB ulang : Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat Biarkan kurang lebih 15 menit pada posisi rinse.

Test formalin dengan tablet clinitest : 1. Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain 2. Ambil 10 tts (1/2 cc), masukkan ke dalam tabung gelas, masukkan 1cairan tablet clinitest ke dalam tabung gelas yang sudah berisi cairan 3. Lihat reaksi : Warna biru : / negative

17

Warna hijau : + / positif Warna kuning : + / positif Warna coklat : +/ positif 4. Selanjutnya mengisi GB sesuai dengan cara mengisi GB baru

Persiapan pasien 1. Persiapan mental 2. Izin hemodialisis 3. Persiapan fisik :Timbang BB, Posisi, Observasi KU (ukur TTV)

II.

Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi : Dengan internal A-V shunt/ fistula cimino Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan & tangan Teknik aseptic + antiseptic : bethadine + alcohol Anestesi local (lidocain inj, procain inj) Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16/ abocath, fiksasi, tutup dengan kasa steril Berikan bolus heparin inj (dosis awal) Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril

Dengan eksternal A-V shunt (Schibner) Desinfektan Klem kanula arteri & vena Bolus heparin inj (dosis awal) Tanpa 1 & 2 (femora dll)

18

Desinfektan Anestesi local Punksi outlet/ vena (salah satu vena yang besar, biasanya di lengan). Bolus heparin inj (dosis awal) Fiksasi, tutup kassa steril Punksi inlet (vena/ arteri femoralis) Raba arteri femoralis Tekan arteri femoralis 0,5 1 cm ke arah medialVena femoralis Anestesi lokal (infiltrasi anetesi) Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3-5 menit Fiksasi Tutup dengan kassa steril

Memulai hemodialisis 1. Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet 2. Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet 3. Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, sampai sirkulasi darah terisi darah semua. 4. Jalankan pompa darah (blood pump) dengan Qb 5. Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi outlet 6. Fiksasi ABL & VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak) 7. cairan priming diampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan sesuai kebutuhan). 8. Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikkan sampai 300 ml/m (dilihat dari keadaan pasien)

19

9. Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure, hidupkan air/ blood leak detector 10. Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan dengan NaCl 11. Ukur TD, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan mengukur TD, N, lebih sering. 12. Isi formulir HD antara lain : Nama, Umur, BB, TD, S, N, P, Tipe GB, Cairan priming yang masuk, makan/minum, keluhan selama HD, masalah selama HD.

Catatan 1. Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi kembalikan ke posisi sebenarnya. 2. Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus diamankan lebih dulu 3. 4. Semua sambungan dikencangkan Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi perdarahan dari tempat punksi.

Mesin Memprogram mesin hemodialisis : 1. Qb : 200 300 ml/m 2. aliran dialisat (Qd) : 300 500 ml/m 3. Temperatur : 36-400C 4. TMP. UFR 5. Heparinisasi Tekanan (+) /venous pressure Trans Membran Pressure / TMP Tekanan (-) / dialysate pressure Tekanan (+) + tekanan (-)
20

Tekanan / pressure : Arterial pressure / tekanan arteri : banyaknya darah yang keluar dari tubuh Venous pressure / tekanan vena : lancar/ tidak darah yang masuk ke dalam.

Heparinisasi Dosis heparin : Dosis awal : 25 50 U/kg BB Dosis selanjutnya (maintenance) = 500 1000 U/kg BB Cara memberikan Kontinus Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD selesai)

Heparinisasi umum Kontinus : Dosis awal : . U Dosis selanjutnya : U Intermitten : Dosis awal : U Dosis selanjutnya : . U Heparinisasi regional Dosis awal : U Dosis selanjutnya : .. U Protamin : . U Heparin : protamin = 100 U : 1 mg Heparin & protamin dilarutkan dengan NaCl. Heparin diberikan/ dipasang pada selang sebelum dializer. Protamin diberikan/ dipasang pada selang sebelum masuk ke tubuh/ VBL.
21

Heparinisasi minimal Syarat-syarat : Dialyzer khusus (kalau ada). Qb tinggi (250 300 ml/m) Dosis heparin : 500 U (pada sirkulasi darah). Bilas dengan NaCl setiap : 1 jam Banyaknya NaCl yang masuk harus dihitung Jumlahnya NaCl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke dalam program ultrafiltrasi

Catatan Dosis awal : diberikan pada waktu punksi : sirkulasi system Dosis selanjutnya: diberikan dengan sirkulasi (maintenance) ekstra korporeal.

Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa

1. PASIEN KU pasien TTV Perdarahan Tempat punksi inlet, outlet Keluhan/ komplikasi hemodialisis

2. MESIN & PERALATAN Qb Qd Temperature Koduktiviti Pressure/ tekanan : arterial, venous, dialysate, UFR
22

Air leak & Blood leak Heparinisasi Sirkulasi ekstra corporeal Sambungan-sambungan

Catatan : Obat menaikkan TD ( tu. pend hipotensi berat) : Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest kmd disuntik 2 ml/IV

III.

Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD) Mengakhiri HD Persiapan alat : Kain kasa/ gaas steril Plester Verband gulung Alkohol/ bethadine Antibiotik powder (nebacetin/ cicatrin) Bantal pasir (1-1/2 keram) : pada punksi femoral

Cara kerja 1. 5 menit sebelum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m UFR = 0 2. Ukur TD, nadi 3. Blood pump stop 4. Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut , bekas punksi inlet ditekan dengan kassa steril yang diberi betadine.

23

5. Hubungkan ujung abl dengan infus set 50 100 cc) 100 ml/m (NaCl masuk) 6. Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan do dorong dengan nacl sambil qb dijalankan 7. Setelah darah masuk ke tubuh Blood pump stop, ujun VBL diklem. 8. Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa steril yang diberi bethadine 9. Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet & outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/band aid lalu pasang verband. 10. Ukur TTV : TD. N, S, P 11. Timbang BB (kalau memungkinkan) 12. Isi formulir hemodialisis

Catatan : 1. Cairan pendorong/ pembilas (NaCl) sesuai dengan kebutuhan , kalau perlu di dorong dengan udara ( harus hati-hati) 2. Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit 3. Bekas punksi femoral lebih lama, setelah perdarahan berhenti, ditekan kembali dengan bantal pasir 4. Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama 5. Memakai teknik aseptik dan antiseptik

Scribner 1. Pakai sarung tangan 2. Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula vena harus diklem lebih dulu

24

3. kanula arteri & vena dibilas dengan NaCl yang diberi 2500 U 300 U heparin inj 4. Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor 5. Lepas klem pada kedua kanula 6. Fiksasi 7. Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar, untuk mengetahui ada bekuan atau tidak.

E. Penatalaksanaan Hemodialisa Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat

menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.(Havens, 2005) Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. (Havens, 2005) Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. .(Havens, 2005)
25

F. Komplikasi Hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (2030% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2- 5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anakanak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru. (Wijaya, 2010) Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam dan menggigil.(Wijaya, 2010)

Komplikasi dari renal replacement theraphy Complication cardiovascular Hemodialisis Infection Air embolism Angina Arrytmia Cardiac tamponade Hypotension* Bacterimia Colonization of temporary central venous cateters Endocarditis Meningitis Osteomyelitis Catheter exit sitre infection peritonitis Peritonel dialysis Arrytmia Hipotension Pulmonary edema

26

Sepsis Vascular access celulitis or absess

Mecahnical

Obstruksi

pada

Catheter obstruction clots, omentum, by fibrin, or

arterivena, terbentuk fistul trombosis atau infeksi Stenosis atau trombosis pada vena subklavia atau superior vena cava dan intern vena jugular

fibrous encasement Dialysate leakage

around the catheter Dissection of fluid into the abdominal wall Hematoma in the pericatheter tract Perforation viscus catheter by of a the

Metabolic

Hipoglikemi pada orang diabetik yang memakai insulin

Hipoalbumin Hiperglikemi Hipertrigliserid Obesitas

Hipokalemi Hiponatremi hipernatremi dan

Pulmonary

Dispnea

sampai

reaksi

Atelectasis Efusi pleura Pneumonia

anafilasis oleh membran hemodialisa Hipoksia

27

Miscellaneous

Deposit amiloid Hemorragic cateter Demam yang disebabkan oleh bakterimia, pirogen, atau panas dialysate

Abdominal inguinal hernias Catheter-related intra-abdominal bleeding

and

Perdarahan Intracranial,

(GI,

Hypothermia Peritoneal sclerosis Seizures

retroperitonel, intraocular) Insomnia Pruritus Keram otot Restlessness Kejang

*Komplikasi yang sering terjadi

28

BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1

Tempat Pelaksanaan Rumah Islam Siti Khadijah Palembang

3.2

Waktu Pelaksanaan Hari dan Tanggal : Jam :

3.3

Subjek Tugas Mandiri Mengobservasi penyelenggaraan Hemodialisis di Rumah Islam Siti Khadijah Palembang

3.4

Langkah Kerja 1. Membuat proposal 2. Melakukan konsultasi kepada pembimbing Tugas Pengenalan Profesi 3. Meminta izin kepada petugas Rumah Sakit secara administratif 4. Mengobservasi penyelenggaraan Hemodialisis di Rumah Islam Siti Khadijah Palembang 5. Mengumpulkan hasil kerja lapangan untuk mendapatkan suatu kesimpulan 6. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi dari data yang sudah didapatkan

29

3.5

Jadwal Kegiatan Tabel jadwal kegiatan tugas pengenalan profesi adalah : Juni 2013- Juli 2013 (Blok XIII) Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IVSelesai

No

Jenis Kegiatan

1. 2. 3. 4. 5. 3.6

Penyusunan proposal Observasi Pembahasan Penyusunan Laporan Pleno Pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi Melakukan observasi langsung terhadap alat dan bahan yang dipakai untuk proses dan cara kerja hemodialisa.

30

BAB IV PENUTUP Proposal ini disusun sebagai usaha melakukan penyelenggaraan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi supaya mahasiswa dapat mengamati lebih awal dan secara langsung pada penyelenggaraan Hemodialisis di Rumah Sakit Pusri Palembang Demikianlah proposal kami, semoga proposal ini menjadi bahan

pertimbangan dan perhatian dr. Hj. Siti Hildani Thaib, M. Kes selaku pembimbing Tutorial 2 dalam mendukung kegiatan Tugas Pengenalan Profesi yang kami laksanakan dalam rangka meningkatkan Sumber Daya Manusia sekaligus untuk memenuhi tugas pada blok XIV ini.

31

DAFTAR PUSTAKA Aru W. Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Edisi V Jilid II. ; h1050-1052 Firmansyah, Adi. (2010). Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit GinjalKronik ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. Jakarta: PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada:

http://www.kidneyatlas.org. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta. Jan Tambayong. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. Pernefri, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan HipertensiBagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta. Wijaya, Awi Mulyadi;dr. Rabu, 27 Januari 2010. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement Therapy (RRT). Yuwono. (2010). Kualitas Hidup Menurut Spitzer pada Penderita Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Hemodialisa di Unit Hemodialisis RSUP Dr.Kariadi Semarang

32

You might also like